a) Bayi kurang bulan (preterm), adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu (259 hari)
b) Bayi cukup bulan (aterm), adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai 42 minggu (259-293 hari)
c) Bayi lebih bulan (post-term), adalah bayi dengan masa kehamilan lebih dari 42
minggu (294 hari atu lebih)
3. Faktor Resiko Bayi Berat Lahir Rendah
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga
kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab
terbanyak bayi BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan
semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi (Proverawati,
2010).
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum, yaitu
sebagai berikut (Kliegman et al., 2007; Manuaba, 2007):
1) Faktor Ibu
a) Usia ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun karena
pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan mental sudah matang
dan mampu merawat bayi dan dirinya (Draper, 2001). Pada usia kurang dari 20
tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan
panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga bila terjadi
kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan pada
usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan kesehatan reproduktf karena proses
degeneratif sudah mulai muncul. Salah satu efek dari proses degeneratif adalah
sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan
aliran darah ke endometrium tidak merata dan maksimal sehingga dapat
mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin dan membuat gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim (Cunningham et al., 2005 ; Prawirohardjo, 2008).
b) Paritas
Paritas menunujukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
wanita. Paritas merupakan faktor resiko penting dalam menentukan nasib ibu
baik selama kehamilan maupun persalinan (Mochtar, 1998). Resiko kesehatan
ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya.
Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko kesehatan yang timbul
karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir
baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya bila terlalu sering melahirkan rahim
akan menjadi semakin melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan
berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnnya persediaan darah
ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk
menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI,
2005).
c) Jarak dari kehamilan yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari dua tahun)
Jarak kehamilan kurang dari dua tahun dapat menimbulkan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena
keadaan rahim belum pulih dengan baik (Kliegman et al., 2007). Jarak kelahiran
anak sebelumnya kurang dari dua tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih
dengan baik, sehingga pada kehamilan ini perlu diwaspadai karena kemungkinan
terjadi pertumbuhan janin yang kurang baik (BBLR) (Viktor, 2006).
d) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
Riwayat persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu sebelumnya,
seperti perdarahan, abortus, prematuritas, BBLR dll merupakan resiko tinggi
untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan itu perlu diwaspadai karena
kemungkinan ibu akan mengalami kesulitan persalinan berikutnya (Pincus,
1998). Riwayat BBLR berulang dapat terjadi biasanya pada kelainan anatomis
dari uterus, seperti septum uterus, biasanya septum pada uterus avaskular dan
terjadi keadaan kegagalan vaskularisasi ini akan menyebabkan gangguan pada
perkembangan plasenta. Septum akan mengurangi kapasitas dari endometrium
sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin, selain itu dapat menyebabkan
keguguran pada trimester dua dan persalinan prematur (Prawirohardjo, 2008)
e) Komplikasi kehamilan
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan seperti anemia,
perdarahan, preeklamsia/eklamsia, hipertensi, ketuban pecah dini dan kelainan
lainnya, keadaan tersebut mengganggu kesehatan ibu dan juga pertumbuhan
janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko kelahiran bayi dengan
f)
masyarakat
sering
dinyatakan
dengan
pendapatan
keluarga,
buruh kasar, yang mengerjakan aktivitas fisik berlebih dibandingkan dengan yang
terpelajar (Jusuf, 2008).
g) Sebab lain
Kebiasaan ibu yang juga menjadi faktor resiko BBLR yaitu, ibu yang
merokok baik aktif maupun pasif dan ibu yang menggunakan NAPZA. Asap rokok
mengandung sejumlah teratogen potensial seperti nikotin, karbon monoksida,
sianida, tar dan berbagai hidrokarbon. Zat-zat ini selain bersifat fetotoksik, juga
memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan mengurangi kadar oksigen dan
gangguan pembuluh darah sehingga membuat aliran nutrisi dari ibu ke janin
terhambat dan terganggu, akhirnya pertumbuhan janin terhambat (Cuningham et
al., 2005).
2) Faktor Janin
Trisomi 18 lebih dikenal sebagai sindrom Edward terjadi pada 1 dari 8000
neonatus. Janin dan neonatus trisomi 18 biasanya mengalami hambatan
pertumbuhan dengan rata-rata berat lahir 2340 gram. Penampakan wajah yang
mencolok adalah oksiput menonjol, daun telinga terpuntir dan bentuknya aneh, fisura
palpebra pendek dan mulut kecil. Hampir semua sistem organ dapat terkena trisomi
18. Hampir 95% mengidap cacat jantung, terutama defek septum ventrikel atau
atrium. Kelainan ginjal, aplasia radial, jari tumpang tindih dapat ditemukan. Melihat
banyaknya cacat bawaan yang didapat hasil akhir bisanya sangat buruk
(Cunningham et all., 2005).
3) Faktor Plasenta
Faktor plasenta juga mempengaruhi pertumbuhan janin yaitu besar dan berat
plasenta, tempat melekat plasenta pada uterus, tempat insersi tali pusat, kelainan
pada plasenta. Kelainan plasenta terjadi karena tidak berfungsinya plasenta dengan
baik sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi oksigen dalam plasenta. Lepasnya
sebagian plasenta dari perlekatannya dan posisi tali pusat yang tidak sesuai dengan
lokasi pembuluh darah yang ada di plasenta dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan aliran darah plasenta ke janin sehingga pertumbuhan janin terhambat
(Cunningham et al., 2005).
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi untuk menjadi resiko untuk melahirkan
BBLR. Faktor lingkungan yaitu bila ibu bertempat tinggal di dataran tinggi seperti
pegunungan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kadar oksigen sehingga suplai
oksigen terhadap janin menjadi terganggu. Ibu yang tempat tinggalnya di dataran
tinggi beresiko untuk mengalami hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia
neonatorum. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap janin oleh karena
gangguan oksigenisasi/kadar oksigen udara lebih rendah dan dapat menyebabkan
lahirnya bayi BBLR. Radiasi dan paparan zat-zat racun juga berpengaruh, kondisi
1.
Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan
dengan hilangnya lapisan pelindung secara bertahap. Oleh karena itu, kulit akan mengering
dan menjadi kusut dan mungkin akan timbul ruam.Pada jangka panjang, janin dapat
mengalihkan mekonium ke dalam cairan ketuban. Hal ini dapat menambahkan efek untuk
mempercepat proses pengeringan, menyebabkan kulit mengelupas, menjadi retak seperti
dehidrasi, kemudian menjadi kasar.
2.
Lanugo
Lanugo adalah rambut halus menutupi tubuh janin. Pada orang dewasa, kulit tidak
memiliki lanugo. Hal ini mulai muncul di sekitar minggu 24 sampai 25 dan biasanya muncul
terutama di bahu dan punggung atas, pada minggu 28 kehamilan. Penipisan terjadi pertama
di atas punggung bawah, karena posisi janin yang tertekuk. Daerah kebotakan muncul dan
menjadi lebih besar pada daerah lumbo-sakral. Variabilitas dalam jumlah dan lokasi lanugo
pada usia kehamilan tertentu mungkin disebabkan sebagian ciri-ciri keluarga atau ras,
pengaruh hormonal, metabolisme, dan gizi tertentu. Sebagai contoh, bayi dari ibu diabetes
khas memiliki lanugo berlimpah di pinnae mereka dan punggung atas sampai mendekati
atau melampaui usia kehamilan. Untuk tujuan penilaian, pemeriksa memilih yang paling
dekat menggambarkan jumlah relatif lanugo pada daerah atas dan bawah dari punggung
bayi.
3.
muncul di telapak anterior kaki. ini mungkin berhubungan dengan fleksi kaki di rahim, tetapi
bisa juga karena dehidrasi kulit. Bayi non-kulit putih telah dilaporkan memiliki lipatan kaki
sedikit pada saat lahir. Tidak ada penjelasan yang dikenal untuk ini. Di sisi lain dilaporkan,
percepatan perkembangan neuromuskuler pada bayi kulit hitam biasanya mengkompensasi
ini, mengakibatkan efek lipatan kaki tertunda. Oleh karena itu, biasanya tidak ada
berdasarkan diatas atau di bawah perkiraan usia kehamilan karena ras ketika total skor
dilakukan. Bayi sangat prematur dan sangat tidak dewasa tidak memiliki lipatan kaki. Untuk
lebih membantu menentukan usia kehamilan, mengukur panjang kaki atau jarak jari dan
tumit. Hal ini dilakukan dengan menempatkan kaki bayi pada pita pengukur metrik dan
mencatat jarak dari belakang tumit ke ujung jari kaki yang besar. Untuk jarak kurang dari 40
mm, skor (-2) ; antara 40 dan 50 mm, skor (-1).
4.
Payudara
Tunas payudara terdiri dari jaringan payudara yang dirangsang untuk tumbuh dengan
estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung pada status gizi janin. pemeriksa catatan
ukuran areola dan ada atau tidak adanya stippling (perkembangan papila dari Montgomery).
Palpasi jaringan payudara di bawah kulit dengan memegangnya dengan ibu jari dan
telunjuk, memperkirakan diameter dalam milimeter, dan memilih yang sesuai pada lembar
skor. Kurang dan lebih gizi janin dapat mempengaruhi variasi ukuran payudara pada usia
kehamilan tertentu. Efek estrogen ibu dapat menghasilkan ginekomastia neonatus pada hari
keempat kehidupan ekstrauterin.
5.
Mata / Telinga
Perubahan pinna dari telinga janin dapat dijadikan penilaian konfigurasi dan
peningkatan konten tulang rawan sebagai kemajuan pematangan. Penilaian meliputi palpasi
untuk ketebalan tulang rawan, kemudian melipat pinna maju ke arah wajah dan
melepaskannya. Pemeriksa mencatat kecepatan pinna dilipat dan kembali menjauh dari
wajah ketika dilepas, kemudian memilih yang paling dekat menggambarkan tingkat
perkembangan cartilago. Pada bayi yang sangat prematur, pinnae mungkin tetap terlipat
ketika dilepas. Pada bayi tersebut, pemeriksa mencatat keadaan pembukaan kelopak mata
sebagai indikator tambahan pematangan janin. Pemeriksa meletakan ibu jari dan telunjuk
pada kelopak atas dan bawah, dengan lembut memisahkannya. Bayi yang sangat belum
dewasa akan memiliki kelopak mata menyatu erat, yaitu, pemeriksa tidak akan dapat
memisahkan fisura palpebra walaupun dengan traksi lembut. Bayi sedikit lebih dewasa akan
memiliki satu atau kedua kelopak mata menyatu tetapi satu atau keduanya akan sebagian
dipisahkan oleh traksi ujung jari pemeriksa. Temuan ini akan memungkinkan pemeriksa
untuk memilih pada lembar skor (-2) untuk sedikit menyatu, atau (-1) untuk longgar atau
kelopak mata sebagian menyatu.
6.
Genitalia Pria
Testis janin mulai turun dari rongga peritoneum ke dalam kantong skrotum pada sekitar
minggu 30 kehamilan. Testis kiri mendahului testis kanan yang biasanya baru memasuki
skrotum pada minggu ke-32. Pada saat testis turun, kulit skrotum mengental dan
membentuk rugae lebih banyak. Testis ditemukan di dalam zona rugated dianggap turun.
7.
Genitalia Wanita
Untuk memeriksa bayi perempuan, pinggul harus dinaikan sedikit, sekitar 45 dari
horizontal dengan bayi berbaring telentang. hal ini menyebabkan klitoris dan labia minora
menonjol. Dalam prematuritas ekstrim, labia dan klitoris yang datar sangat menonjol dan
mungkin menyerupai kelamin laki-laki. Pematangan berlangsung jika ditemukan klitoris
kurang menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Lama-kelamaan, baik klitoris dan
labia minora surut dan akhirnya diselimuti oleh labia majora yang makin besar. Labia
mayora mengandung lemak dan ukuran mereka dipengaruhi oleh nutrisi intrauterin. Gizi
lebih dapat menyebabkan labia majora besar di awal kehamilan, sedangkan gizi kurang
seperti
pada
retardasi
pertumbuhan
intrauterin
atau
pasca-jatuh
tempo,
mengakibatkan labia majora kecil dengan klitoris dan labia minora relatif menonjol.
dapat
b.
Maturitas Neuromuskuler
Penjelasan :
1. Postur
Otot tubuh total tercermin dalam sikap yang disukai bayi saat istirahat dan ketahanan
untuk meregangkan kelompok otot. Saat pematangan berlangsung, gerak otot
meningkat secara bertahap mulai dari fleksor pasif yang berlangsung dalam arah
sentripetal, dengan ekstremitas bawah sedikit di depan ekstremitas atas. Untuk
mendapatkan item postur, bayi ditempatkan terlentang dan pemeriksa menunggu
sampai bayi mengendap dalam posisi santai atau disukai. Jika bayi ditemukan telentang
santai, manipulasi lembut dari ekstremitas akan memungkinkan bayi untuk mencari
posisi dasar kenyamanan. bentuk yang paling dekat menggambarkan postur yang
disukai bayi.
4. Sudut popliteal
Manuver ini menilai pematangan gerakan fleksor pasif sendi lutut dengan pengujian
untuk ketahanan terhadap perpanjangan ekstremitas bawah. Dengan posisi bayi
berbaring telentang, kemudian paha ditempatkan lembut pada perut bayi dengan lutut
tertekuk penuh. Setelah bayi telah rileks dalam posisi ini, pemeriksa menggenggam kaki
dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan lainnya. Jangan
berikan tekanan pada paha belakang. Kaki diperpanjang sampai resistensi pasti untuk
ekstensi. Pada beberapa bayi, kontraksi hamstring dapat digambarkan selama manuver
ini.
6. Tumit ke Telinga
Manuver ini mengukur gerakan fleksor pasif panggul dengan tes fleksi pasif atau
resistensi terhadap perpanjangan otot fleksor pinggul posterior. Bayi ditempatkan
terlentang dan tekuk ekstremitas bawahnya. Pemeriksa mendukung paha bayi lateral
samping tubuh dengan satu telapak tangan. Sisi lain digunakan untuk menangkap kaki
bayi dan tarik ke arah telinga ipsilateral. Pemeriksa mencatat ketahanan terhadap
perpanjangan fleksor panggul posterior dan lokasi dari tumit saat resistensi yang
signifikan. Batasnya adalah: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); papila mamae (2); daerah
pusar (3), dan lipatan femoral (4).
c.
Hasil Pemeriksaan
Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan,
kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan masa gestasinya.
c) Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain (Depkes RI, 2005):
1. berat badan kurang dari 2.500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm
2. kulit tipis dan keriput, mengkilap dan lemak dibawah tubuh sedikit
3. tulang rawan telinga masih lunak, karena belum terbentuk sempurna
6. Penatalaksanaan Pada Bayi BBLR
a) Mempertahankan Suhu Badan Bayi
Bayi BBLR akan cepat mengalami kehilangan panas badan atau suhu tubuh dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik,
sistem metabolisme yang rendah dan luas permukaan tubuh yang relatif luas. Oleh karena
itu bayi dirawat di dalam inkubator, incubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan
kelembapan agar bayi dapat menjaga dan mempertahankan suhu tubuhnya yang normal,
alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi
dengan lingkungan luar. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang
dan konsumsi oksigen cukup sehingga bayi walaupun dalam keadaan telanjang dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5-370C. Tingginya suhu lingkungan ini
bergantung tingkat maturitas bayi (Manuaba, 2010).
Prosedur dapat dilakukan dengan sebelumnya inkubator dihangatkan terlebih dahulu
sampai sekitar 24,90 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 0C untuk bayi yang lebih
kecil. Bayi dirawat dalam keadaaan telanjang, hal ini untuk memungkinkan pernafasan yang
adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah. Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksia harus berhati-hati agar pemberian
tidak berlebihan yang bisa menyebabkan fibroplasia paru. Tekanan oksigen harus dipantau
terus (Proverawati, 2010).
Di Indonesia, perawatan BBLR masih memprioritaskan pada penggunaan inkubator
tetapi keberadaannya masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas BBLR menjadi sangat tinggi, bukan hanya akibat kondisi prematuritasnya, tetapi
juga diperberat oleh hipotermia dan infeksi nosokomial. Di sisi lain, penggunaan inkubator
memiliki banyak keterbatasan. Selain jumlahnya yang terbatas, inkubator membutuhkan
biaya
perawatan
yang
tinggi,
serta
memerlukan
tenaga
terampil
yang
mampu
PMK intermiten : PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan durasi
Pada BBLR yang kecil dan kurang giat menghisap ASI dapat diberikan melalui selang NGT
(Proverawati, 2010).
c) Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin yang masih
rendah, aktifitas bakterisidal neutrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi
imun belum berpengalaman. Bayi akan mudah mendapatkan infeksi, terutama disebabkan
oleh infeksi nosokomial (Manuaba,2010).
Infeksi lokal bayi dapat dengan cepat menjalar menjadi infeksi umum. Diagnosis dini
dapat ditegakkan jika cukup waspada melihat tanda infeksi pada bayi seperti malas
menyusu, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekuensi pernafasan meningkat, muntah,
diare, dan berat badan mendadak turun (Depkes RI, 2005).
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR terhadap
potensi infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR harus dijaga agar tidak berkontak langsung
dengan penderita infeksi dalam keadaaan apapun. Digunakan masker dan baju khusus
dalam merawat bayi, tindakan asepsis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, jumlah
pasien dibatasi, mengatur kunjungan, menghindari perawatan dalam waktu lama dan
pemberian antibiotik yang tepat (Depkes RI, 2005).
d) Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi dan erat kaitannya
dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu pemantauan dan monitoring harus dilakukan
secara ketat (Depkes RI, 2005). Biasanya berat badan bayi akan menurun 7-10 hari
pertama namun akan kembali seperti semula dalam 14 hari. Setelah berat badan tercapai
kembali, kemudian dipantau kenaikan berat badan dalam tiga bulan dengan perkiraan
(Depkes RI, 2005) :
150-200 gram seminggu untuk bayi < 1.500 gram (20-30 gram per hari)
200-250 gram seminggu untuk bayi 1.500-2.500 gram (30-35 gram per hari)
e) Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35 % dengan
menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa panjang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Manuaba,
2010).
f)
Bayi BBLR memiliki resiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga
tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup seperti yang diperoleh dari plasenta
sebelumnya. Dalam kondisi ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan menepuk atau
menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan
jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.
Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil
kematian bayi BBLR (Depkes RI, 2005).
7. Komplikasi Bayi Berat Lahir Rendah
1) Gangguan Pernafasan
a) Sindroma Gangguan Pernafasan
Sindroma gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah perkembangan imatur sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya surfaktan pada paru-paru. Surfaktan adalah zat endogen
yang terdiri dari fosfolipid, neutral lipid dan protein yang membentuk lapisan di antara
permukaan alveolar dan mengurangi kolaps alveolar dengan cara menurunkan tegangan
permukaan di dalam alveoli (Proverawati, 2010).
Secara garis besar, penyebab sesak nafas pada neonatus dapat dibagi menjadi dua,
yaitu kelainan medik, seperti hialin membran disease, aspirasi mekonium, pneumonia, dan
kelainan bedah seperti choana atresia, fistula tracheaoesephagus, empisema lobaris
kongenital. Gejala gangguan pada sistem pernafasan dapat dikenali sebagai berikut
(Kliegman et al., 2007; Proverawati,2010):
b)
dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon dioksida yang dapat menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut. Semua tipe BBLR bisa kurang, cukup atau
lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga
mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi
(Manuaba, 2010).
c) Aspirasi Mekonium
Merupakan penyakit paru yang berat yang ditandai dengan pneumonitis kimiawi dan
obstruksi mekanis jalan nafas. Penyakit ini terjadi akibat inhalasi cairan amnion yang
tercemar mekonium peripartum sehingga terjadi peradangan jaringan paru dan hipoksia.
Pada keadaan yang lebih berat, proses patologis berkembang menjadi hipertensi pulmonal
persisten, morbiditas lain dan kematian. Bahkan dengan terapi yang segera dan tepat, bayi
yang parah sering kali meninggal atau menderita kerusakan neurologis jangka panjang
(Cunningham etal., 2005).
d) Retrolental Fibroplasia
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur dimana disebabkan oleh gangguan oksigen
yang berlebihan. Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg)
maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina. Kemudian setelah bernafas
dengan udara biasa lagi, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang selanjutnya
akan diikuti dengan proliferasi kapiler secara tidak teratur. Stadium akut dapat terlihat pada
umur 3-6 minggu dalam bentuk dilatasi arteri dan vena retina, kemudian diikuti pertumbuhan
kapiler secara teratur pada ujung vena yang terlihat seperti perdarahan dan kapiler baru ini
tumbuh ke arah korpus vitreus dan lensa sehingga menyebabkan edema retina dan retina
dapat terlepas dari dasarnya. Keadaan ini dapat terjadi bilateral dengan tanda COA
mengecil, pupil mengecil dan tidak teratur dan visus menghilang. Pengobatan dengan
diberikan ACTH atau kortikosteroid. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut (Cunningham et al., 2005 ; Proverawati,
2010):
selalu
2) Gangguan Metabolik
a) Hipotermia
Bayi prematur dan BBLR akan dengan cepat kehilangan panas tubuh dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolisme yang rendah dan luas permukaan tubuh yang relative luas dan lemak masih
sedikit (Depkes, 2005; Manuaba, 2010).
b) Hipoglikemia
Glukosa berfungsi sebagai makanan otak pada tahun pertama kelahiran pertumbuhan
otak sangat cepat sehingga sebagian besar glukosa dalam darah digunakan untuk
metabolisme di otak. Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel saraf di otak mati dan
mempengaruhi kecerdasan di masa depan. Pada BBLR hipoglikemia terjadi karena
cadangan glukosa yang rendah dan aktivitas hormonal untuk glukoneogenesis yang belum
sempurna (Kliegman et al., 2007).
c) Masalah Pemberian ASI
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang
energi, lemah dan lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan BBLR sering
mendapatkan ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih
sedikit tapi sering, bayi BBLR dengan kehamilan >35 minggu dan berat lahir >2.000 gram
umumny abisa langsung menyusui (Depkes RI, 2005).
3) Gangguan Imunitas
a) Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh berkurang karena rendahnya kadar Imunoglobulin G (IgG) maupun
gamma globulin. IgG pada saat awal kelahiran sebagian besar didapat dari ibu dimulai
sekitar minggu ke-16 dan yang paling tinggi empat minggu sebelum kelahiran. Dengan
demikian, bayi BBLR relatif kurang mendapat antibodi ibu belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena sistem
kekebalan tubuh bayi juga belum matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat lahir.
Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat bayi harus melakukan tindakan pencegahan
infeksi dengan menjaga kebersihan dan cuci tangan dengan baik (Cunningham et al.,2005;
Proverawati, 2010).
b) Ikterus
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir dan berbagai jaringan
karena tingginya zat warna empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis, tapi dapat juga patologis,
dikarenakan fungsi hati yang belum matang (imatur) menyebabkan gangguan pemecahan
bilirubin dan menyebabkan hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami ikterus patologis
memerlukan tindakan dan penanganan lebih lanjut. Ikterus yang patologis ditandai sebagai
berikut (Manuaba, 2010 :
4)
a)
pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah yang abnormal karena imaturitas sel.
Sebagai tindakan pencegahan terhadap perdarahan otak dan saluran cerna pada bayi
BBLR diberikan injeksi vitamin K, yang sangat penting dalam mekanisme pembekuan darah
normal. Pemberian biasanya secara parenteral, 0,5-1 mg IM dengan dosis satu kali segera
setelah lahir dilakukan pada paha kiri (Depkes RI, 2005).
b) Anemia
Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoeisis pasca lahir,
persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah akibat
pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu anemia pada bayi BBLR terjadi lebih dini
dan kehilangan darah pada janin atau neonatus akan memperberat anemianya
(Cunningham et al., 2005).
c) Gangguan Jantung
Patent Ductus Arteriosus (PDA) sejenis masalah jantung, biasanya dicatat dalam
beberapa minggu pertama atau bulan kelahiran. PDA yang menetap sampai bayi berumur 3
hari sering ditemui pada bayi BBLR, terutama pada bayi dengan penyakit membran hialin.
Defek septum ventrikel, frekuensi kejadiannya paling tinggi pada bayi dengan berat kurang
dari 2500 gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu dibandingkan dengan bayi
yang lebih besar dengan masa gestasi yang cukup (Proverawati, 2010).
d) Gangguan pada Otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial (otak) pada neonatus. Bayi
mengalami masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot (cerebral palsy),
keterlambatan perkembangan dan kejang (Cunningham etal., 2005).
5) Gangguan Cairan Elektrolit
a) Gangguan Eliminasi
Kerja ginjal yang masih belum matang, kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air masih belum sempurna, ginjal imatur baik secara anatomis maupun
fungsinya. Produksi urine yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup
mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi
edema dan asidosis metabolik (Kliegman et al., 2007).
b) Distensi Abdomen
Yaitu kelainan yang berhubungan dengan usus bayi. Distensi abdomen akibat motilitas
usus berkurang, volume lambung kecil sehingga waktu pengosongan lambung bertambah,
daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak berkurang. Kerja dari sfingter
gastroesofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke
esofagus dan mudah terjadi aspirasi (Proverawati, 2010).
c)
Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna membuat penyerapan makan
lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, mengakibatkan
pengosongan lambung lambat. Bayi BBLR mudah kembung, hal ini karena stenosis
anorektal, atresia ileum, peritonitis meconium (Kliegman et al.,2007).
d) Gangguan Elektrolit
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan dan penyakit
bayi. Diduga kehilangan cairan melalui tinja dari janin yang tidak mendapat makanan melaui
mulut sangat sedikit. Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensible,
cairan yang dikeluarkan ginjal dan pengeluaran cairan oleh sebab lainnya, kehilangan cairan
insensible meningkat di tempat udara panas, selama terapi sinar, dan pada kenaikan suhu
tubuh (Proverawati, 2010).
Faktor janin
Faktor lingkungan
Faktor plasenta
Hidramnion,
kehamilan ganda,
kelainan
kromosom.
Tempat tinggal
dataran tinggi,
dataran tinggi,
radiasi, dan zat
racun
Plasenta previa,
dll
Pertumbuhan dan
perkembangan janin tidak
maksimal
Lemak
coklat
sedikit
Permukaaan tubuh
relative lebih luas
dari BB
Produksi
panas
kurang
Penguapan
meningkat
Pembentukan
antibody
imatur
Surfaktan paru
masih kurang
Kadar imun
rendah
Alveoli mudah
kolaps
Daya tahan
tubuh rendah
Suhu tidak stabil
Hipotermi
Resiko tinggi
infeksi
Gangguan
pertukaran
gas
REFERENSI
Cunningham, F.Gary, et all., 2005. Obstetric Wiliam Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 2005. BukuAcuan Pelayanan Pelatihan Kegawatdaruratan
Obstetri Neonatal Essensal Dasar. Jakarta.)
Kliegman, Marcdante, Jenson & Behrman. (2002). Nelson Essential of Pediatrics, Elsevier
Saunders, 5th ed.
Manuaba, I.B.G, et all., 2010, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Edisi II,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta)
Mochtar, Roestam, 1998, Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi II.Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Proverawati, A & Sulistyorini, 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) Dilengkapi dengan
asuhan pada BBLR dan pijat bayi, Nuha Medika, Yogyakarta
Sihotang, Nur Asnah. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Lahir Rendah.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-nur-pdf/ Diakses taggal 8 Juli 2014
Swartz, M. 1997, Intisari Buku Ajar DiagnostikFisik.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta)