Anda di halaman 1dari 7

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun
di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan
enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya
benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen
dan mati.2,5

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6


No
1

Lokasi
Anterior

2
3

Anteroseptal
Anterolateral

Lateral

Inferolateral

Inferior

Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q
di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

A.

Inferoseptal

True posterior

RV Infraction

dan aVF
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

Patofisiologi

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel
dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling
miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.7

B.

Gejala Klinis

Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada

lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau


kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi
rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada
hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin.
Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan
darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung.6

C.

Faktor Resiko

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:


1.

Umur

2.

Jenis kelamin

3.

Suku bangsa dan warna kulit

4.

Genetik

Faktor yang dapat dimodifikasi:


1.

Hipertensi

2.

Hiperlipidemia

3.

Merokok

4.

Diabetes mellitus

5.

Kegemukan

6.

Kurang gerak dan kurang olahraga

7.

Konsumsi kontrasepsi oral.8

D.

Diagnosis

1.

Anamnesis

Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah


prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang
interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda
padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan
penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan
akan mati.
2.

Pemeriksaan fisik

Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa


tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3.

EKG

Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,
dan aVF.
4.

Pemeriksaan laboratorium

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.
Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam
darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST),
lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin
light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.6,7

E.

Penatalaksanaan Medis

Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat


tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung
kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin
aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa
tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi
dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat
per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi
obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan
mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter
langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa
pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per
infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat
berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke
perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun
tidak sebaik PCI. 5

F.

Penatalaksanaan Fisioterapi

Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient,
tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase
inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae
dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps
paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan bantuan
sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan
program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit,
pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan
dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan,
yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan
berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.

Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak
tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan
bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien
gagal jantung kongestif antara lain:
1.
Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan
latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed
rest, pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan.
Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari
fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi,
mengurangi stress,dan ketegangan.
2.
Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan
yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau
aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien.
Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot,
memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah
perlengketan jaringan.
3.
Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi
secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan
dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan
pumping action pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri,
sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
4.
Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan
aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu
secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang
kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih
lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis.
Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi
pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk
menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Mansjoer, A.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Media


Aesculapius; Jakarta

2.

Abdurrahman, N. 2004. Anamnesa dan Pemeriksaan Jasmani Sistem


Kardiovaskular dalam
IPD Jilid I; Jakarta; FKUI

3.

Fenton D.E., 2009. Myocardial Infarction. Diambil dari :


http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview. diakses 29
September 2014

4.

Kosowsky, Joshua M. Yaidiam, Maame, 2009. The Diagnosis and


Treatment of STEMI in the Emergency Deoartment. Diambil dari
http://www.EBMedicine.net . Diakses 30 September 2014

5.

Ramrakha, P. Hill, 2006. Oxford Handbook of Cardiology : Coronary


Artery Disease. 1st ed.
USA : Oxford University Press

6.

Antman, E.M, Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial


Infarction, Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed USA

7.

Reznik, AG, 2010. [Morphology of acute myocardial infarction at


prenecrotic stage]. Diambil dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov .
Diakses 28 September 2014

Anda mungkin juga menyukai