Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi
interaksi antara satu dengan yang lainnya, mempunyai kecenderungan
timbulnya suatu konflik yang tidak dapat di hindarkan. Konflik terjadi karena
disatu sisi orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi mempunyai
karakter, tujuan, visi dan misi yang berbeda-beda. Konflik merupakan
peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi, konflik tidak
dapat di singkirkan tetapi konflik bias menjadi kekuatan positif dalam suatu
kelompok dan organisasi agar menjadi kelompok dan organisasi berkinerja
efektif.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktor-faktor yang menyebabkan tinbulnya konflik, baik konflik di dalam
individu maupun konflik antar perorangan, konflik di dalam kelompok dan
konflik antar kelompok. Dalam menata sebuah konflik dalam organisasi di
perlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua pihak yang terlibat
maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi. Oleh karena itu di
perlukan manajemen yang tepat agar konflik dapat terselesaikan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konflik?
2. Apa saja sumber konflik dan Jenis-jenis konflik?
3. Apa pengertian manjemen konflik?
4. Apa saja tujuan manajemen konflik?
5. Apa saja gaya menejemen konflik?
6. Bagaimana metode menejemen konflik?
7. Bagaimana dampak konflik?
1.3. Tujuan
1. Digunakan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen
SDM Kesehatan
2. Untuk membahas mengenai Manajemen Konflik.

3. Dalam pembahasan makalah ini menyatakan bahwa konflik merupakan


peristiwa yang wajar dalam suatu kelompok dan organisasi. Konflik
bukanlah suatu hal yang negatif malainkan suatu hal yang bias bermanfaat
bagi kinerja suatu kelompok dan organisasi, dengan cara mengarahkan
perhatian pada penyebab konflik dan mengoreksi kesalahan fungsi untuk
memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
1.4. Manfaat
Dalam pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi kita semua dalam memperkaya kajian mengenai Manajemen Konflik serta
menambah wawasan didalam mata kulaih Manajemen SDM Kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konflik
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok,
konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai
gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang
konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun
positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Konflik berasal dari kata kerja Latin configure yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Berikut pengertian konflik menurut beberapa ahli :
1. Gareth R. Jones mendefinisikan konflik organisasi sebagai perbenturan
yang muncul kala perilaku mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu
kelompok dirintangi atau digagalkan oleh tujuan kelompok lain. Karena
tujuan,

pilihan,

dan

kepentingan

kelompok-kelompok

pemangku

kepentingan (stake holder) di dalam organisasi berbeda maka konflik


adalah suatu yang tidak terelakkan di setiap organisasi.
2. M. Aflazur Rahim mendefinisikan konflik organisasi sebagai proses
interaktif yang termanifestasi dalam hal-hal seperti ketidakcocokan,
ketidaksetujuan, atau kejanggalan baik di intra individu maupun inter
entitas sosial seperti individu, kelompok, ataupun organisasi. Rahim
menyebut konflik sebagai proses interaktif bukan dengan maksud hendak
membatasi kemungkinan konflik di dalam diri individu, karena seringkali
seseorang mengalami konflik dengan dirinya sendiri.
2.2. Sumber Konflik dan Jenis konflik
a. Sumber Konflik
Konflik di dalam organisasi secara sederhana dapat disebabkan oleh faktorfaktor sebagai berikut:

1. Faktor Manusia
a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c.

Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis,


temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

2. Faktor Organisasi
a. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana
lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam
penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar
unit/departemen dalam suatu organisasi.
b. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam
fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada
konflik minat antar unit tersebut.
c. Masalah status. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen
mencoba

memperbaiki

dan

meningkatkan

status,

sedangkan

unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam


posisinya dalam status hirarki organisasi.
d. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan,
pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan
konflik antar unit/ departemen.
b. Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik
berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi
konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari
posisi seseorang dalam suatu organisasi.
1. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari
posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik

menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai


berikut :
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang
memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara
atasan dan bawahan.
b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang
memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban
lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi
konflik menjadi lima macam , yaitu:
a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini
terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan,
atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi,
konflik tujuan dan konflik peranan .
b. Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena
perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang
lain.
c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and
groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan normanorma kelompok tempat ia bekerja.
d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masingmasing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat
kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka

sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau
aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi
secara keseluruhan .
e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini
terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan
dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan
sumberdaya yang sama.
2.3. Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak
hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib
untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan
dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang
menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu
(intergrated) menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan
konflik, menetapkan cara-cara mencegahnya program-program dan tindakan
sebagai tersebut maka dapat ditekankan empat hal :

Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem


nilai/kultur organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat
dengan ketiga hal tersebut.

Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha


pencegahan. Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusisolusi untuk setiap konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha
penanganan konflik, bukan manajemen konflik.
6

Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan


mengingat semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila sistem
manajemen konflik yang diterapkan hanya untuk bidang Sumberdaya
Manusia saja misalnya.

Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen


konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan
demikian maka semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan
program sosialisasi lainnya.

2.4. Tujuan Manajemen Konflik


Konflik merupakan suatu fenomena yang sering kali tidak bisa dihindari dan
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Sumber-sumber organisasi, yaitu
sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan sumber daya teknologi.
Berikut tujuan manajemen konflik, yaitu :

Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk memfokuskan


diri pada visi,misi dan tujuan organisasi

Visi, misi dan tujuan strategis harus dicapai atau direalisasikan dengancara yang
sistematis dan dalam suatu kurun waktu yang direncanakan. Konflik dapat
menganggu perhatian serta mengalihkan energi dan kemampuan anggota
organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang strategis dari organisasinya

Dalam

Memahami orang lain dan menghormati keberagaman


berorganisasi,

harus

memahami

bahwa

rekan

kerja

memiliki

keanekaragaman dan berbagai perbedaan, suku, agama, bahasa, pribadi, perilaku,


pola pikir dan sebagainya. Manajemen konflik harus diarahkan agar pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik memahami keberagaman tersebut.

Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran


berbagai informasi dan sudut pandang

Konflik

atau

perbedaan

pendapat

memfasilitasi

terciptanya

berbagai

alternatif keputusan dan penggunaan informasi yang akurat untuk

memilih salah s a t u alternatif y a n g t e r b a i k . Manajemen k o n f l i k


h a r u s m e m f a s i l i t a s i terjadinya alternatif dan pemilihan salah satu
alternatif terbaik berdasarkan informasi yang akurat.

Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama,


dan kerja sama

Semua

subsistem

dan

para

anggota

dalam

organisasi

h a r u s bekerjasama, saling mendukung, dan salinh membantu untuk mencapai


tujuan organisasi.

2.5. Gaya Manajemen Konflik


Gaya manajemen konflik adalah pola perilaku orang dalam menghadapi
situasi konflik. Stella Ting-Tooney (2005) menggunakan istilah Gaya komunikasi
konflik bukan gaya manajemen konflik. Sebagai contoh, seorang pimpinan yang
otokratis cenderung menggunakan gaya manajemen konflik represif, supersif,
kometitif, serta agresi dan berupa mengalahkan lawan konfliknya. Sebaliknya,
seorang pemimpin yang demokratis jika menghadapi konflik akan menggunakan
musyawarah, mendengarkan pendapat lawan konfliknya dan mencari win&win
solution.
Ada macam-macam label deskriptif untuk lima macam gaya, sebagai berikut:

Gaya pesaing
Gaya bersaing berorientasi pada kekuasaan, dan konflik dihadapi dengan
strategi menang/kalah. Pada sisi negatif, seorang pesaing mungkin melakukan
tekanan, intimidasi bahkan paksaan kepada pihak-pihak lain yang terlibat
dalam konflik. Pada sisi positif, gaya bersaingan demikian mungkin
diperlukan apabila dituntut adanya suatu tindakan desisif cepat, atau apabila
perlu dilaksanakan tindakan-tindakan penting yang tidak bersifat populer.

Manajer yang menghindari diri dari konflik


Gaya memanaje konflik dengan menghindarkan diri dari konflik
cenderung kearah bersikap netral sewaktu adanya keharusan untuk
mengambil posisi atau sikap tertentu. Gaya ini dapat diterapkan apabila
8

konflik yang terjadi tidak berdampak terlalu banyak terhadap efektivitas


manajerial. Tindakan ini tepat untuk mengurangi ketegangan yang terjadi.

Akomodator
Gaya akomodator menghendaki konflik diselesaikan tanpa masing-masing
pihak yang terlibat dalam konflik, menyajikan pandangan-pandangan mereka
dengan keras dan berarti. Gaya ini bermanfaat apabila sebuah konflik lebih
penting bagi orang lainnya, memberikan pengalaman dan perasaan menang
bagi orang lain, dan menjadikan orang tersebut lebih reseptif tentang
persoalan lain yang lebih penting.

Manajemen yang Menekankan Kompromi


Gaya manajemen ini adalah gaya yang paling realitas yang dapat
memberikan hasil dalam jangka waktu yang disediakan untuk menyelesaikan
konflik. Apabila dalam kompromi para partisipan turut berbagi dalam kondisi
kemenangan maupun kekalahan, maka ini merupakan variasi dari strategi
menang-menang. Akan tetapi apabila kompromi dilakukan untuk
melunakkan persoalan dan menggerogoti kepercayaan diantara pihak yang
berkonflik, maka ini mendekati strategi kalah-kalah.

Kolaborator
Gaya manajemen konflik ini bisa dilakukan apabila pihak-pihak yang
berkonflik merumuskan kembali persoalannya dan kemudian dicari
pemecahannya. Manajemen konflik gaya ini perlu dilakukan apabila
persoalan-persoalan yang menimbulkan konfli penting bagi kedua belah
pihak yang berkonflik. Maka dari itu sekalipun sulit dan membutuhkan biayabiaya besar tetap harus diupayakan.

Menurut Teori Grid


Kerangka teori gaya manajemn konflik itu disusun berdasarkan dua dimensi :
(1) perhatian manajer terhadap orang/bawahan (concern for people) pada sumbu
horizontal dan (2) perhatian manajer terhadap produksi (concern for production)

pada sumbu vertical. Berdasarkan tinggi rendahnya kedua dimensi tersebut,


mereka mengembangkan lima jenis gaya manajemen konflik, antara lain :
a. Memaksa (forcing)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi,
sedangkan perhatian rendahnya terhadap bawahannya. Ia berupaya
memaksakan kehendaknya untuk meningkatkan produksi dengan
mengabaikan orang lain jika menghadapi konflik.
b. Konfrontasi (confrontation)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi dan
bawahannya cenderung menggunakan konfrontasi dalam memanajemen
konflik. Ia berupaya berkonfrontasi untuk meningkatkan produksi dan
dalam waktu yang bersamaan berkonfrontasi untuk memperhatikan
orang yang dipimpinnya.
c. Kompromi (compromising)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap
produksi dan bawahannya biasanya akan menarik diri jika mengahdapi
konflik. Ia mau berkompromi mengenai tingkat produksi organisasi
demi memenuhi kesejahteraan bawahannya.
d. Menarik diri (withdrawal)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap
produksi dan bawahannya biasanya menarik diri jika menghadapi
konflik. Ia lebih senang bersikap secara pasif, seolah-olah tidak terjadi
konflik dan tidak mau menghadapi konflik.
e. Mengakomodasi (smoothing)
Perhatian seorang manajer yang perhatiannya rendah terhadap
produksi,

sedangkan

tinggi

perhatiannya

terhadap

bawahannya

cenderung memberikan akomodasi jika menghadapi konflik. Ia


menyerah kepada keinginan lawan konfliknya emi hubungan yang baik
dan kesejahteraan bawahannya.

10

2.6. Metode-metode Manajemen Konflik


1. Metode Stimulasi Konflik
Metode ini dilakukan dengan keyakinan bahwa konflik juga memiliki
dampak positif dalam organisasi. Metode ini beranggapan konflik dapat
menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam
pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Manajer perlu merangsang
timbulnya

persaingan

dan

konflik

yang

dapat

mempunyai

efek

penggembelangan.
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Memasukkan dan menempatkan orang luar kedalam kelompok
b. Menyusun kembali organisasi
c. Menawarkan bonus, membayar insentif dan penghargaan untuk
pendorong persaingan
d. Memilih manajer-manajer yang tepat
e. Memberikan perlakuan yang berbeda dengan biasanya.
2. Metode Pengurangan Konflik
Artinya adalah mengelola konflik dengan mendinginkan suasana
tetapi tidak menangani masalah-masalah penyebab konflik. Metode ini bisa
dilakukan dengan seperti berikut:
a. Mengadakan kontak sosial yang menyenangkan antara kelompokkelompok dengan makan bersama atau liburan bersama.
b.

Mengganti tujuan yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang lebih


biasa dierima kedua kelompok.

11

c.

Mempersatukan kedua kelompok yang berkonflik untuk menghadapi


musuh atau ancaman yang sama. Cara ini bisa dilakukan dengan
memberikan informasi positif tentang kelompok yang berhadapan
dengan mereka sehingga mereka akan bernegosiasi untuk menghadapi.

3. Metode Penyelesaian Konflik


Metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian konflik adalah sebagai
berikut:
a. Dominasi dan penekanan, cara-caranya adalah dengan perincian dibawah
ini:

Memaksakan atau kekerasan yang bersifat penekanan otokratik.


Ketaatan harus dilakukan oleh pihak yang kalah kepada otoritas lebih
tinggi atau kekuatan lebih besar.

Meredakan atau menenangkan, metode ini lebih terasa diplomatik dan


manajer membujuk salah satu pihak untuk mengalah dalam upaya
menekan dan meminimasi ketidak sepahaman. Cara ini berisiko ada
pihak yang merasa ada yang di anakmaskan oleh manajer.

Menghindari, cara ini menuntut manajer untuk tidak ada pada satu
posisi tertentu. Manajer berpura-pura bahwa tidak terjadi konflik dan
mengulur-ulur waktu sampai mendapat lebih banyak informasi tentang
hal tersebut. Apabila manajer memilih cara ini maka tidak akan ada
pihak yang merasa puas.

Penyelesaian melalui suara terbanyak, menyelesaikan konflik dengan


melakukan pemungutan suara. Resikonya pihak yang akan merasa
dirinya lemah tanpa kekuatan dan mengalami frustasi.

b. Kompromi
Dalam metode ini manajer mencoba untuk mencari jalan tengah
dengan meyakinkan para pihak yang berkonflik untuk mengorbankan
sasaran-sasaran tertentu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sasaransasaran lain yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Cara-cara yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:

12

Pemisahan, pihak-pihak yang sedang berkonflik di pisahkan sampai


menemukan solusi atas masalah mereka.

Arbitrasi atau pewasitan, adanya peran orang ketiga biasanya sang


manajer diminta pendapatnya untuk menyelesaikan masalah

Kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku ketika tidak ditemukan


titik temu antara kedua belah pihak.

Ada juga yang melakukan tindakan penyuapan yang dilakukan oleh


salah satu pihak kepada pihak lain yang terlibat konflik untuk
mengakhiri konflik.

c. Pemecahan masalah integratif


Metode

ini

dilakukan

secara

bersama

untuk

terbuka

demi

ditemukannya sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh kedua belah


pihak. Metode ini menggunakan 3 pendekatan metode, sebagai berikut:

Konsensus
Dalam metode ini tidak akan ada pihak yang menang karena kedua
belah pihak sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik
bukan yang hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.

Konfrontasi
Semua pihak yang berkonflik mengeluarkan pandangan mereka
masing-masing secara langsung dan terbuka. Hal ini dilakukan untuk
menemukan

alasan-alasan

penyelesaiannya

secara

terjadinya
terbuka.

konflik

Metode

ini

untuk

dicari

membutuhkan

kepemimpinan yang terampil untuk memperoleh solusi yang rasional.

Penentu tujuan-tujuan yang lebih tinggi.

2.7. Dampak Konflik


Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah
sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
13

Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan


konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan
muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya
manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:

Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu


bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan
yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam
kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari


cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis
pekerjaan masing-masing

Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat


antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat
dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi,
loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.

Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat


stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena
karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri,
penghargaan

dalam

keberhasilan

kerjanya

atau

bahkan

bisa

mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.

Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai


dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan
(training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan
produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik


Dampak

negatif

konflik

(Wijono,

1993, p.2), sesungguhnya

disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan

14

untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik.


Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:

Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir


pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjamjam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir
menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih
awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.

Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman


kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung
jawab.

Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing


kemarahan,

ketersinggungan

yang

akhirnya

dapat

mempengaruhi

pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.

Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam


pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak
oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya,
timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah
tinggi, maag ataupun yang lainnya.

Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila


memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap
jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja,
mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang
merugikan orang lain.

Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini


disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran
dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet,
kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi
dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

15

BAB III
KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan
konflik organisasi sebagai perbenturan yang muncul kala perilaku
mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu kelompok dirintangi atau
digagalkan oleh tujuan kelompok lain.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.
konflik tidak selamanya mempunyai dampak negative, konflik juga dapat
menimbulkan dampak positive salah satu contohnya yaitu meningkatnya
ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja

3.2. Saran
Alhamdulillah, makalah telah kami selesaikan. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami mohon kritikan dan saran
dari teman-teman semuanya, khususnya kepada Ibu. Dr.Lucy.,MARS. demi
kelengkapan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua
khususnya dalam mata kuliah Manajemen SDM Kesehatan. Amin.

16

DAFTAR PUSTAKA
Griffin. 2003. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga Jakarta
http://kurmakurma.files.wordpress.com201005manajemen-konflik.pdf
http://www.hrcentro.com/artikel/Pengertian_Manajemen_Menurut_Para_Ahli_12
1220.html
Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan).
Bandung. Penerbit: CV. Mandarmaju.

17

Anda mungkin juga menyukai