Anda di halaman 1dari 14

PYTIRIASIS ROSEA

Fitri Zelia Lizanty, S.Ked


Pembimbing Dr. dr. Rusmawardiana, Sp.KK
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan
gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian
diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.1
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan
pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
( rosea ). Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda.
Insiden tertinggi pada usia antara 15 40 tahun. 3 Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak
nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul
gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya2
Pitiriasis rosea mempunyai gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan
penyakit lainnya maka dari itu dokter umum diharapkan mampu melakukan
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Referat ini akan membahas
mengenai definisi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, prognosis pitiriasis rosea

ETIOPATOGENESIS
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara
penyebaran infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya
adalah virus karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang
umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7 sebagai penyebab
erupsi. Terdapat DNA virus dalam peripheral blood mononuclear cell (PBMC)
dan lesi kulit.. Replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan -7 pada sel
mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus
pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi
sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap
pada fase laten sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan
oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine,
metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan ketotifen.1,3 Hipotesis lain
menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian
Pitiriasis Rosea.7
MANIFESTASI KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius

bagian

atas

atau

gangguan

gastrointestinal.

Sumber

lain

menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala


prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter
berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna
pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal
dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang. 2 Sinar
matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah
yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari
2

melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal
didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai
dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau
anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah
ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang
ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang
juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal
dengan nama herald patch.1,2,3

Herald Patch

Gambar herald patch3

skuama
Gambar plak primer tipikal ( herald patch )
menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak 4

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan
pembengkakan kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu
kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan
ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama
dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 1,5 cm )
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa
paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan
garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan
tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

Gambaran menyerupai pine tree (http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515

2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak
sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih
bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler.3
Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak
4

tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari
Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan
pemeriksaan lanjutan.

Gambar Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder
sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
5

Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium


yang membantu dalam membuat diagnosa. Pemeriksaan ini jarang diperlukan
dalam kasus PR. Pemeriksaan fisik, hitung darah sel, biokimia dan analisis urin
dalam rentang normal, kadang ditemukan leukositosis, neutrophilia, basophilia
dan limfositosis.
Serologi
Dapat dilakukan RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs( Fluoresent
Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.8 Pada pasien dengan
riwayat adanya penyakit hubungan seksual atau bekerja sebagai PSK yang
membuat mereka termasuk dalam faktor risiko, pemeriksaan serologis untuk
sifilis perlu untuk dilakukan.
Histopatologik
Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga
penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk
menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pemeriksaan
histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa banding. Gambaran
histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:

Akantosis ringan yang terjadi karena adanya parakeratosis fokal dan

hyperplasia spongiosis fokal pada lapisan epidermis.


Ekstravasasi eritrosit ke lapisan dermis
Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut
Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.1

Akantosis
Spongiosis

Infiltrat limfohistiosit

Gambar 1. histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,


menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,
spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial 2

DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya
pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,
membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau
alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat
genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika
gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4
2. Psoriasis gutata4,7,10
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi
pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang
dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut
sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda.11
3. Lichen planus3,4,8
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih
banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran
mukosa mulut dan bibir.8
4. Dermatitis numularis4,6
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan
predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang
terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin


didapatkan cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang
menjadi mikosis fungoides.8
6. Dermatitis seboroik3,4,8,9
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya
berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan
predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan
fleksor dari persendian-persendian.3
7. Tinea corporis3,4,6,9
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat
menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan
central healing.6 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,
skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi
jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau
pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. 4 Tinea
corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3
8. Pitiriasis versikolor4,6,7,8,9
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau
coklat berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak terlihat
saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat
ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya
dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat3,4,8,9
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10
Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi
timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang
sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan
skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan
adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada
mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi
kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama
dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4
10. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9
8

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya


pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,
membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau
alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat
genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika
gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4
11. Psoriasis gutata4,7,10
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi
(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi
pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang
dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut
sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada
anak dan dewasa muda.11
12. Lichen planus3,4,8
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih
banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran
mukosa mulut dan bibir.8
13. Dermatitis numularis4,6
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan
predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang
terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6
14. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin
didapatkan cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang
menjadi mikosis fungoides.8
15. Dermatitis seboroik3,4,8,9
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya
berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan
predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan
fleksor dari persendian-persendian.3
16. Tinea corporis3,4,6,9
9

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat
menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan
central healing.6 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,
skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi
jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau
pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. 4 Tinea
corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3
17. Pitiriasis versikolor4,6,7,8,9
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau
coklat berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak terlihat
saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat
ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya
dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4
18. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat3,4,8,9
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10
Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi
timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang
sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan
skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan
adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada
mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi
kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama
dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4
PENATALAKSANAAN
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh
sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi
yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
-

Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap


selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2
10

minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea


berlangsung hingga 3-4 bulan
-

Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan


mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.

2. Khusus
-

Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin
losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi
yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal
kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali
sehari ).2,

Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa
gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau
asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral
pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang
diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa
73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral
mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga
mempunyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di
Tehran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak
ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan
eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis
yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar
radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa
gatal dan menguranngu lesi.2 Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada
11

penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B


( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.2
PROGNOSIS
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu.1
KESIMPULAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan
gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian
diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak
nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul
gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA
1. James, William D., Timothy G.B, Dirk M. Epityriasis Rosea. In: James WD
Berger TG, Eston DM. Andrews diseases of the skin, 10th ed. WB
Saunders Company, Canada.2006; 207-216.
2. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine
Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.
3. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rooks textbook of dermatology.7th
ed. 2004. 25.79-82.
4. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com.
5. Graham-Brown Robin, Bourke Johny.Mobsys Color Atlas and Text of
Dermatology; edisi ke -2. Philadelhia, USA: Elsevier, 2007: 224-25.
12

6. Henderson David J, Usatine Richard P, Pityriasis Rosea. Dalam: Usatine


Richard P, Smith Mindy Ann, Mayeaux Jr. E.J.Editor. The Color Atlas of
Family Medicine. USA: McGraw Hill.2009:630-33
7. Gawkrodger David J. Dermatology an Illustrated Colour Text; edisi ke -4.
Philadelphia, USA: Elsevier. 2008: 40-1..
8. Hall John C. Sauers Manual of Skin Disease; edisi ke -9. Philadelphia,
USA. Lippincott Wiliam and Wilkins. 2006: 157-61
9. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and
Treatment forty eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.
10. Djuanda Adhi. Dermatosis Eritriskuamosa. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah
Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edidi ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2007: 189-200

13

14

Anda mungkin juga menyukai