Disusun oleh :
Siti Noor Fadhila (110.2009.269)
Husna (110.2011.120)
Ratna Murni (110.2011.223)
Dokter Pembimbing :
dr. H. Husodo DA, Sp.OT K-Spine
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit
pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya
dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak
terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur
tulang. Patahan tadi mungkin terlebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit
diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit
atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau
compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A &
Louis, S, 2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003)
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan decade ini (2000-2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab
fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang
setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi
tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat
otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menmbah
kesemerautan arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Dan kecelakaan juga
banyak terjadi pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri, kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau fraktur (Kompas. Com, 2008).
Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur
mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi
2
pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, A, 2000).
Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan
adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam
memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian
besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan
dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita
fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya,
mekasnisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon
psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes
RI, 2008).
Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis
dan patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan
benda dan trauma. Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada
laki-laki umur 45 tahun kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah
tulang yang lemah oleh karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan
rakhitis. Kejadian ini banyak ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60
tahun keatas (Rasjad,C, 2007).
Fisioterapi
pada
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status
Suku
Agama
No. CM
Alamat
Tanggal masuk RS
Ruangan
: Tn. E
: 62 tahun
: Laki-laki
: Menikah
: Sunda
: Islam
: 81-13-xx
: Cibiuk
: 29 Oktober 2015
: Topaz
duduknya, namun tidak bisa karena kaki terasa sangat lemas. Riwayat kepala
terbentur disangkal pasien.
Pasien juga mengeluhkan kedua kaki dan tangannya terasa baal. Bila
diberikan rangsanga berupa cubitan tidak terasa apa-apa. Nyeri pada punggung
bagian belakang disangkal pasien. Pasein juga mnegeluh tidak bisa menahan
buang air kecilnya. Keluhan nyeri saat bak, bak berpasir, bak berdarah, bak
menetes disangkal pasien. Pasien juga mengeluh tidak bisa menahan buang air
besarnya, tanpa ia sadari ia telah bab dan terdapat feses di popoknya. Riwayat
bab berdarah, menceret dan bab kecil-kecil seperti kotoran kambing disangkal
pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat stroke disangkal pasien
Riwayat terjatuh dari ketinggian sebelumnya disangkal pasien
4
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Baik
Vital sign : TD : 160/90 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 20 x/ menit
S
: 36,5 C
Kepala : Normocephal
Mata
: Conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor,
refleks pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesarak KGB (-)
Thoraks
Cor
: Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula
sinistra
Perkusi
: Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi
: Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
besar
Perkusi
: Tympani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
Ekstremitas atas
: Akral hangat, edema -/-, sianosis -/Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/Rectal Touche
: Ampulla collaps
IV.
Pemeriksaan Penunjang
5
11,8 g/dl
35%
10.330/mm3
276.000/mm3
4,01 juta/mm3
38 U/L
19 U/L
37 mg/dL
0.8 mg/dL
203 mg/dL
13.0 16.0
40 52
3.800 10. 600
150.000 440.000
3.5 6.5
s/d 37
s/d 50
15 - 50
0.7 1.2
<140
V.Resume
Seorang laki-laki 62 tahun datang ke UGD RS dr. Slamet Garut dengan
keluhan tidak bias berjalan, pada hasil rontgen di dapatkan
VI.
Diagnosis Kerja
Fraktur kompresi a/r thoracal 12 lumbal 1 (frankle A) dengan defisit
neurologis
VII.
Penatalaksanaan
Infus RL + Neurosanbe 20 gtt/menit
Inj Mecobalamin 2x1 amp IV
Inj Ketorolac 2x1 amp IV
Inj Metilprednisolon 1x125mg IV
Inj Ranitidin 2x1 amp IV
Operatif : rencana PSSW (posterior dekompresi dan stabilisasi posterior)
VIII. Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
PENDAHULUAN
Tulang belakang manusia adalah pilar/ tiang yang berfungsi menyangga
tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar tersebut terdiri dari 33 ruas tulang
belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal, 12
ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sacral yang menyatu dan 4
ruas tulang ekor. Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain
oleh karena adanya dua sendi di daerah posterolateral dan diskus intervertebralis di
anterior.
Vertebra lumbalis merupakan tulang terbesar dan terkuat dari semua tulang
yang berada pada tulang belakang. Vertebra ini dimulai dari lengkung lumbal (yaitu,
persimpangan torakolumbalis) dan meluas ke sacrum. Otot-otot yang melekat pada
vertebra lumbalis menstabilkan tulang belakang. Fraktur vertebra lumbalis disebabkan
oleh trauma berat atau keadaan patologis yang melemahkan tulang. Osteoporosis
adalah penyebab terbanyak terjadinya fraktur kompresi lumbal, terutama pada wanita
pascamenopause. Fraktur vertebra yang diakibatkan oleh osteoporosis dapat terjadi
tanpa trauma yang jelas. Fraktur di daerah kolumna vertebralis sebagai akibat
osteoporosis bisa terjadi dalam bentuk crush (pada wanita pasca menopause)
atau bentuk multiple, seperti baji (wanita/ pria akibat osteoporosis senilis). Gejala
dan tanda sering tidak khas. Kadang- kadang penderita merasa nyeri dengan
derajat ringan sampai sedang. Nyeri akan bertambah bila bergerak atau batuk dan
berkurang pada waktu istirahat. Khas adalah timbulnya bongkok akibat fraktur
daerah pungggung (Dowagers hump),
berkurang. Nyeri yang timbul bisa disertai nyeri akibat penekanan saraf sesuai
dengan dermatom, karena penekanan saraf daerah tersebut. Nyeri biasanya akan
membaik dalam waktu 2-4 minggu, sedangkan fraktur akan sembuh dalam waktu 3 4 bulan. Namun, pemeriksaan diagnostik menyeluruh selalu dibutuhkan untuk
menyingkirkan keganasan tulang belakang.
Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya
metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra
tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra
dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran
Vertebra manusia terbentuk oleh dua jenis tulang yaitu tipe kortikal dan
kalselus. Tulang kortikal menutupi bagian luar vertebra dan mencakup sekitar 80%
masa tulang. Tulang kalselus berada pada bagian dalam dan mengisi 20% masa tulang
vertebra. Tulang kalselus memberikan bentuk arsitektur dan komponen struktural
dari vertebra. Proses remodeling tulang merupakan proses normal dari aktifitas
osteoklas (menghancurkan) dan osteoblas (pembentukan), 1020% tulang orang
dewasa normal mengalami remodeling setiap tahun.
Pada
10
Begitu juga pada orang tua, pengurangan masa tulang disebabkan oleh
penipisan cakram vertebra oleh karena proses degenerasi. Penguranagan massa tulang
ini akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam menahan beban antar vertebra end
plates. Kombinasi dari pengurangan massa tulang dan kelemahan tulang vertebra
akibat proses penuaan akan mengakibatkan kelainan bentuk dari vertebra.
Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis merupakan bagian dari kolumna vertebralis yang terdiri dari
lima ruas tulang dengan ukuran ruasnya lebih besar dibandingkan dengan ruas tulang
leher (vertebra cervical) maupun tulang punggung (vertebra thorakal). Vertebra
lumbalis dapat dibedakan oleh karena tidak adanya bidang untuk persendian dengan
costa. Diantara ruas-ruas vertebra lumbalis tersebut terdapat penengah ruas tulang
yang terdiri atau tersusun dari tulang muda yang tebal dan erat, berbentuk seperti
cincin yang memungkinkan terjadinya pergerakan antara ruas-ruas tulang yang
letaknya sangat berdekatan. Bagian atas dari vertebra lumbalis berbatasan dengan
vertebra torakalis 12, yang persendiannya disebut thoracolumbal joint atau articulatio
thoracolumbalis. dan pada bagian bawahnya berbatasan dengan vertebra sakralis. dan
persendiannya disebut lumbosacral joint atau articulatio lumbosacralis.
Vertebra lumbal adalah satu dari lima rangkaian kolumna vertebralis yang
terletak pada pertengahan tubuh bagian posterior. Pada umumnya vertebra lumbalis
mempunyai bentuk melengkung ke arah depan atau disebut juga lordosis.
Dilihat dari lengkungannya vertebra lumbal termasuk ke dalam vertebra
sekunder, karena lengkungan dari vertebra lumbal tumbuh setelah lahir, yaitu pada
saat seorang anak belajar berjalan pada usia satu sampai satu setengah tahun.
Oleh karena tugasnya menyangga bagian atas tubuh, maka bentuk dari vertebra
lumbalis ini besar dan kuat.
Ciri vertebra lumbalis diantaranya:
a. Corpus besar dan berbentuk ginjal.
b. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
c. Lamina tebal
d. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
e. Processus transversus panjang dan langsing.
f. Processus spinosus pendek, rata dan berbentuk segiempat dan mengarah ke
belakang.
11
Medulla Spinalis
Medulla spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar
oleh duramater, subdural space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medulla
spinalis dimulai dari atas setinggi foramen magnum sebagai lanjutan dari medulla
oblongata. Medulla spinalis daerah cervical tempat asal plexus brachialis dan di
thoracica bawah dan lumbal tempat asal plexus lumbosacralis terdapat pelebaran
fusiformis yang disebut intumescentia cervicalis dan lumbalis.
Di inferior medulla spinalis meruncing menjadi conus medullaris. Dari puncak
conus ini berjalan turun lanjutan piameter yaitu filum terminale.
12
intervertebralis
yag
lengkungannya
dapat
memberikan
13
tulang
atau
otot,
contohnya
seperti
pada
olahragawan
yang
oleh
mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibilitas dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma
yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit
penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai :
a. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
b. Tulang belakang sendiri
c. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
15
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahakan permukaan
serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini
elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan
sendi faset.
Pembagian trauma vertebra menurut BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
a. Grade I
b. Grade II
c. Grade III
d. Grade IV
mencakup
nyeri,
17
dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat
berkurangnya kapasitas paru.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada
saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur.
Jarang sekali menyebabkan
menunjukkan gejala nyeri radikuler yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur
disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan
beristirahat. Banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra akan
menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang
dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang
aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan semakin buruknya
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Apabila kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan
sindrom konus medullaris. Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari
sumsum tulang belakang. Normalnya terletak antara ujung vertebra torakalis (T-12)
dan awal dari vertebra lumbalis (L-1), meskipun kadang-kadang konus medullaris
ditemukan antara L-1 dan L-2. Saraf yang melewati konus medullaris mengontrol
kaki, alat kelamin, kandung kemih, dan usus. Gejala umum termasuk rasa sakit di
punggung bawah, anestesi di paha bagian dalam, pangkal paha; kesulitan berjalan,
kelemahan di kaki, kurangnya kontrol kandung kemih; inkontinensia alvi, dan
impotensi.
18
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid
paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medulla spinalis
yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung
sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal
shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Lesi yang terjadi di lumbal
menyebabkan beberapa otot-otot anggota gerak bawah mengalami flacid paralisis.
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu
sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level
kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya serabut-serabut saraf
sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitkan kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh
ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena
penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk
mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua
tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke bawah sampai tiba di rectum kesadaran
ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang
air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter
ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra
abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi
inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan.
d. Gangguan fungsi seksual
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah
cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase spinal
shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya
lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus, otomatisasi ereksi
19
terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas
seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai
reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan,
biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian
keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter. Kemampuan
fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung
seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis
sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor dan
aktivitas otot secara volunter.
Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri, sehingga tandatanda
osteoporosis
seperti
kiposkoliosis
akan
lebih
tampak.
Kemudian
pemeriksaan dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai dari atas
sampai kebawah yaitu pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat
terjadi mulai dari oksiput sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region
pertengahan torak (T7-T8) dan pada thorakolumbal junction. Ulangi lagi
pemeriksaan sampai benar-benar ditemukan lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang
berhubungan dengan pemeriksaan palpasi vertebra mungkin disebabkan oleh adanya
fraktur kompresi vertebra.
Adanya deformitas pada tulang belakang tidak mengindikasikan adanya fraktur.
Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal tersebut merupakan suatu
kelainan tulang belakang yang berkaitan dengan umur. Pemeriksaan selanjutnya
dilakukan dengan membantu pasien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada
tulang belakang, gerakan ini akan menyebabkan rasa nyeri yang disebabkan oleh
adanya fraktur kompresi vertebra. Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi
sebagai akibat dari kekuatan otot melawan gravitasi pada bagian anterior dari
vertebra. Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan. Tidak jarang pada kasus
osteomielitis mempunyai gejala yang mirip dengan fraktur kompresi vertebra.
2. Pemeriksaan penunjang
20
Dapat juga digunakan dalam menentukan adanya fraktur dan tingkat adanya
osteoporosis karena kemampuannya dalam menggambarkan densitas tulang.
e. cintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi radiasi sinar
gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau organ, juga merupakan
metode yang penting untuk memprediksikan hasil (outcome) dari beberapa teknik
operasi.
Penatalaksanaan
a. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien dengan
akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan
bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
1) Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah,
meningkatkan kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis,
pneumonia, ulkus dekubitus, disorientasi dan depresi.
2) Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan
sebagai terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
3) Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai
efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan
pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis.
4) Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut
non dengan operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan
membantu
penyembuhan
menstabilkan
tulang
belakang.
Dengan
22
tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa
tipe ortose yang tersedia untuk pengobatan.
5) Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang
belakang kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan
fluoroscopy
atau
computed
tomography.
Kemudian
diinjeksikan
Teknik Vertebroplasty
6) Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan
tampon kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan
membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut
diisi dengan campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
Teknik Kypoplasty
b. Penatalaksanaan nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel
fraktur, penurun tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasienpasien ini, sangat dianjurkan untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan
23
program peregangan, seperti program yang berdampak ringan seperti berjalan dan
berenang. Sebagai
rasa
sakit,
pemeriksaan
yang
24
performa
fungsional
dibandingkan
dengan
kontrol,
lebih
banyak
membutuhkan pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, dan
mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penelitian terbaru pada
pasien-pasien ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala klinis
dan keseluruhan performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang
mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai
alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga
terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya
akan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam
kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang
25
mengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan
menjadi cepat tua dan terisolasi secara sosial
Prognosis
Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapi
farmakologis dan farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya usia,
fungsi
kewaspadaan agar tetap menjaga stabilitas tulang belakang dan pencegahan trauma
pada usia lanjut.
Pencegahan
a. Hindari aktifitas fisik berat
b. Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat
c. Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll)
d. Hindari defisiensi vitamin D
e. Nutrisi dengan diet tinggi protein
f. Berjemur pada pagi dan sore hari
g. Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk menghindari
berulangnya jatuh
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew L Sherman, MD, MS; Chief Editor: Rene Cailliet, MD. Lumbar
Compression Fracture. (diakses tanggal
http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview
2. Apley graham and Solomon Louis. Ortopedi Fraktur System Apley; edisi
ketujuh. Jakarta: Widya medika, 1995.
3. Aron B, Walter CO. Vertebral compreesion fractures : treatment and
evaluation (serial online) 2006 ( diakses 10 April 2012); Diunduh dari: URL:
http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/75/891/207.pdf.
4. Hanna J, Letizia M. Kyphoplasty: A treatment for osteoporotic vertebral
compression fractures. nursing journal center (serial online) 2007 ( diakses 10
April
2012);
Dunduh
dari:
URL:
http://www.nursingcenter.com/library/journalarticle.asp?article_id=755899.
5. Pearce, Evelyn C., Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hal 89
6. Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrills Atlas of Radiographic
Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.
7. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.
2007.
8. Young W. Spinal cord injury level and classification (serial online) 2000
(diakses
10
April
2012);
Diunduh
dari:
URL:
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
27