Anda di halaman 1dari 22

BAB III

ANALISIS KASUS
(Studi Kasus Putusan No.120/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel)

A. Posisi Kasus
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara
pidana pada peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa, telah
menjatuhkan putusan sebagaimana tersebut dibawah ini dalam perkara terdakwa:
Nama
Tempat Lahir
Umur/Tgl. Lahir
Jenis Kelamin
Kebangsaan
Tempat tinggal
Agama
Pekerjaan

: Udin Syarifudin
: Bekasi
: 50 Tahun/14 Desember 1958
: Laki-laki
: Indonesia
: Pemutung Lor RT. 003/04 Desa Kemutung Lor.
Kec. Raden Banyumas, Jawa Tengah atau Palang
Pintu Kereta Api, Tebet Jakarta Selatan
: Islam
: Penjaga palang pintu kereta api Tebet

Pada hari Senin tanggal 15 Mei 2006 sekitar pukul 11.00 WIB atau
setidak-tidaknya tahun 2006 bertempat di Jl. Kampung Melayu Barat RT. 001/06
Kelurahan Bukit Duri Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan yang termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan sengaja
melakukan kekerasan atau anacaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Adapun perbuatan terdakwa
lakukan dengan cara sebagai berikut:

30

31

Pada hari Senin tanggal 15 Mei 2006 sekitar pukul 11.00 WIB ketika istri
terdakwa yang bernama saksi Suwarni sedang pergi berjualan, terdakwa Udin
Syarifudin menarik tangan anak tirinya yang bernama Vitina Yugisia (wanita
yang berumur 14 tahun) untuk selanjutnya dibawa masuk ke dalam kamar tidur
rumah yang terletak di Jl. Kampung Melayu Barat RT. 001 RW 06 Kelurahan
Bukit Duri Kecamatan Tebet Kodya Jakarta Selatan, lalu berkata, Kalau kamu
bilang sama orang lain akan saya bunuh. Setelah mengeluarkan kata-kata ancaman
tersebut, terdakwa membuka dengan paksa cela pendek dan celana dalam saksi
Vitina Yugisia Dewi. Selanjutnya terdakwa membuka kaos yang dikenakan saksi
Vitina Yugisia Dewi ke atas dan membuka BH saksi Vitina Yugisia Dewi dan
kemudian terdakwa meremas-remas dan menghisap payudara saksi Vitina Yugisia
Dewi. Lalu terdakwa menjilati alat kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi.
Selanjutnya setelah alat kemaluan terdakwa dalam keadaan menegang, terdakwa
kemudian memasukkan alat kemaluannya tersebut ke dalam alat kemaluan saksi
Vitina Yugisia Dewi berulang kalii dengan cara menggerakkan naik turun hingga
terdakwa merasakan nikmat dan mengeluarkan sperma.
Berdasarkan hasil Visum Et Repertum dari RSUP Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo No.4939/1/PKT/X/08 tanggal 20 Oktober 2008 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Dr. Fransiska Kaligis diperoleh kesimpulan hasil pemeriksaan
korban seorang perempuan berusia enam belas tahun ini ditemukan adanya
robekan lama di selaput dara yang sampai ke dasar akibat kekerasan tumpul yang
melalui liang vagina (penetrasi).

Perbuatan terdakwa sebagaimana tersebut di atas diatur dan diancam


pidana dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan
Anak.
Di persidangan telah didengar keterangan saksi yang pada pokoknya
masing-masing menerangkan sebagai berikut:
1. Saksi Eko Yugi Harno;
Bahwa benar saksi mengenal terdakwa tetapi saksi tidak ada hubungan
keluarga dengan terdakwa. Saksi kenal dengan saksi korban Vitina Yugisia
Dewi sebagai anak kandung saksi dan benar saksi pernah dimintai keterangan
di Polres Metro Jakarta Selatan dan menerangkan bahwa isteri terdakwa
adalah sebagai mantan istri saksi. Saksi membenarkan telah terjadi tindak
pidana pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap saksi korban Vitina
Yugisia Dewi yang adalah anak kandung saksi berdasarkan cerita dari saksi
korban Vitina Yugisia Dewi sejak kelas 3 SD sampai dengan kelas 1 SMP
vagina saksi korban Vitina Yugisia Dewi dimasukkan jari oleh terdakwa dan
pada saat saksi korban Vitina Yugisia Dewi kelas 2 SMP sampai dengan kelas
3 SMP disetubuhi oleh terdakwa. Dan atas keterangan saksi korban Vitina
Yugisia Dewi bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut sambil
mengancam dengan perkataan, kalau kamu bilang sama orang lain kamu
akan saya bunuh, dan perbuatan terdakwa tersebut dilakukan ketika isteri
terdakwa sedang berjualan.

2. Saksi Vitina Yugisia Dewi


Saksi mengenal terdakwa dan saksi ada hubungan keluarga dengan terdakwa
yang merupakan bapak tiri saksi. Saksi menerangkan bahwa perbuatan
terdakwa dilakukan pada hari Senin, 15 Mei 2006 sekitar jam 11.00 WIB di Jl.
Kp. Melayu Barat RT.01/06 Kel. Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan dan
menjadi korban adalah saksi sendiri. Saksi menerangkan bahwa asal mula
perbuatan terdakwa dilakukan ketika saksi duduk kelas 3 SD yang pada
awalnya saksi dipanggil oleh terdakwa kemudian celana pendek serta celana
dalam saksi dibuka dan selanjutnya saksi disuruh tidur di kasur dan kemudian
terdakwa memasukkan jari telunjuk kiri ke dalam alat kemaluan korban dan
perbuatan tersebut dilakukan berkali-kali hingga saksi duduk di kelas 1 SMP.
Ketika saksi berumur 13 tahun dan duduk di kelas 2 SMP ketika saksi mau
mandi sekitar jam 11.00 Wib saksi dipanggil oleh terdakwa yang pada saat
tersebut hanya menggunakan handuk. Saksi menerangkan bahwa saksi tidak
mau melakukan hubungan badan dengan terdakwa selanjutnya terdakwa
menarik tangan kanan saksi dengan menggunakan tangan kanan terdakwa
kemudian saksi disuruh tidur di kasur. Kemudian terdakwa membuka celana
sedengkul serta membuka celana dalam saksi dengan paksa dilanjutkan
dengan membuka BH dan kaos saski disingkap ke atas. Setelah itu kedua
payudara saksi diremas-remas dan dihisap oleh mulut terdakwa yang
dilanjutkan dengan menjilat alat kemaluan saksi dan setelah itu terdakwa
menyingkap handuk yang dipakainya ke atas kemudian memasukkan alat
kemaluannya yang sudah dalam keadaan tegang ke dalam alat kemaluan saksi

berkali-kali lalu pantat terdakwa naik turun berulang kali sehingga saksi
merasakan sakit di alat kemaluannya yang tidak lama kemudian terdakwa
mengeluarkan sperma di alat kemaluan saksi. Saksi menerangkan bahwa
perbuatan terdakwa dilakukan berulang kali sejak saksi duduk di bangku kelas
2 SMP sampai dengan saksi duduk di kelas 3 SMP yang dilakukan di rumah
terdakwa.
3. Saksi Suwarni
Saksi kenal dengan terdakwa tetapi saksi ada hubungan keluarga dengan
terdakwa adalah sebagai suami saksi. Saksi tinggal bersama dengan terdakwa
dan anak saksi yang bernama Vitina Yugisia Dewi. Saksi membenarkan telah
terjadi tindak pidana kejahataan terhadap kesopanan yang dilakukan oleh
terdakwa ter saksi korban Vitina Yugisia Dewi setelah pada tanggal
18 Oktober 2008 saksi didatangi oleh saksi Vitina Yugisia Dewi yang tak lain
adalah mantan suminya ke warung saksi di kolong jembatan Tebet kemudian
pada saat itu saksi Eko Yugiharno marah-marah kepada saksi dan kemudian
menyuruh saksi datang kerumahnya dan memberitahu saksi bahwa saksi
korban Vitina Yugisia Dewi telah disetubuhi oleh terdakwa. Saksi mengetahui
korban akibat perbuatan terdakwa adalah saksi Vitina Yugisia Dewi yang
tidak lain adlah anak kandung sendiri. Saksi memperoleh keterangan dari saksi
korban Vitina Yugisia Dewi bahwa vagina saksi korban dimasukkan jari
terdakwa sejak kelas 3 SD sampai dengan 1 SMP dan sejak kelas 2 SMP
samapi dengan kelas 3 SMP saksi Vitina Yugisia Dewi disetubuhi oleh
terdakwa. Saksi tidak mengetahui cara terdakwa melakukan perbuatannya,

saksi pernah melihat terdakwa mengangkangi saksi Vitina Yugisia Dewi pada
saksi akan membuang sampah dan kemudian saksi memarahi terdakwa hanya
ingin mencium saksi Vitina Yugisia Dewi lalu saksi percaya begitu saja
dengan pernyataan terdakwa.
4. Saksi Widianto
Saksi kenal dengan terdakwa tetapi saksi tidak ada hubungan keluarga dengan
terdakwa. Saksi pernah melihat terdakwa bersama saksi Vitina Yugisia Dewi
berada di dalam kamar saksi sekitar pukul 11.00 Wib sewaktu pulang ke Solo
bersama saksi Suwarni, namun saksi tidak berfikiran macam-macam karena
saksi mengira bahwa terdakwa adalah bapak angkat/orang tua dari saksi Vitina
Yugisia Dewi. Saksi mengetahui kejadian tersebut pada bulan Oktober 2008
dari saksi Vitina Yugisia Dewi yang pada saat itu datang ke Solo dan pada
saat di dalam kamar saksi Vitina Yugisia Dewi menangis lalu saksi
mendekatinya dan saksi Vitina Yugisia Dewi menceritakan bahwa saksi Vitina
Yugisia Dewi sudah tidak perawan lagi dan yang melakukan perbuatan
tersebut adalah terdakwa. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2008 saksi
menelepon saksi Vitina Yugisia Dewi yang adalah bapak kandung saksi Vitina
Yugisia Dewi setelah saksi Vitina Yugisia Dewi kembali ke Jakarta. Saksi
mengetahui peristiwa tersebut dari saksi korban Vitina Yugisia Dewi yang
memberitahu bahwa terdakwatelah melakukan perbuatan tindak pidana
kejahatan terhadap kesopanan yang dilakukan sejak saksi korban Vitina
Yugisia Dewi duduk dibangku SD dengan cara vagina saksi Vitina Yugisia

Dewi dimainkan oleh terdakwa dengan menggunakan jari dan pada saat
masuk ke SMP saksi Vitina Yugisia Dewi disetubuhi oleh terdakwa.
Di persidangan memberikan keterangan terdakwa yang pada pokoknya
sebagai berikut:
Terdakwa mengakui telah melakukan perbuatan tersebut di Kp. Melayu
Barat RT 01/06 Kel. Bukit Duri Tebet Jakarta Selatan sejak saksi Vitina
Yugisia Dewi berusia 9 tahun ketika saksi Vitina Yugisia Dewi menginjak
bangku SD dengan cara menyuruh saksi Vitina Yugisia Dewi tiduran
di kasur setelah itu celana pendek dan celana dalamnya terdakwa lepas dan
selanjutnya terdakwa memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke dalam alat
kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi dan perbuatan tersebut terdakwa
lakukan berulang kali sehingga saksi Vitina Yugisia Dewi lulus SD dan
masuk

bangku

SMP.

Terdakwa

membenarkan

bahwa

terdakwa

menyetubuhi saksi Vitina Yugisia Dewi sejak saksi Vitina Yugisia Dewi
menginjak bangku SMP kelas II di Kp. Melayu Barat RT 01/06 Kel. Bukit
Duri Tebet Jakarta Selatan ketika saksi Vitina Yugisia Dewi habis mandi
dan terdakwa menidurkannya di kasur setelah itu terdakwa menjilati alat
kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi kemudian menghisap payudara saksi
Vitina Yugisia Dewi dan selanjutnya memasukkan alat kelamin terdakwa
yang sudah tegang ke dalam alat kelamin saksi Vitina Yugisia Dewi serta
menaik

turunkan

pantat

terdakwa

berkali-kali

hingga

terdakwa

mengeluarkan spermanya di luar alat kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi


dan perbuatan tersebut terdakwa lakukan berulang kali hingga saksi Vitina

Yugisia Dewi menginjak kelas III SMP. Perbuatan terdakwa tersebut


dilakukan ketika situasi rumah sepi karena isteri terdakwa sedang
berjualan di kolong jembatan Tebet.
Sebelum menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, maka hakim akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan
bagi diri terdakwa:
Hal-hal yang memberatkan:
-

Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;

Perbuatan terdakwa telah merusak masa depan saksi korban.

Hal-hal yang meringankan:


-

Terdakwa mengakui perbuatannya secara terus terang;

Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan.

Terdakwa belum pernah dihukum.


Dengan memperhatikan Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

tentang

Perlindungan

Anak

dan

peraturan

perundang-undangan

yang

bersangkutan hakim memutuskan:


1. Menyatakan terdakwa Udin Syarifudin telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana dengan kekerasan
melakukan pencabulan terhadap anak dibawah umur;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 9 (sembilan) tahun 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan;


5. Memerintahkan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) buah kaos warna hijau muda polos;
b. 1 (satu) buah celana pendek blue jeans merk Amnesia;
c. 1 (satu) buah celana dalam wanita corak garis-garis warna coklat;
d. 1 (satu) buah BH warna cream corak bunga-bunga.
6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2000 (dua ribu
rupiah).

B. Analisis Kasus
Dalam kasus Putusan Perkara Nomor: 120/PID.B/2009/PN.Jak.Sel tentang
tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan terdakwa
Udin Syarifudin didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Pasal 81 UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu:
1. Unsur barang siapa;
Yang dimaksud dengan unsur barang siapa, adalah menunjuk kepada
subyek hukum yaitu orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan

mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan akibatnya. Dari


fakta-fakta yang terungkap di persidangan, menurut keterangan saksi dan
keterangan ahli serta menurut terdakwa sendiri, bahwa pelaku dalam tindak
pidana ini adalah terdakwa Asriono. Dengan demikian unsur barang siapa
telah terbukti dengan sah dan meyakinkan yaitu terdakwa Udin Syarifudin.
2. Unsur dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak;
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dari keterangan
saksi-saksi didengar di muka persidangan, keterangan terdakwa dihubungkan
dengan adanya petunjuk dan barang bukti yang menyatakan bahwa dilakukan
ketika saksi duduk di kelas 3 SD yang pada awalnya saksi dipanggil oleh
terdakwa kemudian celana pendek serta celana dalam saksi dibuka yang
selanjutnya saksi disuruh tidur di kasur dan kemudian terdakwa memasukkan
jari telunjuk tangan kiri ke dalam alat kemaluan korban dan perbuatan
terdakwa tersebut dilakukan berkali-kali hingga saksi duduk kelas I SMP.
Kemudian ketika saksi berumur 13 tahun dan duduk di kelas 3 SMP ketika
saksi mau mandi lalu dipanggil terdakwa yang pada saat tersebut sedang
menggunakan handuk, selanjutnya terdakwa menarik tangan saksi dan
kemudian terdakwa menidurkannya di kasur setelah itu terdakwa menjilati alat
kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi kemudian menghisap payudara saksi
Vitina Yugisia Dewi dan selanjutnya memasukkan alat kelamin terdakwa yang

sudah tegang ke dalam alat kelamin saksi Vitina Yugisia Dewi serta menaik
turunkan pantat terdakwa berkali-kali hingga terdakwa mengeluarkan
spermanya di luar alat kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi dan perbuatan
tersebut terdakwa lakukan berulang kali hingga saksi Vitina Yugisia Dewi
menginjak kelas III SMP. Perbuatan terdakwa tersebut dilakukan ketika situasi
rumah sepi karena isteri terdakwa sedang berjualan di kolong jembatan Tebet.
Dalam melakukan perbuatannya terdakwa mengancam kepada saksi korban
dengan ancaman, Kalau kamu bilang sama orang lain kamu akan saya bunuh,
sehingga saksi mengalami trauma dengan kejadian tersebut.
Dengan demikian, maka unsur ini telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum.
3. Unsur melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain;
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi yang
didengar, keterangan terdakwa dihubungkan pula dengan adanya petunjuk dan
barang bukti yang menyatakan bahwa dilakukan ketika saksi duduk di kelas
3 SD yang pada awalnya saksi dipanggil oleh terdakwa kemudian celana
pendek serta celana dalam saksi dibuka yang selanjutnya saksi disuruh tidur di
kasur dan kemudian terdakwa memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke dalam
alat kemaluan korban dan perbuatan terdakwa tersebut dilakukan berkali-kali
hingga saksi duduk kelas I SMP.
Kemudian ketika saksi berumur 13 tahun dan duduk di kelas 3 SMP ketika
saksi mau mandi lalu dipanggil terdakwa yang pada saat tersebut sedang

menggunakan handuk, selanjutnya terdakwa menarik tangan saksi dan


kemudian terdakwa menidurkannya di kasur setelah itu terdakwa menjilati alat
kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi kemudian menghisap payudara saksi
Vitina Yugisia Dewi dan selanjutnya memasukkan alat kelamin terdakwa yang
sudah tegang ke dalam alat kelamin saksi Vitina Yugisia Dewi serta menaik
turunkan pantat terdakwa berkali-kali hingga terdakwa mengeluarkan
spermanya di luar alat kemaluan saksi Vitina Yugisia Dewi dan perbuatan
tersebut terdakwa lakukan berulang kali hingga saksi Vitina Yugisia Dewi
menginjak kelas III SMP. Perbuatan terdakwa tersebut dilakukan ketika situasi
rumah sepi karena isteri terdakwa sedang berjualan di kolong jembatan Tebet.
Dalam melakukan perbuatannya terdakwa mengancam kepada saksi korban
dengan ancaman, Kalau kamu bilang sama orang lain kamu akan saya bunuh,
sehingga saksi mengalami trauma dengan kejadian tersebut. Dalam melakukan
perbuatannya terdakwa mengancam kepada saksi korban dengan ancaman,
Kalau kamu bilang sama orang lain kamu akan saya bunuh, sehingga saksi
mengalami trauma dengan kejadian tersebut.
Bahwa berdasarkan Visum Et Repertum dari RSUP Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo No.4939/1/PKT/X/08 tanggal 20 Oktober 2008 yang dibuat
dan ditandatangani oleh Dr. Fransiska Kaligis diperoleh kesimpulan hasil
pemeriksaan, korban seorang perempuan berusia enam belas tahun ini
ditemukan adanya robekan lama di selaput dara yang sampai ke dasar akibat
kekerasan tumpul yang melalui liang vagina (penetrasi). Dengan demikian,
unsur ini telah terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis perlu

menganalisis

mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan


terhadap anak dibawah umur. Adapun pengertian pertanggungjawaban merupakan
suatu hal yang mengarah kepada pemidanaan terhadap pelaku yang melakukan
suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam
undang-undang.
Terhadap terdakwa Udin Syarifudin yang melakukan tindak pidana
pencabulan terhadap anak dibawah umur diminta pertanggungjawaban pidana
berdasarkan Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Dalam hal ini dimintakan pertanggungjawabannya sesuai dengan
perbuatannya tersebut bilamana pada umumnya:
Keadaan jiwanya:
1. Tidak terganggu oleh penyakit terus menerus atau sementara
(temporair)
2. Tidak cacad dalam pertumbuhan (gagu, idiot)
3. Tidak terganggu karena terkejut, hynotisme, amarah yang meluap,
pengaruh bawah sadar/reflexe, mengigau karena demam.
Kemampuan jiwanya:
1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya
2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan
dilaksanakanatau tidak
3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.
Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan
jiwa
Setelah melalui semua tahap yaitu tahap penyidikan, penuntutan dan
proses jalannya persidangan yang antara lain telah mendengarkan semua

keterangan saksi korban, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan surat


(visum et repertum), dan barang bukti, serta keterangan terdakwa untuk segera
dijatuhkan hukuman oleh hakim atas dakwaan jaksa penuntut Umum. Hakim telah
menganalisis semua bukti-bukti, yaitu dengan mengkaji fakta-fakta yang
diperoleh dari persidangan dan kemudian dihubungkan dengan pasal-pasal yang
sesuai dengan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa.
Adapun

terhadap

putusan

perkara

pidana

Nomor

120/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel, menurut penulis sudah sesuai dengan ketentuan


perundangan-undangan hukum yang berlaku, dikarenakan dalam menjatuhkan
hukuman terhadap terdakwa dengan berdasarkan Majelis Hakim menggunakan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, karena di dalam
kasus ini yang menjadi korban adalah anak dibawah umur yang masih menjadi
pertanggungjawaban negara yang benar-benar tepat untuk acuan penjatuhan
hukuman terhadap terdakwa karena sifatnya khusus terhadap korban anak
dibawah umur.
Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa Udin
Syarifudin yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak dengan
menggunakan 2 (dua) alat bukti yang sah untuk meyakinkan pelaku bersalah atau
tidak. Adapun kedua alat bukti tersebut yaitu surat (visum et repertum) yang
menjelaskan adanya robekan lama di selaput dara yang sampai ke dasar akibat
kekerasan tumpul yang melalui liang vagina (penetrasi) serta adanya keterangan
terdakwa yang mengakui perbuatannya di muka persidangan serta barang bukti
yang diajukan di persidangan berupa:

a. 1 (satu) buah kaos warna hijau muda polos;


b. 1 (satu) buah celana pendek blue jeans merk Amnesia;
c. 1 (satu) buah celana dalam wanita corak garis-garis warna coklat;
d. 1 (satu) buah BH warna cream corak bunga-bunga.
Sedangkan pendapat penulis mengenai hukuman yang dijatuhkan Majelis
Hakim terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun
6 (enam) bulan, masih terkesan terlalu ringan dibandingkan ketentuan pidana yang
terdapat di dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
serta akibat yang diderita korban Vitina Yugisia Dewi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dan tidak dapat membuat pelaku jera, sehingga
ada kemungkinan pelaku apabila telah selesai menjalani hukuman akan
mengulanginya tindakan atau perbuatannya yang sama lagi.
Untuk meminimalisirkan tindak pidana pencabulan anak adapun menurut
pendapat penulis upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan cara:
1. Penanggulangan Bersifat Preventif
Penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur dapat
dilakukan dengan cara yang bersifat preventif, maksudnya adalah upaya
penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang
bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi. Kejahatan dapat dikurangi
dengan

melenyapkan

faktor-faktor

penyebab

kejahatan

itu, sebab

bagaimanapun kejahatan tidak akan pernah habis selama menekan atau


mengurangi jumlah kejahatan tersebut.
Dalam hal ini usaha pencegahan kejahatan tersebut lebih diutamakan,
karena biar bagaimanapun usaha pencegahan jelas lebih baik dan lebih
ekonomis daripada tindakan represif. Disamping itu usaha pencegahan dapat
mempererat kerukunan dan meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap
sesama anggota masyarakat, oleh sebab itu usaha pencegahan dapat dilakukan
dengan pendekatan secara moralistik dan pendekatan secara ablionistik.
a. Pendekatan Secara Moralistik
Usaha pencegahan kejahatan dengan menggunakan pendekatan secara
moralistik maksudnya adalah pendekatan yang dilakukan dengan
pembinaan pada masyarakat melalui upaya penyuluhan dan penerangan
agar masyarakat tidak berbuat kejahatan dan tidak menjadi korban
kejahatan. Pembinaan pada masyarakat ini dapat dilakukan oleh pemuka
agama, aparat hukum dan para pendidik/guru di sekolah. Berkaitan dengan
terjadinya kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur, yang pada
umumnya dilakukan oleh orang yang dikenal oleh korban, sebagai anggota
masyarakat harus bersama-sama saling mengawasi segala perubahan
tingkah laku pada anak-anak/remaja-remaja yang berada di sekitar
lingkungan tempat tinggal masing-masing.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berkaitan dengan kasuskasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, dapat diketahui bahwa
tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah. Kenyataan memperlihatkan

bahwa rendahnya tingkat pendidikan dan ditambah lagi dengan kesulitan


ekonomi yang dialami, membuat para orangtua tidak begitu mengawasi
segala kegiatan anak-anaknya.
Untuk mencegah agar tidak terjadi pencabulan terhadap anak di bawah
umur, maka aparat hukum dapat melakukan penyuluhan hukum pada
masyarakat secara berkesinambungan, supaya tercipta rasa kesadaran
hukum pada anggota masyarakat, sehingga dengan sendirinya bisa
mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang aman dan tentram. Pemukapemuka agama dalam masyarakat dapat pula membina masyarakat agar
taat pada ajaran agama dan nilai-nilai moral dengan memberikan
pengajian-pengajian di Mesjid.
Demikian pula hendaknya kepada para orangtua, harus lebih
memperhatikan perkembangan anak-anaknya dan menanamkan nilai-nilai
agama serta mendidik mental anak sedini mungkin, karena baik atau
buruknya prilaku seorang anak sangat tergantung pada pendidikan atau
contoh yang ia peroleh dari orangtuanya/keluarganya.
b. Pendekatan Secara Abolionistik
Usaha pencegahan kejahatan dengan menggunakan pendekatan secara
abolionistik maksudnya adalah pendekatan dengan upaya-upaya lanjutan
setelah diketahui faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya
kejahatan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan, seperti kriminologi,

psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Jadi kejahatan itu sudah terjadi, lalu
ilmu-ilmu tersebut melihat bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi supaya tidak timbul kejahatan serupa dikemudian hari.
Pendekatan secara abolionistik ini harus mencari faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya kejahatan pancabulan terhadap anak di bawah
umur. Setelah diketahui faktor-faktor penyebab kejahatan tersebut,
kemudian dilakukan upaya penanggulangan dan pemberantasan. Untuk
dapat melenyapkan kejahatan tersebut. Selama masih ada faktor-faktor
negatif dalam masyarakat maka kejahatan akan sulit ditanggulangi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu faktor
yang menyebabkan timbulnya kejahatan pencabulan terhadap anak di
bawah umur yaitu faktor lingkungan. Di samping itu sebagai akibat dari
rasa keingintahuan yang besar terhadap hal yang belum pernah dialami
dan juga akibat dari tontonan film-film porno yang mereka saksikan
mendorong mereka untuk berbuat hal-hal negatif. Khusus untuk peredaran
VCD porno dan buku-buku porno yang banyak dijumpai di tengah-tengah
masyarakat saat ini, sangat diperlukan peranan aparat hukum (polisi) untuk
mengantisipasi

peredarannya

dengan

mengadakan

razia

terhadap

peredaran VCD porno dan buku-buku porno tersebut.


Terhadap peredaran minuman keras yang dijumpai di tengah-tengah
masyarakat bisa dikontrol dan diawasi peredarannya oleh segenap lapisan
masyarakat maupun pemerintah, karena dengan minuman keras

akan

mengakibatkan seseorang kehilangan akal sehatnya dan sulit untuk


mengontrol perbuatannya.
Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah
umur juga menjadi kewajiban orangtua, khususnya para orangtua yang
mempunyai anak-anak wanita, karena sangat penting bagi orangtua untuk
mengawasi dan memperhatikan anak-anaknya agar terhindar dari hal-hal
yang tidak diinginkan, misalnya mengawasi lingkungan bermain anakanaknya dan sedapat mungkin hindari anak-anak tersebut berada di
tempat-tempat yang sepi serta mengajarkan pada anak-anak wanita supaya
jangan terlalu percaya terhadap bujukan atau ajakan orang yang baru
dikenal ataupun yang sudah dikenalnya. Memberikan pendidikan seks
kepada anak sedini mungkin juga sangat penting untuk menanggulangi
kejahatan ini, tetapi penting atau tidaknya memberikan pendidikan seks
kepada anak sedini mungkin juga sangat mungkin untuk menanggulangi
kejahatan ini, tetapi penting atau tidaknya memberikan pendidikan seks
kepada anak-anak, sangat tergantung pada tingkat pendidikan dari masingmasing orangtua anak. Orangtua yang rendah tingkat pendidikannya akan
menilai hl tersebut tidak wajar (tabu) dan bertentangan dengan kebiasaan,
tetapi orangtua yang berpendidikan tinggi akan menganggap bahwa
dengan memberikan pendidikan seks pada anak sedini mungkin
merupakan suatu keberuntungan, karena dengan hal ini dapat menghindari
anak-anak dari orang-orang jahat yang ingin memanfaatkan ketidaktahuan
anak-anak akan hal tersebut.

2. Penanggulangan Bersifat Represif


Penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur
selain dilakukan secara preventif, maka dapat juga dilakukan secara
represif. Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif, maksudnya
adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan memberikan tekanan
terhadap pelaku kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terjadi
lagi. Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif ditujukan pada
pelaku kejahatan tersebut, yang dimulai dengan usaha penangkapan,
pengusutan di peradilan, dan penghukuman.
Penanggulangan

bersifat

represif

ini

adalah

berupa

tindakan

penanggulangan yang dilakukan setelah terjadi kejahatan dengan


memberikan sanksi hukuman yang setimpal dengan perbuatan/kesalahan
yang dilakukan oleh si pelaku atau dengan kata lain para pelaku diminta
pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Dalam tindakan penanggulangan yang bersifat represif ini, polisi, jaksa
dan hakim memegang peranan penting. Pihak kepolisian harus bertindak
secara cepat dan tepat apabila mendapat laporan mengenai perbuatanperbuatan kriminil. Setelah itu mengadakan pengusutan dengan kerjasama
bersama anggota masyarakat lalu mengajukannya ke Pengadilan untuk
mendapatkan pembuktian yang objektif demi terciptanya keadilan bagi
masyarakat.

Bila melihat ancaman hukuman yang terdapat pada pasal 290 KUHP
dimana bagi pelaku yang melanggar pasal tersebut diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun. Namun dalam
pelaksanaannya, hukuman yang dijatuhkan hakim sangat jauh berbeda dari
ancaman hukuman yang sesungguhnya. Akan tetapi dapat dipahami bahwa
beratnya ancaman hukum tidak menjamin untuk membuat seseorang
menjadi jera tetapi dapat menekan jumlah kejahatan tersebut. Sesuai
dengan faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan pencabulan terhadap
anak di bawah umur yang telah disebutkan di atas, maka usaha-usaha
represif harus pula bergerak dari faktor-faktor yang menimbulkan
kejahatan tersebut. Dalam faktor kurangnya kesadaran akan norma-norma
dan kaedah agama, maka orang yang telah melakukan kejahatan tersebut
harus dibina. Pembinaan mana adalah untuk merehabilitasi para pelaku
sehinnga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan dapat bertingkah
laku yang baik di dalam masyarakat. Rehabilitasi terhadap pelaku
kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan
dengan cara mengajarkan/menanamkan norma-norma agama dalam
dirinya. Pengajaran norma agama ini biasanya dilakukan oleh pemuka
agama melalui ceramah-ceramah agama yang dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan.
Salah satu segi penanggulangan represif ini adalah tindakan curativ
yaitu suatu usaha untuk menanggulangi kejahatn dengan menyembuhkan
kondisi pelaku. Dalam hal ini, harus diketahui apa yang menyebabkan

pelaku melakukan kejahatan tersebut, kemudian dicari jalan keluarnya


sehingga pelaku tidak akan mengulangi kejahatan itu lagi. Bahwa kondisikondisi individulah yang menyebabkan timbulnya kejahatan, karenanya
perhatian harus lebih dipusatkan pada pelaku kejahatan itu sendiri, oleh
sebab itu, setiap anggota masyarakat wajib dan bertanggung jawab untuk
mencegah penyebab timbulnya kejahatan baik secara individu maupun
kolektif.
Dalam usaha yang bersifat curativ ini, pelaku juga harus dibimbing
dan dibina agar menjadi manusia yang bertanggung jawab baik bagi
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Pada pelaku harus ditanamkan
nilai-nilai moral, etika dan agama sehingga ia dapat menjadi anggota
masyarakat yang baik dan tidak lagi melakukan tindakan yang melanggar
ketentuan hukum dan hak-hak orang lain termasuk kejahatan pencabulan
terhadap anak di bawah umur, sehingga ia dapat berpikir bahwa kejahatan
itu tidak sepatutnya ia perbuat pada anak-anak yang seharusnya dilindungi
dan dibimbing dengan baik.
Dengan adanya usaha-usaha penanggulangan kejahatan baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif diharapkan dapat
mengubah tingkah laku para pelaku yang sudah tersesat agar kembali
menjadi anggota masyarakat yang baik sehingga tercipta suatu kehidupan
yang aman dan tentram di dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai