Menurut
Riskesdas, pneumonia sebagai antara penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 15,5% dari seluruh kematian anak balita. Karena belum diketahuinya keberhasilan
program P2 ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Wanakerta, maka dilakukan evaluasi
program menggunakan metode dengan membandingkan cakupan terhadap target, melalui
pendekatan sistem. Hasil evaluasi didapatkan dua masalah. Pertama, jumlah penderita ISPA
pneumonia yang cukup tingi (90,79%). Kedua, kurangnya penyuluhan perorangan dan
kelompok tentang penyakit ISPA pneumonia (70%) .Hal-hal yang menyebabkan masalah
tersebut, antara lain karena tenaga medis seperti perawat dan juga kader yang tidak
melakukan pemeriksaan fisik serta edukasi sehingga pengobatan tidak tuntas, tidak
menempel poster atau gambar tentang penanganan penyakit ISPA di balai pengobatan dan
IGD, kurangnya penyuluhan perorangan dan kelompok. Untuk mengatasi masalah,
puskesmas disarankan melatih tenaga medis seperti perawat tentang gejala dan tanda ISPA,
mengikutsertakan masyarakat sebagai kader, menyediakan poster dan brosur mengenai ISPA,
meningkatkan penyuluhan tentang ISPA.
Kata kunci : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), evaluasi program, Puskesmas
Wanakerta
1. Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan salah satu penyakitmenular
yang masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia dan merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian anak bawah lima
tahun (balita). Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) diklasifikasikan menjadi
pneumonia dan bukan pneumonia,
berdasarkan gejalanya. 1
Menurut laporan World Health
Organization (WHO) pada tahun 2013,
sekitar 1,2 juta anak meninggal dunia tiap
tahun akibat pneumonia. Bahkan United
Nations Children Fund (UNICEF) tahun
2012 juga menyebutkan pneumonia
merenggut 21,000 nyawa anak Indonesia
atau 14% dari kematian balita 1,
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, karakteristik penduduk
dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Pada
tingkat provinsi Jawa Barat, periode
prevelence pneumonia balita yang
terdiagnosa sebanyak 3.5 juta manakala
balita yang terdiagnosa beserta gejala
adalah sebanyak 18,5 juta. Selain itu,
insidens pneumonia per 1000 balita
menurut kelompok umur adalah 13,6% (011 bulan), 21,7% (12-23 bulan), 21% (2435 bulan), 18,2% (36-47 bulan) dan 17,9%
(48-59 bulan)2,3,4
Menurut Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SKDI), Angka Kematian Balita
(AKABA) pada tahun 2007 sebesar 44 per
1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih
rendah dbandingkan AKABA pada tahun
2003-2003 yang sebesar 46 per 1000
kelahiran hidup. Perkiraan kelahiran hidup
pada tahun 2007 berdasarkan perkiraan
CBR dan jumlah penduduk tahun 2007
diperoleh
4,467,714
orang
bayi.
Bedasarkan data tersebut dapat dihitung
perkiraan jumlah absolut kematian balita
yaiyu sebesar 196,579 balita pada tahun
2007 (44/1000 x 4,467,714). Menurut
Ridenkes lagi, penyebab kematian balita
akibat pneumonia adalah nomor 2 dari
3. Matode
Untuk melakukan evaluasi program
P2 ISPA di Pusat Kesehatan Masyarakat
Wanakerta periode Agustus 2014 sampai
dengan Juli 2015, digunakan pendekatan
sistem dengan membandingkan cakupan
terhadap target yang telah ditentukan
4. Kerangka Teoritis
5. Penyajian Data
Laporan
bulanan
Puskesmas
Wanakerta periode Agustus 2014
sampai dengan Juli 2015
Data geografi dan data monografi
(kependudukan) dari Pusat Kesehatan
Masyarakat
Wanakerta
periode
Agustus 2014 sampai dengan Juli 2015
Puskesmas
5.2.1.1. Tenaga
Dokter Umum
: 2 orang
Dokter Gigi
: 1 orang
Perawat
: 6 orang
Koordinator P2M
: 1 orang
Petugas administrasi
: 1 orang
Kader: tidak ada kader khusus ISPA
5.2.1.2. Dana
APBD Tingkat II
Swadana Puskesmas
:3
Tensimeter
: 2 buah
Termometer
: 2 buah
Sound timer
: 1 buah
Timbangan bayi
: 1 buah
Gedung
Puskesmas
(ruang
pendaftaran, ruang tunggu, ruang
periksa, kamar obat) : 1,1,1,1
Mebel Puskesmas (lemari arsip, lemari
obat, lemari instrumen, meja rapat,
meja periksa, kursi, bangku tunggu) :
cukup
5.2.1.5. Metode
5.2.1 Masukan
Stetoskop
buah
: cukup
: cukup
analgetik (Parasetamol),
(Kotrimoksasol).6
Bukan pneumonia
Pemeriksaan
dan
pengobatan
dilakukan oleh dokter dan paramedis
terlatih.
Mengobati penderita non pneumonia :
antipiretik
dan
analgesik
(Parasetamol),
sedangkan
untuk
penderita pneumonia : antipiretik dan
antibiotik
5.2.2.1 Perencanaan
5.2.2.2. Pengorganisasian
Terdapat
struktur
organisasi
Puskesmas disertai pembagian tugas yang
teratur.
5.2.2.3. Pelaksanaan
5.2.3. Keluaran
5.2.2. Proses
5.2.4. Lingkungan
5.2.6. Dampak
6. Perumusan Masalah
7. Kesimpulan
Dari
hasil
penilaian
Program
Penanggulangan Penyakit ISPA yang
dilakukan dengan pendekatan sistem di
Puskesmas Wanakerta untuk periode
Agustus 2014 sampai dengan Juli
2015, didapatkan bahwa Program
Penanggulangan Penyakit ISPA belum
berhasil karena beberapa variable
masih didapatkan tidak sesuai dengan
tolok ukur yang ditentukan.
8. Saran
Menyusun perencanaan yang rinci
mengenai pelatihan dan bimbingan
semua petugas medis baik di
puskesmas mahupun kader bagi
mengenalpasti gejala dan tanda
penyakit
ISPA
(pneumonia/nonpneumonia)
melalui
tindakan
anamnesa dan pemeriksaan fisik
Menyusun struktur organisasi P2 ISPA
serta pembagian tugas secara jelas dan
tertulis mengenai petugas yang