BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah lingkungan yang kita hadapi pada hakikatnya adalah masalah
ekologi manusia. Masalah itu timbul karena perubahan lingkungan yang
menyebabkan lingkungan itu tidak atau kurang sesuai lagi untuk mendukung
kehidupan manusia. Akibatnya adalah terganggunya kesejahteraan manusia. Di
kalangan ilmuwan khususnya pakar Biologi lingkungan telah lama mendapatkan
perhatian khusus.
Hal ini tidaklah mengherankan karena ekologi merupakan ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
merupakan salah satu cabang biologi yang penting. Dalam permasalahan
lingkungan, yang dipersoalkan ialah perubahan yang diakibatkan oleh perbuatan
manusia. Dengan makin besarnya jumlah manusia yang disertai dengan kebutuhan
yang meningkat per orangnya dan meningkatnya kemampuan manusia untuk
melakukan intervensi terhadap alam, baik alam abiotik maupun alam biotik,
perubahan yang terjadi pada lingkungan makin besar pula. Perubahan yang makin
besar itu misalnya arus energi dan daur materi, telah mengganggu proses alam
sehingga banyak fungsi ekologi alam terganggu pula. Dampak gangguan fungsi
ekologi alam terhadap kesejahteraan manusia makin terasa pula baik secara nyata
maupun potensial. Inilah yang dirisaukan sejak puluhan tahun yang lalu dan
masalah tidak tampak berkurang, melainkan malahan nampak makin bertambah.
Konferensi Stockholm
Sejak tahun 1950-an, masalah lingkungan mendapatkan perhatian tidak
saja dari para ilmuwan, melainkan juga masyarakat umum dan politisi. Memicu
perhatian itu ialah terutama terjadinya pencemaran oleh limbah industri dan
pertambangan serta pestisida. Misalnya, di Jepang dalam tahun 1940-an dan 1950an terjadi pencemaran oleh air raksa (Hg) dari limbah industri dan oleh cadmium
(Cd) dari limbah pertambangan (Zn). Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit
keracunan yang berturut-turut disebut penyakit Minamata (itai-itai). Nama
penyakit Minamata diambil dari tempat terjadinya keracunan tersebut yaitu di
teluk Minam\ata. Secara harfiah penyakit itai-itai berarti aduh-aduh, karena para
korban mengaduh kesakitan. Kedua penyakit itu telah merenggut banyak korban
jiwa.
Di Amerika, pada tahun 1962, terbitlah buku yang dikarang oleh Rachel
Carson dan berjudul The Silent Spring dalam buku ini Carson menguraikan
tentang adanya penyakit baru yang mengerikan dan kematian hewan yang
disebabkan oleh pencemaran. Musim semi menjadi sunyi. Laporan tentang
pencemaran pun bertambah banyak.
Suara keprihatinan mengenai lingkungan semakin keras. Suara itu
mulanya hanya terdapat di negara maju, karena di negara itulah orang merasa
bahwa hidupnya yang aman dan makmur terancam oleh berbagai masalah
lingkungan itu. Akan tetapi mereka tidak hanya mempermasalahkan lingkungan di
negara maju, melainkan juga lingkungan di negara sedang berkembang.
Di negara sedang berkembang orang semula berpendapat bahwa masalah
itu bukan masalah mereka. Mereka pun menentang gerakan lingkungan yang
tumbuh di negara maju, karena gerakan itu dianggap akan menghambat usaha
pembangunan. Namun ternyata di negara sedang berkembang pun terdapat
masalah lingkungan. Misalnya di kota Sao Paulo Brazil dan banyak di kota Cina
pencemaran udara tidak kalah parahnya dibanding negara maju. Lingkungan
perairan pun banyak yang tercemar oleh limbah rumah tangga, misalnya tinja,
sehingga sering terjadi ledakan penyakit muntah berak. Sehingga munculah
kesadaran akan adanya masalah lingkungan makin meluas.
Dengan kesadaran makin meluas itu pada tahun 1972 berkumpulah lebih
dari 100 negara anggota PBB di Stockholm untuk membicarakan masalah
lingkungan yang dihadapi dunia. Konferensi itu kini dikenal dengan Konferensi
Stockholm. Dengan adanya konferensi ini lingkungan tidak lagi merupakan
masalah satu negara saja, melainkan telah menjadi masalah internasional.
Konferensi itu pun sepakat untuk mengusulkan didirikannya sebuah badan PBB
khusus untuk masalah lingkungan. Badan itu kemudian didirikan dengan nama
United Nations Environmental Programme yang bermarkas besar di Nairobi,
Kenya.
Pembangunan Berkelanjutan
Dengan adanya Konferensi Stockholm masalah lingkungan yang dihadapi
dunia tidak dapat teratasi. Pada satu pihak negara maju masih meneruskan pola
hidupnya yang mewah dan boros serta yang mencemari lingkungan. Jumlah
industri, kendaraan bermotor, dan konsumsi energi terus meningkat sehingga
limbah yang dihasilkan makin bertambah banyak. Usaha untuk mengurangi
limbah itu pun tidak banyak dilakukan, termasuk limbah berbahaya dan beracun.
Amerika dan Belanda misalnya, dihebohkan dengan adanya limbah beracun yang
mencemari pemukiman.
Pada lain pihak negara sedang berkembang meningkatkan eksploitasi
sumber daya alamnya untuk dapat meningkatkan pembangunannya dan untuk
membayar utang luar negerinya. Karena kemampuan ekonomi dan teknologi serta
kesadaran lingkungan yang masih terbatas, peningkatan pembangunan itu tidak
disertai dengan tindakan yang memadai untuk melindungi lingkungan.
Maka, kerusakan lingkungan sumber daya karena eksploitasi yang
berlebihan dan cara yang sembrono sehingga pencemaran lingkungan pun terjadi
di negara sedang berkembang. Apabila masalah-masalah ini tidak dapat
dikendalikan tidak saja akan terjadi pengurasan sumber daya melainkan berbagai
fungsi ekologi lingkungan yang berguna bagi manusia akan mengalami
kerusakan. Dengan kerusakan itu tidak saja tumbuhan dan hewan akan terancam
kepunahan, melainkan manusia pun akan menghadapi bahaya yang serupa atau
paling sedikit akan mengalami banyak kesulitan. Gejala kearah itu sudah mulai
terlihat.
Dengan demikian pembangunan yang didambakan akan menaikkan
tingkat kesejahteraan umat manusia justru akan menurunkannya, karena
lingkungan tidak lagi mampu mendukung kehidupan yang sehat. Seharusnya
pembangunan itu tidak bersifat serakah untuk kepentingan diri sendiri melainkan
memperhatikan juga kepentingan anak cucu dengan berusaha meninggalkan
sumber daya yang cukup dan lingkungan yang sehat yang dapat mendukung
kehidupan mereka dengan sejahtera.
Pengelolaan Lingkungan
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Kimia Pembuatan Ammonia dan Urea
Pupuk Urea yang dikenal dengan nama rumus kimianya NH2CONH2
pertama kali dibuat secara sintetis oleh Frederich Wohler tahun 1928 dengan
mereaksikan garam cyanat dengan ammonium hydroxide.
Tingkat Pertama :
Gas bumi dan uap air direaksikan dengan katalis melalui pipa-pipa vertikal
dalam dapur reforming pertama dan secara umum reaksi yang terjadi sebagai
berikut:
Cn H2n
CH4
+ nH2O
+ H2O
Tingkat Kedua :
NCO + (2n+1)H2
CO + 3H2
panas
panas
Udara dialirkan dan bercampur dengan arus gas dari reformer pertama di
dalam reformer kedua, hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan reaksi
reforming dan untuk memperoleh campuran gas yang mengandung nitrogen (N)
2 CH4
+ 3 O2
--->
12 N2
5
2 CO
+ 4 H2O
--->
12 N2
lalu campuran gas sesudah reforming direaksikan dengan H2O di dalam
converter CO untuk mengubah CO menjadi CO2
CO
+ H2O
--->
CO2
+ H2
CO2 yang terjadi dalam campuran gas diserap dengan K2 CO3
K2 CO3
+ CO2
+ H2O --->
KHCO3
larutan KHCO3 dipanaskan guna mendapatkan CO2 sebagai bahan baku
pembuatan urea.
Setelah CO2 dipisahkan, maka sisa-sisa CO, CO2 dalam campuran gas harus
dihilangkan yaitu dengan cara mengubah zat-zat itu menjadi CH4 kembali
CO
CO2
+ 3H2
CH4
+ H2O
+ 4H2
CH4
+ 2H2O
Lalu kita mensitesa nitrogen dengan hidrogen dalam suatu campuran ganda
pada tekanan 150 atmosfer dan kemudian dialirkan ke dalam ammonia converter.
N2
+ 3H2
--->
2NH3
Setelah didapatkan CO2 (gas) dan NH3 (cair), kedua senyawa ini direaksikan
+ CO2
NH2COONH4
+Q
ammonium
Ammonia
karbondioksida
karbonat
NH2COONH4
NH2 CONH2 + H2O - Q
Reaksi ini berlangsung tanpa katalisator dalam waktu 25 menit. Proses
selanjutnya adalah memisahkan urea dari produk lain dengan memanaskan hasil
reaksi (urea, biuret, ammonium karbamat, air dan ammonia kelebihan) dengan
penurunan tekanan, dan temperatur 120-165 derajat Celsius, sehingga ammonium
karbamat akan terurai menjadi NH3 dan CO2, dan kita akan mendapatkan urea
berkonsentrasi 70-75%.
Untuk mendapatkan konsentrasi urea yang lebih tinggi maka dilakukan
pemekatan dengan cara:
Penguapan larutan urea di bawah vacuum (ruang hampa udara, tekanan 0,1
atmosfir mutlak), sehingga larutan menjadi jenuh dan mengkristal.
Untuk mendapatkan urea dalam bentuk butiran kecil, keras, padat maka
kristal urea dipanaskan kembali sampai meleleh dan urea cair lalu
4. Prilling Unit
Kristal urea keluaran Centrifuge dikeringkan sampai menjadi 99,8% berat
dengan udara panas, kemudian dikirimkan ke bagian atas Prilling Tower untuk
dilelehkan dan didistribusikan merata ke seluruh distributor, dan dari distributor
dijatuhkan ke bawah sambil didinginkan oleh udara dari bawah dan menghasilkan
produk urea butiran (prill). Produk urea dikirim ke bulk storage dengan belt
conveyor.
5. Recovery Unit
Gas ammonia dan gas CO2 yang dipisahkan dibagian purifikasi diambil
kembali dengan 2 langkah absorbsi dengan menggunakan mother liquor sebagian
absorbent kemudian di recycle kembali ke bagian sintesa.
6. Process Condensate Treatment Unit
di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan
sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
10
dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi
menipisnya lapisan ozone di stratosfer.
Teknologi
memungkinkan
negara-negara
tropis
(terutama
negara
11
12
Jenis limbah yang dihasilkan oleh industri pupuk adalah limbah cair, gas
dan padat.
1. Limbah Cair
Limbah cair mengandung ammonia dan urea berasal dari pabrik
ammonia dan pabrik urea
Limbah cair mengandung minyak berasal dari kompressor dan pompa
Limbah cair mengandung asam/basa berasal dari unit Demineralisasi
Limbah cair mengandung lumpur berasal dari pengolahan air
Limbah sanitasi mengandung suspended solid, BOD dan Koliform
13
Industri Padat
Berbahaya
dan
Beracun)
dan
Dalam
Undang-
Undang RI Nomor 23
tentang
Tahun
1992
Kesehatan
butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan yang
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Adapun derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu :
Faktor Lingkungan
Faktor Perilaku
14
15
limbah
dibuang
ke
lingkungan,
maka
masalah
yang
16
sektor
pariwisata
menimbulkan
limbah
melalui
sarana
transportasi, dengan limbah gas buang di udara, tumpahan minyak dan oli di laut
sebagai limbah perahu atau kapal motor di kawasan wisata bahari.
2.6 Prinsip pengelolaan lingkungan industri pupuk
A. Prinsip Pengelolaan Lingkungan
Pengendalian dan penanggulangan Pencemaran
Monitoring limbah dan kondisi lingkungan
Pemeliharaan kondisi lingkungan
B. Strategi Pengendalian dan Penanggulangan Limbah
Pencegahan terjadinya insiden pencemaran
Pertamanan
dan
Kebersihan
Lingkungan :
menjaga
Lingkungan
Hidup
Menangani
kasus
pencemaran
lingkungan
Bidang Hyperkes : pemantauan kondisi lingkungan kesehatan kerja
karyawan yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik
Bidang Keselamatan Kerja : Pemeriksaaan kebocoran gas-gas mudah
terbakar, beracun dan mudah meledak di area pabrik.
2.7 Pengolahan limbah cair
Agar tidak mencemari lingkungan maka seluruh limbah cair diolah
terlebih dahulu dengan proses fisika, kimia, biologi atau gabungan ketiga proses
tersebut, sebelum dibuang ke lingkungan ( sungai ). Unit pengolahan tersebut
antara lain :
1. Kolam Pengendap Lumpur
Terdiri dari dua kolam yang beroperasi paralel, yang mempunyai tujuan
utama untuk memisahkan bahan - bahan padat yang terkandung dalam air limbah
yang berasal dari : backwash sand filter, blowdown clarifier dan blodown boiler.
18
Kapasitas dari dua kolam ini sekitar 9 juta gallon dan cukup mampu untuk
menampung lumpur dalam selang waktu 6 tahun. Overflow dari kolam ini akan
mengalir ke Kolam Equalisasi / stabilisasi.
19
20
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penelitian diatas, sebagai berikut :
1. Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa
dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
2. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu
lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk
hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Slamet Ryadi. Kesehatan Lingkungan. Karya Anda. Surabaya, 1984.
Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2002.
24