Pengendalian Kecoa
Pengendalian Kecoa
TINJAUAN PUSTAKA
10
Menurut
Iskandar
(1989),
vektor
adalah
anthropoda
yang
dapat
11
12
13
yang hangat, lembab dan banyak terdapat makanan, hidupnya berkelompok, dapat
terbang aktif pada malam hari seperti di dapur, tempat penyimpanan makanan,
sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya menghindari cahaya, siang hari
bersembunyi di tempat gelap dan sering bersembunyi di celah-celah. Serangga ini
dikatakan pengganggu karena mereka biasa hidup di tempat kotor dan dalam keadaan
tertentu mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan
yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :
a) Sebagai vektor mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.
b) Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
c) Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal dan
pembengkakan pada kelopak mata.
Menurut Aryatie (2005), penularan penyakit dapat terjadi melalui bakteri atau
kuman penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan, dimana kuman
tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui
organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.
Vektor yang paling sering dijumpai di atas kapal adalah kecoa. Pada umumnya kecoa
merupakan binatang malam. Pada siang hari mereka bersembunyi di dalam lubang
atau celah-celah tersembunyi. Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatan
manusia adalah kecoa yang sering berkembangbiak dan hidup di sekitar makhluk
hidup yang sudah mati. Aktivitas kecoa kebanyakan berkeliaran di dalam ruangan
melewati dinding, pipa-pipa atau tempat sanitasi. Kecoa dapat mengeluarkan zat yang
baunya tidak sedap sehingga kita dapat mendeteksi tempat hidupnya. Jika dilihat dari
14
kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit
pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari
tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dia
hinggapi.
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap
kapsul telur dan kecoa :
1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
celah-celah
almari, celah-celah
peralatan,
dan
dimusnahkan
dengan
membakar/dihancurkan.
2) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.
Secara fisik atau mekanis dengan :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.
- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.
- Menutup celah-celah dinding.
Secara Kimiawi :
- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray (pengasapan),
dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).
Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan kecoa
yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan, menyimpan
makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent, attractan).
15
16
kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel dan bak cuci
piring, di dalam lemari, di dalam basement dan pada lantai di bawah pipa saluran air.
4) Pengendalian dengan insektisida
Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain :
Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk,
Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia (insektisida)
ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil.
Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan
jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan
cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian yang baik.
Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida
seperti Natrium Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,
Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari
tempat-tempat persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk
insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang
paling efektif adalah dengan fumigasi.
2.1.6 Pengendalian pinjal pada tikus
Pinjal tikus merupakan vektor penyakit pes. Penyakit ini merupakan penyakit
zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain yang dapat ditularkan kepada manusia.
Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut disebabkan oleh bakteri Yersinia
pestis. Pes dikenal ada 2 macam yaitu pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh
17
menggigil, perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan
kelenjer (lipat paha, ketiak dan leher). Sedangkan pes pneumonic ditandai dengan
gejala batuk hebat, berbuih, air liur berdarah, sesak nafas dan susah bernafas
(Simanjuntak, 2006).
Menurut Richardson (2003), bakteri Yersinia pestis endemik pada rodent liar
dan disebarkan oleh gigitan pinjal, ketika terlalu banyak tikus yang mati akibat pes,
maka pinjal tersebut dapat menggigit tikus urban atau manusia dan menyebarkan
infeksi. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), secara alamiah penyakit pes dapat
bertahan atau terpelihara dalam rodent. Bakteri Yersinia pestis yang terdapat di
dalam darah tikus terjangkit dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia melalui
gigitan pinjal yang berperan sebagai vektor penyakit pes.
Penularan pes dapat juga terjadi di atas kapal dan menurut Chin (2006) :
a) Direct contact yaitu penularan pes ini dapat terjadi kepada seseorang atau para
ABK melalui gigitan pinjal jika ditemukan tikus mati tersangka pes di atas kapal.
b) Penularan pes dapat terjadi pada orang atau para ABK, karena digigit oleh pinjal
infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.
d) Droplet penderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau
pernapasan, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo dan
pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).
Menurut Santi (2004), pinjal bisa menjadi vektor penyakit pada manusia yang
penting misalnya penyakit pes (sampar = plague) dan murine typhus yang
dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai
18
penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita, anjing dan tikus yang kadangkadang juga bisa menginfeksi manusia. Pinjal bisa juga menjadi vektor untuk
penyakit pes (kira-kira 60 species). Beberapa species pinjal menggigit dan menghisap
darah manusia. Vektor terpenting untuk penyakit pes dan Murine typhus ialah pinjal
tikus Xenopsylla cheopis. Kuman pes, Pasteurella pestis, berkembang biak dalam
tubuh tikus sehingga akhirnya menyumbat tenggorokan pinjal itu. Kalau pinjal mau
mengisap darah maka ia harus terlebih dulu muntah untuk mengeluarkan kumankuman pes yang menyumbat tenggorokannya. Muntah ini masuk dalam luka gigitan
dan terjadi infeksi dengan Pasteurella pestis. Pinjal-pinjal yang tersumbat
tenggorokannya akan lekas mati.
Menurut Soejoedi (2005) yang mengutip pendapat Ehler dan Stell, keberadaan
tikus dapat dideteksi dengan beberapa cara dan yang paling umum adalah adanya
kerusakan barang atau alat. Tanda tanda berikut merupakan penilaian adanya
kehidupan tikus yaitu:
a) Gnawing (bekas gigitan)
b) Burrows (galian /lubang tanah)
c) Dropping (kotoran tikus)
d) Runways (jalan tikus)
e) Foot print (bekas telapak kaki)
f) Tanda lain : Adanya bau tikus, bekas urine dan kotoran tikus, suara, bangkai tikus.
19
penyimpanan
barang/alat
sehingga tidak
adalah
binatang
pengerat
yang
merugikan
manusia
karena
20
hari
yang
menerangi
seluruh
tangga,
usaha
menghindari
kapal
jalan
(lobang)
menembus
tempat
makanan,
untuk
21
22
4) Fumigasi
a. Fumigasi kapal dilakukan berdasarkan hasil pemeriksana adanya tanda-tanda
kehidupan tikus dan atas permintaan pihak kapal (nakhoda/pemilik).
b. Dilakukan apabila dalam pemeriksaan dijumpai adanya tanda-tanda
kehidupan tikus.
c. Kegunaannya adalah untuk melakukan hapus tikus/serangga diatas kapal
sebagai syarat untuk mendapatkan dokumen kesehatan Internasional (Surat
Keterangan Bebas Pengawasan Sanitasi Kapal).
d. Bila fumigasi dilakukan, harus ditentukan fumigan yang dipakai (HCN,
CH3Br atau CO2).
Green
dan
Kreuter
(2005),
kesehatan
individu/masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar
perilaku (non-perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok
faktor : (1) Faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan
individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat
dalam diri individu dan masyarakat; (2) Faktor pendukung (enabling factors) yaitu
tersedianya sumber daya, sarana/prasarana kesehatan dan kemudahan untuk
mencapainya; (3) Faktor pendorong (reinforcing factors) berasal dari kelompok atau
individu yang dekat dengan seseorang termasuk keluarga, teman, guru, pengambil
kebijakan dan petugas kesehatan. Pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting
23
dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor tersebut agar searah
dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat
terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.
Determinan perilaku dapat juga dibedakan menjadi dua, yakni faktor internal
yang merupakan karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, dan sebagainya. Sedangkan faktor ke dua adalah faktor eksternal
baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo,
2003). Beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja (Robbin, 1996).
Sedangkan menurut Ajzen (1991) dalam teori perilaku terencana (Theory of planned
behavior), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku hanya jika
secara tidak langsung dipengaruhi beberapa faktor yang terkait erat dengan perilaku.
Perilaku kesehatan bertitik tolak dari adanya dukungan sosial dari masyarakat
sekitar, ada tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan, otonomi
pribadi yang bersangkutan dalam mengambil tindakan atau keputusan dan situasi
yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (Kar dalam Notoatmodjo,
2003).
1) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum, pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
24
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teliga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over
behavior). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan indera
peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang dilakukan dan dapat mengintepretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi yang harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya
terhadap yang dipelajari.
25
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi disini diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian
atau responden (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003) yang
mengutip pendapat Rogers, bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :
26
27
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003).
(1) Komponen pokok sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Alport, sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu obyek.kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan
kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude).
(2) Jenis sikap
Menurut Purwanto (1999), sikap dapat dibedakan dalam :
a) Sikap positif yaitu
kecenderungan
pendidikan
mendekati, menyenangi,
negatif
terhadap
kecenderungan
pendidikan
untuk
menjalani
28
a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek). Misalnya sikap ABK terhadap pengendalian vektor
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap pelaksanaan
program yang sudah ada.
b) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang Chip cook kapal
mengajak para ABK lain untuk selalu menjaga kebersihan di atas kapal, lalu
para ABK melakukannya atau mendiskusikan tentang risiko keberadaan vektor
di atas kapal adalah suatu bukti bahwa seorang Chip cook telah mempunyai
sikap positif terhadap keberadaan vektor tersebut.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang Chip cook
kapal mau melakukan pengendalian vektor di atas kapal meskipun pekerjaan
tersebut sering membosankan karena harus dilakukan secara rutin.
29
Pengukuran sikap dapat juga dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.
(4) Ciri-ciri sikap
Sebagaimana dikemukakan Walgito (2001), ciri-ciri sikap yaitu :
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan obyeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu
pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaankeadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang
tersebut.
c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap sesuatu.
d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.
3) Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2003), terdapat hubungan yang erat antara sikap dan
tindakan yang didukung oleh pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap
merupakan kecenderungan untuk bertindak. Tindakan nampak lebih konsisten dengan
sikap bila sikap individu sama dengan sikap kelompok dimana ia adalah bagiannya
30
atau anggotanya. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Tingkat-tingkat tindakan atau praktek, yaitu:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat
memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
b. Respon terpimpin (guided response).
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat
memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya,
lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.
c. Mekanisme (mechanism).
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat
tiga.
d. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan sudah berkembang dengan baik,
artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
31
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
seseorang
berpengaruh
terhadap
perilaku
tertentu.
Selanjutnya
32
Faktor predisposisi:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Nilai-nilai
5. Persepsi
Faktor Pendukung :
1. Ketersediaan sumber
daya
2. Kemudahan untuk
mencapai sumber daya
3. Peraturan/hukum
4. Ketrampilan
5. Ketersediaan waktu
Perilaku individu/kelompok
Faktor Pendorong :
1. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
2. Panutan
3. Pekerja
4. Teman
5. Pembuat keputusan
6. Dukungan sosial
Faktor Internal :
1. Tingkat kecerdasan
2. Tingkat emosional
3. Jenis kelamin
4. Kebangsaan
5. Umur
6. Masa kerja
Faktor Eksternal :
1. Lingkungan fisik
2. Lingkungan biologis
3. Lingkungan Sosial
33
landasan
teori
tersebut
di
atas,
maka
peneliti
Faktor Pendorong
Dukungan Teman Seprofesi
Dukungan Kapten Kapal
Dukungan Petugas KKP
dan