Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2014) 1-6

Karakterisasi Kanal Radio Sistem Komunikasi High


Frequency (HF) pada Lintasan Surabaya - Merauke
Nisa Awaliyah, Prasetiyono Hari Mukti, dan Gamantyo Hendrantoro
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: gamantyo@ee.its.ac.id, prasetiyono@elect-eng.its.ac.id
Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang
frekuensi 3-30 MHz mampu mencapai jarak ribuan kilometer
dengan menggunakan lapisan ionosfer sebagai media propagasi.
Namun sistem komunikasi dipengaruhi oleh variasi kondisi
lapisan ionosfer sepanjang hari selama siang dan malam serta
gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di daerah khatulistiwa
yang disebut Equatorial Spread-F (ESF). Fenomena ini berpotensi
menyebabkan delay spread dan variasi waktu yang lebih besar
dibanding dengan daerah-daerah pada garis lintang yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, dilakukan implementasi sistem
pengukuran respon impuls untuk menganalisis karakteristik
kanal HF pada lintasan Surabaya Merauke. Parameter yang
digunakan dalam karakterisasi kanal HF yaitu power delay profile
untuk mengetahui nilai statistik delay spread dari daya terima.
Pengolahan data dilakukan denga proses korelasi silang antara
sinyal yang dikirim berupa Pseudo Random Binary Sequence
(PRBS) dengan sinyal yang diterima berupa sinyal kompleks
Inphase dan Quadrature I+jQ. Probabilitas daya noise yang
berada di atas level threshold ditentukan sebesar 5%. Nilai
threshold digunakan untuk mitigasi noise sehingga diharapkan
respon impuls yang diperoleh sama dengan sinyal terima.
Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan nilai rata-rata
rms delay pada rentang pengukuran malam hingga dini hari lebih
besar dibandingkan rms delay pada siang hingga sore hari.
Berdasarkan uji distribusi, sinyal yang telah melewati kanal HF
diasumsikan terdistribusi rayleigh.
Kata Kunci delay spread, karakterisasi kanal, respon impuls,
power delay profile, sistem pengukuran HF.

I. PENDAHULUAN

istem komunikasi High Frequency (HF) telah


dikembangkan sejak tahun 1950-1960 sebagai tulang
punggung sistem komunikasi jarak jauh [1]. Di samping
sebagai solusi alternatif sistem komunikasi satelit yang mahal,
sistem komunikasi HF memiliki kemampuan untuk mengakses
daerah terpencil atau pulau-pulau yang sulit dijangkau oleh
sistem komunikasi kabel. Sistem komunikasi HF dengan
menggunakan pita lebar dapat dimanfaatkan sebagai
pendukung infrastruktur sistem komunikasi berkualitas tinggi
yang handal seperti komunikasi darurat (misalnya peringatan
bencana dini, search and rescue, dan lain-lain), penyampaian
informasi medis untuk jasa pelayanan kesehatan, e-learning
,dan sebagainya [2].
Sistem komunikasi HF yang bekerja pada rentang frekuensi
3-30 MHz sangat dipengaruhi oleh kondisi ionosfer karena
fungsi dari lapisan ionosfer sebagai reflektor gelombang radio

HF. Namun terdapat variasi kondisi lapisan ionosfer dalam


satu hari selama siang dan malam seperti yang ditunjukan pada
gambar 1. serta gangguan pada lapisan ionosfer khususnya di
daerah khatulistiwa yang disebut Equatorial Spread-F (ESF).
Fenomena ini berpotensi menyebabkan delay spread dan
variasi waktu yang lebih besar dibanding dengan daerahdaerah pada garis lintang yang lebih tinggi.

Gambar 1. Lapisan ionosfer [3]

Berdasarkan literatur, terdapat banyak pendekatan yang


dapat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik kanal HF
pita lebar. Pada penelitian sebelumnya, pada lintang tengah
Amerika, dipelajari karakteristik kanal komunikasi HF yang
dilakukan melalui pengukuran pada lintasan sejauh 3000 km
[4]. Pada lintang tengah Amerika dan Asia Barat Daya diteliti
parameter karakteristik kanal yaitu delay spread dan doppler
spread, kemudian dipelajari juga fungsi autokorelasi dan
fungsi distribusi dari parameter-parameter tersebut [4],[5].
Sayangnya, penelitian karakteristik kanal HF di garis
khatulistiwa seperti Indonesia masih belum banyak disebutkan.
Di dalam makalah ini, dilaporkan pengukuran respon
impuls kanal HF pada lintasan Surabaya Merauke sejauh
3036 km untuk mengetahui karakteristik kanal HF. Pada bab
selanjutnya akan dijelaskan mengenai perancangan sistem
pengukuran termasuk parameter-parameter yang diperlukan
pada sistem pengukuran. Selanjutnya, menentukan pengolahan
data pengukuran untuk mendapatkan parameter model kanal
seperti power delay profile dari daya terima. Dalam
perancangan sistem komunikasi HF, pengetahuan mengenai
karakteristik kanal HF menjadi sangat penting. Dengan
mengetahui karakteristik kanal HF yang tepat, kita dapat
mencapai kinerja sistem komunikasi yang lebih baik.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6


II. IMPLEMENTASI SISTEM PENGUKURAN
A. Prosedur Implementasi Pengukuran
Secara garis besar, langkah-langkah implementasi
sistem pengukuran terdiri dari penentuan parameter
pengukuran termasuk menentukan frekuensi kerja dan
perhitungan link budget. Setelah parameter pengukuran
ditentukan,
dilakukan
perancangan
sistem
dengan
mengintegrasikan seluruh perangkat baik software maupun
hardware. Setelah itu, dilakukan validasi sistem dan kalibrasi
sistem untuk memastikan bahwa sistem pengukuran bekerja
dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Setelah
implementasi dilakukan, data hasil pengukuran diolah untuk
mendapatkan respon impuls dari kanal. Hal selanjutnya yang
dilakukan untuk melakukan analisis karakteristik kanal yaitu
menentukan parameter karakterisasi kanal seperti power delay
profile untuk mendapatkan nilai statistik dari delay spread dan
uji distribusi sinyal hasil pengukuran. Diagram alir pengerjaan
tugas akhir ini ditunjukan pada gambar 2.

START

Menentukan Parameter
dan Set-up Pengukuran

Menentukan Parameter
Karakterisasi Kanal

Kalibrasi Sistem
& Validasi Program

Implementasi Sistem
Pengukuran

Analisa Karakteristik
Kanal Sistem
Pengukuran HF

Mengolah Data Hasil


Pengukuran

Penarikan Kesimpulan

END

Gambar 2. Diagram alir pengerjaan tugas akhir

B. Parameter Sistem Pengukuran


Dalam perancangan sistem pengukuran, diperlukan
pemilihan band frekuensi kerja dimana frekuensi kerja yang
figunakan adalah frekuensi non-komersial dan dapat
digunakan oleh umum. Berdasarkan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika No.29 Tahun 2009 dan Radio
and Space Services Australia Goverment [6], perkiraan band
frekuensi pada waktu pengukuran ini adalah 7, 14 dan 21
MHz.
Berdasarkan perhitungan link budget, frekuensi kerja
tersebut menunjukkan bahwa perancangan sistem pengukuran
memiliki perhitungan link budget yang berbeda untuk setiap
frekuensi. Dari hasil perhitungan link budget menunjukkan
bahwa daya pancar yang dibutuhkan untuk sistem komunikasi
radio HF link Merauke-Surabaya yang dioperasikan adalah
sebesar 43.45 dBm atau 22.13 Watt. Dengan demikian, link
budget ini menjadi pertimbangan dalam implementasi sistem

2
pengukuran agar memiliki daya transmisi sesuai dengan yang
dibutuhkan.
Sebelum implementasi pengukuran, diperlukan
beberapa skenario pada perancangan sistem pengukuran
dimulai dengan menentukan spesifikasi sistem pengukuran
seperti panjang PN-sequence, symbol rate, sampling rate
seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Diagram alir pengerjaan tugas akhir

Parameter
PN Sequence
Symbol rate
Sampling rate
Modulasi
Demodulasi

Value
Stage (m) = 12
500 KBps
1 MHz
BPSK
IQ-Demodulator

Sinyal
dibangkitkan
menggunakan
sinyal
Pseudorandom Binary Sequence (PRBS). Pseudorandom
Binary Sequence (PRBS) adalah sinyal biner yang memiliki
pola tertentu dan periodik tetapi mempunyai sifat sebagai
sinyal acak. Jumlah sequence yang dibangkitkan sebesar
(M=12) atau 1 periode yang ekuivalen dengan jumlah 4095
bit. Deretan bit dikirim dengan laju bit rate 500 kb/s. Sistem
pengukuran diintegrasikan dengan perangkat Universal
Software Radio Peripherals (USRP) N210 dan perangkat
lunak LabVIEW. Kemudian sinyal tersebut dimodulasi dengan
menggunakan modulator BPSK. Sebelum sinyal dipancarkan,
sinyal dikuatkan dengan menggunakan power amplifier.
Sistem pemancar maupun sistem penerima menggunakan
antena HF yang terpolarisasi dipole .
Pada sistem penerima, sinyal yang diterima oleh antena
berupa sinyal bandpass. Antena diintegrasikan dengan LNA
agar level sinyal bandpass yang diterima diperbesar untuk
memudahkan proses akuisisi data. Setelah itu, sinyal akan
didemodulasi
menggunakan IQ demodulator untuk
memisahkan sinyal Inphase dan Quadrature. Sesuai dengan
teorema Nyquist, sinyal IQ di sampling dua kali sinyal
informasi menjadi 1 MS/s sehingga jumlah 1 periode
berjumlah 8190 sampel.
Untuk dapat melihat respon kanal maka dilakukan
korelasi silang antara sinyal yang dikirim dan diterima, oleh
karena itu dibutuhkan sub-sistem akuisisi data. Sub sistem ini
didefinisikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengambil, mengumpulkan data, serta memprosesnya untuk
menghasilkan data yang dikehendaki. Pada penelitian ini,
sistem akuisisi data melakukan penyimpanan sinyal hasil
demodulasi yang berupa sinyal Inphase dan Quadrature.
C. Validasi Sistem
Sebelum mengimplementasikan pengukuran dalam
kondisi real, sistem pengukuran harus divalidasi untuk
memastikan bahwa sistem pengukuran bekerja dengan baik
dan kinerja sistem sesuai dengan yang diharapkan [7].
Validasi dilakukan untuk beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Mendapatkan keaslian dari sinyal yang ditransmisikan.
Untuk memastikan bahwa sistem mentransmisikan PNsequence dengan benar, sinyal yang ditransmisikan harus
berauto-korelasi. Dengan melakukan auto-korelasi maka dapat

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

Power Amplifier
1 watt

Power Amplifier
30 watt

Personal
Computer

fix
attenuator

Measured
power
Tx-laptop

Rx-USRP

Spektrum
Analyzer

LPF

Digital
Up-Converter
(I)

DAC

Digital
Up-Converter
(Q)

DAC

RF
Amplifier

40 MHz

LPF

40 MHz
MIXER

LNA

Variable
attenuator

Actual
Power

Personal
Computer

Tx
Antena

MIXER

Transmitter

Tx-USRP

Pada implementasi sistem pengukuran kanal HF ini


akan dibagi menjadi 3 sub sistem, yaitu pemancar
(transmitter), penerima (receiver), dan data akuisisi (aquitition
data). Perancangan diagram blok sub-sistem pengukuran
diilustrasikan seperti pada gambar 5.
Dalam upaya menganalisis pengaruh ESF, dirancang
skenario pengukuran meliputi pengambilan data pada saat
kondisi lapisan ionosfer paling optimal hingga kondisi
terburuk yang ada pada propagasi gelombang radio HF.
Periode pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang, sore,
hingga malam hari. Implementasi sistem pengukuran telah
berlangsung selama 3 hari pada tanggal 12-15 Februari 2014.
Masing-masing USRP terkoneksi dengan PC melalui Gigabit
Ethernet Interface. Sinyal dikirimkan dengan nilai daya
tertentu untuk masing-masing frekuensi kerja oleh sistem
pemancar selama 60 detik sementara pada sistem penerima
dilakukan penyimpanan data selama 5 detik.

LPF
Gigabit Ethernet Interface

Tx-laptop

Gambar 4. Peta lokasi sistem pengukuran kanal HF

Digital
Down-Convert
(I)

ADC

Digital
Down-Convert
(Q)

ADC

USRP

Rx
Antena

MIXER
Low
Noise
Amplifier

40 MHz

LPF

40 MHz
MIXER

USRP

Receiver

D. Kalibrasi Sistem
Proses kalibrasi berbeda dengan pengukuran secara
actual karena sistem di set-up secara back-to-back antara
transmitter dan receiver, tanpa mengintegrasikan antena
dengan menggunakan variable attenuator.
Konfigurasi
kalibrasi sistem dijelaskan pada gambar . Kalibrasi dilakukan
untuk mengetahui rentang operasi linear sistem untuk
menentukan daya pancar yang tepat ketika kanal mengalami
fading. Selain itu, kalibrasi bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara sinyal terima secara actual yang terbaca di
spectrum analyzer dan daya di bagian baseband yang diterima
di sistem penerima.
Proses kalibrasi berbeda dengan pengukuran secara
actual karena sistem di set-up secara back-to-back antara
transmitter dan receiver, tanpa mengintegrasikan antena
dengan menggunakan variable attenuator.
Konfigurasi
kalibrasi sistem dijelaskan pada gambar 3. Kalibrasi dilakukan
untuk mengetahui rentang operasi linear sistem untuk
menentukan daya pancar yang tepat ketika kanal mengalami
fading. Selain itu, kalibrasi bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara sinyal terima secara actual yang terbaca di
spectrum analyzer dan daya di bagian baseband yang diterima
di sistem penerima.

penerima di samping Gedung Teknik Elektro, Universitas


Musamus, Merauke pada garis lintang dan garis bujur
(0830S 14027E).

Gigabit Ethernet Interface

dibuktikan bahwa PN sequence yang ditransmisikan memiliki


urutan yang sama dengan dengan sinyal yang dihasilkan.
2. Kemampuan untuk mendapatkan respon impuls kanal.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan proses korelasi
silang antara sinyal yang diterima dengan sinyal yang
ditransmisikan.
3. Respon frekuensi amplifier. Sistem pengukuran dirancang
dengan mengintegrasikan amplifier untuk meningkatkan gain,
oleh karena itu dilakukan validasi untuk menguji respon
frekuensi sebagai karakteristik dari amplifier yang digunakan,

Gambar 3. Konfigurasi kalibrasi sistem pengukuran

Gambar 5. Diagram blok Sistem Pengukuran [7]

E. Perancangan Sistem Pengukuran


Untuk melakukan karakterisasi kanal HF, sistem
pengukuran respon impuls kanal HF ini dilakukan pada
lintasan Surabaya Merauke dengan jarak lintasan sepanjang
3036 km. Ilustrasi lintasan Surabaya Merauke ditunjukan
pada gambar 4. Pada penelitian ini, sistem pengukuran
dilakukan dengan meletakan sistem pemancar di atas Gedung
B Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya yang terletak pada
garis lintang dan garis bujur (0715S 11245E) dan sistem

Pada USRP sistem penerima, data hasil pengukuran


disimpan dalam bentuk file .tdms sehingga sinyal dapat dilihat
kembali secara keseluruhan dengan menggunakan software
DIAdem. Bentuk sinyal hasil pengukuran dapat dilihat pada
gambar 6. Dapat dilihat antara sinyal Inphase (I) berwarna
biru dan Quadrature (Q) berwarna merah. sinyal IQ
merupakan inisialisasi data yang diamati untuk melakukan
karakterisasi kanal.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

4
x(t ) sedemikian

1.5
Inphase
Quadrature

rupa

merupakan hasil proses autokorelasi sehingga diperoleh respon


impuls dari kanal HF dari persamaan (3):

yx ( )

Amplitudo

0.5

-0.5

-1

-1.5

didapatkan xx (t ) dimana xx (t )

50

100

150

200

250
Sample

300

350

400

450

500

Gambar 5. Sampel Sinyal IQ [7]

III. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS HASIL


PENGUKURAN

xx

(t ).h(t )

(3)

Setelah melakukan fungsi korelasi silang, dilakukan


pengolahan data untuk menghilangkan efek noise dan
mendapatkan sinyal asli yang diterima dengan menentukan
nilai threshold. Dalam upaya melakukan mitigasi noise
probability daya noise secara khusus ditentukan sebesar 5%.
[8].Setelah mendapatkan respon impuls yang telah mengalami
filter, dilakukan perkalian sampel antar periode. Dengan
demikian didapatkan respon impuls yang merupakan lintasan
jamak dari nilai yang secara konsisten selalu ada pada setiap
periode sampel. Diagram alir pengolahan data ditunjukan pada
gambar 7.
start

A. Prosedur Pengolahan Data


Sinyal Inphase dan Quadrature yang diterima
merupakan bilangan kompleks yang terdiri dari nilai real dan
imajiner. Sinyal ini diubah menjadi bentuk polar sehingga
didapatkan nilai magnitude dan phase. Pada pengolahan sinyal,
respon impuls atau disebut juga h(t ) yang mempunyai nilai
input x(t ) dan memiliki nilai output y (t ) dimana h(t ) adalah
konvolusi dari x(t ) dan y (t ) seperti tunjukan pada gambar 6.

Menentukan
Parameter
karakterisasi
kanal

Pengolahan autokorelasi dan


cross-korelasi

Pengolahan Power
delay profile

thresholding

mengolah data
pengukuran dengan
parameter delay
spread

Plot Cummulative
distribution function
(CDF) &
Probabilty
Distribution
Function (PDF)

Analisa distribusi
kanal HF

KANAL HF

Gambar 6. Pemodelan sistem kanal HF

end

Untuk mendapatkan respon impuls kanal, digunakan


metode fungsi auto-korelasi dari sinyal yang dikirimkan.
Menghitung fungsi auto-korelasi sinyal x(t ) dilakukan dengan
menggunakan persamaan:

xx ( )

x(t ).x(t )

(1)

Sinyal x(t ) yang dipropagasikan melalui kanal HF memiliki


respon impuls yang belum diketahui. Selanjutnya, dalam upaya
mencari h(t ) dilakukan perhitungan fungsi korelasi silang
antara sinyal x(t ) dan y (t ) . Sinyal yang diterima atau dapat
disebut y (t ) merupakan korelasi silang antara y (t ) dan
x(t ) pada rata-rata waktu seperti yang ditunjukan pada
persamaan berikut.

yx ( )
yx ( )

x(t ). y(t )

Analisa karakteristik
kanal HF &
kesimpulan

(2)

x(t ).x(t ).h(t )

Dari persamaan (2) menunjukkan bahwa untuk


mendapatkan respon impuls kanal dapat dilakukan dengan
proses korelasi silang antara sinyal y (t ) berupa IQ dan sinyal
input x(t ) berupa PN sequence. Dengan mengatur sinyal input

Gambar 7. Diagram alir pengolahan data hasil pengukuran

B. Parameter Karakterisasi Kanal Lintasan Jamak


Parameter lintasan jamak yang diamati dalam analisis
karakteristik kanal HF, diantaranya maximum excess delay,
mean excess delay dan rms delay dari delay spread. Faktor
utama yang dapat digunakan untuk menentukan statistik delay
adalah respon impuls dari sinyal hasil pengukuran. Delay
spread merupakan parameter kanal multipath yang berasal dari
power delay profile (PDP). Power delay profile (PDP) hasil
pengukuran merupakan daya terima rata-rata selama rentang
delay satu periode sampel sinyal yang ditransmisikan
direpresentasikan pada gambar 8. Total daya yang diterima
pada pengukuran sinyal merupakan penjumlahan setiap
komponen lintasan jamak dimana setiap komponen memiliki
amplitudo yang acak pada setiap waktu (t), sehingga power
delay profile rata-rata untuk suatu periode tertentu dinyatakan
pada persamaan berikut:
N 1

Ppulse ai2
i 0

(4)

dimana excess delay merupakan perkalian total sampel


PN sequence yaitu 8190 sampel dengan waktu sampling 1 ms
excess delay dalam 1 periode sampel sebesar 8,19 ms.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

5
Varians pertama yaitu rms delay spread siang hari antara
pukul 11.00-17.20 WIB dan rms delay spread malam hari
hingga dini hari antara pukul 22.00-04.00 WIB. Berdasarkan
hasil uji statistik (T-test), dapat disimpulkan bahwa rata-rata
rms delay pada rentang pengukuran malam hingga dini hari
memiki nilai yang lebih besar daripada rms delay pada rentang
pengukuran siang hingga sore hari.

0.9

Relative power

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

3
4
Delay (sec)

8
-3

x 10

Gambar 8. Power delay profile periode pengukuran 03.00-04.00 WIB

maximum excess delay adalah rentang delay, yaitu


waktu antara munculnya impuls pertama sampai impuls
terakhir pada sebuah power delay profile, dituliskan secara
matematis pada persamaan (4):
maximum ecess delay (max) (l )
(4)
Sementara mean excess delay () adalah momen
pertama dari PDP yang dinormalisasi dengan daya sinyal ratarata. Dengan menghitung rata-rata komponen lintasan jamak
pertama hingga komponen terakhir dikalikan daya sinyal yang
diterima. dituliskan secara matematis pada persamaan [9]:
k ak2 k k P( k ) k
(5)

2
P
(

)
a
k
k
k

rms delay spread dimana root mean square merupakan


momen kedua dari mean delay dapat dihitung berdasarkan
persamaan (6):
(6)

2 ( ) 2
dimana

2 2
k k

2
k

P( )

P( )

2
k

(7)

C. Distribusi Delay Spread


Seperti yang telah ditemukan dan dipelajari pada
penelitian sebelumnya, bahwa delay spread dari sebuah kanal
radio diwakili oleh nilai root-mean-square-nya. Faktor pada
delay spread ini merupakan parameter penting untuk dapat
menentukan kecepatan bit transmisi agar tidak terjadi Inter
Symbol Interference (ISI) yang disebabkan oleh karakteristik
dispersi kanal pada kinerja sistem komunikasi. Untuk itu,
delay spread hasil pengukuran perlu dihitung sebelum
merancang sebuah sistem komunikasi digital. Pengamatan rms
delay pada setiap periode pengukuran direpresentasikan oleh
kurva cumulative distribution function (CDF) pada gambar 9.
Berdasarkan pengamatan, kurva CDF menunjukan nilai
kumulatif rms delay paling rendah pada periode pengukuran
siang hari. Sementara, pada pengukuran sore dan malam hari
nilai rms delay menunjukan nilai kumulatif yang sama besar
dan mencapai nilai maksimum pada pengukuran malam hari.
1
0.9

Cummulative Distribution Function

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
03.00-04.00
11.00-12.00
15.20-17.20
22.00-00.00

0.2
0.1

Dengan demikian, dapat diketahui nilai statistik delay


spread hasil pengukuran yang ditunjukan pada tabel 2. Untuk
membandingkan besar nilai rms delay spread antara
pengukuran malam hingga pagi hari, data dikelompokan ke
dalam dua varians data.
Tabel 2. Nilai statistik delay spread pengukuran kanal HF
Periode
fc
mean excess
rms delay maximum excess
Pengukuran
(MHz)
delay (ms)
(ms)
delay (ms)
7
3.410
2.347
6.855
03.00-04.00
14
2.987
2.779
7.197
WIB
21
3.422
2.473
7.243
7
2.90
1.34
3.25
11.00-12.00
14
2.30
1.64
5.79
WIB
21
4.69
1.78
5.18
7
2.991
1.331
4.151
15.20-17.00
14
3.636
3.119
7.229
WIB
21
3.092
2.549
6.398
7
2.59
2.34
7.65
22.00-00.00
14
3.90
2.00
5.28
WIB
21
4.33
2.40
7.10

0.5

1.5
2
rms delay spread (ms)

2.5

WIB
WIB
WIB
WIB

3.5

Gambar 9. CDF rms delay untuk akumulasi tiga frekuensi pada periode
pengukuran pagi, siang, sore, dan malam hari.

D. Pengolahan Distribusi Sinyal


Salah satunya pengetahuan tentang karakteristik
statistik dari sinyal terima yang diperlukan dalam memprediksi
kinerja sistem komunikasi adalah dengan mengetahui distribusi
sinyal sebagai pemahaman tentang variabilitas pada
keseluruhan sinyal terima. Pengolahan distribusi sinyal
dilakukan dengan cara menggabungkan dua jenis variabel
antara data hasil pengukuran dengan data yang didapatkan
melalui pendekatan secara teoritis.
Pengujian dilakukan dengan uji distribusi rayleigh. Jika
diasumsikan sebuah variansi untuk untuk setiap komponen
Inphase dan Quadrature, maka magnitudo sebagai data yang
digunakan untuk membentuk distribusi ini adalah [9]:
r (t ) rI2 (t ) rQ2 (t )
(8)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6

x 10

Sample
Theoretical

1.8
1.6

Bin frecuencies

1.4
1.2
1

menggunakan mode propagasi gelombang dengan mode pantul


lebih dari satu pantulan atau disebut dengan mode pantulan
double-hop antara 2300-4500 km. Dengan demikian, maka
kondisi ini dapat direpresentasikan sebagai distribusi rayleigh
karena diasumsikan tidak ada lintasan langsung sehingga
sinyal terima merupakan sinyal dari lintasan jamak yang
berasal dari pantulan pada lapisan ionosfer.

0.8

IV. KESIMPULAN

0.6

Setelah melakukan implementasi sistem pengukuran dan


analisis statistik parameter karakterisasi kanal maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk melakukan karakterisasi kanal, implementasi sistem
pengukuran menggunakan sinyal PRBS. Dengan
menggunakan sinyal PRBS, analisis karakteristik kanal HF
dapat dilakukan dengan proses auto-korelasi dan crosskorelasi.
2. Berdasarkan implementasi sistem pengukuran dapat
diketahui bahwa karakteristik kanal HF pada lintasan
Surabaya-Merauke memiliki kondisi lapisan ionosfer yang
berubah-ubah terhadap waktu. Hal itu mengakibatkan
terganggunya sistem komunikasi HF sehingga kualitas
sinyal yang diterima berbeda antara siang, sore, malam dan
pagi hari.
3. Dari power delay profile antara pengukuran pagi, siang,
sore dan malam hari diketahui delay spread berupa mean
excess delay, maksimum excess delay dan rms delay. Delay
spread mencapai maksimum pada malam hari pada pukul
00.00 WIB dengan mean excess delay yaitu 4,33 ms,
maksimum excess delay yaitu 7,1 ms dan rms delay yaitu
2,4 ms. Sedangkan delay spread mencapai nilai minimum
pada pengukuran siang hari pukul 11.00 WIB dengan nilai
mean excess delay sebesar 2,9 ms, maksimum excess delay
3,25 ms dan rms delay sebesar 1,3 ms.
4. Berdasarkan uji kolmogorov-smirnov test, distribusi
rayleigh sesuai dengan bentuk statistik dari karakteristik
kanal HF pada lintasan Surabaya-Merauke.

0.4
0.2
0

3
4
Normalized signal level

Gambar 10. Perbandingan Probability Distribution Function antara data


empiris dan teoritis

Nilai magnitudo yang didapatkan kemudian dicari


bentuk probability distribution function (PDF) seperti yang
ditunjukan pada gamba 10 sesuai dengan persamaan berikut
[9]
r2
r
(9)
f (r ) 2 exp 2 untuk r 0

2
dengan r

atau

r
2 2

dimana r dan

r adalah mean dan standar deviasi hasil pengukuran. Selain


itu, diperoleh Cummulative Distribution Function (CDF)
antara data hasil pengukuran dan distribusi rayleigh ditunjukan
pada gambar 11 didapatkan dari persamaan berikut[9]:
R
R2
(10)
CDF( R) Pr ob(r R) f (r ).dr 1 exp 2
2

0
Setelah mengetahui karakteristik statistik suatu
parameter yang diperoleh dari hasil pengukuran diperlukan
pengujian kebenaran dengan model distribusi teoritis yang
mampu merepresentasikan distribusi data. Berdasarkan uji
distribusi kolmogorov-smirnov-test, dengan taraf signifikan
sebesar 0.05 dihasilkan p_value sebesar 0.2023 sehingga dapat
disimpulkan bahwa sinyal yang terima pada sistem penerima
berdistribusi rayleigh. Hal ini dapat disebabkan oleh
karakteristik kanal HF lintasan Surabaya - Merauke

V. DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]

1
Theoretical
Sample

Cummulative Distribution Function

0.9

[3]

0.8

[4]

0.7
0.6

[5]

0.5

[6]

0.4
0.3

[7]

0.2
0.1
0

[8]
0

3
4
normalized signal level

Gambar 11. Perbandingan Cummulative Distribution Function antara data


empiris dan teoritis

[9]

L. F. McNamara. "The Ionosphere: Communication, Surveillance, and


Direction Finder". Krieger Publishing Company. 1991.
Hendrantoro, G. Sistem Komunikasi Radio HF Pita Lebar untuk
Komunikasi Jarak Jauh yang Murah dan Handal di Daerah Ekuatorial".
Penelitian Strategis Nasional. Surabaya, 2013.
Australian Goverment. IPS Radio and Space Services, Introduction to
HF Radio Propagation.pdf Sidney, Australia. 2007.
B.D. Perry dan R Rifkin. "Measured Wideband HF Mid Latitude
Channel Characteristics". IEEE Military Communication, pp 822-829.
1989.
M. A. Wallace. HF Radio in South West Asia. IEEE Communication
Magazine January (1992), pp 58-61. 1992.
ORARI. Pembagian dan Penggunaan Segmen Band Frekuensi Amatir
Radio (BANDPLAN). Kep-065/Op/Ku/2009.
H.M. Prasetiyono. Software-Defined Radio Based Channel
Measurement System of Wideband HF Communication System in
Low-Latitude Region. ICCIT. 2014.
Sousa, E.S., Jovanovic, V.M., Daigneault, C. Delay Spread
Measurement for The Digital Cellular Channel in Toronto. IEEE
Trans. On Vehicular Technology Vol. 43, no. 4: 837-847. 1994.
Rappaport, Theodore S. Wireless Communication Principles and
Practice. Prential Hall, USA. 2002.

Anda mungkin juga menyukai