Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A.
Definisi
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau
karena proses kelahiran.
Istilah jejas lahir atau trauma kepala digunakan untuk menunjukkan
trauma mekanik yang dapat dihindari dan tidak dapat dihindari, serta trauma
anoksik yang dialami bayi selama kelahiran dan persalinan.Jejas ini dapat
merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat
atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan
kemampuan melakukan obstetric, tidak berganting pada suatu tindakan atau
kelalaian.(Nelson, 2000).
Insiden jejas lahir diperkirakan 2-7/1.000 kelahiran hidup.Faktor-faktor
predisposisinya meliputi makrosomia, prematuritas, disproporsi kepala
terhadap
panggul,
distosia,
kelahiran
yang
lama
dan
presentasi
caput.Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya
menghilang dalam 2-4 hari setelah lahir.
2.
Sefalhematoma
Cephal Haematome adalah perdarahan sub periosteal akibat
kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan
tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah.
Cephal
haematom
merupakan
kumpulan
darah
di
bawah
periosteum bisa singular atau bilateral, darah tidak melewati garis sutura
dari kepala bayi sehingga kepala bayi lembut atau empuk.Beberapa cephal
haematom terjadi pada garis linear tulang kepala dimana sebagian besar
sembuh dengan baik.Tanda yang jelas dari fraktur kepala adalah daerah
yang tertekan dari kepala bayi, terutama sekali melebihi tulang parietal.Tipe
perlukan terjadi pada presentasi verteks ketika disporposi cephalopelviks
menyebabkan kesulitan dalam persalinan dan biasanya berpengaruh
terhadap tulang parietal sebagai presentasi, tetapi juga bisa berpengaruh
pada kedua tulang parietal (biparietal cephal haematom) dan kadang terjadi
pada tulang oksipital.Daerah dari kepala yang tertekan meningkatkan
kemungkinan memotong dari tulang kepala yang mengalami perembesan
sampai menutupi dura otak.Hal ini berhubungan dengan benturan yang
berlebihan dari kepala bayi dengan lingkar tulang panggul selama
persalinan, jaringan yang lunak dan keras dari kepala mengalami
kerusakan, periosteum mulai terkoyak dari tulang cranial dan disana
pengeluaran
daerah
merambat
di
bawah
periosteum,
akhirnya
menyebabkan bengkak yang besar. Bengkak tidak ada saat lahir tapi hanya
berkembang kira-kira 24 jam dan tidak melewati sutura. Kelainan ini muncul
beberapa jam setelah lahir, bisa bertambah besar dan agak lama
menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan
anemia
dan
hiperbilirubinemia.Kadang
hematom
tetap
ada
seperti
Perdarahan Subgaleal
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen
subgaleal.Kompartemen subgaleal adalah ruang potensial yang berisi
jaringan ikat tersusun longgar, terletak di bawah galea aponerosis, suatu
Etiologi
Jejas dapat merupakan akibat dari ketrampilan atau perhatian
medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun
terdapat ketrampilan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.
Faktor predisposisi :
a. Faktor Ibu :
Primigravida
Distosia
Presentasi bokong
Oligohidramnion
b. Faktor Bayi :
D.
Patofisiologi
Tekanan yang terjadi pada proses persalinan normal adalah pada
bagian simfisis pubis, promontorium sakaralis, atau spina iskhiadikus ibu.
Tekanan tersebut akan membuat trauma pada kepala bayi dari yang
paling ringan yaitu kaput suksedaneum sampai pada fraktur kepala, dan
bisa diperberat dengan adanya proses persalinan dengan bantuan
mekanik (misalnya forceps).
E.
1.
2. Eritema, luka lecet, ekimosis pada jaringan lunak atau kulit kepala.
3. Perdarahan subkonjungtiva atau retina dan ptekie pada kulit kepala.
4.
5.
a.
b.
Batasnya jelas
c.
d.
Fraktur tengkorak.
Fraktur dapat terjadi akibat tekanan mekanis yang kuat misal pada
forseps atau pada beberapa tulang ibu yang menonjol yaitu promontorium
atau spina iskhiadika saat persalinan bokong.Fraktur linier adalah yang
paling sering terjadi.Sering fraktur tidak menimbulkan gejala kecuali disertai
jejas yang jelas pada intrakranium.
F.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi (Nelson, 2000) :
1.
Syok
2.
Perdarahan intrakranium
3.
Hiperbilirubinemia
4.
5.
G.
Kalsifikasi tulang
Penatalaksanaan
Sebagian besar jejas kranium tidak diperlukan pengobatan khusus dan dapat
menghilang pada 1 minggu-3 bulan tergantung lokasi dan beratnya kondisi.
Pada beberapa keadaan dapat diberikan fototerapi yaitu bila terjadi
hiperbilirubinemia atau transfusi bila ada perdarahan, atau penanganan
peningkatan TIK sesuai prosedur yang ada.
Pengkajian
1.
2.
Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama: terutama pada jejas yang tampak dan sistem pernafasan :
cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
b. Pemeriksaan fisik : terutama bagian kepala yang terdapat jejas atau bagian
lainnya yang mungkin terjadi.
c. Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
B.
menurun/meningkat
Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
kembung,
peristaltik
Diagnosa keperawatan
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2. PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.
3. Kebersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan fisiologis (disfungsi
neuromuskuler).
4. PK : Anemia
5. Resiko aspirasi, faktor resiko: penurunan tingkat kesadaran, penurunan
fungsi otot-otot pernafasan
6. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
7. Resiko infeksi
C.
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No
1
Keperawatan
NOC
NIC
Kranial
atau
vena serebral
Catat
respon
perubahan
klien
terhadap
terputus,
dengan3. Setelah
batasan
teristik:
-
Perubahan
respon motorik
Perubahan
respon pupil
stimu-lus / rangsangan
karak dilakukan
2.
tindakan
respon
keperawatan
terhadap aktivitas
selama .x 243.
neurologis
Monitor
intake
dan
restrain,
jika
suhu
dan
4.
Pasang
sirkulasi perlu
dengan indikator: 5.
Monitor
dan6.
diastolik
dalam7.
rentang
pemberian
yang antibiotik
diharapkan
Tidak
8.
ada kepala
elevasi
30-
ortostatik
hipotensi
posisi netral
Tidak
ada9.
tanda-tanda PTIK
Perfusi
Minimalkan
dari lingkungan
jaringan10.
keperawatan
untuk
Tingkat
stimulus
meminimalkan
peningkatan TIK
klien11.
membaik
untuk
mempertahankan
Monitor
ukuran,
Monitor
tingkat
kesadaran klien
3.
Monitor
tanda-tanda
vital
4.
Monitor muntah
5.
Monitor
respon
klien
terhadap pengobatan
6.
Hindari
aktivitas
jika
TIK meningkat
7.
1.
2.
Pertahankan
jalan
4.
oksigen,
dan
humidifier
5.
Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
6.
Monitor
terhadap
PK:
pro-ses
ruang
Kaji
....x
klien
pemberian
tanda
dan
desak keperawatan
akibat selama
oksigen
Pantau
respon
tanda-
24 tanda vital
meminimalkan
komplikasi
perubahan
dari gelisah,
nafas
keras,
Batasan
karakteristik :
dengan kriteria : 2.
Penurunan
kesadar-an (gelisah)
Perubahan
(orien-asi baik)
Pupil
indikasi
isokor,3.
Perubahan tanda
Reflek baik
Masase karotis
Tidak muntah
kuat
dan
berlebihan
4.
lambat)
Pupil melebar, re-
Pertahankan
lingkungan yang tenang
5.
Hindarkan pelaksanaan
urutan
Muntah
aktivitas
yang
batuk,
penghisapan,
pengubahan
posisi,
meman-dikan)
6.
Batasi
waktu
Hiperoksigenasi
dan
dan
sesudah
penghisapan
8.
Pertahankan
ventilasi
optimal
melalui
posisi
yang
sesuai
dan
penghisapan
yang
teratur
9.
Jika
lakukan
diindikasikan,
protokol
atau
termasuk
sebagai berikut:
Sedasi,
barbiturat
bolisme serebral)
Antikonvulsan
(mencegah kejang)
Diuretik
osmotik
(menurunkan
edema
serebral)
Diuretik
non
(mengurangi
osmotik
edema
serebral)
Steroid
(menurunkan
permeabilitas
kapiler,
membatasi
edema
serebral)
Pantau
status
hidrasi,
Kebersihan
nafas
tak
efektif tindakan
berhubungan
dengan
Buka
keperawatan
....X24jam,
neuromuskuler),
diharapkan
dengan
nafas,
klien
untuk
batasan menunjukkan
karakteristik:
jalan
fisiologis selama
(disfungsi
dan keluar)
Manajemen jalan nafas
nafas buatan
suara nafas
status:
banyak
Perubahan
Indikator:
frekuensiFrekuensi
suction
nafasAuskultasi suara nafas,
40-60x/menit
catat
adanya
suara
berlebihan
dapatLakukan
dari mayo
suction
pada
jalan nafas
Tak
ada
Berikan
bronchodilator
respirasi
dan
status oksigen
2.
Suction
jalan
nafas
(3160)
Pastikan kebutuhan oral
suctioning
Auskultasi
sebelum
suara
dan
nafas
sesudah
suctioning
Informasikan pada klien
dan
keluarga
tentang
suctioning
Berikan oksigen dengan
menggunakan
untuk
hood
memfasilitasi
suction nasotrakheal
Gunakan alat yang steril
setiap
melakukan
tindakan
Hentikan
suction
dan
Resiko
faktor resiko:
penurunan
kesadaran
O2
Suction
jalan
(3160)
Lihat diagnosa 1
nafas
penurunan
fungsi klien
otot-otot pernafasan
mampu2.
mencapai:
1.
aspirasi
(3200)
Respiratori
status:
Pencegahan
Monitor
tingkat
ventilasi kesadaran,
(pertukaran
reflek
gas menelan,
dalam
gangguan
0403, indikator:
menelan
simetris
pakai
memberikan makanan
ada
dada
Tak
Hindari
ada
suara makanan
nafas tambahan
2.
memasukkan
Respiratori
status:
jika
residu
masih banyak
Posisikan
kepala/
gas tinggikan
exchange
bed
30-40
(pertukaran
gas makanan
CO2 dan O2 di
alveoli (0402)
3.
indikator:
Monitoring
Respirasi
(3350)
rata
rata,
usaha respirasi
Saturasi
100%
PaO2
mmHg
PaCO2
O2
kesimetrisan,
70-100 penggunaan
otot
otot
klavikula,
dan
Monitor
suara
nafas
ventilator
pola
nafas,
bradipnea,
kusmaul,
takipnea,
hiperventilasi,
kesamaan
ekspansi paru
Perkusi
thorak
anterior
kelelahan
diafragma
otot
(gerakan
paradoksi)
Auskultasi suara nafas,
catat
area
penurunan
kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
cracles
suara
paru
hasil
ventilasi
mekanik,
catat
peningkatan
tekanan
perkembangan
AGD
(jika
dyspnea
dan
kejadian
yang
meningkatkan
atau
memperburuk respirasi
Buka jalan nafas dengan
chin lift atau jaw trust k/p
Posisikan klien pada satu
sisi
untuk
mencegah
aspirasi
Lakukan resusitasi k/p
Lakukan tindakan terapi
respiratori
4.
Posisioning/
mengatur
posisi (0840)
Atur
posisi
klien
semi
kepala
bila
Hipotermia
muntah
Setelah dilakukan Hipotermia Treatment
berhubungan
tindakan
di keperawatan
dengan
berada
lingkungan
dingin
terjadi hangat
dengan kriteria :
Penurunan
tubuh
di
suhu -
dalam
suhu
bawah 36,5-37 C
inkubator
(didalam
atau
lampu
aksila sorot)
- segera ganti pakaian
rentang normal
RR
- pucat
kali/menit
- menggigil
- kulit dingin
merah muda
warna
pasien
pasien
letargi
monitor
gejala
hopotermia
tidak lemah,
dari
fatigue,
apatis,
monitor
status
pernafasan
-
monitor
intake
dan
output
AIRWAY
Membuka airway
2.
3.
Menunjang ventilasi
4.
Mencegah aspirasi
Penanganan sumbatan airway karena pangkal lidah pada penderita
Chin lift
Tindakan chin lift dilakukan dengan cara jari jemari salah satu tangan
diletakan dibawah rahang, kemudian secara hati-hati diangkat keatas
arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir
bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat juga diletakan dibelakang gigi
seri bawah dan secara bersamaan mengangkat dagu dengan hati-hati.
Jaw thrust
Tindakan jaw thrust (mendorong rahang) dilakukan dengan cara
memegang sudut rahang bawah (angulus mandibulae) dan mendorong
rahang bawah kedepan. keuntungan melakukan tindakan ini adalah dapat
sekaligus melakukan fiksasi kepala agar selalu pada posisi segaris (in
line), selain itu bila cara ini dilakukan sambil baging atau memegang bagvalve dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat.6
Jika ada dugaan trauma leher dan tulang belakang stabilisasi leher dan
gunakan Jaw thrust tanpa Head tilt. Letakkan jari ke 4 dan 5 di belakang
angulus mandibula dan gerakkan ke atas sehingga rahang terangkat ke
atas membentuk sudut 90o terhadap badan (lihat gambar di bawah). Lihat
rongga mulut dan keluarkan benda asing bila ada dan bersihkan sekret
dari rongga mulut.
Airway Definitif
Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan,
dimana pipa ini dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya
dengan oksigen. Cara : oratracheal, nasotracheal & surgical (krikotiroidotomi
atau trakheotomi). Indikasi pemasangan airway definitif bila ditemukan
adanya temuan klinis :
a. Apnue
b. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara yang
lain
c. Untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau
muntahan
d. Adanya ancaman segera sumbatan airway oleh karena cidera inhalasi
patah tulang wajah hematoma retropharingeal.
Cidera kepala tertutup yang memrlukan bantuan nafas (GCS 8). Dari
ketiga
cara
ini
(naso/orotrakheal).
yang
terbanyak
Pemilihan
dipakai
naso/orotrakheal
adalah
intubation
endotrakheal
tergantung
pengalaman dokter. Kedua teknik ini aman dan efektif bila dilakukan dengan
tepat. Haruslah diingat pada pemasangan endotrakheal tube ini harus selalu
dijaga aligment dari columna vertebralis dengan cervikal.4,5
Airway Definitif Surgical
Ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang
endotrakheal intubasi. Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih
dipilih krikotireodektomi dari pada tracheostomi.4,5
a. Needle cricothyroidoktomi
2.
3.
4.
5.
6.
B. BREATHING
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian
jalan nafas: a.Snoring: suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan
adanya kebuntuan jalan napas bagian atas olehbenda padat, jika
terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara
cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan
jari telunjuk tangan yang digunakan untukchin lift tadi, ibu jari mendorong
rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah
apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi
belakang
anak
yang
berumur
lebih
dari
tahun,
maka
tetap, evaluasi mulut anak apakah ada bahan obstruksi yang bisa
dikeluarkan.
IV
dan
antibiotik
spektrum
luas
yang
cukup
mencakup
Streptokokus
hemolitik
dan
Staphylococcus
aureus
dapat
Sirkulasi
Penyebab terbesar pasien yang mengalami shook dan berakhir
dengan kematian adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak.
Oleh karenanya pasien dengan trauma dan hipotensi, harus segera
ditangani sebagai pasien hipovolemi sampai bisa dibuktikan bahwa
hipotensinya disebabkan oleh sebab yang lain. Seperti diketahui, volume
darah manusia dewasa adalah 7% dari berat badan, anak 8-9% dari BB.
Terapi resusitasi cairan yang agresif harus segera dimulai begitu ada
tanda dan gejala klinis adanya kehilangan darah muncul. Sangatlah
berbahaya bila menunggu sampai tekanan darah menurun.3,4,5
Periksa tanda kegawatdaruratan dalam 2 tahap:4
napas bantuan.
Tahap 2: Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak
sadar, kejang, atau diare dengan dehidrasi berat.
Lakukan
pemeriksaan
laboratorium
lanjutkan segera
dengan
tanda
prioritas
harus
didahulukan
untuk
DISABILITY
Evaluasi secara cepat dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir
dan primary survey dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
A : Alert
V : Respon to vokal stimulation
P : respon only to painful stimulation
U : Unresponsive
Glasgow coma scale merupakan penilaian yang lebih rinci, bila ini
tidak dikerjakan di primary survey bisa dikerjakan di secondary survey.
E.
EXPOSURE
Disini semua pakaian pasien dibuka. Hal ini akan sangat membantu
pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat disini pasien dijaga agar tidak jatuh ke
hipotermia dengan jalan diberikan selimut.5
F.
SECONDARY SURVEY
Dikerjakan bila primary survey dan resusitasi selesai dilakukan.
Disini dilakukan evaluasi yang lebih teliti mulai dari kepala sampai ujung
kaki penderita, juga GCS bisa dikerjakan lebih teliti bila pada primary
survey belum sempat dikerjakan.
Kejang
Sebelum kejang biasanya anak akan menderita demam yang
tinggi sekitar 38 - 40 derajat Celcius. Pada saat demam ini, kekejangan
yang terjadi, tergantung kekuatan tubuh si anak. Banyak anak demam
tinggi dan kejang setelah melakukan imunisasi. Biasanya setelah
imunisasi, dokter memberi resep obat penurun panas untuk segera
diminumkan ke si kecil.9
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah
demam. Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang
tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa
neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang sangat
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.9
Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai
keluarga dekat (orang-tua dan saudara kandung) yang juga pernah
menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan bahwa insiden kejang
demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada
saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monosigot
dengan kejang demam adalah konkordans untuk kejang demam.
Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa kejang demam diturunkan
secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang
bervariasi, atau melalui modus poligenik. 9
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya
untuk mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orangtuanya dan satu saudara pernah pula mengalami KD, kemungkinan ini
meningkat menjadi 50%.
Kejang yang sering terjadi pada anak adalah kejang kontraksi otot
yang berlebihan di luar kehendak. Kejang semacam itu terjadi saat suhu
tubuh meningkat. Kejang ini disebut kejang demam atau mengejangnya
Guna memiringkan