Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelarutan
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur
tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut
merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik. Larutan terjadi apabila
suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat padat tadi terbagi
secara molekular dalam cairan tersebut. Kelarutan suatu zat tergantung atas dua
faktor, yaitu luasnya permukaan dan kecepatan difusi. Umumnya zat dengan molekul
besar, kecepatan kecil sebanding dengan zat yang molekulnya dengan penggerusan
kristal sampai halus, akan memperluas permukaan sedangkan dengan pemanasan
tidak hanya kelarutanya bertambah tetapi juga menaikkan kecepatan difusi (Rahman,
2013).
Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan
melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk kebanyakan zat,
suhu mempengaruhi kelarutan. Secara umum, meskipun tidak semua, kelarutan zat
padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, tidak ada korelasi yang jelas
antara tanda dari H larutan dengan variasi kelarutan terhadap suhu (Shakel,dkk,
2009).
Kelarutan adalah zat padat, zat cair, atau zat kimia gas yang disebut zat terlarut
kemudian larut dalam padat, cair, atau pelarut gas membentuk larutan homogen zat
terlarut dalam pelarut. Kelarutan zat tergantung pada pelarut yang digunakan serta
seperti pada suhu dan tekanan. Luasnya kelarutan zat dalam pelarut tertentu diukur
sebagai saturasi konsentrasi di mana menambahkan lebih zat terlarut tidak
meningkatkan konsentrasi zat terlarut. Pelarut adalah cairan, yang dapat menjadi zat
murni atau campuran (Sisodiya, 2012).
Pada proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan
tergnantikan dengan tarikan antara pelarut dan zat terlarut. Bila komponen zat
terlarut ditambahkan terus menerus kedalam pelarut, pada suatu titik komponen yang
ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarut berupa padatan

dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi
dan terbentuklah endapan jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal.
Dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh (Abdullah, 2014).
2.2 Larutan
Larutan merupakan campuran yang homogen, yaitu campuran yang memiliki
komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya. Suatu larutan
mengandung dua komponen atau lebih yang disebut zat terlarut (solut) dan pelarut
(solven). Zat terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan
pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah banyak (Azizah, 2004).
Larutan dapat berfase padat, dalam larutan pada pelarutnya dalah zat padat.
Kemampuan membentuk larutan padat sering terdapat pada logam dan larutan
tertentu dimana atom terlarut mengarah beberapa atom pelarut dalam larutan padat
lain. Atom terlarut dapat mengisi kisi atau lubang dalam kisi pelarut.
Pembentukan larutan padat ini terjadi apabila atom terlarut cukup kecil
untuk memasuki lubang-lubang dan diantara atom pelarut. Pada umumnya larutan
berfase cair, salah satu komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu
cairan sebelum campuran itu dibuat
Pengaruh jenis zat pada kelarutan zat-zat dengan struktur kimia yang mirip
umumnya dapat saling bercampur dengan baik. Sedangkan zat-zat yang struktur
kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur sempurna (like dissolve
like). (Rizky, 2010).
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
2.3.1 Efek temperatur
Kelarutan endapan-endapan yang dijumpai dalam analisis kuantitatif
meningkat dengan bertambahnya tempetarur. Kebanyakan garam organik
bertambah kelarutannya apabila temperatur dinaikkan. Hal ini menguntungkan
dalam melakukan proses pencuian dengan larutan panas, karena kotoran akan
semakin mudah larut.
2.3.2 Efek pelarut

Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air dari pada dalam pelarut
organik seperti metanol, etanol, propanol, aseton dan sebagainya. Air
mempunyai momen dwi kutub besar dan tertarik ke kedua kation dan anion
untuk membentuk ion terhidrat. Ion hidrogen dalam air terhidrasi sempurna
membentuk ion hidroksonium ( H3O+ ). Semua ion pasti terhidrasi sampai
beberapa jauh dalam larutan berair, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion
dan pelarut membantu mengatasi gaya tarik yang mencoba menahan ion-ion di
dalam kisi padatan. Ion di dalam sebuah kristal tidak mempunyai tarikan
demikian besar untuk pelarut organik dan karenanya kelarutannya biasanya lebih
kecil dari pada dalam air.
2.3.3 Pengaruh pH
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa
contoh yang lebih penting dari garam-garam tersebut dalam kimia analitik
adalah oksalat, sulfida, hidroksida, karbonat dan fosfat. Ion hidrogen bereaksi
dengan ion garam membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan
kelarutan garam.
2.3.4 Efek ion sekutu
Kepentingan pengaruh ion yang sama adalah untuk pengendapan yang
sempurna pada analisa kuantitatif. Dalam melakukan pengendapan, seorang
analsis selalu menambahkan pereaksi pengendap sedikit berlebih untuk
meyakinkan pengendapan yang sempurna. Pada pencucian suatu endapan yang
dapat menyebabkan hilangnya beberapa zat akibat kelarutan, sebuah ion yang
sama dapat digunakan didalam cairan pencuci untuk mengurangi kelarutan.
2.3.5 Ion kompleks
Bertambahnya kelarutan suatu endapan dengan penambahan suatu zat
pengendapan sering kali disebabkan oleh pembentukan ion kompleks. Suatu ion
kompleks dibentuk dengan bersenyawanya sebuah ion sederhana baik dengan
ion lain yang muatannya berlawanan ataupun dengan molekul netral.
(Khairani, 2010)
2.4 Hasil Kali Kelarutan

Hasil kali kelarutan suatu garam adalah hasil kali konsentrasi semua ion dalam
larutan jenuh pada suhu tertentu dan masing-masing ion diberikan pangkat dengan
koefisien dalam rumus tersebut. Selain daripada Ksp, kadang-kadang lebih mudah
jika menggunakan pKsp yaitu negatif logaritma dari Ksp (-log Ksp). Secara algebra
dapat dikatakan bahwa semakin kecil Ksp semakin besar pKsp. Harga pKsp yang
besar (positif) menunjukan kelarutan yang kecil, pKsp, yang kecil (negatif)
menunjukkan kelarutan besar. Hubungan hasil kali kelarutan menjelaskan fakta
bahwa kelarutan suatu zat sangat banyak berkurang jika ditambahkan reagen yang
mengandung ion sekutu dengan zat itu. Karena konsentrasi ion sekutu ini tinggi,
konsentrasi ion lainnya harus menjadi rendah dalam larutan jenuh zat itu, maka
kelebihan zat itu akan diendapkan. Jadi, jika salah satu ion harus dikeluarkan dari
larutan dengan pengendapan, reagen harus dipakai dengan berlebihan. Namun reagen
yang terlalu berlebihan lebih banyak buruknya daripada baiknya, karena mungkin
akan memperbesar kelarutan endapan karena pembentukan kompleks (Rizky, 2010)
2.5

Aplikasi Kurva Kelarutan dalam Industri Studi Pengaruh Proses


Pencucian Garam Terhadap Komposisi Dan Stabilitas Yodium Garam
Konsumsi
Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dapat mengakibatkan gondok,

kretin , menurunnya kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat
mengakibatkan gangguan otak dan pendengaran serta kematian bayi. Biro Pusat
Statistik (BPS) dan UNICEF pada tahun 1995 telah melakukan survai nasional
tentang GAKI. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semua propinsi di
Indonesia kecuali Kalimantan Timur, ratarata penduduknya mengalami kekurangan
iodium Berdasarkan laporan tersebut penyebab utamanya adalah kandungan iodium
yang tidak memadai pada garam konsumsi yang beredar di masyarakat. Hal tersebut
disebabkan oleh kualitas garam (kandungan NaCl) yang dihasilkan oleh petani garam
sangat rendah.
Proses pencucian dan pengeringan yang dilakukan di industri garam yang ada di
Indonesia saat ini ternyata belum cukup mampu menghasilkan garam dengan kualitas
yang baik sehingga stabilitas Iodiumnya rendah. Hal ini disebabkan pencucian dan
pengeringan yang dilakukan hanya bertujuan meningkatkan tampilan fisik garam

(bersih dan kering), dan belum sampai pada cara menghilangkan zat pengotor
higroskopis (senyawasenyawa Ca dan Mg) dan zat-zat pereduksi pada garam. Untuk
itu perlu dilakukan studi untuk mendapatkan proses pencucian dan pengeringan yang
paling optimum, agar pengaruh zat pereduksi pada garam dapat dikurangi atau
dihilangkan.
Analisa kandungan Iodium dan zat Pereduksi dilakukan dengan metode Titrasi
Yodometri Standar Nasional Indonesia. {(SNI) No. 01-3556}. Sedangkan kandungan
senyawa Mg dan Ca dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption
Spektroscopy (AAS). Kandungan air pada garam diukur dengan timbangan berat
dengan ketelitian tinggi (0,001 gr) menggunakan metode bobot tetap. Analisa pH
dilakukan dengan menggunakan pH meter pada larutan sampel garam.
Proses pencucian dapat mempengaruhi komposisi garam. Persen Mg yang hilang
akibat pencucian akan lebih besar dibandingkan dengan Ca. Ukuran partikel garam
yang dicuci juga mempengaruhi efektifi tas penghilangan kandungan Ca, Mg dan
zat-zat pereduksi. Hal ini disebabkan karena bertambahnya luas permukaan kontak
air pencuci dengan permukaan garam. Pencucian dengan air bersih dan larutan garam
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kandungan Ca dan Mg,
Sedangkan untuk kandungan zat pereduksi , pencucian dengan menggunakan air
bersih lebih baik dibanding larutan garam, namun hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan garam yg cukup besar selama proses pencucian. Pencucian dengan
menggunakan larutan garam, menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi
larutan garam, maka semakin efektif dalam menghilangkan senyawa Mg dalam
garam. Namun kehilangan garam juga semakin besar (18.6 %). Sedangkan untuk
larutan pencuci dengan menggunakan air bersih, maka semakin tinggi rasio volume
air dan garam akan semakin efektif untuk menghilangkan Mg. Namun dari segi
kehilangan garamnyapun paling besar (39,4%), dibandingkan pencucian dengan air
bersih lainnya.
Semakin tinggi kandungan Ca dan Mg dalam garam, maka terdapat
kecenderungan semakin tinggi pula kemampuan garam tersebut menyerap air.
Namun untuk penurunan pH, kecenderungan tersebut tidak cukup jelas. Tingkat
stabilitas KIO3 dari sampel garam yang dihaluskan, baik garam dengan perlakuan
pencucian air bersih ataupun larutan brine tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

untuk kurun waktu 6 bulan. Oleh sebab itu disarankan untuk meneruskan penelitian
ini hingga 12 bulan (Saksono, 2002).

Adapun flowchart percobaannya adalah sebagai berikut:


Mulai

Preparasi Sampel

Pencucian dengan air


bersih

Pencucian dengan brine

Sampel dihaluskan

Pencucian
dengan air
bersih

Iodisasi dengan KIO3


100 ppm
Analisis kandungan pH

Pencucian
dengan
brine

Analisis
kandungan
reduktor

Analisis kandungan air


Kesimpulan
Analisis kandungan
KIO3

Selesai

Gambar 2.1 Flowchart Studi Pengaruh Proses Pencucian Garam Terhadap Komposisi
Dan Stabilitas Yodium Garam Konsumsi

(Saksono, 2002)

Anda mungkin juga menyukai