Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengingat banyaknya kasus gantung diri yang terjadi, maka seorang dokter
sebaiknya harus mengetahui dengan baik mengenai tugas dan tanggung jawabnya
dalam menangani kasus penggantungan (hanging). Selain itu juga atas nama UU
KUHAP pasal 7, KUHAP pasal 133, dimana penyidik mempunyai wewenang untuk
mendatangkan ahli untuk menjernihkan suatu perkara, dan juga keterangan ahli itu
wajib diberikan untuk kasus yang diduga tindak pidana, maka, setiap dokter baik
pegawai negeri maupun swasta, baik dokter umum maupun spesialis, setiap saat dapat
diwajibkan melakukan pemeriksaan forensik. Penolakan dengan alasan apapun bahwa
dokter tersebut tidak mampu atau tidak ahli melakukan pemeriksaan tersebut tidak
dapat diterima , yang mana telah diatur pula dalam KUHP pasal 224, seorang ahli
yang tidak melaksanakan kewajibannya tersebut dapat dipidanakan. 1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Agar dokter dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam
menangani dan menyimpulkan kasus hanging ketika suatu saat dimintai
untuk menangani dalam suatu penyidikan perkara.

2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui pengertian hanging.
b. Untuk mengetahui cara penanganan kasus hanging baik jika korbannya
hidup ataupun meninggal.
c. Untuk mengetahui bagaimana menyimpulkan dan membedakan hanging
akibat pembunuhan, bunuh diri, ataupun kecelakaan.
C. Manfaat
a. Untuk Dokter
Sebagai referensi tambahan bagi dokter agar dapat menyadari sepenuhnya
aspek hukum maupun tanggung jawabnya dalam menangani kasus hanging.
b. Untuk Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan masyarakat bila
menemukan kasus hanging.
D. Permasalahan
Dokter harus mengerti, memahami, menangani dan menyimpulkan kasus
hanging.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hanging adalah suatu strangulasi dengan tekanan pada leher disebabkan oleh jerat
yang menjadi erat akibat berat badan korban sendiri, sehingga saluran udara pernafasan
tertutup.1 Defenisi lain menyebutkan penggantungan ( hanging ) adalah keadaan dimana
leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut memanfaatkan berat badan tubuh
atau kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan (strangulasi) dengan tali
ikat dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh. 2 Ada pula yang
mendefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian
berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher. Perbedaan gantung diri dengan penjeratan adalah dimana pada
penjeratan yang aktif adalah alat penjeratnya. 3
B. Jenis Penggantungan dan Posisi gantung diri
Penggantungan terdiri dari beberapa jenis : 4
1. Penggantungan lengkap
Istilah penggantungan lengkap digunakan jika beban aktif adalah seluruh

berat badan tubuh, yaitu terjadi pada orang yang menggantunkan diri dengan
kaki mengambang dari lantai.

2. Penggantungan tidak lengkap


Istilah penggantungan parsial digunakan jika beban berat badan tubuh tidak
sepenuhnya menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang

tergantung dengan posisi berlutut. Pada kasus tersebut berat badan tubuh
tidak seluruhnya menjadi gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial
Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam macam, kemungkinan
tersering :
1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai (complete hanging )
2. Duduk berlutut
Untuk posisi ini ada yang menyebutkan dengan istilah penggantungan
parsial. Bahan yang digunakan biasanya tali, ikat pinggang, kain, dll.
3. Berbaring (biasanya di bawah tempat tidur)
C. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara 1
1. Tentukan korban masih hidup atau sudah meninggal. Bila masih hidup maka
diusahakan memberikan pertolongan secepatnya.
2. Kumpulkan bukti-bukti yang dapat memberikan petunjuk cara kematian.
Hati-hati terhadap kasus pembunuhan terselubung, misalnya : adakah alat
penupu untuk mencapai suatu ketinggian dan arah serabut tali penggantung.
Bila korban dibunuh dulu baru digantung dengan cara menggerek maka arah
serabut tali menjauhi korban, dan juga lebam mayat dapat ditemukan pada
dua tempat yang berlainan, misalnya dibelakang tubuh pada bagian distal
tungkai dan lengan.
3. Perhatikan jeratnya, apakah simpul hidup atau simpul mati. Apabila simpul
mati maka dicoba apakah dapat melalui lingkaran kepala atau tidak.
4. Setelah selesai melakukan pemeriksaan termasuk memperkirakan saat
kematian korban, maka sebelum kita menurunkan korban maka harus kita
ukur tinggi tiang gantungan, panjang tali penggantung, jarak lantai dengan
ujung kaki apabila korban tergantung bebas. Pada kasus menggantung, tidak

selalu harus kaki lepas dari lantai, dapat dalam posisi berlutut, setengah
duduk dan sebagainya. Semua ini diperlukan untuk rekronstruksi dikemudian
hari.
5. Letak korban di TKP : korban ada di suatu tempat yang bebas dari bendabenda lain atau korban berdekatan dengan benda lain, misalnya lemari,
tempat tidur, dinding dan sebagainya. Perhatikan juga pada tubuh korban
ditemukan kekerasan benda tumpul atau tidak.
6. Cara menurunkan korban : potonglah bahan penggantung diluar simpul
(tempat yang bebas simpul).
7. Bekas serabut tali pada tempat bergantung dan pada leher diamankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
8. Perhatikan bahan penggantungnya : makin kecil dan makin keras bahan yang
dipakai maka makin jelas alur jerat yang timbul pada leher.
9. Lidah terjulur, mata melotot, keluar mani dan feses, keluar darah dari
kemaluan wanita, semua itu bukan merupakan petunjuk dari cara kematian.
- Lidah terjulur atau tidak : tergantung letak jerat dileher, bila letaknya
dibawah jakun (cartilage thyroidea) maka lidah akan terjulur, sebaliknya
-

bila letaknya diatas jakun maka lidah malah tertarik kedalam.


Mata melotot adalah akibat bendungan di kepala (dalam rongga bola

mata).
Keluar mani, feses, urin, darah dari vagina : adalah akibat stadium
konvulsi pada saat akan mati (agonal) yang mengenai otot-otot vesica

seminalis, rectum dan uterus.


D. Pemeriksaan Luar dan Dalam
Pemeriksaan luar 1,3,4,5

1. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter,
dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar.
b. Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher,
dimulai pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut tanda parchmentisasi.
d. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau
lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher
sebanyak 2 kali.
2. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.
Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
3. Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia tampak
pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan adanya penekanan
pada bagian leher
4. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem.
5. Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai, skrotum dan ujung ektremitas
atas.
6. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
7. Urin dan feses bisa keluar.

Pemeriksaan dalam 1,3,5,6

1. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera
lainnya.
2. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus
penggantungan yang disertai dengan tindakan kekerasan.
3. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
4. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante-mortem.
5. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
6. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.
7. Akibat bendungan pembuluh darah dan ashphyxia dapat terjadi perdarahan
kecil-kecil misalnya pleura dan peritoneum. Organ-organ tubuh mengalami
pembendungan terutama organ-organ dalam rongga abdomen bagian bawah.
E. Mekanisme kematian
Kematian pada kasus hanging terjadi karena penekanan pada pembuluh darah
leher, sehingga tidak adanya darah yang teroksigenasi mencapai otak. Sumbatan jalan
nafas juga dapat terjadi dan juga dapat terjadi pula penekanan pada trachea apabila
simpul tali gantungan berada pada laring (pangkal tenggorokan). Saluran udara
tertutup karena pangkal lidah terdorong ke atas belakang, ke dinding posterior
7

pharynx. Palatum molle dan uvula terdorong ke atas, menekan epiglottis sehingga
menekan lubang laring.1,4
F. Sebab Kematian 1,3,5
1. Kerusakan pada batang otak dan medulla spinalis. Hal ini terjadi akibat
dislokasi atau fraktur vertebra ruas leher, misalnya pada judicial hanging
(hukum gantung). Terhukum dijatuhkan dari ketinggian 2 meter secara
mendadak

dengan

menghilangkan

tempat

berpijaknya

sehingga

mengakibatkan terpisahnya C2-C3 atau C3-C4, yang juga terjadi akibat


terdorong oleh simpul besar yang terletak pada sisi leher. Medulla spinalis
bagian atas akan tertarik/teregang atau terputar dan menekan medulla
oblongata. Kadang-kadang medulla oblongata pada batas pons terputar
sehingga menyebabkan hilang kesadaran, sedangkan denyut jantung dan
pernafasan masih berlangsung sampai 10-15 menit. Pada autopsi sering
ditemukan adanya faring yang terluka dan biasanya tidak ada perbendungan,
sedangkan arteri karotis terputar sebagian atau seluruhnya.
2. Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernafasan.
3. Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri-arteri leher akibat oksigenasi
yang inadekuat.
4. Vagal Refleks. Inhibisi pada vagal pada umumnya merupakan penyebab dari
kematian yang segera (immediate death), hal mana dikaitkan dengan
terminologi sudden cardiac arrest, dapat terjadi karena leher terkena trauma
pada leher bagian depan atau bagian samping. Inhibisi vagal ini juga sering
diikuti dengan fibrilasi ventrikel.
G. Cara Kematian

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada
penggantungan, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus, walaupun demikian
pemeriksaan yang teliti tetap harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan lain.
Hanging karena kecelakaan atau penggantungan yang tidak disengaja dapat dibagi
dalam 2 kelompok yang terjadi sewaktu bermain (anak-anak) atau bekerja dan
sewaktu melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (autoerotic hanging). 1,3
Cara lain adalah dengan pembunuhan dengan menggantungkan korban
meskipun metode ini jarang dijumpai. Cara ini mudah dilakukan apabila korban anakanak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita
penyakit, dibawah pengaruh alcohol, obat bius ataupun korban sedang tetidur.3
Skenario yang lain apabila si korban dapat dengan cepat dilumpuhkan oleh dua atau
lebih penyerang yang lebih kuat dari korban.4

H. Beda gantung diri dan pembunuhan


Faktor

Pembunuhan

TKP :

Bunuh Diri

Lokasi

Variabel

Tersembunyi

Kondisi

Tidak teratur

Teratur

Pakaian

Variabel

Rapih dan baik

Alat

Berasal dari si

Berasal dari alat yang

pembunuh

tersedia di kamar

Surat atau catatan

Tidak ada

Ada (seringkali)

Kamar

Variabel, bila

Terkunci dari dalam

terkunci, terkunci dari


luar
Alat Penjerat:

Simpul

Mati (biasanya)

Hidup

Lilitan

Hanya sekali

Sekali tapi sering berulang


kali

Arah

Mendatar

Serong ke atas

Jarak simpul

Lebih dekat

Jauh

Dari bawah ke atas

Atas ke bawah

dengan tumpuan

Arah serabut tali


tampar

10

Korban:

Jejas jerat

Jejas berjalan
mendatar

jejas, merah cokelat


seperti perkamen;
serong

Perlawanan

Ada (biasanya)

tidak ada

Luka-luka lain

Ada (sering di daerah

tidak ada (biasanya)

leher)

luka percobaan dapat


ditemukan

Jarak dengan lantai

Jauh

dekat, seringkali masih


menempel

Tabel 1 : Perbedaan Gantung Diri dan Pembunuhan

1 Dikutip dari kepustakaan no. 5

11

Gambar 1. Jarak simpul antara kejadia murni gantung diri dan pembunuhan dengan
cara digantung.2
I. Tanda-Tanda kematian akibat asfiksia
1. Petekie hemoragis
Sering terdapat dikelopak mata, dibelakang telinga dan konjungtiva. tidak
selalu karena hipoksia atau peningkatan tekanan intrakranial. Betul bahwa
petekie lebih sering pada kulit yang dijerat karena tekanan vena yang
meningkat, tetapi kenyataanya petekie dapat ditemukan pada tempat yang
tidak berkaitan dengan penjeratan. Sehingga contoh sekelompok petekie dapat
terdapat pada orang gantung diri yang terjadi mungkin karena gerak tubuh
yang terjadi sebelum kematian, tungkai yang menabrak benda keras. Hipoksia
dan hiperkapnea terjadi secara bersamaan pada asfiksia, kemudian diikuti
peningkatan tekanan darah, curah jantung dan katekolamin (norepineprin)
dimana norepinefrin akan meningkatkan permeabilitas endotel pembuluh
darah. Distribusi petekie pada orang dewasa biasanya pada kulit retroaurikuler,
konjungtiva, thymus, subpleura dan arterioventrikular. Dstribusi intrathorak
biasanya karena asfiksia sentral yang disebabkan karena kegagalan pusat
pernapasan. Petekie dan perdarahan luas juga bisa terjadi pada kasus dimana
asfiksia bukan penyebab utama, distribusi di sepanjang aorta thorakalis dan
konjungtiva bisa karena kegagalan jantung akut pada penyakit pembuluh darah
koroner. 6
2. Sianosis dan kongestif
2 Dikutip dari kepustakaan no. 5

12

Asfiksia tidak selalu menimbulkan sianosis sehingga faktor sianosis tidak


dapat digunakan sepenuhnya untuk menentikan kematian asfiksia. Sianosis
tidak kelihatan jika kadar Hb < 5 g%. Terdapatnya dilatasi vena besar dan sisi
kanan jantung merupakan indikasi kematian asfiksia tetapi tidak semua
kematian asfiksia disertai hal ini. Kurangnya oksigen akan menyebabkan darah
menjadi lebih encer dan gelap. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap
demikian juga lebam mayat. Adanya cairan darah dijantung pada postmortem
menunjukkan meningkatnya aktifitas antitrombin dan fibrinolitik. Kongesti
yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas yaitu kongesti sistemik yang terjadi di
kulit dan organ selain paru-paru. Sebagai akibat dari kongesti vena ini akan
terlihat adanya bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrhages) atau sering
juga disebut Tardieu Spot.6
3. Penemuan jalan nafas
a. Cedera Laring
Trauma laring ini jarang sekali ditemukan pada kasus gantung diri. 5
b. Arteri karotis. Robeknya arteri bisa terjadi pada kasus penjeratan. Jika
korban masih hidup, robekan arteri dapat menyebabkan komplikasi
neurologi baik karena trombosis yang berbarengan dengan embolisasi atau
karena trauma diseksi yang menyebabkan oklusi. Tekanan pada sinus
karotis menyebabkan hilangnya kesadaran dan kematian dan hal ini akan
terlihat sedikit memar pada daerah tersebut pada saat dilakukan otopsi.6
c. Edema Paru. Untuk itu perlu paru-paru ditimbang untuk mengetahui
beratnya, walaupun hanya mempunyai arti sedikit dalam hal penentuan
13

kematian karena obstruksi saluran pernafasan, dan sering dijumpai pada


d.

kasus yang lain. 3


Patahnya tulang lidah dan tulang rawan gondok.disebabkan karena tekanan
atau kompresi langsung dari samping, ataupun karena tekanan yang tidak
langsung. Tulang rawan gondok patah pada bagian cornusuperior, yang
dimungkinkan

karena

adanya

traksi

pada

jaringan

ikat

yang

menghubungkan tulang lidah dan ligament tiroid.3


J. Aspek Hukum Penanganan Kasus Hanging 7,8
a. Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau dokter ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaa mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
kepada mayat tersebut dan diberi lebel yang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan di ibu jari kaki atau bagian lain
dari badan mayat.
b. Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang, karena pembunuhan
biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun
c. Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih

dahulu

menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan

14

berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
d. Pasal 345 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri atau
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi
orangnya membunuh diri.
e. Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena keikhlafannya menyebabkan orang mati, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana kurungan selamalamanya satu tahun.

BAB III
PENUTUP

15

A. Kesimpulan
1.
Hanging adalah suatu bentuk strangulasi atau tekanan pada leher dimana
suatu jeratan (misalnya tali) yang menjadi erat karena tubuh korban sendiri
sehingga saluran pernafasan menjadi tertutup, dalam hal ini jerat (tali)
2.

bersifat pasif sedangkan tubuh korban bersifat aktif. 4,6


Jika seorang dokter dimintai kesediannya oleh penyidik untuk menangani
suatu kasus hanging, maka dokter harus mengetahui apa saja yang harus
dilakukannya pada awal tiba di TKP. Hal pertama yang harus dilakukakan
adalah dokter harus bisa menyimpulkan bahwa korban hanging tersebut
sudah meninggal atau belum, kalau belum maka korban wajib untuk
dilakukan pertolongan terlebih dahulu. Kemudian juga penting bagi dokter
untuk menentukan cara kematian korban, sebab kematian, dan membantu

penyidik mengumpulkan barang bukti. 4,5,8


3. Untuk mengetahui cara kematian apakah korban bunuh diri, kecelakaan
ataupun pembunuhan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
keadaan TKP, alat jerat apa yang digunakan, simpul jeratan, arah jeratan,
bagaimana bentuk luka jerat yang ditimbulkan, apakah ada tanda-tanda
pembunuhan misalnya perlawanan dan luka-luka lainnya, dan juga jarak
tubuh korban dengan lantai. Dari keadaan TKP, bunuh diri didapatkan
keadaan TKP yang tenang, sedangkan bila pembunuhan sering ditemukan
TKP yang berantakan yang dimungkinakan karena adanya perlawanan dari
korban. Jika korban bunuh diri maka biasanya jarak simpul pada leher dan
ikatan pada belandar itu jauh, sedangkan pada korban yang dibunuh atau

16

tidak sadar kemudian digantung, biasanya jarak simpul pada leher dengan
ikatan pada belandar itu dekat. Kemudian pada pembunuhan simpul, yang
digunakan biasanya simpul mati sedangkan pada bunuh diri sering simpul
hidup. 6,8,9,10
4. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bekas jeratan pada leher, perhatikan
perkamentisasi yang terjadi pada bekas jeratan, kemudian dapat ditemukan
juga tanda-tanda asfiksia berupa petekie hemoragis pada konjungtiva, lebam
mayat ditemukan pada ujung-ujung ektremitas dan pada skrotum. Namun
perlu diingat bahwa lidah menjulur, mata melotot, urin dan feses yang keluar
yang ditemukan pada pemeriksaan luar bukan petunjuk cara kematian. Pada
pemeriksaan dalam sering ditemukan bendungan pada organ-organ dalam dan
juga petekie hemoragis pada organ dalam. 4,6,7,8,9,10
B. Saran
Sebaiknya seorang dokter umum baik dokter pemerintah maupun dokter
swasta harus mampu menangani suatu kasus hanging, apalagi dokter yang

bertugas di daerah yang tidak ada dokter ahli forensiknya.


Dokter juga sebaiknya dapat bekerja sama dengan baik dengan penyidik
dalam hal ini polisi dalam mengungkapkan kasus hanging.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Apuranto, H. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Ed 7. Surabaya:


Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 2010
2. Gee, DJ. Lecture Notes Forensic Medicine. Ed 4. London: Oxford London
scientific Publications; 1984
3. Idris, Munim. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed 1. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997
18

4. J Vincent, J Dominict. Forensic Pathology. New York: Elsevier; 1993


5. Idris Munim, Legowo Agung. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2008
6. Arnold Edward. The Pathology of Trauma. Boston: British Library Cataloguing in
Publication Data; 1993
7. Sugandhi R. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional; 1981
8. __________. KUHAP. Surabaya: Karya Anda

19

Anda mungkin juga menyukai