Bab Ii
Bab Ii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang:
Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang tentang Wabah Penyakit
Menular yang telah diundangkan melalui Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984,
perlu diatur lebih lanjut berbagai ketentuan pelaksanaannya melalui Peraturan
Pemerintah. Pokok-pokok materi yang perlu diatur menyangkut penetapan dan
pencabutan daerah tertentu sebagai daerah wabah, tata cara penanggulangan,
upaya-upaya penanggulangan, peran serta masyarakat, penghargaan bagi pihakpihak yang membantu penanggulangan wabah maupun hal teknis lainnya yang
secara
keseluruhan
dicakup
dalam
satu
Peraturan
Pemerintah
tentang
BAB II
ISI
2.1 PP No. 40 Th 1991
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN
1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. Bahwa penanggulangan wabah penyakit menular merupakan salah
satu upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh masyarakat
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas dan dalam rangka
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular, perlu menetapkan penanggulangan
wabah penyakit menular dengan Peraturan Pemerintah
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang
Nomor
Tahun
1974
tentang
Pokok-Pokok
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
pengertian Wabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
2. Daerah Wabah adalah suatu wilayah yang dinyatakan terjangkit wabah.
3. Wilayah adalah wilayah administratif sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
Nomor
Tahun
1974
tentang
Pokok-Pokok
Pemerintahan Di Daerah.
4. Data Epidemi adalah data yang berisikan keadaan wabah penyakit menular
pada suatu wilayah.
5. Penyelidikan Epidemiologis adalah penyelidikan terhadap seluruh
penduduk dan makhluk hidup lainnya, benda dan lingkungan yang diduga
ada kaitannya dengan terjadinya wabah.
6. Upaya Penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memperkecil angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran
penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain.
7. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna. secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
8. Kepala Wilayah/Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atau Camat.
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN
PENETAPAN DAERAH WABAH
Pasal 2
1. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalarn
wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
2. Penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
didasarkan atas pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat.
Pasal 3
Penetapan atau pencabutan penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 diberlakukan untuk satu Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Pasal 4
1. Pertimbangan epidemiologis didasarkan pada data epidemiologi antara
lain angka kesakitan, angka kematian dan metode penanggulangannya.
2. Data epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibuat oleh
Pejabat Kesehatan bekerjasama dengan pejabat instansi yang terkait untuk
dilaporkan kepada Menteri.
Pasal 5
1. Pertimbangan keadaan masyarakat didasarkan pada keadaan sosial budaya,
ekonomi dan pertimbangan keamanan.
2. Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibuat oleh Kepala
Wilayah/Daerah untuk dilaporkan kepada Menteri.
BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN
Pasal 6
1. Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis upaya penanggulangan
wabah.
2. Dalam upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,
Menteri berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain
yang terkait.
Pasal 7
BAB VII
PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN WABAH
Pasal 30
1. Semua biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan wabah dibebankan
pada anggaran instansi masing-masing yang terkait.
2. Biaya yang timbul dalam upaya penanggulangan seperlunya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, dibebankan pada anggaran Pemerintah Daerah.
BAB VIII
PE LAPO R AN
Pasal 31
1. Kegiatan pelaksanaan penanggulangan wabah harus dilaporkan secara
berjenjang kepada Menteri.
9
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini,
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juli 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E HAR T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juli 1991
10
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1991 NOMOR 49
11
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. UndangUndang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273)
3. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015)
12
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia
atau sebaliknya.
2. Pandemi adalah wabah penyakit menular yang berjangkit serempak
meliputi dan melintasi batas wilayah geografis antar beberapa dan banyak
negara.
3. Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
13
Bagian Kedua
Strategi Pengendalian Zoonosis
Pasal 3
Strategi Pengendalian Zoonosis dilakukan dengan:
1. mengutamakan prinsip pencegahan penularan kepada manusia dengan
meningkatkan upaya pengendalian zoonosis pada sumber penularan
2. penguatan koordinasi lintas sektor dalam rangka membangun sistem
pengendalian
zoonosis,
sinkronisasi,
pembinaan,
pengawasan,
14
pedoman
pelaksanaan,
prosedur
teknis
pengendalian,
zoonosis
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
4,
15
c. Komisi
Kabupaten/Kota
Pengendalian
Zoonosis
untuk
tingkat
kabupaten/kota.
Bagian Kedua
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
Paragraf 1
Pembentukan, Kedudukan, dan Tugas
Pasal 8
1. Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komisi Nasional Pengendalian
Zoonosis.
2. Komisi Nasional Pengendalian
Zoonosis
berada di
dipimpin
bawah dan
oleh
Menteri
Ketua Merangkap :
Menteri
Koordinator
Bidang
16
Anggota
Wakil
b
Kesejahteraan Rakyat
Ketua
Merangkap
2
3
Menteri Pertanian
Menteri Kesehatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Anggota
Anggota
11
12
13
14
15
16
Merangkap
Rakyat
Bidang
Sekretaris
Merangkap
Indonesia
Sekertaris Negara
Ketua Umum Palang Merah Indonesia
Kesejahteraan
Anggota
Wakil
Perlindungan Anak
Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata
Panglima Tentara Nasional Indonesia
Kepala Kepolisian Negara Republik
Sekretaris
d
Pembangunan Nasional
Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan
Direktur
:
Anggota
Jenderal
Kesehatan
Peternakan
Hewan,
Dan
Kementerian
Pertanian
Direktur Jendral Pengendalian Penyakit
2
Dan
Penyehatan
Lingkungan,
Kementerian Kesehatan
17
Paragraf 3
Tim Pelaksana
Pasal 12
1. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
dibantu oleh Tim Pelaksana yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi
Nasional Pengendalian Zoonosis.
2. Keanggotaan Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terdiri
dari unsur pemerintah yang diwakili oleh pejabat pemerintah dari instansi
keanggotaan Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis dan instansi
pemerintah terkait lainnya, organisasi profesi, pakar dan akademisi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, susunan keanggotaan, dan tata
kerja
Tim
Pelaksana
diatur
oleh
Menteri
Koordinator
Bidang
18
Nasional
Pengendalian
Zoonosis
dapat
mengundang
19
Bagian Ketiga
Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis dan
Komisi Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis
Paragraf 1
Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis
Pasal 21
1. Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis dibentuk oleh Gubernur.
2. Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis diketuai oleh Gubernur.
Pasal 22
1. Komisi
Provinsi
Pengendalian
Zoonosis
mempunyai
tugas
20
Paragraf 2
Komisi Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis
Pasal 25
1. Komisi
Kabupaten/Kota
Pengendalian
Zoonosis
dibentuk
oleh
Bupati/Walikota
2. Komisi Kabupaten/Kota
Pengendalian
Zoonosis
diketuai
oleh
Bupati/Walikota
Pasal 26
1. Komisi Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis mempunyai tugas
mengoordinasikan dan menyinkronkan penyusunan kebijakan dan
program, pelaksanaan, dan pengawasan pengendalian zoonosis di wilayah
kabupaten/kota.
2. Dalam mengoordinasikan dan menyinkronkan penyusunan kebijakan dan
program pengendalian zoonosis di wilayah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, Komisi Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis
memperhatikan Kebijakan dan Program Nasional Pengendalian Zoonosis
dan arahan Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis.
Pasal 27
Keanggotaan Komisi Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis terdiri dari
unsur pemerintah daerah kabupaten/kota dari satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota terkait dan lembaga non pemerintah terkait.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, rincian tugas, susunan
keanggotaan,
kesekretariatan,
dan
tata
kerja
Komisi
Kabupaten/Kota
21
Bagian Keempat
Hubungan Kerja dan Pelaporan
Paragraf 1
Hubungan Kerja
Pasal 29
Hubungan kerja kelembagaan pengendalian zoonosis bersifat koordinatif
fungsional
Pasal 30
1. Hubungan kerja kelembagaan pengendalian zoonosis dalam hal terjadi
keadaan Kejadian Luar Biasa/wabah dan pandemi akibat zoonosis, bersifat
komando operasional
2. Dalam hal terjadi keadaan kejadian luar biasa/wabah dan pandemi akibat
zoonosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Nasional
Pengendalian Zoonosis bertindak sebagai Pusat Komando Operasional
Pengendalian Zoonosis.
3. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis mengambil langkah-langkah
yang diperlukan dengan mengoordinasikan Komisi Provinsi Pengendalian
Zoonosis dan KomisiKabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis untuk
menanggulangi wabah zoonosis dan pandemic sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Pasal 31
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
hubungan
kerja
kelembagaan
22
Paragraf 2
Pelaporan
Pasal 32
1. Satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan
fungsi melaporkan hasil pelaksanaan pengendalian zoonosis kepada
Bupati/Walikota.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibahas dalam Sidang Komisi
Kabupaten/Kota Pengendalian Zoonosis dan disusun dalam 1 (satu)
laporan pengendalian zoonosis kabupaten/kota.
3. Bupati/Walikota menyampaikan laporan pengendalian
zoonosis
Pasal 35
23
oleh
Komisi
Nasional
Pengendalian
Zoonosis
yang
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 39
1. Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komisi Nasional
Pengendalian Zoonosis dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan sumber dana lainnya yang sifatnya tidak mengikat
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Anggaran
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
2. Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komisi Provinsi
Pengendalian Zoonosis dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah provinsi dan sumber dana lainnya yang sifatnya tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
24
3. Segala
biaya
yang
diperlukan
bagi
pelaksanaan
tugas
Komisi
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
25
KESIMPULAN
Penanggulangan wabah penyakit menular bukan hanya semata menjadi
wewenang dan tanggung jawab Departemen Kesehatan, tetapi menjadi tanggung
26
DAFTAR PUSTAKA
PP-No.-40-Th-1991.pdf
27
Peraturan-Presiden-tahun-2011-030-11.pdf
28