Anda di halaman 1dari 3

Penerimaan Perjanjian Internasional oleh Sebuah Negara

Bismillahirrohmanirrokhiiim.
Pada awal tugas saya sebagai Atase Perhubungan di London, saya mendapat pertanyaan dari
rekan saya....senior-senior-senior saya, seorang mantan Nakhoda kapal yang telah
melanglang buana ber-tahun2 sebelum beliau menjadi seorang Instruktur (dosen?) di Institusi
Pendidikan Maritim di Indonesia. Bagi saya, pertanyaan itu adalah ujian, karena saya yang
juga mantan pelaut, di beri pertanyaan yang seharusnya untuk para pakar Hukum.
Pertanyaannya sederhana: apakah bedanya antara Ratification (Ratifikasi), Accession,
Approval dan Signature? Tetapi jawabannya ternyata tidak mudah.
Maka dalam upaya menjawab pertanyaan itu saya membuka sumber utama yaitu UU nomor
24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dengan penjelasan dari teman2 fungsi Politik
KBRI London, ditambah informasi dari hasil bincang2 dengan rekan2 representative dari
berbagai negara di IMO, teman2 pejabat di sekretariat IMO (Legal Devision) dan buku2
referensi yang kebetulan saya baca.
Saya coba menyampaikannya secara urut dari yang paling mudah:
1. Signature, atau penanda-tanganan. Langkah ini dilakukan oleh sebuah negara terhadap
sebuah perjanjian internasional (convention) pada tingkat awal. Signature dilakukan oleh
seorang pejabat pemerintah dari suatu negara yang memiliki kewenangan dibidang itu
(Kepala Pemerintahan atau Menteri Luar Negeri), atau pejabat Pemerintah yang diberi Surat
Kuasa (Full Power) oleh Kepala Pemerintahan suatu negara (misalnya Menteri dari
Kementerian Tehnis, atau pejabat setingkat Direktur Jenderal). Penandatanganan bisa
dilakukan setelah diselesaikannya text akhir yang disebut Final Act. Final-Act ini siap di
tanda-tangani biasanya 3 bulan setelah diterima (adoption) dari sebuah konferensi
(Diplomatic Conference). Dengan kata lain, signature tidak serta merta di buka segera
setelah adopsi di suatu akhir sidang. Penandatanganan text pada akhir suatu sidang
(diplomatic conference) belum dapat dikatakan signature, dan tidak ada konsekuensi apa2,

karena pada saat itu yang di tanda tangani adalah konsep atau Draft Text. Waktu
tenggang signature suatu konvensi biasanya 1 (satu) tahun. Negara yang menandatangani
belum tentu terikat dengan perjanjian (konvensi) tersebut. Implikasinya tergantung dari jenis
dan isi perjanjian serta tergantung dari hukum nasional negara masing2.
2. Ratification (Ratifikasi), adalah penerimaan dan pengesahan perjanjian internasional oleh
sebuah negara, apabila negara tersebut sebelumnya telah melakukan penandatanganan
(signature) text dari konvensi/perjanjian. Negara yang telah meratifikasi tentunya menjadi
terikat dengan perjanjian itu dan berkewajiban melaksanakannya (dengan membuat undang2,
peraturan2 pelaksanaan dan instrument nasional yg memadai). Dengan Ratifikasi, maka
negara itu menjadi Negara pihak (Party) dari perjanjian yang di ratifikasi tersebut.
3. Accession, adalah bentuk suatu penerimaan dan pengesahan (boleh pinjam kata ratifikasi),
apabila negara tersebut sebelumnya tidak melakukan signature (penanda-tanganan) terhadap
perjanjian (konvensi) dimaksud (tidak melalui proses signature). Ada negara yang
undang2-nya mengatur dapat melakukan ratifikasi tanpa melakukan signature. Implikasi dan
konsekuensi dari Accession ini sama persis dengan meratifikasi.
4. Approval (persetujuan), yaitu pernyataan tertulis dari sebuah negara (yang sudah menjadi
Party dari sebuah perjanjian/konvensi), bahwa negara itu menyetujui adanya perobahan
terhadap isi perjanjian/konvensi tersebut (misalnya adanya amendment, protocol, dan
sejenisnya). Jadi approval tidak dapat dilakukan apabila negara tersebut belum menjadi
Party dari perjanjian internasional (Konvensi) tersebut, baik melalui Accession atau
Ratifikasi.
5. Acceptance, kalau definisi bahasa Inggrisnya adalah an agreeing to the action of another,
by some act which binds the persons in law. Sepertinya mirip acceccion atau ratifikasi,
tetapi kenyataannya dilapangan, acceptance (penerimaan) ini secara empiris penerapannya
sama persis dengan approval.
Kalau tacit acceptance, didefinisikan sebagai penerimaan terhadap perjanjian internasional
yang tidak terbuka. Kenyataan, prakteknya adalah negara itu memberlakukan suatu
perjanjian internasional (multilateral) sebelum perjanjian itu di berlakukan (misalnya,
mungkin karena negara yang meratifikasi belum mencapai jumlah negara atau jumlah
tonnage kapal sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian dimaksud), namun mengingat
urgensi dari ketentuan tersebut, maka suatu negara terpaksa memberlakukannya.
Pada umumnya bagi suatu negara, proses ratifikasi atau accession dapat berlangsung lama
karena negara tersebut harus memperhitungkan secara sungguh-sungguh untung dan ruginya

meratifikasi suatu perjanjian internasional, mengingat tuntutan tanggung jawab setelah


menerima perjanjian internasional tersebut.
Istilah2 di atas biasanya digunakan untuk perjanjian yang bersifat multilateral. Istilah2 pada
perjanjian bilateral biasanya berupa Memorandum of Agreements, Memorandum of
Understanding, Document of Undertaking, dsb.
Demikian apa yang bisa saya sampaikan (sudah paling mentogtog), mudah-an bermanfaat,
dan apabila ada yang salah saya mohon maaf, karena bahasa dan istilah hukum memang sulit,
terutama bagi saya yang juga bekas kapten kapal.

Posted by Capt. Hadi Supriyono, MM, M.Mar at 10:28 1 comments

Anda mungkin juga menyukai