Anda di halaman 1dari 41

SKENARIO 2

TELINGA SAKIT
Seorang anak 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan telinga
kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna
merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinganya
dibersihkan, diperiksa kendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu
pasiennya bertanya kepada dokter, apakah penyakit anaknya bisa sembuh.

KATA-KATA SULIT
1. Liang Telinga :

Saluran yang menghubungkan telinga luar dengan

telinga tengah.
2. Gendang Telinga:

Membran timpani, yang menerima gelombang suara.

PERTANYAAN
1. Mengapa telinga merah dan mengeluarkan cairan?
2. Adakah hubungan penyakit ini dengan usia pasien?
3. Apa hubungan nya demam batuk pilek pada kasus ini?
4. Mengapa cairannya berwarna merah?
5. Apa diagnosis skenario ini?
6. Apakah penyakit ini bisa sembuh?
7. Apa etiologi dan faktor predisposisi kasus tersebut?
8. Apa komplikasi terberat penyakit pada kasus ini?
9. Apakah penyakit ini bisa kambuh kembali?
10. Bagaimana terapinya?
11. Apa prognosis untuk pasien ini?
JAWABAN
1. - Telinga merah
: Inflamasi
- Mengeluarkan cairan
: Respon inflamasi
2. Karena imunitasnya rendah, struktur auditiva nya masih lebar dan belum
menyempit dan lebih pendek dari dewasa
3. Karena diawali dengan radang nasofaring, meyebar ketelinga melalui tuba
auditiva
4. Karena terjadi ruptur (pengeluaran darah) pada membran timpani
5. Otitis Media Akut
6. Bisa
7. Bakteri Streptococcus Pneumonia & virus
8. Meningitis
9. Tergantung imunitas pasiennya
10. Terapi lini pertama : Amoxicilin
11. Baik bila cepat di terapi

HIPOTESA
Etiologi (Bakteri dan virus)
(Imunitas rendah,umur,faktor lingkungan,pola hidup)
1

ISPA (demam,pilek)
Nasofaring

Tuba auditiva

Cavum timpani

Inflamasi
Manifestasi klinis (telinga merah, keluar cairan)
Diagnosis (Otitis Media Akut)
Tatalaksana
Prognosis

Baik

Sembuh

Buruk

Meningitis, tuli konduktif

Komplikasi

Pada saat imunitas anak rendah, bakteri dan virus masuk kedalam tubuh dan
menyebabkan infeksi saluran nafas atas yang dimana gejala nya berupa demam dan
pilek. ISPA ini akan menginfeksi nasofaring lalu menuju ke tuba auditiva dan cavum
timpani. Di tuba auditiva ini lah akan terjadi inflamasi yang menyebabkan manifestasi
klini berupa telinga merah dan keluarnya cairan dari telinga. Dan didiagnosis Otitis
Media Akut. Terapi lini pertamanya adalah diberikan antibiotik Amoxicilin. Jika
sembuh prognosis baik. Jika tidak sembuh akan timbul komplikasi seperti meningitis
dan tuli konduktif dan prognosisnya buruk.
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga


1.1.
Makroskopis
1.2.
Mikroskopis
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran
3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut
1

3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.7.
3.8.
3.9.
3.10.
3.11.
3.12.

Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis, PF dan PP
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Komplikasi
Prognosis
Pencegahan

4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Telinga dan Pendengaran Sesuai Syariat


Islam

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga


1.1 Makroskopis
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga dibagi menjadi 3, yaitu :
A. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricular dan
meatus acusticus externus. Auricula berfungsi
mengumpulkan getaran udara. Terdiri atas
lempeng tulang rawan elastic yang tipis
ditutupi kulit. Auricula memilki otot intrinsik
dan ektrinsik, yang disarafi n.facialis.
Meatus acusticus externus adalah tabung
berkelok yang terbenang antara auricular dan
membrane tympani, berfungsi menghantar
1

gelombang suara dari auricular ke membrane tympani. Pada orang dewasa


panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Daerah meatus yang paling sempit lebih kurang 5
mm dari membrane tympani dan bagian ini disebut isthmus.

Gambar 1. Telinga luar


Meatus dilapisi kulit dan sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar serumen. Yang terakhir ini adalah modifikasi kelenjar keringat,
yang mengahasilkan lilin coklat kekuning-kuningan. Rambut dan lilin ini merupakan
sawar lengket yang mencegah masuknya benda-benda asing.
B. Telinga Tengah (Cavum Tympani)
Adalah ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi
membrane mukosa. Didalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membrane tympani ke perilimf telinga dalam. Atas
cavum tumpani dibentuk oleh lempeng lempeng tulang tipis, tegmen tympani yang
merupakn bagian dari pars petropsa ossis temporalis. Memisahan cavum tympani dari
meningens dan lobus temporalis.
Gambar 2. Tulang telinga

Dasar cavum tympani memisahkan cavum dari bulbus superior v.jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior memisahkan cavum dari a.carotis interna dan plexus
sympathicus. Pada bagian atas terdapat dua saluran, menuju ke tuba auditiva dan
saluran untuk m.tensor tympani. Bagian atas dinding posterior terdapat adtus ad
antrum, dan dibawahnya terdapat pyramis, dan dipuncaknya keluar tendo m.stapedius.
1

Dinding

lateral

dibentuk

oleh

membran

tympani.

Membran

tympani

permukaannya konkaf ke lateral dan pada dasar sekungan terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang ditimbulkan oleh ujung manubrium mallei. Terdapat daerah segitiga
kecil pada membrana tympani yaitu pars flacida dan bagian lainnya tegang disebut
pars tensa. Membran tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya
dipersyarafi oleh n.auriculotemporalis dan cabang auricular n.X.
Tuba Auditiva
Meluas dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan, dan medial sampai
ke nasopharynx. Sepertiga posteriornya adalah tulang, dan dua pertiga anteriornya
tulang rawan. Berfungsi membuat seimbang tekanan udara dalam cavum tympani
dengan nasopharynx.
C. Telinga Dalam (Labyrinthus)
Labyrinthus osseus
* Vestibulum
Merupakan bagian pusat, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior
terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateral vestibulum didapatkan
fenestra vestibule yang ditutupi oleh basis stapes dan lig.anularenya serta fenestra
cochlea yang ditutupi oleh membran tympani secundaria. Di dalam vestibulum
terdapat sacculus dan utriculus.

Gambar 3. Labirin Osseum


* Canalis semicircularis
Dibagi menjadi 3 kanalis: Superior, posterior, dan leteralis. Tiap canalis melebar
pada salah satu ujungnya yang disebut ampulla. Ketiganya bermuara ke dalam
1

vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipakai bersama oleh dua canalis.
Didalam canalis terdapat ductus semicircularis.
Canalis semicircularis superior terletak vertical dan tegak lurus terhadap
sumbu panjang os petrosus. Canalis posterior juga vertical, namun sejajar dengan
sumbu panjang os petrosus. Canalis lateralis terletak horizontal, pada dinding
medial aditus ada antrum.
* Cochlea
Bermuara pada bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu tiang di
pusat, yaitu modiolus, yang dikelilingi tabung tulang sebanyak dua setengah
putaran. Setiap putaran berikutnya, memiliki radius yang makin kecil, sehingga
bangunannya keseluruhannya berbentuk kerucut. Puncaknya menghadap ke
anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea
inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial cavum tympani.

Labyrinthus membranaceus
* Utriculus
Adalah yang terbesar sari dua buah sakus yang ada. Mempunyai hubungan tidak
langsung dengan sacculus dan duktus endoliymphatikus melalui duktus
utrikulosakularis.
* Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus. Ductus endolymphaticus
setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis terus berlanjut dan berakhir
dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus.
Utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensoris khusus, yang peka terhadap
orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.

Gambar 4. Labirin membranasea


Perdarahan

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a.labirintin) yang bersal
dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a.basillaris. Setelah masuk meatus
akustikus internus dibagi menjadi 3 :
1. a. vestibularis anterior memperdarahi : Makula utrikuli, macula sakuli, Krista
ampularis, dan canalis semicircularis superior dan lateralis.
2. a. vestibulokoklearis memperdarahi : Makula sakuli, canalis semicircularis
posterior, dan inferior dari utrikulus.
3. a. koklearis memperdarahi : modiolus (organ corti, skala vestibuli, dan skala
tympani)
Aliran vena pada telinga melalui 3 jalur :
1. Vena auditori interna
2. Vena akuaduktus koklearis
3. Vena akuaduktus vestibularis
Persarafan
N. vestibularis mengembang membentuk ganglion vestibulare. Cabang-cabang saraf
kemudian menembus ujung lateral meatus acusticus internus dan masuk ke dalam
labyrinthus membranaceus, untuk memasok utriculus, sacculus, dan ampullae ductus
semicircularis.
N. cochlearis bercabang-cabang, masuk ke foramina pada basis modiolus. Ganglion
sensoris saraf ini berbentuk ganglion spiral memanjang, terletak dalam canalis yang
mengelilingi modiolus, pada basis lamina spiralis. Cabang-cabang perifer saraf ini
berjalan dari ganglion ke organ corti.
M. Tensor tympani depersarafi oleh n.trigeminus berfungsi secara reflex meredam
getaran malleus lebih menegangkan membrana tympani.
M. Stapedius dipersyarafi dari n.facialis, yang terletak di belakang pyramis. Fungsi
adalah reflex meredam getaran stapes dengan menarik collumnya.

1.2 Mikroskopis
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat
sedikit dan jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan
perichondrium/ periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid
dan lamina propia yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan
-

ruang-ruang

dalam

processus

mastoideus.
Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi

mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari
selapis cuboid/ silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris
dengan silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
1

f. Telinga Dalam/ Labyrinth


- Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
- Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
- Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis
gepeng.
- Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel
yang terdiri dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel
penyokong (silindris).
- Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang
dengan cabang-cabang sitoplasma halus.
g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid
sampai silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
Canalis Semicircularis, sacculus

Cochlea
1

1 = skala media (organ corti) berisi


endolimf
2 = skala vestibuli, berisi perilimf
3 = skala timpani, berisi perilimf
4 = ganglion spiralis
5 = N. cochlearis

Organ Corti

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran


Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor khusus
untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang
suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan
dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang
terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi
ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke
saluran telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun
telinga mereka ke arah sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang
suara, tetapi daun telinga manusia relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun
telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah
1

belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara


datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri
ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga
yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang
tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu
mencapai telinga yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar
suara yang secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi sumber
suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu telinga.
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,
bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang
bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang
sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang
suara.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan
tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,
rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan
frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela
oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang
pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang
suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan
sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk
menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani
jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan
ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan
gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan
keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan
gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara
1

yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk
menyebabkan pergerakan cairan koklea.
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu
sistem tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah
untuk memahami komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka
gulungannya", seperti diperlihatkan dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi
menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklearis yang
buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah.
Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujungnya.
Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan
skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam
duktus koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani keduanya
mengandung cairan yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus
koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut
helikotrema. Skala vestibuli disekat dare rongga telinga tengah oleh jendela oval,
tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis membran lainnya, yakni jendela
bundar, menyekat skala timpani dari telinga tengah. Membrana vestibularis yang tipis
memisahkan duktus koklearis dare skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk
lantai duktus koklearis, memisahkannya dare skala timpani. Membrana basilaris
sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe
ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli,
mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar
bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala vestibuli melalui membrana basilaris ke
skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi
jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas membrana basilaris
yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya.
(b) Berbagai bagian dart membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi
yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang
terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi
tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada berfrekuensi rendah.
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya
1

mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami
perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut
ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tendarumah yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela
oval menonjol ke dalam: (1) perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi
membrana basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke
depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema; dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol
ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga
tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar
ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara; tetapi hanya
menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara
mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian
melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama
pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris
menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar, secara
sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada membrana
basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana
tektorial yang kaku dan stasioner, rambutrambut tersebut akan membengkok ke depan
dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana
tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan
saluran-saluran ion gerbang-mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara
bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi
yang bergantianpotensial reseptordengan frekuensi yang sama dengan rangsangan
suara semula.
1

Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergeser ke atas)
meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambutrambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran
di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor,
sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal
saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.

Bagan 1. Fisiologi Pendengaran


1st order dari 2 telinga

Neuron sensory di cabang Cochlear N. VIII

nuclei Cochlearis (di Medulla Oblongata) : pada sisi yang sama

susunan sinyal auditory dikirim kemudian ditangkap oleh axon dan dialirkan menuju

nuclei olivary superior (pada kedua sisi Pons) Lemniscus Lateralis

impuls tiba (perbedaan tipis tergantung letak sumber suara jauh atau dekat) di nuclei
olivary dan nuclei cochlea

dialirkan oleh axon ke Coliculus inferior (di Mid Brain)

Corpus Genikulatum (di Talamus)

susunan auditory sinyal sampai ke area auditory primer pada gyrus superior temporal
(di Cortex Cerebral)

masuk ke area broadman 41 dan 42 sehingga terjadi

Pemahaman Suara

3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut


3.1 Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu,
juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tandatanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003).
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan
membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada
membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007).

3.2 Epidemiologi
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak.
Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang
usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur
sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.
Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada
anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada
umur yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa
bersifat individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa.
Kadang-kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa
riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA.
Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan berat badan
lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang dititipkan ke penitipan anak,
variasi musim dimana OMA lebih sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin,
predisposisi genetik, kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan
anatomi seperti celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat,
sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap.

3.3 Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau
reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai
organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae,
Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
1.Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,

65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5%
kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A
beta-

hemolytic),

Staphylococcus

aureus,

dan

organisme

gram

negatif.

Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering
dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa
juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak .
2.Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba
Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan
efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR)
dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat
diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
Menurut Bluestone (2001) dalam Klein (2009), distribusi mikroorganisme yang
diisolasi dari cairan telinga tengah, dari 2807 orang pasien OMA di Pittsburgh Otitis
Media Research Center, pada tahun 1980 sampai dengan 1989 adalah seperti berikut:
Gambar 2.3. Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah
pasien OMA.

3.4 Klasifikasi

Skema Pembagian Otitis Media

Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala


Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung
pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi .

Gambar 2.5. Membran Timpani Normal


1.

Stadium

Oklusi

Tuba

Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh
retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di
dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran
timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya
juga

berkurang.

Edema

yang

terjadi

pada

tuba

Eustachius

juga
1

menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus
dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini .
2.

Stadium

Hiperemis

atau

Stadium

Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan
adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh
oklusi

tuba

yang

berpanjangan

sehingga

terjadinya

invasi

oleh

mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan


membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi ganggua n
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari .

3.StadiumSupurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial
terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan
membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak
dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.
Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa
dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus
berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil,
sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin

tidak

menutup

kembali

jikanya

tidak

utuh

lagi

Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian
antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah
menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik

Gambar 2.8. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup
kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran
kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus
atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa

berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani

3.5

Patofisiologi

Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan
pada tuba eustachii merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini.
Dengan terganggunya fungsi tuba eustachii maka terganggu pula pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi
peradangan. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA). Sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba eustaschius. Gangguan fungsi tuba eustachius ini
menyebabkan terjadinya tekanan negative di telinga tengah yang menyebabkan
transudasi cairan hingga supurasi. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam
telinga tengah mellaui tuba eustaschius. Mukosa telinga tengah bergantung pada
1

tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari


nasofaring. Terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses
inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Jika secret
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu
karena membrane timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membrane timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi dan anak-anak terjadinya OMA dipermudah karena : 1.
Morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar dan letaknya agak horizontal, 2.
Sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan, 3. Adenoid pada anak
relative lebih besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi
dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain yang
mungkin

juga

berhubungan

dengan

terjadinya

penyakit

telinga

tengah,

seperti

alergi,

disfungsi

siliar,

penyakit hidung dan atau


sinus, dan kelainan sistem
imun.

3.6

Manifestasi
Klinis

Gejala

klinis

OMA

bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih
besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil,
1

gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi
ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan
anak tidur tenang .
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu
penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua
pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran
timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003)
dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:
Tabel 2.1. Skor OMA
Skor
0
1
2
3

Suhu
(C)
<38,0
38,038,5
38,639,0
>39,0

Gelisah
Tidak
ada

Tarik

Kemerahan

telinga

membran timpani

pada Bengkak pada membran

Tidak ada Tidak ada

timpani (bulging)
Tidak ada

Ringan Ringan

Ringan

Ringan

Sedang Sedang

Sedang

Sedang

Berat

Berat

Berat, termasuk otore

Berat

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

Pembagian OMA

lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau
sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat
dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal .
3.7 Diagnosis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui
udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di
telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga,
serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah.
1

TES PENALA
Pemeriksaan ini merupaka tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala
seperti tes Rinne, tes Weber, ters Schwabach, tes Bing dan tes Stenger.

Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaaan : penala digerakkan, tangkainya diletakkan di prosessua
mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2
cm. bila msih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidsak terdengar disebut
Rinne negatif (-).

Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang


telinga kiri dengan telinga kanan.
Cara pemeriksaan : penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis
tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau
di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan kea
rah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi.

Tes Schwabach adalah membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa


dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan : penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosessus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
segera dipindahkan pada prosessus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksa
diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan di prosessus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira
ssama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan
pemeriksa.

Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (stimulasi atau purapura tuli)

Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masing. Misalnya pada seseorang


yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik
digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,
dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan
dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar.
Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek
masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak
akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap
mendengar bunyi.
TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara
kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang
minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6 6/6.
AUDIOMETRI NADA MURNI
Pada pemeriksaan audiometric nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini,
nada murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas
bunyi, ambang dengar, nila nol audiometric, standar ISO dan ASA, notasi pada
audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking.
Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Bagian dari
audiometer tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone
untuk memerksa AC (hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran
tulang).
Derajat ketulian ISO :
0-25 dB

: normal

>25-40 dB

: tuli ringan

>40-55 dB

: tuli sedang

>55-70 dB

: tuli sedang berat

>70-90 dB

: tuli berat

>90 dB

: tuli sangat berat

Kriteria Diagnosis OMA


Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut,
yaitu:
1

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.


2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan
pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan
terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada
membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal. Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori,
yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat
cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani,
dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada
telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut,
dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan
otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
3.8 Diagnosis Banding

3.9 Penatalaksanaan
Stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada
otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang
mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari
perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik
(Titisari, 2005).
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes
hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun
atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada
orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian .
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin.
1

Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di


dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila
pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin
50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis .
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat
hilang dan tidak terjadi ruptur .
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut
atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai
dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari Pada
stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,
dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis .
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi
dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai
tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan
dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah
yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner
(2007),
mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan
antibiotik sebagai berikut.

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi
telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan
adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir.
Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39C. Pilihan
observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai
dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan
pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi .
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line
terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima
hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi
ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line
terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan
Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007).
Pneumococcal 7- valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan
prevalensi otitis media .
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi
1

drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah ,Indikasi miringostomi pada anak dengan
OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi
second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur
2. Timpanosintesis Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis
merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya
mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi
antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau
pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi
dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren

3.10

Komplikasi

Komplikasi yang serius adalah:


1

1. Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)


2. Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
3. Kelumpuhan pada wajah
4. Tuli
5. Peradangan pada selaput otak (meningitis)
6. Abses otak.

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:


1. - sakit kepala
2. - tuli yang terjadi secara mendadak
3. - vertigo (perasaan berputar)
4. - demam dan menggigil.

3.11

Prognosis

Prognosis pada kebanyakan orang dengan infeksi telinga tengah sangat baik.
Infeksi dan gejala biasanya hilang sepenuhnya. Dalam kasus yang parah yang
tidak diobati, infeksi dapat menyebar, menyebabkan infeksi pada tulang mastoid
(mastoiditis) atau bahkan meningitis, tapi ini jarang terjadi. Kesulitan mendengar
dapat terjadi. Sementara mereka tidak selalu permanen, mereka dapat
mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa anak-anak muda.
3.12

Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan
pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
merokok, dan lain-lain

4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Telinga dan Pendengaran Sesuai


Syariat Islam
Pendengaran adalah benteng pertahanan kedua dari segi bahayanya setelah lisan.
Yaitu,yang kedua dalam mempengaruhi hati dan menguasainya. Oleh karena itu,AlHaris Al-Muhasibi berkata,"tidak ada luka yang lebih berbahaya bagi seorang hamba
setelah lisannya selain pendengarannya,karena pendengaran itu utusan yang lebih
cepat pada hati dan lebih mudah jatuh kedalam fitnah.
Pendengan hati terhadap kebenaran itu ada 3 macam, ketiganya ada dalam Al-Quran :
MENDENGARKAN UNTUK MENGETAHUI.
Derajat ini muncul ketika seseorang hanya menggunakan indera pendengaran.
Sebagaimana yang diberitakan oleh Al-Qur'an ketika menceritakan tentang jin-jin
yang beriman, mereka berkata,"Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur'an
yang menakjubkan". (QS.Al-Jin [72]:1)
MEMPERDENGARKAN UNTUK MEMAHAMI.
Adapun memperdengarkan untuk memahami dalam menafikan orang yang suka
berpaling dan lalai, sebagaimana firman Allah, "Maka sungguh,engkau tidak akan
sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar dan menjadikan
orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka berpaling
kebelakang. (Ar-Rum [20]:52).
Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa
yang dia kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang
yang didalam kubur dapat mendengar". (Al-Fathir [35]:22)
Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan.
Demikian juga firman Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada
mereka,tentu dia jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan
mereka dapat mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang mereka memalingkan
diri".(Al-Anfal [8]:23)
Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat
penerimaan dan ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami.
Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan.
1

Seandainya Allah menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak akan


tunduk dan tidak mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam
hati mereka terdapat faktor yang menolak dan menghalang-halangi mereka untuk
mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar
MENDENGARKAN

UNTUK

MENERIMA

DAN

MEMENUHI

PANGGILAN.
Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan,dalam firman Allah
yang menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang beriman,mereka berkata, "kami
mendengar, dan kami taat". (QS.An-Nur [24]:51)
Inilah bentuk mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan yang berbuah
ketaatan. Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini mencakup 2
macam sebelumnya,yaitu mendengarkan untuk mengetahui dan memperdengarkan
untuk memahami.
Mendengarkan untuk mengetahui sedikitpun tidak berguna,karena binatang juga
mendengar sebagaimana orang kafir dapat mendengar. Mendengarkan untuk
memahami juga,sedikitpun tidak berguna,karena orang-orang yang hatinya membatu
juga dapat memahami,tapi mereka tidak mengamalkan.
Adapun mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan saja yang dapat
memberatkan timbangan amal kebaikan anda dan menunjukkan pada kehidupan hati
anda serta beredarnya denyutan didalamnya.
Mendengarkan untuk menerima dan memenuhi panggilan ini akan hadir ketika
perkataan yang didengar itu bertemu dengan sekejap kekhusyukan,atau ketika dalam
kondisi bertaubat, atau ketika merasa terpukul dengan dosanya,atau hanya dengan
pertolongan Allah yang tersembunyi, atau juga dengan kelembutan yang jelas,dengan
sebab ataupun tanpa sebab.
Ketika itulah,anda akan dapati pori-pori hati terbuka,sehingga terjadilah pengaruh
yang luar biasa dan kondisi hati menjadi berubah seluruhnya,dari hati yang mati
menuju hati yang hidup, dari hati yang rapuh menuju hati yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2. Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 2.
Jakarta: EGC
3. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
4. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Penerbit: EGC. Jakarta 2006.
5. http://www.medel.com/id/anatomy-of-the-ear/
6. http://medicastore.com/penyakit/52/Otitis_Media_Akut.html

7. Wonodirekso, S dan Tambajong J : Organ-Organ Indera Khusus dalam Buku


Ajar Histologi. Penerbit: EGC. Jakarta. 1990, edisi V.
8. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi
Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
9. Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit:
EGC. Jakarta 2006.

Anda mungkin juga menyukai