PENDAHULUAN
1.1. JUDUL
KAJIAN
TEKNIS
FRAGMENTASI
BATU
ANDESIT
HASIL
DESA
JELADRI,
KECAMATAN
WINONGAN,
fragmen
yang
lebih
seragam,
namun
dengan
tingkat
volume
produksi besar harus dapat menentukan ukuran fragmen rata-rata yang paling baik
dihasilkan oleh aktifitas peledakan, sehingga alat muat dapat bekerja dengan
efisien dan produksi yang ditargetkan dapat tercapai.
BAB II
METODOLOGI
urutan dimana lubang ledak dinyalakan dan interval waktu antar detonasi.
Pelepasan energi pada interval waktu yang kurang tepat akan mempengaruhi
hasil akhir pedakan, meskipun energi yang digunakan sudah tepat, dan
ditempatkan dengan strategis diseluruh massa batuan dalam pola yang tepat.
Jika waktu inisiasi tidak tepat, maka dapat terjadi perbedaan pada pecahnya
batuan, getaran, air blast, flyrock, dan backbreak.
2.1.2. Fragmentasi
Pemecahan batuan yang menghasilkan fragmentasi batuan pada
peledakan
dimulai
sebelum
massa
batuan
mengalami
pergerakan.
Gambar 2.1
Model Rock Fracture Insitu Untuk Satu Lubang Ledak
yang
sedang
berlangsung
lebih
banyak
Tabel 2.1
Klasifikasi Kuat Tekan Batuan
Pemerian
UCS (MPa)
Sangat Lemah
1-25
Lemah
25-50
Sedang
50-100
Kuat
100-200
Sangat Kuat
>200
Tabel 2.2
Klasifikasi Kuat Tarik Batuan
Pemerian
UTS (MPa)
6-7
7-8
Brittle
8-12
12-15
Sangat brittle
15-20
Tabel 2.3
Klasifikasi Umum Jenis Penggalian Untuk Suatu Massa Batuan Berdasarkan UCS
Metoda
UCS (MPa)
Alat
Free digging
1 10
Ripping
10 25
Ripper
Rock Cutting
10 50
Rock cutter
Blasting
> 25
Pengeboran dan
peledakan
b) Kekerasan Batuan
Semakin tinggi tingkat kekerasan suatu batuan, maka
akan semakin sukar batuan tersebut untuk dihancurkan
sehingga akan membutuhkan energi peledakan yang lebih
tinggi untuk memperoleh hasil peledakan yang maksimal
atau bahan peledak yang digunakan untuk menghancurkan
batuan tersebut lebih banyak. Hal ini dikarenakan, semakin
tingginya kekerasan batuan akan diikuti dengan semakin
tinggi pula kekuatan tekan batuan tersebut.
Tabel 2.4
Hubungan antara UCS dengan Kekerasan Batuan
Kekerasan
Mohs
MPa
Very strong
>7
> 200
Strong
67
120 200
Moderatly strong
4.5 6
60 120
Moderatly weak
3 4.5
30 60
Weak
23
10 30
Very weak
1-2
< 10
terdiri
dari
laminasi
tipis
(sedimentasi).
Tabel 2.5
Klasifikasi Spasi Kekar
Pemeraian
Spasi Kekar
Keterangan
Sangat Lebar
>3 m
Padat
Lebar
1-3 m
Massif
Cukup Dekat
0.31 m
Blocky/seamy
Dekat
50-300 mm
Terpecah
Sangat Dekat
<50 mm
Hancur/tersebar
Tabel 2.6
Klasifikasi Jarak Bidang Diskontinuitas
Deskripsi
Jarak (mm)
>2000
Spasi lebar
Perlapisan tebal
600-2000
Perlapisan tebal
200-600
Spasi dekat
Perlapisan tipis
60-200
20-60
<20
10
batuan
yang
diledakkan,
sehingga
dapat
biasanya
membentuk
sudut
tumpul,
dan
bidang
kekar.
Apabila
peledakan
pada
menghasilkan
jenjang.
bongkah,
Peledakan
getaran
selanjutnya
tanah
(ground
Jika
kemiringan
kekar
vertikal,
untuk
11
Gambar 2.2
Arah Pengeboran Pada Bidang Perlapisan
Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan
dengan
arah
kemiringan
bidang
perlapisan,
maka
bidang
perlapisan,
maka
kemungkinan
strike
dinyatakan
sebagai
garis
hasil
12
strike
strike
a)
strike
strike
c)
b)
d)
Gambar 2.3
Ilustrasi Orientasi Bidang Lemah Terhadap Arah Peledakan
Massa
batuan
yang
mempunyai
bidang
diskontinu
13
kecenderungan
terbentuknya
bongkahan
yang
14
ANFO lepas
0,75 0,85
ANFO pneumatik
0,80 1,10
ANFO BI rendah
0.2 0,75
Emulsi
1,1 1,3
Campuran emulsi
1,0 1,35
1,0 1,3
b) Kepekaan
Kepekaan (sensitivity) adalah ukuran besarya impul
yang diperluka oleh bahan peledak untuk mulai bereaksi
dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom bahan
peledak. Macamnya adalah kepekaan terhadap benturan,
gesekan, panas, dan ledakan.
c) Ketahanan Terhadap Air
Ketahanan terhadap air merupakan ukuran kualitatif
bahan peledak terhadap kehadiran air tanpa merusak atau
mengubah/mengurangi kepekaannya (sensitivity). Bahan
peledak berbasis emulsi mempunyai daya tahan terhadap air
yang sangat bagus karena bahan peledak ini merupakan
ANFO yang sudah dilapisi dengan bahan kedap air seperti
lilin dan paraffin, sehingga umum dipakai pada daerah yang
memiliki curah hujan dan kelembapan yang cukup tinggi.
Semakin tinggi komposisi perbandingan emulsi dengan
ANFO, maka semakin baik pula ketahanan terhadap airnya.
15
= k x x VOD2 ...........................................(2.1)
Keterangan :
Pd
= konstanta (0,25)
= bobot isi (t/m3)
Reaksi bahan peledak akan menghasilkan gas gas
16
dikeluarkan
dalam
suhu
yang
tetap
akan
Gambar 2.4
Pelepasan Energi Selama Peledakan Batuan
Meskipun tekanan peledakan lebih kecil dari tekanan
detonasi, tetapi tekanan peledakan memberikan energi
paling besar dalam proses peledakan suatu material. Ini
dikarenakan periode gelombang tekanan peledakan lebih
besar dari periode gelombang tekanan detonasi. Scott
(1996) memberikan suatu model untuk menjelaskan
pelepasan energi selama proses peledakan batuan ( Gambar
2.4).
17
18
Gambar 2.5
Pengaruh diameter lubang tembak terhadap tinggi stemming
Diameter lubang ledak yang kecil akan memberikan
patahan atau hancuran yang lebih baik pada bagian atap
jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, dimana
lubang ledak yang besar maka panjang stemmingnya juga
akan semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran
(ground vibration) dan batuan terbang (flying rock),
sedangkan jika menggunakan lubang ledak yang kecil maka
panjang stemming dapat dikurangi (Gambar 2.5).
19
penambangan
yang
besar
mempunyai
Gambar 2.6
Perbandingan Antara Lubang Ledak Tegak dan Lubang Ledak Miring
Pada peledakan yang menerapkan lubang ledak tegak,
maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas
lebih sempit, sehingga kehilangan gelombang tekan akan
cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat
menyebabkan timbulnya tonjolan (toe) pada lantai jenjang.
Sedangkan pada peledakan dengan lubang tembak miring
akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga
akan
mempermudah
proses
pecahnya
batuan
dan
20
untuk
menjaga
kemantapan
lereng
agar
di
sebabkan
karena
peledakan
presplit
tidak
cord.
Perbandingan
antara
kedua
arah
Tabel 2.8
Perbandingan antara Lubang Ledak Tegak dengan Lubang Ledak Miring
Lubang Ledak Tegak
lebih sempit
lebih luas
lantai jenjang
Fragmentasi yang dihasilkan
kurang seragam
seragam
lebih mudah
c) Pola Pengeboran
Pola pengeboran merupakan suatu pola pada kegiatan
pengeboran dengan menempatkan lubang-lubang ledak
secara sistematis. Berdasarkan letak lubang bor, maka pola
pengeboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam,
(Gambar 2.7) yaitu :
21
Gambar 2.7
Pola Pengeboran
2). Pola pengeboran selang-seling (staggered pattern),
adalah pola pengeboran yang penempatan lubang ledak
pada baris yang berurutan tidak saling sejajar. Pola
pengeboran selang-seling (staggered pattern) terdiri
dari dua macam, yaitu :
a. Square pattern, pola ini besarnya jarak burden
dan spacing adalah sama.
b. Rectangular pattern, pada pola ini jarak spacing
dalam satu baris lebih besar daripada jarak burden.
22
Gambar 2.8
Pengaruh Pola Pengeboran Terhadap Energi Peledakan
Tabel 2.9
Pengaruh Energi Peledakan
S/B ratio Square pattern (%)
77
98,5
1,15
76
100
1,25
75
99,5
1,5
71
94,6
62
77
23
Gambar 2.9
Geometri Peledakan
a) Burden (B)
Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara
muatan bahan peledak
24
batuan
sesuai
dengan
fragmentasi
yang
Gambar 2.10
Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan
Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk
menghitung besarnya burden berdasarkan parameterparameter yang berbeda pula. Berikut beberapa teori yang
memuat rumus-rumus
25
= 3,15 x De x
SGe 0.33
SGr
...................
(2.3)
Keterangan :
B
= Burden (feet)
2SGe
SGr
Keterangan :
B
= Burden (feet)
= 0,67 x De
Stv
....................
(2.5)
Keterangan :
B
= Burden (feet)
26
(2.6)
Keterangan :
Bc = Burden terkoreksi (feet)
B
= Burden (feet)
Kd
1.18
0.95
1.00
Geologic Structure
Ks
1.30
0.95
1.10
Tabel 2.11
Correction For Number Of Rows
Number of Rows
Kr
1.00
0.90
27
Kb x D
12
...............................................
(2.7)
Keterangan :
B
= Burden (feet)
Type Of Explosive
Soft
Medium
Hard
30
25
20
35
30
25
40
35
30
strength
High density (1,3-1,6 g/cm3) and high strength
Sumber : R.L.Ash, 1963
28
Kb x D
ft atau B =
12
Kb x D
39,3
meter ..(2.8)
Af2 =
dstd 1/3
d
............................................. (2.9)
1/3
SG x Ve2
........................... (2.10)
Keterangan :
Af1 = Adjusment
factor
untuk
batuan
yang
diledakkan
Af2 = Adjusment factor untuk bahan peledak yang
dipakai
d
untuk
menghitung
burden
digunakan
persamaan :
B
Kb
xD
39,3
29
Keterangan :
B
= Burden (m)
SGe
SGr
= 1,087 de1/2
Keterangan :
B
= Burden (m)
de
b) Spasi (S)
Spasi merupakan jarak antara lubang ledak dalam satu
baris yang sejajar dengan bidang bebas. Spasi yang lebih
kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil
peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spasi lebih besar dari
ketentuan akan banyak menyebabkan terjadi bongkah
(boulder) dan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah
peledakan. Untuk menghitung besarnya spasi dapat
digunakan beberapa persamaan berikut :
1). Konya
Besarnya
spasi
dihitung
berdasarkan
pada
30
2. Delayed initiation
S = (L + 7B)/8 ................................. (2.14)
b). Untuk tinggi jenjang tinggi (L/B>4)
1. Intantaneus initiation
S = 2B ................................................ (2.15)
2. Delayed initiation
S = 1,4B ............................................ (2.16)
Keterangan :
S
Keterangan :
S
= Spasi (m)
= Burden (m)
31
c) Stemming (T)
Stemming merupakan panjang kolom antara permukaan
lubang ledak dengan permukaan bahan peledak yang
terdapat dalam lubang ledak yang diisi oleh material
penyumbat. Fungsi dari stemming tersebut adalah :
-
Keterangan :
T
= Stemming (m)
= Burden (m)
Keterangan :
T
= Stemming (m)
= Burden (m)
Kt
d) Subdrilling (J)
Subdrillling merupakan
subdrilling
persamaan :
32
dapat
ditentukan
dengan
1). Konya
J
Keterangan :
J
= Subdrilling (feet)
= Burden (feet)
Keterangan :
J
= Subdrilling (m)
= Burden (m)
Kj
L J
Sin
.................................................... (2.22)
Keterangan :
H
= Subdrilling (m)
= Kh . B.................................................... (2.23)
Keterangan :
H
33
= Burden (m)
34
bidang
bebas
yang
cukup
untuk
35
R.L. Ash
de = 0,508 De2 (SG) ............................................... (2.25)
Keterangan :
de = loading density (kg/m)
De = diameter lubang ledak (inchi)
SG = Specific gravity bahan peledak yang digunakan
Besarnya konsentrasi isian harus berpedoman pada
geometri peledakan. Jumlah bahan peledak yang berlebihan akan
menyebabkan
terjadinya pelepasan
energi
yang
terlalu dini
bahan peledak
per
volume batuan
yang
diledakkan (kg/m3)
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan
(kg/ton)
c. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan
peledak (m3/kg)
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak
(ton/kg)
Besarnya powder factor yang digunakan tergantung pada
jumlah bahan peledak yang digunakan, kekuatan batuan, karakteristik
36
0.60-1.5
0.30-0.60
0.10-0.30
Tabel 2.14
Typical Powder Factor Used In Production Blast
Typical Powder Factors Used In Mass
Blast
Rock Type
PF (kg/m )
Rock Type
PF (kg/m3)
Hard
0,8 1,0
Hard
0,6 0,9
Medium
0,6 0,8
Medium
0,4 0,5
Soft
0,4 0,6
Soft
0,2 0,3
Very soft
< 0,4
PC de
B S L D
.................................................... (2.26)
Keterangan :
PF = powder factor (kg/ton)
B
= burden (m)
= spasi (m)
L = Tinggi jenjang
D = Berat jenis Batuan
PC = panjang muatan per lubang ledak (m)
37
38
Vo
= A x
Q
0 .8
xQ 1 / 6
....................................................... (2.27)
Keterangan :
X
Vo
Jika :
Qe
RWS TNT
= 115
Maka:
Qe x e = Q x 115
Q
Qe x E
115
Vo
= A x
Qe
0 .8
xQe
1/ 6
E
x
115
19 / 30
.................................... (2.28)
Keterangan :
X
Vo
Qe
39
0 .8
E
xQe1 / 6 x
115
19 / 30
... (2.29)
BI
Vo
Qe
Geomechanic Parameters
Rating
10
1.2. Blocky
20
40
50
10
20
50
10
20
30
40
SGI = 25 x SG 50 (ton/m3)
1 10
5. Hardness (H)
Sumber : Lombok Efendi R Panjaitan, 2004, ITB
Rx
= e
Xc
X
( 0 , 693 ) 1 / n
.......................................................................................
(2.32)
.............................................................. (2.33)
Keterangan:
Rx
Xc
= Karakteristik Ukuran
= Indeks keseragaman
41
= ns
2-
30B
1 + mb
1-
Dt
B
lb 0,3
Hb
) C(n)
...... (2.34)
Keterangan:
B
= Burden (m)
Dt
mb
lb
Hb
Rs 0,8
4
........................................................... (2.35)
Tr
Tx
.............................................................................. (2.36)
Keterangan:
Tr
Tx
42
43
Keterangan :
CT
Keterangan :
Qm
CT
KB
FF
Fk
2.
Orientasi lapangan
44
3.
b.
c.
b.
c.
5.
Pengolahan data
Berdasarkan data data yang diperoleh akan dilakukan pengolahan data
untuk menentukan ukuran fragmen yang terbentuk. Dengan memprediksi
sebelumnya menggunakan rumus Kuz-Ram dan melakukan perhitungan
dengan hasil peledakan menggunakan split desktop.
6.
7.
Kesimpulan
Pada akhirnya apakah diperoleh perbaikan ukuran frgamne atau tidak, apakah
diperlukan perbaikan maka rekomendasi yang diberikan perlunya perubahan
pada parameter apa yang dipelukan.
45
Latar Belakang
Masalah
Perumusan
Masalah
Metode Acak
Sederhana
Data Sekunder :
a.Geometri peledakan
b.Pola peledakan
c.Karakterisasi massa
batuan
Data Primer :
a.Foto hasil peledakan
(fragmentasi)
b.Cycle time backhoe
Telah memenuhi
Kesimpulan
Gambar 2.11
Diagram Alir Proses Penelitian
46
BAB III
RENCANA PENYELESAIAN MASALAH
47
untuk perubahan geometri dan pola peledakan atau tidak. Adapun data keluaran
yang dapat membantu evaluasi tersebut adalah grafik hubungan antara
fragmentasi hasil peledakan dengan cycle time backhoe.
48
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
Maret
No
2
3
4
5
Mei
Waktu Kegiatan
1
April
Studi Literatur
Pengamatan
Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan draft
49
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
50