Anda di halaman 1dari 4

ISU PEMBANGUNAN

SUMBER DAYA HAYATI DAN KETAHANAN PANGAN


Indonesia dikenal sebagai Negara agraris , karena sebagian besar penduduk
bermata pencaharian dibidang pertanian atau bercocok tanam. Indonesia memiliki
lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap tanam, dimana sebagian besar
lahan tersebut dapat ditemukan di pulau jawa. Pemanfaatan sumber daya hayati
yang berupa hewan, dapat digunakan sebagai pembantu pekerjaan berat manusia,
misalnya kerbau digunakan sebagai alat bantu pengolahan tanah sawah, kuda

dapat digunakan sebagai alat bantu transportasi dan lain sebagainya.


Peran sektor pertanian yang merupakan dari hasil SDA hayati terhadap
pendapatan nasional, dapat dilihat pada fakta bahwa Indonesia mendapat
penghargaan dari Food and Agricultural Organization (FAO) atas
keberhasilannya dalam swasembada beras.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia menggantungkan hidupnya dari
sektor agraris, misalnya bercocok tanam, beternak, ataupun lainnya. Dapat
diambil kesimpulan bahwa pertanian adalah sektor penting di Indonesia
dengan beberapa alasan sebagai berikut:
1. Pertanian di Indonesia merupakan potensi SDA yang besar dan
beragam.
2. Pangsa terhadap pendapatan nasional, cukup besar.
3. Besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada
sektor ini.
4. Menjadi basis pertumbuhan pedesaan di Indonesia.

Peranan pertanian terhadap pendapatan nasional sangat erat kaitannya


dengan peranan pertanian terhadap perekonomian. Peranan sektor
pertanian bagi perekonomian Indonesia cukup signifikan. Hal ini dapat
ditunjukkan pada kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional
yang cukup besar.
Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan".

Tiga pilar dalam ketahanan pangan yang terdapat dalam definisi tersebut adalah ketersediaan (availability),
keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi, dan stabilitas (stability) yang harus tersedia dan
terjangkau setiap saat dan setiap tempat. Apabila ketiga pilar ketahanan pangan terpenuhi, maka masyarakat atau
rumah tangga tersebut mampu memenuhi ketahanan pangannya masing-masing.

Pilar ketahanan pangan


Ketersediaan
Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan
pertukaran. Produksi tanaman pertanian bukanlah suatu kebutuhan yang mutlak bagi suatu negara
untuk mencapai ketahanan pangan. Jepang danSingapura menjadi contoh bagaimana sebuah
negara yang tidak memiliki sumber daya alam untuk memproduksi bahan pangan namun mampu
mencapai ketahanan pangan.

Akses
Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan besarnya alokasi bahan
pangan, PBB menyatakan bahwa penyebab kelaparan dan malnutrisi seringkali bukan disebabkan
oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan mengakses bahan pangan karena
kemiskinan. Kemampuan akses bergantung pada besarnya pendapatan suatu rumah tangga untuk
membeli bahan pangan, atau kepemilikan lahan untuk menumbuhkan makanan untuk dirinya
sendiri..

Stabilitas[sunting | sunting sumber]


Stabiitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan
sepanjang waktu tertentu. Kerawanan pangan dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun
kronis (permanen).[8] Pada ketahanan pangan transisi, pangan kemungkinan tidak tersedia pada
suatu periode waktu tertentu. Bencana alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan
panen dan mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi.

Terdapat 3 (tiga) hal yang menjadi sebab mengapa masalah ketahanan pangan perlu
diperbincangkan. Pertama, bahwa pangan adalah hak azasi manusia yang didasarkan
atas 4 (empat) hal berikut:
1.

Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International Covenant on


Economic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan bahwa
everyone should have an adequate standard of living, including adequate food,
cloothing, and housing and that the fundamental right to freedom from hunger
and malnutrition.

2.

Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit 1996 yang
ditanda tangani oleh 112 kepala negara atau penjabat tinggi dari 186 negara
peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu di antara penandatangannya.
Isinya adalah pemberian tekanan pada human right to adequate food (hak atas

pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup), dan perlunya aksi bersama antar
negara untuk mengurangi kelaparan.
3.

Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun 2015 setiap


negara teramsuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan
separuhnya.

4.

Hari Pangan Sedunia tahun 2007 menekankan pentingnya pemenuhan Hak Atas
Pangan.

Kedua, kondisi obyektif Indonesia masih berkutat pada masalah gizi. Masalah gizi
tersebut berakar pada masalah ketersediaan, distribusi, keterjangkauan pangan,
kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan serta perilaku masyarakat. Dengan demikian
masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Selain itu, jumlah penduduk
Indonesia yang besar dan tersebar dalam bebagai wilayah memerlukan penanganan
ketahanan pangan yang terpadu. Penanganan ketahanan pangan dimaksud
memerlukan perencanaan lintas sektor dan dengan sasaran serta tahapan yang jelas
dan terukur dalam jangka menengah maupun panjang.
Ketiga, perubahan kondisi global yang menuntut kemandirian. Perubahan dimaksud
tercermin dari: harga pangan internasional yang mengalami lonjakan drastis dan tidak
menentu, adanya kecenderungan negara-negara yang bersikap egois; mementingkan
kebutuhannya sendiri, adanya kompetisi penggunaan komoditas pertanian (pangan vs
pakan vs energi), terjadinya resesi ekonomi global, dan adanya serbuan pangan asing
(westernisasi diet). Perubahan kondisi global tersebut sangat berpotensi menjadi
penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada impor.

Masalah strategis ketahanan pangan

Ketersediaan pangan
Kapasitas produksi pangan terbatas disebabkan karena konversi lahan
pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan lahan
pertanian karena kerusakan lingkungan, kurangnya pasokan air untuk
pertanian yg disebabkan karena bersaingnya pengairan untuk lahan
pertanian, rumah tangga dan industri, rusaknya sarana pertanian dan 10%
proporsi kehilangan hasil pertanian pada proses produksi, penanganan hasil
dan pendistribusian.
2. Distribusi pangan
Belum memadainya prasarana distribusi darat, dan antar pulau untuk
menjangkau konsumen, lembaga pemasaran hasil pertanian belum berfungsi
secara baik, masalah keamanan jalur distribusi seperti pungutan liar.
3. Konsumsi pangan
Konsumsi beras per kapita masih tinggi, diversifikasi pangan belum
memberikan hasil karena : diindonesia belum terdorong pengembangan
1.

pangan karbohidrat non beras, terbatasnya pengetahuan masyarakat


tentang pola konsumsi pangan dan gizi seimbang.

Anda mungkin juga menyukai