Kel 13 Udah Jadi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DAN

KONTEKSTUAL
MAKALAH
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah PsikologiPendidikan)
Dosen Pengampu : Dra. Kurniana Bektiningsih, M.Pd
Oleh :
Kelompok 13
1. Cici Istahiyyatun Nisa
2. Ana Triana
3. Siti F

(1401413179)
(1401413
)
(1401413
)

Rombel

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada kurikulum 2013 telah ditetapkan bahwasanya siswa dituntut untuk
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan produktif. Bertitik tolak pada proposisiproposisi konstruktivisme berbagai model pembelajaran dikembangkan,
yakni model pemebelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, model
pembelajaran berbasis masalah. Aplikasi model pembelajaran berhubungan
erat dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan merupakan prespektif
mengenai

berbagai

strategi

maupun

metode

pembelajaran untuk

mengaplikasikan model-model pembelajaran. Pendekatan yang cocok untuk


pembelajaran berbasis konstruktivisme adalah kontekstual.
Dari kedua pembelajaeran tersebut yakni konstriktivisme dan kontekstual
maka akan tercapi dengan mudah tujuan pembelajaran yang efektif. Proses
pembelajaran

kontekstual

beraksentuasi

pada

pemrosesan

informasi,

individualisasi, dan interaksi sosial. Pemerosesan informasi menyatakan


bahwa peserta didik mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun
strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Intipemrosesan informasi adalah
proses memori dan proses berfikir. Individualisasi, beraksentuasi pada proses
individu membentuk dan menata realitas keunikannya. Mengajar dalam hal
tersebut adalah upaya membantu individu untuk mengembangkan sesuatu
yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai
pribadi yang cakap, sehingga mampu memperkaya hubungan antar pribadi
dan lebih cakap dalam memproses informasi.
1.2 Rumusan masalah
a. Apakahpengertiandari pembelajaran konstruktivisme?
b. Bagaimanakah asumsi-asumsi dalam pembelajaran?
c. Apa sajakah pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme?
d. Bagaimanakah evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme?
e. Apakah pengertian dari pembelajaran kontekstual?
f. Bagaimanakah landasan pemikiran dalam pembelajaran kontekstual?
g. Apasajakah karakteristik pembelajaran kontekstual?
h. Apa sajakah komponen pembelajaran kontekstual?

i. Prinsip prinsip apa saja yang menjadi pedoman dalam pembelajaran


kontekstual?
1.3 Tujuan
a. Agar mengetahui pengertian pembelajaran konstruktivismedankontekstual
b. Agar mengetahui mengenai asumsi pembelajaran konstruktivisme.
c. Agar mengetahui pendekatan dalam pembelajaran konstruktivisme
d. Agar mengetahui evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme
e. Agar mengetahui landasan pemikiran dalam pembelajaran kontekstual
f. Agar mengetahui landasan yang terkandung dalam pembelajaran
kontekstual.
g. Agar mengetahui karakteristik pembelajaran kontekstual
h. Agar mengetahui komponen pembelajaran kontekstual

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang
menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari
pengalamannya sendiri. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata,

akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang di amatinya. Teori ini dikembangkan oleh Seymour Papert.
Pembentukan teori konstruktivisme pada umumnya dikaitkan dengan
Jean Piaget, yang mengartikulasikan mekanisme internalisasi pengetahuan
pada peserta didik. Dia menyatakan bahwa melalui proses akomodasi dan
asimilasi, peserta didik membantu pengetahuam dari pengalamannya. Ketika
peserta didik mengasimilasi, dia memasukkan pengetahuan baru kedalam
kerangka kerja yang telah ada tanpa mengubah kerangka kerja tersebut.
Salah satu tujuan penggunaan pembelajaran konstruktivisme adalah
peserta didik belajar cara-cara mempelajari sesuatu dengan cara memberikan
pelatihan untuk mengambil prakarsa belajar . untuk mendorong agar peserta
didik terlibat aktif dalam kegiatan belajar, maka lingkungan belajar harus
menunjukkan suasana demokratis, kegiatan pembelajaran berlangsung
interaktif terpusat pada peserta didik dan pendidik memperlancar proses
belajar sehingga mampu mendorong peserta didik melakukan kegiatan belajar
mandiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajanya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina
sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan
mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan
untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan
yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan
sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
2.2 Asumsi Pembelajaran
a. Hakekat peserta didik
1) Pereta didik adalah individu yang bersifat unik : peserta didik
dipandang sebagai individu yang kompleks dan multi-dimensional.
2) Latar belakang dan kebudayaan peserta didik : konstruktivisme social
mendorong peserta didik menghadirkan versi kebenarannya sendiri ,

dan hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang , kebudayaan atau
pandangan tentang dunianya sendiri . hal ini juga menekankan
pentingnya jenis interaksi social dengan orang lain yang lebih
berpengetahuan .
3) Tanggung jawab belajar : pembelajaran konstruktivisme lebih
menekankan kepada pentingnya peserta didik terlibat aktif dalam proses
pembelajaran.
4) Motivasi belajar : tergantung pada keyakinan peserta didik terhadap
potensi belajarnya.
b. Peranan pendidik
Peranan pendidik yaitu mempunyai peran sebagai fasilitator , tugas
pendidik adlah berceramah tentang pelajaran yang diajarkan , sedangkan
tugas fasilitator adalah membantu peserta didik memperoleh pemahaman
tentang isi pelajaran.
c. Hakekat proses belajar
Belajar merupakan proses sosial dan aktif
Dinamika interaksi antara tugas, pendidikan, dan peserta didik
d. Kolaborasi antar peserta didik
Belajar sambil mengajar : peserta didik berkolaborasi dalam
melaksanakan tugas dan diskusi dalam rangka memperoleh pemahaman

tentang kebenaran.
Pentingnya konteks : konstruktivisme social memandang konteks yang
menjadikan belajar sebagai pusat belajar , pengetahuan yang tidak
sesuai dengan konteks tidak memberikan keterampilan kepada peserta
didik untuk menerapkan pemahamannya pada tugas-tugas yang bersifat

autentik
e. Assesmen
Asesmen dinamik adalah cara menilai potensi peserta didik yang
berbeda dari penilaian konvensional , disini belajar interaktif diperluas
dengan proses asesmen. Peranan asesor adalah berdialog dengan peserta
didik untuk memperoleh kinerja atau tugas tertentu dan berbagi dengan
peserta didik untuk memperbaiki kinerjanya.
f. Pemeliharaan, cakupan, dan urutan materi pembelajaran.
Pengetahuan dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu
Keterlibatan peserta didik
Struktur proses belajar.

2.3 Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Pembelajaran konstruktivisme menekankan pembelajaran dari atas
kebawah yang berarti peserta didik mulai memecahkan masalah yang
kompleks kemudian menemukan (dengan bantuan pendidik) keterampilan
dasar yang diperlukan. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme
dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual
menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa
informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Pendekatan
rekonstruktivisme menggunakan cara belajar bekerja sama karena hal itu akan
lebih mudah menemukan dan menguasai konsep.
2.4 Evaluasi dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Secara fundamental terdapat perbedaan antar

tujuan

dan

mengevaluasi hasil belajar antara pendekatan konstruktivis

cara

dengan

pendekatan lain yang lebih tradisional. Pada pendekatan tradisional,misalnya


pendekatan behavioristik, fokus perhatian evaluasi lebih kepada hasil belajar
berupa pengetahuan atau kemmapuan yang dikuasai. Sedangkan pada
pendekatan konstruktivis yang menjadi focus hasil belajar bukan hanya hasil
tetapi juga proses yang terjadi ketika siswa berusaha mengkonstruksi
pemahamannya. Dengan demikian perkembangan strategi berpikir siswa juga
perlu dievaluasi, apakah siswa telah dapat mengembangkan kemampuan
berpikir tinggi (analisis,pemecahan masalah) sebagaimana diharapkan oleh
pendekatan konstruktivistik.
Tes

Pengetahuan

yang

dilakukan

sebaiknya

juga

lebih

banyak

menggunakan soal berbasis kasus,portofolio, dan sebagainya. Disamping itu


sebaiknya evaluasi siswa tidak terbatas kepada pengetahuan saja, tetapi hasil
belajar (kinerja) siswa secara utuh,dengan memperhitungakan juga aspek lain
seperti keterampilan sosial (yang diperlukan dalam erkolaborasi dalam proses
belajar), serta perkembangan afektif (sistem nilai,sikap terhadap belajar dan
sebagainya )
2.5 Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang


holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara fleksibel
dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya atau dari
satu konteks ke konteks lainnya.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada
penciptaan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata. Melalui
pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk
memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79)
menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat

hubungan

antara

pengetahuan

yang

dimilikinya

dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan


masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual
adalah strategi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran
melalui proses memberikan bantuan kepada siswa dalam memahami makna
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya
dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan
budaya masyarakat.
Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan
pembelajaran kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa
memahami relevansi materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan
melakukan suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya,
pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman,
keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual siswa tentang
hubungan

mata

pelajaran

yang

dipelajarinya

dengan

dunia

nyata.

Pembelajaran akan bermakna jika guru lebih menekankan agar siswa

mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi


kehidupan nyata di mana isi pelajaran akan digunakan.
Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran
kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran
kontekstual mengutamakan pada unsur pengetahuan dan pengalaman atau
realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, berpikir tingkat tinggi,
berpusat pada siswa, dimana siswa harus aktif, kritis serta kreatif, siswa
mampu memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, menggairahkan,
mengasyikkan, tidak membosankan, dan menggunakan berbagai sumber
belajar.

2.6 Landasan Pemikiran Pembelajaran Kontekstual


Dalam setiap model pembelajaran yang ada, tidak akan lepas dari landasan
teori yang yang sudh ada terkait dengan proses belajar.Salah satu model
pembelajaran yang terbentuk berlandaskan teori tentang belajar yakni model
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual mengacu pada teori
belajar kontruktivisme, dimana dalam model pembelajaran kontekstual
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mencatat dan
mendengarkan.

Akan

tetapi

siswa

harus

mampu

mengkonstruksi

(membangun) pengetahuan dibenak mereka sendiri dari hasil pengamatan dan


pemahaman terhadap sesuatu yang terjadi di sekitar mereka. Pengetahuan
harus bersifat utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Konstruktivisme sendiri
berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal
abad ke-20 yaitu filosofi belajar yang menekankan kepada pengembangan
minat dan pengalaman siswa.

2.7 Karakteristik Pembelajaran Kontekstual


a. Proses pembelajaran :

Kerjasama

Saling menunjang

Menyenangkan, tidak membosankan

Belajar dengan bergairah

Pembelajaran terintegrasi

Menggunakan berbagai sumber

Siswa aktif

Sharing dengan teman

Siswa kritis guru kreatif

Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,


gambar, artikel, humor dll.

Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

b. Tujuan pembelajaran : tujuan pembelajaran kontekstual berbasis pada (a)


standar disiplin pengetahuan yang ditetapkan secara nasional atau local.
(b) pengetahuan dan ketrampilan yang ditetapkan memilki daya guna dan
kompetensi tertentu. (c) untuk mencapai tujuan, peserta didik perlu
menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.
c. Pengalaman belajar : pengalaman belajar mampu mendorong peserta didik
membuat hubungan konteks internal dan eksternal.
2.8 Komponen Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama
pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang
tidak terpisahkan dalam pembelajaran kontekstual. Komponen-komponen
yang

dimaksud

adalah

konstruktivisme

(constructivism),

bertanya

(questioning),

menemukan

(inquiry),

masyarakat

belajar

(learning

community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian


sebenarnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam Sagala, 2009: 88-91;
Suprijono, 2011: 85).
1. Konstruktivisme; yakni mengembangkan pemikiran siswa akan belajar
lebih bermakna dengan cara mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau
keterampilan barunya. Sumiati dan Asra (2009: 15) mengemukakan
lima elemen belajar konstruktivisme, yaitu:
a. pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating
b.
c.
d.
e.

knowledge),
perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge),
pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge), dan
melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan

pengetahuan tersebut (reflecting knowledge).


2. Questioning (Bertanya) yakni mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya.Melalui proses bertanya, siswa akan mampu menjadi
pemikir yang handal dan mandiri.Dalam sebuah pembelajaran yang
produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
a. menggali informasi, baik administrasi maupun akademik;
b. mengecek pemahaman siswa;
c. membangkitkan respon pada siswa;
d. mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
e. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
f. memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru;
g. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
dan
h. menyegarkan kembali pengetahuan siswa. (Sagala, 2009:
88).
3. Inquiry (menemukan) merupakan bagian inti dari pembelajaran
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hanya hasil megingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
juga hasil dari menemukan sendiri. Proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman serta siswa belajar menggunakan
keterampilan berpikir kritis.
4. Learning Community (masyarakat belajar) yaitu menciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok). Bekerjasama dengan

orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Tukar pengalaman dan
berbagi ide. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman,
5.

antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.


Modeling(ermodelan) menghadirkan model sebagai

contoh

pembelajaran. Dengan adanya model, siswa akan lebih mudah meniru


apa yang dimodelkan. Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa
yang lebih mahir dapat bertindak sebagai model. Salah satu contoh:
dengan

mengerjakan

apa

yang

guru

inginkan

agar

siswa

mengerjakannya.
6. Reflection (refleksi) dilakukan pada akhir pembelajaran.Refleksi
merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali,
menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi
kembali hal-hal yang telah dipelajari. Sepertimembuat jurnal, karya
seni, atau dengan melakukan diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (penilaian sebenarnya) yaitu upaya pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikangambaran perkembangan belajar
siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa
pada saat melakukan pembelajaran. Hal-hal yang bisa digunakan
sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah proyek atau kegiatan dan
laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa,
demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis (Riyanto,
2010: 176).
2.10

Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual akan berhasil apabila sasaran utanya adalah
mencari makna dengan menghubungkan pekerjaan akademik dengan
kehidupan keseharian peserta didik. Prinsip prinsip pokok tersebut yaitu :

a. Prinsip kesaling-bergantungan
Mengajak pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lain,
peserta didik, masyarakat, dan lingkungan alam. Prinsip ini juga
mendukung adanya kerjasama antar komunitas belajar
b. Prinsip diferensiasi

Prinsip ini menyumbangkan kreativitas dan mendorong kecenderungan


entitas-entitas yang berbeda untuk bekerja sama dalam bentuk yang
disebut dengan simbiosis.
c. Prinsip pengaturan diri
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap entitas terpisah dialam semesta untuk
menghasilkan kergaman yang tidak terbatas, perbedaan, berlimpahan, dan
keunikan. Prinsip pengaturan diri meminta pendidik untuk mendorong
setiap peserta didik mengeluarkan seluruh potensinya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Konstruktivisme merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang
menyatakan bahwa menusia membangun dan memaknai pengetahuan dari

pengalamannya sendiri.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar mengajar yang
membantu pendidik menghubungkan isi materi pembelajaran dengan
situasi dunia nyata, memotivasi peserta didik membuat hubungan antara

pengetahuan dan penerapannya dengan kehidupan nyata.


Komponen pembelajaran kontekstual meliputi konstruktivisme, inkuiri,

bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian autentik


Prinsip-prisip pembelajaran kontekstual yaitu prinsip kesalingbergantungan, prinsip diferensiasi, prinsip pengaturan diri.

3.2 Saran
Seharusnya model pembelajaran konstruktivisme diterapkan dalam dunia
pendidikan di Indonesia supaya dapat meingkatkan mutu pendidikan agar

lebih baik.
Dalam dunia pendidikan proses lebih diutamakan daripada hasil walaupun
nantinya kita akan menuju puncak dari suatu hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Rifai RC, Achmaddkk. 2012. PsikologiPendidikan. Semarang :UNNES PRESS
Udin S, Winaputra, dkk. 2007. TeoriBelajardanPembelajaran.Semarang
:Universitas Terbuka
Dalyana. 2012. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/ CTL) (Online) (http://myblogdalyana.blogspot.com/, diakses 7 Juni
2015)

Anda mungkin juga menyukai