Anda di halaman 1dari 7

Nama : Yuliana Talipi

Nim

: 121511158

Belajar Mengelola Sampah Dari


Negara Lain atau Rubbish

Management in South Korea,


Swedia, Austria, and Mesir

1. Korea

Menurut laporan UNEP Green Economy, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah
Korea dengan berbagai kebijakannya, berhasil menggalakkan program daur ulang di Negeri
Ginseng itu sekaligus menciptakan ribuan lapangan kerja baru. Hal tersebut dilakukan
pemerintah demi menciptakan masyarakat yang mampu memanfaatkan kembali sumber daya
(Resource Recirculation Society). Kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) dari
pemerintah mewajibkan perusahaan dan importir untuk mendaur ulang sebagian dari produk
mereka. (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua
biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-ofpembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang
dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan
diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk
diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama
manufaktur. Prinsip pengotor membayar prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana

pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan


limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari
pembuangan. Lima tahun setelah kebijakan EPR ini diluncurkan yaitu pada 2003, sebanyak
6,067 juta ton sampah berhasil didaur ulang dengan manfaat finansial mencapai lebih dari US
$1,6 miliar. Pada 2008, sebanyak 69.213 ton produk plastik berhasil didaur ulang, membawa
manfaat ekonomi sebesar US$69 juta. Selain itu, dalam masa empat tahun penerapan EPR
(2003-2006), sistem ini berhasil menciptakan 3.200 lapangan kerja baru. Manfaat EPR terhadap
lingkungan juga tak kalah besarnya. Dengan mendaur ulang produk-produk yang ditentukan oleh
EPR, Korea berhasil mengurangi emisi karbon dioksida rata-rata 412.000 ton per tahun. Sistem
EPR juga berhasil mencegah terciptanya 23.532 ton emisi gas rumah kaca dari pembuangan dan
pembakaran sampah plastik. Walaupun jumlah sampah di Korea terus meningkat (sejak tahun
2000), namun jumlah sampah yang berhasil didaur ulang juga terus naik. Contoh, pada tahun
1995, sebanyak 72.3% sampah padat dibuang di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dan
hanya 23,7% yang berhasil didaur ulang. Pada tahun 2007, 57.8% sampah padat berhasil didaur
ulang dan hanya 23,6% yang dibuang. Pada tahun yang sama, sebanyak 81,1% dari total sampah
berhasil didaur ulang. Dengan berkurangnya sampah dan tempat pembuanganya, bisnis baru
tercipta. Proyek Pemulihan Kembali Gas Dari Sampah Korea (Koreas Landfill Gas Recovery
Project) kini menjadi sebuah proyek pengembangan energi bersih besar dengan kapasitas energi
mencapai 50 MWh dan memroduksi 363.259 MWh pada tahun 2009. Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah Perkotaan (Metropolitan Landfill Power Plant) telah berhasil mengurangi emisi karbon
dioksida sebesar 0,4 juta ton antara April dan November 2007. Proyek ini diharapkan mampu
mengurangi 7 juta ton emisi gas rumah kaca dalam jangka waktu 10 tahun (dari April 2007
hingga April 2017). Dalam periode yang sama, pembangkit tersebut diharapkan mampu
menghemat biaya pemerintah sebesar US$126 juta. Pembangkit ini juga telah berhasil
mengurangi impor minyak Korea sebesar 530.000 barel pada tahun 2009.

2. Swedia

Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah


satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. dasar pengelolaan sampah
diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan
penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi.
Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi
sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan
sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan. Sehingga, kebijaksanaan
pengelolaan sampah swedia antara lain meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke
TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar
(combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh
dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus harus sesuai
dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk
sumber energi ditingkatkan.
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat yang mengerti arti kebersihan dan energi,
membuat Swedia menjadi negara maju dalam pengelolaan sampah. Dalam data statistik Eurostat,
rata-rata jumlah sampah yang menjadi limbah di negara-negara Eropa adalah 38 persen. Swedia
berhasil menekan angka itu menjadi hanya satu persen.Swedia, negara terbesar ke-56 di dunia,
dikenal memiliki manajemen sampah yang baik. Mayoritas sampah rumah tangga di negara
Skandinavia itu bisa didaur ulang atau digunakan kembali. Satu-satunya dampak negatif dari
kebijakan ini adalah Swedia kini kekurangan sampah untuk dijadikan bahan bakar pembangkit
energinya. Swedia kini mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari negara-negara
tetangganya di Eropa. Mayoritas sampah ini berasal dari Norwegia. Sampah-sampah ini

sekaligus untuk memenuhi program Sampah-Menjadi-Energi (Waste-to-Energy) di Swedia.


Dengan tujuan utama mengubah sampah menjadi energi panas dan listrik.
Norwegia, sebagai negara pengekspor, bersedia dengan perjanjian ini karena dianggap
lebih ekonomis dibanding membakar sampah yang ada. Namun, dalam rencana perjanjian
disebutkan, sampah beracun, abu dari proses kremasi, atau yang penuh dengan dioksin, akan
dikembalikan ke Norwegia. Sedangkan bagi Swedia, mengimpor sampah adalah pemikiran maju
dalam hal efisiensi dan suplai energi bagi kebutuhan manusia. Membakar sampah dalam
insinerator mampu menghasilkan panas. Di mana energi panas ini kemudian didistribusikan
melalui pipa ke wilayah perumahan dan gedung komersial. Energi ini juga mampu menghasilkan
listrik bagi rumah rakyatnya. Dikatakan oleh Catarina Ostlund, Penasihat Senior untuk Swedish
Environmental Protection Agency, kebijakan ini bisa meningkatkan nilai dari sampah di masa
depan. Mungkin Anda bisa menjual sampah karena ada krisis sumber daya di dunia, ujar
Ostlund. Sesudah Norwegia, Swedia menargetkan mengimpor sampah dari Bulgaria, Rumania,
dan Italia. Selain membantu Swedia dalam menyediakan sumber energi, impor sampah ini juga
menjadi solusi pengelolaan sampah bagi negara-negara pengekspornya. (Zika Zakiya. Sumber:
Phys.org)

3. Austria

Kelompok statistik Uni Eropa Eurostat telah mengumumkan nama negara yang
melakukan daur ulang paling sukses pada 2009, yaitu Austria. Menurut statistic Eurostat itu,
tidak kurang dari 70 persen limbah dari rumah tangga didaur ulang atau dijadikan kompos di

Austria. Usaha pengomposan itu menempati tingkat pertama di atas 26 negara yang tergabung
dalam Uni Eropa. Di Inggris, sebagai perbandingan, bisa dikatakan Negara yang terburuk dalam
melakukan daur ulang. Karena negara itu hanya 26 persen saja dan menempati posisi akhir dari
statistik itu. Laporan Eurostat itu menampilkan data khususnya soal limbah yang dihasilkan
Negara-negara di Uni Eropa. Secara per kapita, penduduk Eropa menghasilkan rata-rata 513 kg
limbah rumah tangga selama tahun 2009. Rata-rata ini adalah tingkat tertinggi, sementara angka
limbah rumah tangga tertinggi dihasilkan oleh Denmark dengan 833 kg dan yang terrendah
adalah Republik Ceko dengan 316 kg limbah. Di Eropa limbah yang dihasilkan oleh warganya
rata-rata 504 kg per hari. Dari jumlah itu, 38 % dibuang ke TPA, 24 % didaur ulang, 20 %
diinsinerasi dan 18 % diubah menjadi kompos.

4. Mesir

Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau
didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur
seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka
untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan
alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material
yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/
mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat
menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah

yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah
didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan
penghapusan penggunaan. Program-program sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi
setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama programprogram di negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program
yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik,
ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung)
merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan
peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah
di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil
membuat

suatu

sistem

pengumpulan

dan

daur-ulang

sampah

yang

mampu

mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.


Secara umum, di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah
organik merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota.
Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan dengan
cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah.
Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang
juga merupakan kunci ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah
menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan lain, dan
menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.

Anda mungkin juga menyukai