MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
Asma Persisten Sedang
Oleh
Muhammad Alfian
H1A 008 033
Pembimbing :
dr. NI KETUT WILMAYANI
dr. Hj. WIWIN APRIANI
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /
PUSKESMAS KEDIRI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai
dengan mengiepisodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di Negara maju.
Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia
Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke
bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan
pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global
Initiative for Asthma (GINA).1,2
Berdasarkan data World Helath Organization (WHO), hingga saat ini jumlah
pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka
ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Di dunia,
penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian, yaitu mencapai 17,4%.
Sedangkan di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan
dan kematian. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia mencapai 5% dari seluruh
penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien yang menderita asma di
Indonesia. Di Provinsi NTB pada tahun 2014 jumlah kasus asma dilaporkan sebanyak
45.867. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.3
Untuk Puskesmas Kediri pada tahun 2013 didapatkan jumlah penderita asma
yang dirawat inap sebanyak 48 kasus, hal ini meningkat dibandingkan pada tahun
sebelumnya yaitu 2012 dengan jumlah pasien asma yang dirawat inap berjumlah 33
kasus.5 Dengan mencermati hal di atas maka penulis merasa perlu untuk mengangkat
kasus demam berdarah dengue khususnya yang terjadi pada wilayah kerja PKM
Kediri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GAMBARAN PENYAKIT ASMA DI PUSKESMAS KEDIRI
Berdasarkan profil kesehatan puskesmas Kediri pada tahun 2012 dan 2013,
penyakit asma menduduki peringkat ke-7 dan 8 dalam 10 penyakit terbanyak rawat
inap di Puskesmas Kediri yakni pada tahun 2012 sebanyak 33 kasus dan meningkat
pada tahun 2013 sebanyak 48 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian
asma masih tinggi dan termasuk dalam salah satu penyakit sepuluh terbanyak.4,5
Data 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Tahun 2012
mengi dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.1
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi
yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa
keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO 2. Pada keadaan tersebut
reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan
terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir,
dan aktivasi sel-sel
inflamasi.1,3-6
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter
objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur
hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,
inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik.12
Faktor Risiko Asma1,2,7-10
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.
1.
Faktor Genetik
a.
Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b.
Hipereaktivitas bronkus
Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5 - 2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d.
Ras/etnik
e.
Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
napas
dan
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
asma.
Meskipun
2.
Faktor lingkungan
a.
Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b.
3.
Faktor lain
a.
Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b.
c.
d.
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma
yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami
stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih
sulit diobati.
e.
f.
g.
Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan).
i.
Status ekonomi
Klasifikasi Asma1,2
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat
berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau
serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
menurut
berat
ringannya.
Klasifikasi
itu
sangat
penting
untuk
penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti
gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi p-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan
untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).
Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang,
dan persisten berat (Tabel 1).
Gejala
Gejala Malam
Bulanan
APE >80%
Serangan singkat
Persisten ringan
Faal Paru
Mingguan
Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.
APE >80%
setiap
hari.
Serangan
APE 60-80%
mengganggu
Persisten berat
APE <60%
Kontinyu
Gejala terus menerus. Sering kambuh. Aktivitas
fisik terbatas
Sering
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan.
Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.
Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah
asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini
perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam
melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap
pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien
asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.
Diagnosis Asma1,2
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya
hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak.
Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak
episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan
untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu
diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada
penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons
dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal
itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan
klasifikasi asma menurut ambang kontrol.
Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung
ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis
alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu
berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan
beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada
malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau alergi lainnya dalam
keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang
lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan
apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain bludru, kasur kapuk, banyak barang
di kamar tidur. Apakah sesak dengan bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh
serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok di rumah atau
lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin atau
steroid. Gejala-gejala kunci untuk menegakkan diagnosis asma dirangkum dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Gejala-gejala Kunci Diagnosis Asma12-14
Pemeriksaan Klinis1
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,
menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan
fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan
bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat, kesulitan
bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada. Pada auskultasi
dapat ditemukan mengi, ekspirasi memanjang.
Pemeriksaan Penunjang1,2,5
1. Spirometer.
dengan
menggunakan
nebulasi
droplet
ekstrak
alergen
spesifik
dapat
penderita asma
pedoman
mutakhir,
menimbulkan asma tidak terkontrol dan merupakan beban bagi penderita, keluarga
serta seluruh sistem perawatan kesehatan. Pemantauan dan penilaian secara terus
menerus penting untuk keberhasilan penanganan klinis. Menurut konsep baru,
penanganan asma dibuat dalam 3 golongan umur yaitu 0-4 tahun, 4-12 tahun dan
diatas 12 tahun, serta menggunakan 2 domain dalam evaluasi derajat berat dan
kontrol asma, yaitu gangguan dan risiko. Bila diagnosis asma sudah ditegakkan,
setiap penderita dilakukan penilaian derajat berat asma, Derajat berat adalah
intensitas intrinsik proses penyakit yang diukur praterapi, dan dapat memberikan
informasi kepada dokter untuk mengembangkan rencana pengobatan awal.
Pengobatan awal diberikan sesuai dengan regimen (tahap) pengobatan.
Penilaian Kontrol Asma: Memantau dan Mempertahankan dengan Pendekatan
Bertahap 11-14
Evaluasi kontrol dalam 2-6 minggu (tergantung derajat berat awal atau kontrol).
PFM digunakan pada penderita 3 6 tahun. Bila hasil spirometri menunjukkan kontrol
buruk dibanding tanda kontrol lainnya, pertimbangkan obstruksi yang menetap dan
nilai ukuran lainnya. Bila obstruksi yang menetap tidak menerangkan kontrol yang
kurang, lakukan step up, karena FEV1 yang buruk merupakan prediktor eksaserbasi.
Bila riwayat eksaserbasi menunjukkan kontrol buruk, nilai derajat gangguan paru dan
pertimbangkan step- up, penanganan eksaserbasi dan menggunakan kortikosteroid/KS oral terutama untuk penderita dengan riwayat eksaserbasi berat. Bila
kontrol asma tidak didapat dengan cara tersebut, evaluasi kepatuhan pasien terhadap
peng- gunaan obat, teknik inhalasi, kontrol lingkungan (pajanan baru) dan
penanganan komorbid. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan seterusnya adalah
penting agar kontrol asma dapat dipertahankan serta menentukan tahap dan dosis
obat terendah. Pendekatan bertahap (stepping up dan stepping down) dianjurkan
untuk memperoleh dan mempertahankan kontrol asma. Pendekatan pengobatan
bertahap mengga- bungkan kelima komponen yang diperlukan dalam pena- nganan
asma. Jenis, jumlah dan jadwal obat ditentukan oleh ambang berat asma atau kontrol
asma. Pengobatan diting- katkan (stepping up) bila diperlukan, dan diturunkan (stepping down) bila mungkin. Oleh karena asma adalah penyakit kronis, asma persisten
dapat dikontrol terbaik dengan pemberian obat pengontrol jangka lama untuk
menekan inflamasi setiap hari. Kortikosteroid inhalasi merupakan obat anti-inflamasi
yang efektif untuk semua usia pada semua tahap perawatan asma persisten. Seleksi
terapi alternatif berdasarkan atas pertimbangan pengobatan yang efektif untuk
penderita (gangguan, risiko atau keduanya) dan riwayat penderita mengenai respons
sebelumnya (sensitivitas dan respons terhadap berbagai obat asma dapat berbeda di
antara penderita) serta kesediaan dan kemampuan penderita ataupun keluarga untuk
menggunakan obat-obatan. Bila asma sudah terkontrol, pemantauan adalah esensial,
oleh karena asma dapat berbeda dengan waktu. Stepping up mungkin diperlukan,
atau bila mungkin stepping down, identifikasi obat minimal diperlukan dalam
mempertahankan kontrol asma.
yaitu gangguan (gejala, tidur, dan aktivitas) dan risiko eksaserbasi yang memerlukan
steroid oral. Derajat berat asma ditentukan oleh domain gangguan dan risiko terberat.
Pendekatan stepwise adalah untuk meno- long, bukan untuk menggantikan. Ambang
derajat berat ditentukan oleh domain gangguan terberat (nilai dari 2-4 minggu yang
akhir, dapat menggunakan PFM) dan risiko.
Keputusan berdasarkan data klinis untuk memenuhi kebu- tuhan penderita.
Dewasa ini tidak cukup bukti hubungan antara frekuensi eksaserbasi dengan berbagai
ambang derajat berat asma. Bila perbaikan tidak dicapai dalam 4-6 minggu walaupun
teknik pengobatan dan ketaatan cukup baik, pertim- bangkan terapi penyesuaian atau
alternatif. Penderita dengan dua atau lebih eksaserbasi, memerlukan steroid oral
dalam 6 bulan akhir atau empat episode mengi dalam satu tahun terakhir, dianggap
sebagai penderita asma persisten, meski- pun tidak disertai ambang gangguan yang
konsisten dengan asma persisten. Sebelum step up, perlu dievaluasi kepatuhan
penderita minum obat, teknik penggunaan inhaler, kontrol lingkungan dan
komorbiditas. Bila diberikan pengobatan alternatif, hentikan penggunaannya sebelum
step up.
Eksaserbasi Asma 1,11-14
Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut dengan sesak yang
memburuk secara progresif disertasi batuk, mengi, dan dada sakit, atau beberapa
kombinasi gejala- gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya arus
napas yang dapat diukur secara obyektif (spirometri atau PFM) dan merupakan
indikator yang lebih dapat dipercaya dibanding gejala. Penderita asma terkontrol
dengan steroid inhaler, memiliki risiko yang lebih kecil untuk eksaserbasi. Namun,
penderita tersebut masih dapat mengalami eksaserbasi, misalnya bila menderita
infeksi virus saluran napas. Penanganan eksaserbasi yang efektif juga melibatkan
keempat komponen penanganan asma jangka panjang, yaitu pemantaan, penyuluhan,
kontrol lingkungan dan pemberian obat. Tidak ada keuntungan dari dosis steroid
lebih tinggi pada eksaserbasi asma, atau juga keuntungan pemberian intravena
dibanding oral. Jumlah pemberian steroid sistemik untuk eksaserbasi asma yang
Pencegahan1,2,11-14
a. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi,
diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya
asma pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap
rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat
mencegah perkembangan asma. Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun
bayi kearah Th1, respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan
hipotesis.
b. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor
seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan
beberapa faktor seperti meng- hentikan merokok, menghindari asap rokok,
lingkungan kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi
terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk
dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor,
makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.
Penatalaksanaan Asma Bertujuan: 1,14-15
1.
meningkat
2.
3.
4.
lainnya
5.
6.
7.
yang
dapat
diterapkan
dalam
penatalaksanaan
asma,
yaitu
asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan
asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan mengontrol
penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol, Bronkodilator
merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal
pelega.
Ciri-ciri asma terkontrol:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tanpa eksaserbasi
2.
3.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
berbagai media penyuluhan, seperti penyuluhan tatap muka, radio, televisi dan media
elektronik lainnya, poster, leaflet, pamflet, surat kabar, majalah dan media cetak
lainnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. H
Usia
: 52 tahun
: Pekerja Proyek
Alamat
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
mengalami batuk-pilek sejak 2 hari yang lalu. Batuk berdahak warna putih dan pilek
encer seperti air. Pasien tidak mengeluhkan hal yang lainnya. Riwayat BAK 3-5
x/hari warna kuning jernih dan BAB 1 x/hari konsistensi lunak, dan warna kuning
kecoklatan.
tetangganya sebelah kanan, kiri, depan, maupun belakang satu meter. Selain itu
kurang lebih jarak tiga meter dari rumah pasien terdapat selokan yang ditumpuki oleh
sampah sehingga membuat aliran air sering terhambat.
Pasien adalah seorang kepala keluarga dan tinggal bersama satu orang istri,
dua orang anak, satu menantu dan satu orang cucu. Pasien bekerja sebagai pekerja
proyek dengan penghasilan perbulannya 500.000 750.000 rupiah dan istri pasien
adalah seorang ibu rumah tangga. Selain itu anak pasien yang sudah berkeluarga
hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu. Setiap kali sesaknya
kambuh, pasien tidak bias melakukan aktivitas dan pekerjaannya seihingga
mempengaruhi penghasilan keluarga.
Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum
: Sedang
Kesadaran
Tekanan darah
: compos mentis
: 110/70 mmHg
Frek. Nadi
Frek. Nafas
Suhu
: 28 x/menit
: 36,90C
Status Generalis
Kepala
: dbn
Bibir
Mata
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
: nyeri tekan (-), nyeri suprapubik (-), hati dan limpa tidak
teraba
Ekstremitas
RESUME
Laki-laki usia 52 tahun datang ke IGD PKM Kediri dengan keluhan sesak
yang berlangsung sejak sore hari sekitar pukul 17.30 WITA. Menurut keterangan
pasien, sesak dirasakan tiba-tiba setelah beraktifitas di rumah. Sesak yang dirasakan
disertai bunyi ngik dan timbul apabila pasien terpapar cuaca yang terlalu dingin,
debu dan asap serta timbul apabila pasien mengalami batuk ataupun pilek. Sesak
tidak dipengaruhi oleh aktivitas serta posisi tidur. Pasien mengaku bahwa sesaknya
sering kumat namun pasien tidak memiliki alat uap sendiri karena keterbatasan biaya
untuk membeli alat uap. Kumatnya sesak pasien pada 1 bulan terakhir ini sebanyak
10 kali dan sesak ini menyebabkan pasien kesulitan dalam berbicara, hanya mampu
berbicara dalam bentuk kata saja.
mengalami batuk-pilek sejak 2 hari yang lalu. Batuk berdahak warna putih dan pilek
encer seperti air. Riwayat BAK 3-5 x/hari warna kuning jernih dan BAB 1 x/hari
konsistensi lunak, dan warna kuning kecoklatan. Pemeriksaan TTV didapatkan TD:
110/70 mmHg, HR: 88 x/menit, regular, kuat angkat. RR: 28 x/menit, T: 36,90C.
Auskultasi paru didapatkan wheezing +/+.
Assessment
Asma Persisten Sedang
Planning Diagnosis
Spirometri
Planning Terapi
Nebu Combivent
KIE :
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Lingkungan
Penduduk
Polusi udara
Lingkungan
Pengetahuan
Sikap
Asma
Pelayanan Kesehatan
Perilaku
penyuluhan
Kegiatan pasien
BAB IV
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Pembahasan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Pasien datang dengan keluhan sesak yang dirasakan sejak sore hari dan
semakin memberat. Sesak dipengaruhi oleh cuaca serta debu dan asap. Sesak timbul
10 kali dalam satu bulan terakhir dan menyebabkan pasien mengurangi aktifitas.
Sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan posisi.
Dari hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD : 110/70 mmHg, nadi : 88
x/menit, regular, kuat angkat. RR : 28 x/menit, T : 36,90C. Pemeriksaan thoraks
didapatkan suara sonor pada kedua lapang paru dan pada auskultasi didapatkan suara
tambahan berupa wheezing pada kedua paru, pada pemeriksaan abdomen tidak
tampak distensi dan pada saat perkusi serta palpasi didapatkan suara timpani dan
nyeri tekan (-), nyeri suprapubik (-), hati dan limpa tidak teraba.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pada
pasien ini adalah asma persisten sedang hal ini dikarenakan pasien sesak dan
didapatkan riwayat sesak sejak muda. Sesak muncul apabila pasien terpapar debu,
asap, cuaca yang terlalu dingin dan tidak dipengaruhi oleh aktifitas serta posisi tidur.
Sedangkan dari pemeriksaan TTV dan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/70
mmHg, nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat. RR: 28 x/menit, T: 36,90C
menunjukkan bahwa status hemodinamik pasien dalam keadaan stabil. Pada
pemeriksaan asukultasi thorax didapatkan wheezing pada kedua paru, hal ini
disebabkan karena penyempitan lumen bronkus oleh karena beberpa factor seperti
terlalu banyaknya lender pada bronkus.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada tahun 2013 asma menduduki peringkat ke-7 dalam 10 penyakit rawat
inap terbanyak di Puskesmas Kediri dengan 48 kasus.
Saran
1. Upaya preventif, promotif, dan kuratif sangat penting untuk dilakukan dalam
menurunkan kejadian DBD sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas terkait infeksi virus dengue.
2. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan baik dokter maupun perawat
tentang bagaimana cara diagnosis dan penatalaksanaan kasus asma.
3. Menjalin kerja sama antara keluarga, tokoh masyarakat, kader, dan petugas
kesehatan dalam tatalaksana pasien dengan asma.
4. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar
lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan
yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup.
DAFTAR PUSTAKA
2.
3.
MD,
Le
TT,
Arbor
education.JACI.2005;115 (6):1225-7.
A.
Challenges
in
asthma
patient
16. Tim Penyusun, 2012. Data Rawat Inap dan Rawat Jalan 2012. Kediri :
Puskesmas Kediri
17. Tim Penyusun, 2013. Data Rawat Inap dan Rawat Jalan 2013. Kediri :
Puskesmas Kediri