TESIS
Oleh
RUNGGU RETNO JUSTIANI NAPITUPULU
067008010/BM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Runggu Retno Justiani Napitupulu : Pengaruh Pemberian Kalsium Secara Oral Terhadap Kadar Plumbum, 2008
USU Repository 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan
dalam Program Studi Ilmu Biomedik
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa :
Nomor Pokok
:
Program Studi
:
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Direktur
ABSTRAK
Pemaparan plumbum merupakan masalah kesehatan yang penting di seluruh
dunia. Jalur utama untuk absorpsi plumbum adalah melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan. Plumbum yang diabsorpsi diangkut ke seluruh tubuh oleh darah.
Pumbum memasuki seluruh jaringan tubuh, mengikuti distribusi kalsium dan
mengalami akumulasi di jaringan tubuh sehingga menimbulkan banyak penyakit pada
tubuh. Nutrisi, termasuk kalsium, berperan penting dalam menurunkan kadar
plumbum dalam tubuh. Kadar plumbum darah merupakan strategi utama untuk
mengidentifikasi keracunan plumbum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas pemberian kalsium
terhadap penurunan kadar plumbum dalam darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 30 ekor hewan
percobaan mencit betina, sehat, berat badan 20-40gr, dilakukan selama 2 minggu.
Hewan percobaan dibagi 6 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, diberi
kalsium 25mg/hari/oral (P2 dan P4) dan 50mg/hari/oral (P3 dan P5) diikuti
pemberian plumbum 40mg/kgBB/hari/oral. Pada P2 dan P3, kalsium dan plumbum
diberi pada waktu yang bersamaan, sementara pada P4 dan P5, kalsium dan plumbum
diberi jarak 1 jam. Kelompok K hanya diberi aquadest. Kelompok P1 hanya diberi
plumbum 40mg/kgBB/hari. Kemudian kadar Pb dalam darah diperiksa menggunakan
alat ICP (Inductively Couple Plasma). Data yang diperoleh dianalisa dengan uji
Kruskall Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar Pb dalam darah mencit
pada kelompok yang diberikan kalsium bersamaan dengan plumbum. Derajat
penurunan ini paling jelas terlihat pada kelompok yang diberi kalsium 50 mg/hari
dibandingkan dengan yang menerima kalsium dengan 25mg/hari. Hal ini memberi
kesan bahwa penambahan dosis kalsium akan meningkatkan efektifitas kalsium
dalam menurunkan efek plumbum terutama bila diberikan dalam waktu yang
bersamaan..
Kata kunci: Plumbum, Kalsium, Kadar plumbum darah, ICP
ABSTRACT
Lead exposure is an important public health problem in the world. The
primary route of lead absorption is via respiration and ingestion. Absorbed lead is
carried throughout the body by the blood, enters tissues, in a similar way to calcium
with accumulation causing many adverse effects. Nutritional intervention addressing
lead exposure, includes calcium which has been shown to play a critical role in
reducing lead. Blood lead level (BLL) testing is a critical strategy in identifying lead
poisoning.
The aim of this study was to evaluate the effectiveness of calcium
consumption in reducing lead levels in blood.
This study was designed as an experimental study using thirty female mice,
20-40g, maintained in a healthy state for the 2 weeks of the study. They were divided
into 6 groups, 5 mice in each. Groups P2-P5 were given a daily dose of lead at 40
mg/kg body weight and either a daily dose of 25 mg calcium (P2 and P4) or 50 mg
calcium (P3 and P5). In groups P2 and P3, calcium and lead were given at the same
time, whereas in groups P4 and P5, the calcium and lead were given 1 hour apart.
Group K (control) was just given aquadest, daily. Group P1 was only given lead at
40mg/kg body weight,daily. Concentrations of lead in the blood were determined
with ICP (Inductively Couple Plasma). The data was analyzed with the Kruskall
Wallis test.
The results showed that blood lead levels was lower in groups given calcium
and lead at the same time, with a greater reduction in the group given 50 mg calcium.
This result suggests that increasing the dose of calcium can increase the effectiveness
of calcium in reducing the effects of lead especially if they are taken together.
Key words: Lead, Calcium, Blood lead level, ICP
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Kalsium terhadap
Kadar Plumbum dalam Darah Mencit (Mus musculus L). Tesis ini merupakan salah
satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka memenuhi persyaratan
untuk meraih gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, SpA(K)
dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Direktur Pascasarjana USU Medan, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program magister di Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada dr. Yahwardiah Siregar, PhD (Ketua Program Studi Biomedik dan
Ketua komisi pembimbing); dr. Datten Bangun, M.Sc, SpFK (sebagai anggota komisi
pembimbing) serta Prof.dr. Burhanuddin Nasution, SpPK (K) dan Dr. Ramlan
Silaban, M.Si (komisi pembanding) yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
mengorbankan waktu dan memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta
saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai
pada penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada semua dosen
pada Program Studi Biomedik yang telah membimbing saya selama mengikuti
program magister ini.
Terima kasih kepada Rektor Universitas Darma Agung, Prof. Dr. Robert
Sibarani, MS, dan Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung,
Setiamenda Ginting, SPd, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana USU Medan.
Terima kasih yang tulus kepada suamiku tercinta, Bima Sahat Sitorus, SE,
atas semua dorongan, pengertian dan semangat sehingga tesis ini selesai dan juga
anak-anakku tersayang Audina Juliasih Sitorus dan Jeremy Andre Sitorus. Ucapan
terima kasih yang tulus dan rasa hormat, penulis sampaikan kepada orang tua, Prof.
J.A. Napitupulu dan R.E. Sibuea, mertua, serta kepada seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan moril selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah
Pascasarjana USU Medan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua teman-teman
seperjuangan, mahasiswa Pascasarjana USU Program Studi Ilmu Bomedik angkatan
2006, atas dorongan semangat dan kerjasama yang baik dan kekompakan yang
terjalin selama ini, sehingga tesis ini dapat selesai. Juga terima kasih penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian
sampai selesainya tesis ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu
mendapat koreksi dan masukan untuk memperoleh kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis berharap adanya kritik serta saran yang membangun untuk penyempurnaan
tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam
bahasa kimianya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb.
Beberapa logam berat, seperti besi, esensial untuk kehidupan, sedangkan yang
lainnya, seperti timah hitam, terdapat di semua organisme tetapi keberadaannya tidak
bermanfaat secara biologis (Katzung, 1998).
Masalah polusi logam berat termasuk plumbum (Pb) merupakan masalah
yang serius di negara-negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia
(Hariono, 2005). Data yang diperoleh dari Adult Blood Lead Epidemiology and
Surveillance (ABLES) pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kira-kira 95% orang
dewasa yang terpapar plumbum adalah para pekerja, 94% diantaranya adalah pria,
dan 91% berusia 25-64 tahun. Pemerintah Amerika Serikat telah mencanangkan
tahun 2010 sebagai tahun bebas plumbum bagi orang-orang dewasa yang mempunyai
kadar plumbum 25 g/dL. Karena itu dibutuhkan usaha pencegahan yang lebih
besar, khususnya pada lingkungan kerja, untuk mencapai tujuan tersebut (CDC,
2004).
Polusi plumbum di lingkungan hidup kita biasanya berkaitan erat dengan
proses pertambangan, peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku
plumbum (misalnya pabrik cat, kabel, enamel, gelas, baterai dan pestisida) dan tidak
kalah pentingnya plumbum juga dapat berasal dari asap kendaraan bermotor.
Khususnya bagi individu muda, senyawa plumbum sangat potensial merusak sistem
saraf sehingga pada anak-anak dapat disertai penurunan intelligence quotient (IQ)
sehingga akibatnya anak-anak cenderung lamban dalam berpikir dan tidak cerdas
(Hariono, 2005). Selain itu plumbum juga terbukti dapat menyebabkan anemia,
kerusakan pada ginjal, serta mempengaruhi sistem reproduksi dengan akibatnya bayi
lahir cacat (Aminah, 2006).
Pemaparan plumbum di lingkungan berasal dari hasil sisa otomobil di seluruh
dunia dimana bensin yang berplumbum masih sering digunakan, dan dari air minum
di daerah-daerah yang menggunakan pipa berplumbum. Pemaparan di rumah dapat
terjadi karena termakannya cat yang berplumbum atau dari pigmen dan kaca-kaca
yang digunakan pada pembuatan keramik. Pembuangan limbah yang mengandung
plumbum secara tidak hati-hati dapat mengkontaminasi tanah, terutama di daerah
perkotaan. Meningkatnya kadar plumbum dalam tubuh berhubungan dengan
penyakit-penyakit ginjal dan jantung, toksisitas hematologik, kerusakan saraf yang
bersifat ireversibel. (Jain et al, 2005).
Efek toksik dari plumbum mungkin merupakan penyakit akibat kerja yang
tertua di dunia. Plumbum sekarang banyak didistribusi dalam udara, makanan dan air,
sehingga lingkungan yang benar-benar bebas dari plumbum sukar atau tidak mungkin
diperoleh. (Katzung, 1998). Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam
Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh.
Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu
melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan (Palar, 1994) atau penetrasi
pada lapisan kulit (Florence, 1998), meskipun sebenarnya penetrasi Pb melalui kulit
dapat diabaikan karena jumlah yang diabsorbsi melalui kulit sangat kecil (Sax, 1989).
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho terhadap mencit, menunjukkan
bahwa pemberian plumbum asetat dengan dosis 25 mg/kgBB/hari secara oral selama
2 minggu sudah dapat memberikan pengaruh terhadap gambaran histologis epitel
jejunum mencit. Pada dosis yang lebih tinggi (100 mg/kgBB) dengan lama pemberian
2 minggu sudah dapat menyebabkan terjadinya nekrosis epitel vili jejunum
(Nugroho, 2006).
Logam plumbum diabsorbsi melalui inhalasi dan absorbsi saluran pencernaan
secara lambat tetapi konsisten. Absorbsi debu plumbum melalui saluran pernapasan
merupakan penyebab keracunan industri yang paling sering sedangkan saluran
pencernaan
merupakan
jalur
masuk
utama
pada
pemaparan
nonindustri
(Katzung, 1998).
Sejumlah zat nutrisi yang berbeda mempengaruhi kerentanan terhadap
toksisitas plumbum. Dari berbagai zat makanan ini termasuk beberapa mineral yaitu
kalsium, fosfor, ferrum, dan zincum. Beberapa vitamin juga mempengaruhi absorpsi
plumbum, termasuk vitamin B1, vitamin C dan vitamin E (Mahaffey, 1990). Faktor
nutrisi ini, khususnya peningkatan kalsium dalam makanan terutama pada anak-anak
merupakan hal yang sangat penting (Bogden, 1997). Anak-anak yang mendapatkan
kalsium lebih daripada jumlah kebutuhan kalsium yang dianjurkan
ternyata
mempunyai kadar plumbum yang lebih rendah daripada mereka yang tidak
mendapatkan cukup kalsium(Bruening, 1999).
Faktor diet telah diketahui berpengaruh terhadap dinamika plumbum,
khususnya karena adanya absorbsi plumbum di saluran pencernaan. Plumbum
berkompetisi dengan kalsium pada tempat pengikatan kalsium dan selanjutnya dapat
merubah fungsi protein dan homeostasis kalsium (Pearl, 1983). Telah ada bukti
bahwa defisiensi kalsium dapat meningkatkan absorbsi dan retensi plumbum
(Ettinger,et al 2006).
Dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap wanita-wanita yang melakukan
pemeriksaan antenatal, dimana sebagian besar para wanita ini tinggal di daerah
peleburan logam di negara Swedia, didapati bahwa kadar plumbum dalam darah
meningkat selama masa kehamilan, sementara kadar kalsium menurun. Hal ini
mungkin karena adanya mobilisasi plumbum dari tulang, dimana tulang merupakan
tempat deposit plumbum pada waktu-waktu sebelumnya dalam waktu yang lama.
Mobilisasi plumbum ini bersamaan dengan terjadinya perubahan metabolisme
kalsium selama masa kehamilan. Adanya penurunan bermakna pada kalsium serum
dan kadar plumbum dalam darah pada minggu ke-10 sampai 32 mungkin merupakan
akibat meningkatnya volume darah dan meningkatnya transfer kalsium (dan mungkin
plumbum) ke fetus, karena meningkatnya kebutuhan kalsium fetus pada trimester
akhir kehamilan. Seiring dengan hal tersebut, meningkatnya kalsium serum maternal
mungkin disebabkan oleh mobilisasi kalsium tulang dan atau meningkatnya ambilan
kalsium. Meningkatnya absorbsi kalsium yang berasal dari makanan juga berperan
terhadap meningkatnya kadar plumbum darah pada masa akhir kehamilan. Jika
asupan kalsium dari makanan ibu hamil tak mencukupi maka akan terjadi
demineralisasi tulang maternal, dan plumbum yang dideposit di tulang kemudian
dimobilisasikan. (Lagerkvist et al, 1996).
Kebutuhan kalsium maternal meningkat pada masa awal kehamilan dan akan
tetap meningkat sampai melahirkan. Kebutuhan kalsium maternal ini dipertahankan
oleh menurunnya konsentrasi albumin serum, meningkatnya absorbsi kalsium di
saluran pencernaan, dan meningkatnya resorpsi tulang. Meningkatnya resorpsi tulang
selama kehamilan telah menjadi perhatian karena adanya kecenderungan transfer
plumbum tulang ke sirkulasi fetal melalui kompartemen plasma maternal. Kalsium di
transfer secara aktif ke fetus; transfer plumbum dan kalsium melalui jalur yang
hampir bersamaan, dan tidak ada penghalang untuk melalui sawar plasenta
(Tllez-Rojo et al, 2004).
Hampir bersamaan dengan hal tersebut, dari penelitian yang dilakukan
terhadap ibu-ibu menyusui di Meksiko, didapati bahwa suplementasi kalsium dapat
meningkatkan derajat penurunan plumbum dalam air susu ibu pada masa laktasi yang
dibandingkan dengan plasebo, dimana hal ini memberi kesan bahwa suplementasi
kalsium merupakan intervensi strategi yang potensial dan penting untuk mengurangi
kadar plumbum dalam air susu ibu, baik yang baru terpapar maupun yang mengalami
akumulasi dari waktu-waktu yang lalu (Ettinger et al, 2006).
Dari satu penelitian yang dilakukan oleh Sorrel terhadap anak-anak usia 1
sampai 6 tahun, di kota Bronx, Amerika, didapati bahwa anak-anak dengan
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pertanyaan dalam penelitian
ini adalah: Apakah pemberian kalsium secara oral dapat menurunkan kadar
plumbum dalam darah, serta berapa kadar kalsium optimal yang dapat menurunkan
kadar plumbum dalam darah tersebut.
KERANGKA TEORI
PLUMBUM
Kalsium darah
Saluran Pencernaan
Saluran Pernafasan
Ferrum darah
Plumbum dalam
darah
Kadar Plumbum
Darah
Jaringan tubuh
Intoksikasi
Yang diukur adalah kadar Pb dalam darah
1.5 Hipotesis
Kalsium dapat menurunkan absorbsi plumbum di saluran pencernaan
sehingga menurunkan konsentrasi plumbum dalam darah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Plumbum
Timah hitam mempunyai simbol Pb; nomor atom 82; berat atom 207,19; berat
jenis 11,34. Pb berwarna kebiruan atau abu-abu keperakan, mempunyai titik lebur
327,5 dan titik didih 17400C. Dalam sistem periodik, logam Pb masuk grup metal
IV B dan mempunyai valensi 0, +2, dan +4. Pb(+2) biasanya ditemukan dalam bentuk
garam anorganik, sedangkan Pb(4+) adalah unsur utama dalam senyawa organik.
Unsur Pb di alam mempunyai beberapa isotop yaitu
211
204
Pb,
206
variasi antara 100 g sampai dengan 2000 g (Palar, 1994). Untuk mengendalikan
efek negatif pada pekerja, Occupational Safety and Health Association (OSHA) telah
menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk plumbum inorganik, debu dan uapnya
0,05 mg/m3. Menurut WHO, pajanan plumbum yang diperkenankan untuk pekerja
laki-laki adalah 40 g/dL dan untuk pekerja perempuan 30 g/dL (OSHA, 2005).
Pada tikus, ambang dosis toksik plumbum yang di dapat secara oral adalah
790 mg/kg bila pemaparan kurang dari 14 hari, sedangkan bila pemaparan lebih dari
14 hari maka ambang dosis toksiknya adalah 1100 mg/kg. Ambang dosis toksik
plumbum yang didapat secara inhalasi adalah 10 mg/m3/24 jam, sedangkan yang
didapat secara intraperitoneal, ambang dosis toksiknya adalah 1000 mg/kg
(Sax, 1989).
juga dapat dijumpai pada baterai, insektisida, tinta koran, serta cat yang mengandung
plumbum terutama pada zaman dahulu (Jain, 2005).
Tidak semua plumbum yang terpapar ke manusia akan diserap oleh tubuh.
Hanya sekitar 5-10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau sebesar
30% dari jumlah plumbum yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah
yang terserap itu, hanya 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya
akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urin dan feses. Tetapi
meskipun jumlah plumbum yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata
menjadi sangat berbahaya karena senyawa-senyawa plumbum dapat memberikan
efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Palar, 1994).
Pada orang dewasa, 95 persen plumbum mengalami akumulasi di tulang,
terutama pada masa usia tua. Akibatnya, penyimpanan plumbum di tulang dapat tetap
meninggi walaupun terjadi penurunan pemaparan di lingkungan (Ronis,2001).
Kebanyakan (99 persen) plumbum dalam darah berhubungan dengan eritrosit, dimana
ini menunjukkan bahwa bagian plumbum yang lebih kecil jumlahnya di plasma
mungkin lebih labil secara biologis dan merupakan bagian plumbum yang lebih
toksik di plasma (Tllez-Rojo et al, 2004).
Pemberian kelator dalam beberapa siklus perlu dilakukan dalam waktu lebih
dari 1 bulan untuk menghasilkan penurunan kadar Pb dalam darah yang adekuat dan
mengurangi waktu pemberian. Hal ini karena pool darah seimbang dengan Pb pada
kompartemen internal lain, sehingga pool darah yang memunculkan Pb kembali
yang dimobilisasi dari kompartemen lain setelah pemberian 1 siklus kelator
(Hamidinia et al, 2006).
mekanisme utama pada penyerapan muatan kalsium yang lebih besar yang
mensaturasi proses aktif. Kalsium dari sel intestinal bagian apeks diangkut ke bagian
basolateral melalui suatu saluran atau carrier dan kemudian dipompakan keluar ke
cairan tubuh. Transport kalsium meningkat dengan adanya calcium-binding protein
(Ca-BP) yang tergantung pada vitamin D di sitosol, yang mengangkut kalsium dari
satu kutub ke kutub lainnya sehingga meningkatkan difusi kalsium intraseluler.
Secara teori, transport kalsium transseluler dapat diatur oleh jumlah kalsium yang
masuk ke dalam sel, oleh jumlah atau kecepatan kation berpindah dari satu kutub ke
kutub lainnya, atau oleh adanya ekstrusi kalsium. Jika diperantarai oleh calciumchannel, hanya dibutuhkan dalam jumlah yang kecil (Bronner et al, 1986).
Diet mempunyai pengaruh besar terhadap ekskresi kalsium. Makan banyak
karbohidrat dan protein meningkatkan ekskresi kalsium; susu dan bahan berasal dari
susu menyebabkan ekskresi kalsium dan fosfat dalam urin meningkat. Ekskresi
kalsium dalam urin juga bervariasi menurut waktu sepanjang hari, berhubungan
dengan makanan dan derajat aktifitas fisik. Informasi secara kuantitatif hanya bisa
didapat dari penilaian ekskresi selama 24 jam; memeriksa urin sesewaktu hanya
memberi hasil kualitatif tidak ada, sedikit atau banyak kalsium yang diekskresi
(Widman, 1999).
Jumlah asupan kalsium berbanding terbalik dengan plumbum plasma
kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya absorbsi kalsium di saluran pencernaan
dan juga adanya penurunan mobilisasi plumbum di tulang. Hal ini memberikan kesan
bahwa asupan kalsium dapat memberikan efek proteksi terhadap akibat yang
ditimbulkan oleh pemaparan dengan plumbum (Tllez-Rojo, 2004).
Komponen diet umumnya, dan kalsium khususnya, diduga berinteraksi dengan
plumbum dengan beberapa cara yaitu: dengan mengikat atau mempresipitasi
plumbum di usus sehingga plumbum tidak dapat diabsorbsi, dengan berkompetisi
dengan plumbum di usus pada lokasi transport dan mekanisme absorpsi, dengan
merubah aviditas sel intestinal terhadap plumbum, dan dengan merubah afinitas
jaringan target terhadap plumbum. Kedua faktor terakhir yang mempengaruhi
metabolisme kalsium dan plumbum diatur oleh sistem endokrin cholecalciferol
melalui 1,25- dihydroxyvitamin D dan protein yang berikatan dengan kalsium
(Ballew, 2001)
Ada beberapa bentuk suplemen kalsium yang dapat dijumpai secara luas,
tetapi yang lebih umum adalah yang mengandung kalsium karbonat dan kalsium
sitrat. Kalsium karbonat merupakan garam kalsium dengan kelarutan yang tinggi
(Hanzlik et al, 2005). Kalsium karbonat merupakan kalsium dalam bentuk yang dapat
masuk melalui saluran pencernaan dan lebih mudah diabsorbsi (Gulson et al, 2001).
Di Amerika, kebutuhan kalsium yang dianjurkan lebih tinggi daripada negaranegara lain, termasuk negara-negara Asia dan Afrika. Angka kebutuhan kalsium
perhari untuk usia 19 sampai 50 tahun di Amerika Serikat adalah
1000 mg,
sementara untuk yang berusia diatas 50 tahun mencapai 1200 mg. Di Inggris,
kebutuhan kalsium rata-rata perhari berkisar 900 mg untuk pria dan 750 mg untuk
wanita. Tapi dari survei diet dan nutrisi yang dilakukan di Inggris menunjukkan
bahwa beberapa kelompok populasi, khususnya anak-anak sekolah dan orang tua
gagal mencapai angka kebutuhan yang dianjurkan tersebut (Mason, 2002). Angka
kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia pada bayi dan anakanak adalah 300-500 mg, pada remaja dan dewasa berkisar 500-800 mg, sedangkan
pada ibu hamil dan menyusui berkisar 900-1200 mg (Almatsier, 2004).
Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. kelebihan
kalsium dapat menimbulkan batu ginjal ataupun gangguan ginjal dan juga dapat
menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2004).
Diperkirakan jumlah kalsium yang dibutuhkan oleh tikus untuk pertumbuhan
maksimal dan perkembangan tulang bervariasi mulai dari 0,55 sampai 1,2 mmol
kalsium per hari. Salah satu lembaga penelitian merekomendasikan asupan kalsium
harian minimum, 1,5 mmol kalsium per hari, dan kebanyakan makanan hewan jenis
roden menyediakan lebih banyak kalsium daripada yang dibutuhkan. Dengan
perkiraan bahwa cairan ekstraselular tikus adalah kira-kira 20 persen dari berat badan
tikus, dan dengan konsentrasi kalsium kira-kira 2 mM, maka tikus yang mempunyai
berat badan 250 gram, mempunyai kira-kira 0,1 mmol kalsium dalam cairan
ekstraselularnya (Tordoff, 2001)
yang dapat di ekstraksi dengan chloroform. Kepekaan dapat dicapai hingga 0,3 g
(Sjamsudin, 1978).
Metode atomic absorption spectroscopy (AAS) mempunyai limit deteksi yang
relatif tinggi dan membutuhkan prosedur ekstraksi untuk konsentrasi rendah
umumnya dalam air minum. Metode electrothermal atomic absorption (EAA) lebih
sensitif untuk konsentrasi rendah dan tidak membutuhkan ekstraksi. Metode
inductively coupled plasma (ICP) memiliki sensitifitas yang mirip dengan metode
AAS. Metode dithizone sensitif dan spesifik sebagai prosedur kolorimetrik
(Eaton, 1995).
pada manusia tapi juga pada tikus (ATSDR, 2007). Dari suatu penelitian terhadap
tikus dan kera dijumpai bahwa tikus dan kera yang kekurangan kalsium mencerna
plumbum asetat dalam jumlah yang lebih besar daripada kontrol. Pada kasus
kekurangan mineral lain misalnya magnesium dan zincum, tapi bukan besi, juga
dijumpai adanya asupan kalsium yang meningkat, tetapi dalam kadar yang lebih kecil
(Tordoff, 2001).
Menurunnya kadar kalsium dan zincum akan meningkatkan absobsi plumbum.
Absorbsi plumbum pada saluran pencernaan disebabkan oleh adanya solubilisasi
asam dan tampaknya hal itu yang menyebabkan transport kalsium melalui mukosa
saluran pencernaan hampir sama dengan plumbum (Gilman, 1990).
Plumbum dapat dengan mudah memasuki jaringan tubuh hewan yang
kekurangan kalsium, dimana hal ini memberi kesan bahwa dalam keadaan kalsium
tidak mencukupi, hewan dapat menggunakan plumbum sebagai gantinya (Tordoff,
2001). Pengaturan absorbsi kalsium secara hormonal juga dipengaruhi oleh plumbum
dimana toksisitas plumbum dapat dijumpai pada makanan rendah kalsium (Mahaffey,
1981). Plumbum dapat meningkatkan konsentrasi 1,25-dihydroxyvitamin D
[1,25(OH)2D], yang akan meningkatkan absorpsi kalsium dan kemudian akan
mengurangi beratnya defisiensi kalsium (Tordoff, 2001).
Plumbum dan kalsium dapat digunakan secara bergantian oleh tulang. Plumbum
mempunyai affinitas terhadap tulang dan bekerja dengan cara menggantikan kerja
kalsium pada matriks mineral tulang. Konsentrasi plumbum yang tinggi dapat
mengalami deposit pada tulang yang sedang bertumbuh, dimana konsentrasinya yang
tertinggi adalah pada metafise (Khan, 2007). Plumbum juga mempunyai efek
langsung terhadap pengaturan lokal fungsi sel-sel tulang dalam hubungannya dengan
homeostasis kalsium dan pengaturan sistem secondary messenger atau dengan
mengganggu sinyal cAMP (Pounds,1991).
Plumbum merupakan kation divalent, dan terikat kuat ke gugus sulfhidril
protein. Banyak sifat toksik plumbum disebabkan kemampuannya untuk menyerupai
atau berkompetisi dengan kalsium. Pada konsentrasi pikomolar, plumbum berhasil
berkompetisi dengan kalsium pada lokasi pengikatan pada fosfokinase C dan karena
itu mempengaruhi penandaan neuronal yang akan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel (Needleman, 2004).
Plumbum mempunyai ikatan yang kuat dengan protein transport yang
digunakan oleh kalsium, tetapi afinitas pengikatan plumbum paling sedikit dua kali
lipat daripada terhadap kalsium. Karena mekanisme transport yang sama ini juga
bekerja terhadap absorpsi plumbum dan kalsium dari saluran cerna, maka hal ini akan
menyebabkan terjadinya interaksi kompetitif antara kalsium dan plumbum
(Gulson, 2001).
Homeostasis kalsium dapat diganggu oleh plumbum, menyebabkan terjadinya
akumulasi kalsium yang nyata pada sel yang terpapar plumbum. Plumbum
mengalami akumulasi dalam mitokondria yang merupakan organella yang melakukan
proses metabolisme energi sel, sehingga mitokondria dapat rusak (Scott, 1980).
Plumbum dalam konsentrasi nanomolar juga dapat menginduksi mitokondria untuk
melepaskan kalsium, sehingga dapat terjadi apoptosis (Lidsky, 2002).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental
laboratorik dengan 6 (enam) kelompok perlakuan terhadap hewan percobaan mencit
putih betina (Mus musculus L) strain Balb/c.
t : Jumlah Perlakuan
r : Jumlah Ulangan
Dari rumus ini didapati bahwa pada penelitian ini akan digunakan sebanyak 30 ekor
mencit betina dewasa (Mus musculus L) strain Balb/c, umur 6-8 minggu, berat antara
20-40 gram dengan kondisi sehat. 30 ekor mencit ini akan dibagi ke dalam 6
kelompok percobaan, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit.
Kalsium karbonat
(mg/hari)
25
50
25
50
Perlakuan
Plumbum asetat
(mg/kgBB/hari)
40
40
40
40
40
Jarak pemberian
Bersamaan
Bersamaan
1 jam
1 jam
3.8. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sediaan plumbum asetat
dalam bentuk bubuk (C4H6O4Pb) dengan dosis 40mg/kgBB, dan juga sediaan kalsium
karbonat dalam bentuk bubuk (CaCO3) dengan dosis 25 mg/hari dan 50 mg/hari.
Sediaan plumbum asetat dan kalsium karbonat ini dilarutkan dalam air agar dapat
dimasukkan ke hewan coba. Sebagai antikoagulan setelah darah diambil dari hewan
coba digunakan larutan heparin. Pada proses preparasi Pb, digunakan larutan AgNO3
pekat dan AgNO3 13%. Semua bahan yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan bahan yang pro analitik (p.a). Pellet digunakan sebagai makanan
hewan coba. Aquadest digunakan sebagai air minum hewan coba dan sebagai pelarut
plumbum asetat dan kalsium karbonat.
3.9. Alat-alat
Pada penelitian ini digunakan 2 macam timbangan yaitu timbangan hewan dan
timbangan analitis. Timbangan hewan digunakan untuk mengukur berat badan hewan
coba setiap hari agar dapat diberikan dosis kalsium dan Pb dan kalsium yang sesuai
dengan berat badan masing-masing hewan coba. Timbangan analitis digunakan untuk
mengukur jumlah kalsium dan Pb yang akan diberikan kepada hewan coba. Untuk
pemberian kalsium dan Pb secara oral, digunakan jarum gavage. Untuk pengambilan
darah hewan coba, digunakan spuit 1cc. Darah yang diambil dikumpulkan dulu dalam
tabung eppendorf baru kemudian dimasukkan ke tabung reaksi dengan menggunakan
mikropipet.
Sebelum dibawa ke laboratorium yang akan memeriksa kasar Pb dalam darah
hewan coba, dilakukan preparasi. Pada proses preparasi digunakan alat aluminium
foil, vortex dan hotplate. Setelah selesai proses preparasi, darah diperiksa dengan
menggunakan alat Inductively Couple Plasma (ICP).
3.10
Pelaksanaan Penelitian
yang lebih suka bila berada dalam jumlah sekitar 5 ekor dalam tiap kandang.
Minuman berupa aquadest diberikan secara ad libitum. Kandang ditempatkan dalam
ruangan yang memiliki ventilasi dan masuk cahaya secara tidak langsung, serta
memiliki kelembaban yang sesuai dengan kehidupan mencit. Kandang dibersihkan
dan alas sekam diganti sekali dua hari. Tempat makan dan minum dibersihkan dan
diganti tiap hari.
3.10.2. Perlakuan Hewan Coba
Setelah selesai diberi perlakuan, maka terhadap hewan percobaan kelompok K,
P1, P2, P3, P4,dan P5 dilakukan dislokasi leher untuk pengambilan darahnya.
Pengambilan darah ini dilakukan pada waktu yang berbeda-beda, dimana kelompok
K yang merupakan kelompok kontrol negatif dilakukan pada saat awal percobaan,
sedangkan kelompok P1 sampai P5 dilakukan setelah 2 minggu perlakuan. Dari tiaptiap hewan coba diambil minimal 0,5 mL darah untuk diperiksa kadar Pb dalam darah
hewan coba tersebut.
3.11 Prosedur Pemeriksaan Plumbum
3.11.1 Pembuatan preparasi untuk pemeriksaan kadar plumbum dalam darah
Sampel darah sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah
dimasukkan larutan AgNO3 pekat sebanyak 1 mL ke tabung tersebut, kemudian di
vortex selama beberapa saat sampai larutan tercampur. Larutan ini kemudian
dipanaskan di hot plate selama 15 sampai 30 menit sampai mendidih. Setelah
mendidih, kemudian temperatur diturunkan. Hot plate dimatikan setelah larutan
mengering. Setelah dingin, kemudian ditambahkan AgNO3 13% dan kemudian di
vortex lagi sampai larutan tercampur dan tampak warna kuning muda. Larutan
tersebut kemudian dibiarkan pada suhu ruangan, sekitar 22oC. Larutan yang sudah di
preparasi ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa Pb dalam darah
hewan coba tersebut. Darah yang sudah dipreparasi dapat bertahan dalam suhu
ruangan selama 1 bulan kalau tidak langsung diperiksa darahnya.
3.11.2 Pemeriksaan dengan alat Inductively Coupled Plasma (ICP)
Prinsip: Sampel yang diasamkan mengandung plumbum dalam jumlah mikrogram
bercampur dengan reducing solution ammoniacal citrate-cyanide dan
diekstraksi dengan dithizone dalam chloroform (CHCl3) untuk membentuk
cherry-red lead dithizonate. Warna dari campuran larutan berwarna diukur
secara fotometrik.
mL, kemudian diisi dengan sel penyerap. Absorbansi ekstrak diukur pada panjang
gelombang 510 nm menggunakan larutan kerja dithizone, 3g, untuk membuat nol
spektrofotometer.
3.12. Kerangka Kerja
Kel. K
K
o
n
t
r
o
l
Kel. P1
Pb 40
mg/kg
BB
(2 mgg)
Kel. P2
Pb 40 mg/
kg BB
+
Ca 1x25 mg,
bersamaan
(2 minggu)
Kel. P3
Pb 40 mg/
kg BB
+
Ca 1x50 mg,
bersamaan
(2 minggu)
Kel. P4
Pb 40 mg/
kg BB
+
Ca 1x25 mg,
jarak 1 jam
(2 minggu)
Diukur Kadar Pb
dalam darah
Kel. P5
Pb 40 mg/
kg BB
+
Ca 1x50 mg,
jarak 1 jam
(2 minggu)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, pengaruh kombinasi plumbum dengan kalsium dan jarak
pemberian, diperoleh hasil sebagai berikut:
(mencit) ini diambil setelah berumur 6 minggu, sehingga mungkin saja mencit
tersebut telah terpapar Pb sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polivka et al, bahwa
pada anak-anak berusia 1-2 tahun yang walaupun tidak tinggal di daerah
pertambangan, sudah dijumpai plumbum dalam darahnya (Polivka et al, 2006). Hasil
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tong et al yang melakukan
penelitian terhadap anak-anak mulai dari lahir dan kemudian diikuti sampai berusia
11-13 tahun yang tidak tinggal di daerah pertambangan. Mereka mendapati bahwa
pada anak-anak ini terdapat peningkatan kadar plumbum dalam darah seiring dengan
bertambahnya usia (Tong et al, 1998).
25 mg/hari
dalam waktu yang bersamaan dengan waktu yang tidak bersamaan, maka tampak
bahwa jika kalsium diberi bersamaan dengan Pb akan mengakibatkan kadar Pb darah
menurun, tetapi bila pemberian kalsium tersebut 1 jam sebelum pemberian Pb, maka
kadar Pb dalam darah akan meningkat, meskipun peningkatan kadar Pb tersebut tidak
signifikan (p>0,05).
Hal ini mungkin berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Gulson bahwa
plumbum mempunyai ikatan yang kuat dengan protein transport yang digunakan oleh
kalsium, tetapi afinitas pengikatan plumbum paling sedikit dua kali lipat daripada
terhadap kalsium (Gulson, 2001). Bronner juga mengemukakan bahwa transport Pb
yang bermuatan elektropositif bisa dipengaruhi juga oleh suatu mekanisme carrier
tertentu, walaupun hanya sedikit, selain dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya Pb
(Bronner, 1986).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini didapati kesimpulan sebagai berikut:.
1. Kadar plumbum dalam darah mencit akibat pemberian Pb asetat
40mg/kgBB/hari selama 2 minggu secara oral tampaknya menunjukkan
peningkatan
2. Pemberian kalsium 25 maupun 50 mg/hari selama 2 minggu ternyata tidak
berpengaruh terhadap kadar Pb darah
3. Pemberian kalsium 25 mg/hari selama 2 minggu, 1 jam sebelum Pb
menunjukkan peningkatan kadar Pb darah bila dibandingkan dengan
kelompok yang diberi kalsium dan Pb bersamaan, namun secara statistik,
kedua kelompok ini tidak berbeda
4. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada pemberian kalsium dengan
konsentrasi 25 dan 50 mg/hari, baik yang diberikan Pb secara bersamaan
dengan kalsium, maupun yang diberikan kalsium dulu, dan sejam kemudian
baru diberi Pb
5.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi kalsium yang
lebih besar
DAFTAR PUSTAKA
Adham, K.G., Shabana, M.B., Abdel-Latif, H.A., Soliman, S.S.M., 2002, Effects of
Supplementary Calcium on Lead Poisoning in Rat, Acta Pharm, 52:19-28
Almatsier, S., 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
hal 235-243
Aminah, N., 2006, Perbandingan Kadar Pb, Hb, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal, pada
Karyawan BBTKL & PPM Surabaya Bagian Sampling dan Non Sampling, Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2(2):111-120
ATSDR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry), 2007, Toxicological
Profile for Lead, Public Health Service, Atlanta
Ballew, C., Bowman, B., 2001, Recommending Calcium to Reduce Lead Toxicity in
Children: A Critical Review, Nutrition Reviews, 59(3):71-79
Berg, N., Few, G.S., Easley, M.F., Ross, Jr., W.G., Overcash, B.K., Kimball, H.P.,
2002, 2000 Ambient Air Quality Report, North Carolina, USA
Bogden, J.D., Oleske, J.M., Louria,D.B, 1997, Lead Poisoning One Approach to a
Problem That Wont Go Away, Environ Health Perspect, 105:1284-1287
Bronner, Felix, Pansu, D., Stein, W.D., 1986, An Analysis of Calcium Transport
Across the Rat Intestine, Am. J. Physiol. 250:561-569
Bruening, K., Kemp, F.W., Simone, N., Holding, Y., Louria, D.B., Bogden, J.D.,
1999, Dietary Calcium Intakes of Urban Children at Risk of Lead Poisoning,
Environ Health Perspect, 107(6):431-435
Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS), 2007, Cheminfo,
Chemical Profiles Created by CCOHS, Lead Acetate
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2004, Adult Blood Lead Lead
Epidemiology and Surveillance United States, 2002, Morbidity and Mortality
Weekly Report (MMWR), 53(26):578-582
Conrad, M.E., Barton, J.C., 1978, Factors affecting the absorption and excretion of
lead in rat , Gastroenterol. 74;731-740
Eaton, A.D., 1995, Standard Methods, ed. 19, APHA, Washington, DC, pp 371-372
Ettinger, A.S., Tllez-Rojo, M.M., Amarasiriwardena, C., Peterson, K.E.,
Schwartz, J., Aro, A., et al, 2006, Influence of Maternal Bone Lead Burden and
Calcium Intake on Levels of Lead in Milk over The Course of Lactation,
Am J Epidemiol, 163:48-56
Florence, T.M, Stauber, J.L., Dale, L.S., Henderson, D., Izard, B.E., Belbin, K., 1998,
The Absorption of Ionic Lead Compounds Through the Skin of Mice, Journal of
Nutritional & Environmental Medicine, 8(1):19-23
Gilman, A.G., Rall, T.W., Nies, A.S., Taylor, P., 1990, Goodman and Gilmans The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th ed., New York, Pergamon Press
Gulson, B.L., Mizon, K.J., Palmer, J.M., Korsch, M.J., Taylor, A.J., 2001,
Contribution of Lead from Calcium Supplements to Blood Lead, Environ Health
Perspect, 109(3):283-288
Gulson, B.L., Mizon, K.J., Korsch, M.J., Taylor, A.J., 2006, Low Blood Lead Levels
Do Not Appear to Be Further Reduced by Dietary Supplements, Environ Health
Perspect, 114(8):1186-1192
Hamidinia, S.A., Erdahl, W.L., Chapman, C.J., Steinbaugh, G.E., Taylor, R.W.,
Pfeiffer, D.R., 2006, Monensin Improves the Effectiveness of mesoDimercaptosuccinate when Used to Treat Lead Intoxication in Rats,
Environmental Health Perspectives, 114(4):484-493
Han, S., Equez, M.L., Ling, M., Qiao, X., Kemp, F.W., Bogden, J.D., Effects of prior
lead exposure and diet calcium on fetal development and blood pressure during
pregnancy. In: Trace Elements in Man and Animals, vol ( (Fischer, P.W.F.,
LAbbe, M.R., Cockrell,A., Gibson, R.S), Ottawa, Canada: Research Press,
1997:87-88
Hanzlik, R.P., Fowler, S.C., Fisher, D.H., 2005, Relative Bioavailability of Calcium
from Calcium Formate, Calcium Citrate, and Calcium Carbonate, JPET,
313:1217-1222
Hariono, B., 2005, Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorganik pada Tikus
Putih (Rattus norvegicus), J. Sains Vet., 23(2):107-118
Hu, H., Shih, R., Rothenberg, S., Schwartz B.S., 2007, The Epidemiology of Lead
Toxicity in Adults: Measuring Dose and Consideration of Other Methodologic
Issues, Environmental Health Perspective, 115(3):455-461
Jain, N.B., Laden, F., Guller, U., Shankar, A., Kazani, S.,Garshick, E., 2005, Relation
between Blood Lead Levels and Childhood Anemia in India, Am J Epidemiol,
161:968-973
Katzung, B.G., 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed. VI, EGC, Jakarta,
hal. 927-929
Khan, A.N., Munir, U., Turnbull, I, Macdonald, S., 2007, Lead Poisoning,
Saudi Arabia
Lagerkvist, B.J., Ekesrydh, S., Englyst, V., Nordberg, G.F., Sderberg, H.,
Wiklund, D., 1996, Increased Blood Lead and Decreased Calcium Levels During
Pregnancy: a Prospective Study of Swedish Women Living Near a Smelter,
American Journal of Public Health, 86(9):1247-52
Lidsky, T.I., Schneider, J.S., 2003, Lead Neurotoxicity in Children: Basic
Mechanisms and Clinical Correlates, Brain, 126(1):5-19
Mahaffey, K.R., 1974, Nutritional Factors and Susceptibility to Lead Toxicity,
Environmental Health Perspective, May 1974:107-112
_____________, 1981, Nutritional Factors in Lead Poisoning, Nutr. Rev., 39:353-362
_____________, 1990, Environmental Lead Toxicity, Nutrition as a Component of
Intervention, 89:75-78
Martiana, T, 2007, Use of Haematological and Immunological Biomarker as Indicator
of Pb Intoxication, Folia Medica Indonesiana, 43:1489-152
Mason, P., Calcium - An Update, The Pharmaceutical Journal, 268:329-30
Needleman, H., 2004, Lead Poisoning, Annual Review of Medicine, 55:209-220
Nugroho, H., 2006, Pengaruh Pemberian Timbal Asetat Per Oral terhadap gambaran
Histologis Epitel Jejunum Mencit (Mus Musculus), JBP, 8(3):113-120
Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta,
hal. 75-83
Pearl, D.S., Ammerman, C.B., Henry, P.R., Littell, R.C., 1983, Influence of Dietary
Lead and Calcium on Tissue Lead Accumulation and Depletion, Lead
Metabolism and Tissue Mineral Composition in Sheep, Journal of Animal
Science, 56(6):1416-1426
Polivka, B.J., Salsberry, P., Casavant, M.J., Chaudry, R.V., Bush, D.C., 2006,
Comparison of Parental Report of Blood Lead Testing in Children Enrolled in
Medicaid with Medicaid Claims Data and Blood Lead Surveilance Reports,
Journal of Community Health, 31(1):43-55
Pounds, J.G., Long, G.J., Rosen, J.F., 1991, Cellular and Molecular Toxicity of Lead
in Bone, Environ. Health Perspect., 91:17-32
Quarterman, J., Morrison, J.N., Humphries, W.R., 1978, The Influence of High
Dietary Calcium and Phosphate on Lead Uptake and Release, Environ Res,
17:60-67
Rahde, A.F., 1994, Lead, Inorganic (PIM 301), IPCS, INCHEM, pp 7-13
Ronis, M.J.J., Aronson, J., Gao, G.G., Hogue, W., Skinner, R.A., Badger, T.M., et al,
2001, Skeletal Effects of Developmental Lead Exposure in Rats,
TOXICOLOGICAL SCIENCE, 62:321-329
Sax, N.I., Lewis, R.J., 1989, Dangerous Properties of Industrial Materials, 7th ed.,
New York, van Nostrand Reinhold
Scott, I.D., Akerman, K.E.O., Nicholls, D.G., 1980, Calcium-ion transport by intact
synaptosomes, Biochem. J., 192:873-880
Shields, J.B., Mitchell, H.H., 1941, The Effect of Calcium and Phosphorus on the
Metabolism of Lead, The Journal of Nutrition, 21(6):541-552
Sjamsudin, U., Suyatna, F.D., 1978, Keracunan Pb, Cermin Dunia Kedokteran,
13:28-32
Smith, J.B., Mangkoewidjoyo, S., 1988, Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Coba di daerah Tropis, UI Press, Jakarta, hal. 37-57
Sugandi, E., Sugiarto, 1994, Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi, Penerbit
Andi, Yogyakarta, hal. 8,24
Sulaiman, W., 2003, Statistik Non Parametrik Contoh Kasus dan Pemecahannya
dengan SPSS, Edisi Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal. 29
Tllez-Rojo, M.M., Hernndez-Avila, M., Lamadrid-Figueroa, H., Smith, D.,
Hernndez-Cadena, L., Mercado, A., et al, 2004, Impact of Bone Lead and Bone
Resorption on Plasma and Whole Blood Lead Levels During Pregnancy,
Am J Epidemiol, 160:668-78
Tong, S., Baghurst, P.A., Sawyer, M.G., Burns, J., McMichael, A.J., 1998, Declining
Blood Lead Levels and Changes in Cognitive Function During Childhood, The
Port Pirie Cohort Study, JAMA 280(22):1915-1920
Tordoff, M.G., 2001, Calcium: Taste, Intake, and Appetite, Physiol. Rev.,
81(4):1567-97
United States Center Environmental Protection Agency (USEPA), 1987, National
Primary and Secondary Ambient Air Quality Standards for Lead, 40 CFR 50,12
Code of Federal Regulations, US Government Printing Press, Washington, DC
Widman, F.K., 1999, Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, ed. 9,
EGC, Jakarta, hal. 271-272, 457-458
World Health Organisation (WHO), 1963, International Water Standards, Geneva
____________________________, 1971, International Standards for Drinking
Water, Geneva, third ed.
____________________________, 1977, Environmental Health Criteria 3: Lead,
World Health Organisation, Geneva, pp 1991-1992
Lampiran 1
Tabel Berat badan (BB) mencit dan jumlah Pb yang diberikan selama penelitian
Hari I
Kel
Hari II
Hari III
Hari IV
Hari V
Hari VI
Hari VII
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
P1-1
22,4
0,896
21,9
0,876
21,5
0,86
21,5
0,86
21,5
0,86
21,7
0,868
21,7
0,868
P1-2
26
1,04
26,6
1,064
25,8
1,032
25,7
1,028
25,7
1,028
25,8
1,032
25,8
1,032
P1-3
24
0,96
25,4
1,016
25,6
1,024
25,8
1,032
25,8
1,032
26,1
1,044
26,1
1,044
P1-4
24,2
0,968
26,5
1,06
27
1,08
27,2
1,088
27,2
1,088
27
1,08
27
1,08
P1-5
20,1
0,804
20,7
0,828
25,2
1,008
25,2
1,008
25,2
1,008
25
25
P2-1
24,4
0,976
29,9
1,196
29,9
1,196
29,8
1,192
29,8
1,192
29,4
1,176
31,4
1,256
P2-2
28,5
1,14
25
25
24,8
0,992
24,8
0,992
24,3
0,972
25,9
1,036
P2-3
29,1
1,164
25,4
1,016
25,4
1,016
26,4
1,056
26,4
1,056
24,9
0,996
27,3
1,092
P2-4
31,2
1,248
30,6
1,224
30,6
1,224
32,5
1,3
32,5
1,3
31,2
1,248
33,4
1,336
P2-5
26,2
1,048
27,2
1,088
27,2
1,088
26,7
1,068
26,7
1,068
26,2
1,048
26,1
1,044
P3-1
25,6
1,024
24,6
0,984
24,6
0,984
24,3
0,972
24,3
0,972
23,9
0,956
24,8
0,992
P3-2
27,7
1,108
26,4
1,056
26,4
1,056
26,1
1,044
26,1
1,044
25,9
1,036
26,6
1,064
P3-3
25,1
1,004
25
25
24,6
0,984
24,6
0,984
24,2
0,968
24,5
0,98
P3-4
30,4
1,216
31,4
1,256
31,4
1,256
31,2
1,248
31,2
1,248
30,8
1,232
32,5
1,3
P3-5
26,8
1,072
27,2
1,088
27,2
1,088
27,4
1,096
27,4
1,096
27,6
1,104
29
1,16
P4-1
25,1
1,004
24,4
0,976
24,4
0,976
21,9
0,876
21,9
0,876
22,7
0,908
24,3
0,972
P4-2
30,1
1,204
27,4
1,096
27,4
1,096
29,4
1,176
29,4
1,176
29,5
1,18
31,7
1,268
P4-3
27,2
1,088
29
1,16
29
1,16
31,3
1,252
31,3
1,252
31
1,24
30,7
1,228
P4-4
31,5
1,26
29,2
1,168
29,2
1,168
30,2
1,208
30,2
1,208
30,5
1,22
31,9
1,276
P4-5
26,8
1,072
25,2
1,008
25,2
1,008
26,6
1,064
26,6
1,064
26
1,04
27,4
1,096
P5-1
28,3
1,132
28
1,12
28
1,12
28,4
1,136
28,4
1,136
28,1
1,124
28,6
1,144
P5-2
20,8
0,832
20,6
0,824
20,6
0,824
20,8
0,832
20,8
0,832
20,6
0,824
20,5
0,82
P5-3
29,1
1,164
23
0,92
23
0,92
28,7
1,148
28,7
1,148
26,7
1,068
27,7
1,108
P5-4
29,5
1,18
29,9
1,196
29,9
1,196
30,6
1,224
30,6
1,224
29,8
1,192
30,6
1,224
P5-5
24,9
0,996
24,7
0,988
24,7
0,988
23,9
0,956
23,9
0,956
24,3
0,972
24,6
0,984
Hari VIII
Kel
Hari IX
Hari X
Hari XI
Hari XII
Hari XIII
Hari XIV
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
BB
Pb
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
(g)
(mg)
P1-1
21,4
0,856
21,5
0,86
21,5
0,86
21,1
0,844
21,3
0,852
21,8
0,872
22
0,88
P1-2
25,3
1,012
26
1,04
26
1,04
25,3
1,012
21,8
0,872
25
25,6
1,024
P1-3
25,6
1,024
22
0,88
22
0,88
21,3
0,852
25,3
1,012
25,8
1,032
22,3
0,892
P1-4
26,1
10,44
25,6
1,024
25,6
1,024
25,9
1,036
25,7
1,028
25,7
1,028
25,9
1,036
P1-5
25
21,7
0,868
21,7
0,868
21,4
0,856
21,7
0,868
26
1,04
26,1
1,044
P2-1
31,4
1,256
31,4
1,256
31,4
1,256
30,9
1,236
31,3
1,252
31,3
1,252
31,5
1,242
P2-2
25,9
1,036
25,9
1,036
25,9
1,036
24,7
0,988
24,3
0,972
24,3
0,972
24,3
0,972
P2-3
27,3
1,092
27,3
1,092
27,3
1,092
27
1,08
26,8
1,072
26,8
1,072
27
1,08
P2-4
33,4
1,336
33,4
1,336
33,4
1,336
33,1
1,324
32,4
1,296
32,4
1,296
32,5
1,3
P2-5
26,1
1,044
26,1
1,044
26,1
1,044
25,5
1,02
25,2
1,008
25,2
1,008
25,8
1,032
P3-1
24,8
0,992
25,5
1,02
25,5
1,02
26,1
1,044
25,6
1,024
25,6
1,024
25,7
1,028
P3-2
26,6
1,064
26,4
1,056
26,4
1,056
26,3
1,052
26
1,04
26
1,04
25,7
1,028
P3-3
24,5
0,98
24,5
0,98
24,5
0,98
24,6
0,984
24,7
0,988
24,7
0,988
24,7
0,988
P3-4
32,5
1,3
32,8
1,132
32,8
1,132
32,8
1,312
32,8
1,312
32,8
1,312
33
1,32
P3-5
29
1,16
29,4
1,176
29,4
1,176
29,7
1,188
29,3
1,172
29,3
1,172
29,6
1,184
P4-1
24,3
0,972
24,6
0,984
24,6
0,984
24,4
0,976
24,6
0,984
24,6
0,984
24,7
0,988
P4-2
31,7
1,268
32,8
1,312
32,8
1,312
31,9
1,276
32
1,28
32
1,28
32,6
1,304
P4-3
30,7
1,228
31,3
1,252
31,3
1,252
31,5
1,26
31
1,24
31
1,24
30,4
1,216
P4-4
31,9
1,276
31,8
1,272
31,8
1,272
32,8
1,312
31,8
1,272
31,8
1,272
31,6
1,264
P4-5
27,4
1,096
27,3
1,092
27,3
1,092
28,3
1,132
28,6
1,144
28,6
1,144
23,7
0,948
P5-1
28,6
1,144
28,1
1,124
28,1
1,124
28,7
1,148
28,5
1,14
28,5
1,14
28
1,12
P5-2
20,5
0,82
21
0,84
21
0,84
21,4
0,856
20,7
0,828
20,7
0,828
20,6
0,824
P5-3
27,7
1,108
28,4
1,136
28,4
1,136
29
1,06
28,9
1,156
28,9
1,156
28,4
1,136
P5-4
30,6
1,224
28,7
1,148
28,7
1,148
29,6
1,184
28,4
1,136
28,4
1,136
28,8
1,152
P5-5
24,6
0,984
25,1
1,004
25,1
1,004
25,2
1,008
25,4
1,016
25,4
1,016
25,3
1,012
Lampiran 2
HASIL PENGOLAHAN PENELITIAN SECARA STATISTIK
Descriptives
Hasil analisa Pb
Mean
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound
Upper Bound
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
Statistic
,272693
,243416
Std. Error
,0143148
,301970
,276126
,261700
,006
,0784052
,0410
,4259
,3849
,0867
-,559
1,765
,427
,833
Tests of Normality
a
Hasil analisa Pb
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
,123
30
,200*
Shapiro-Wilk
Statistic
df
,942
30
Descriptive Statistics
N
Hasil analisa Pb
klp perlakuan
30
30
Mean
,272693
3,50
Std. Deviation
,0784052
1,737
Minimum
,0410
1
Maximum
,4259
6
Sig.
,100
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hasil analisa Pb
klp perlakuan
kontrol
perlakuan Pb saja
Pb + kalsium 25
mg langsung
Pb + kalsium 25
mg 1 jam
Pb + kalsium
50mg langsung
Pb + kalsium 50
mg 1 jam
Total
N
5
5
Mean Rank
12,00
17,20
15,20
21,60
13,40
13,60
30
Test Statisticsa,b
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
Hasil
analisa Pb
3,901
5
,564
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hasil analisa Pb
klp perlakuan
perlakuan Pb saja
Pb + kalsium 25
mg langsung
Pb + kalsium 25
mg 1 jam
Total
N
5
Mean Rank
7,60
6,60
9,80
15
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hasil analisa Pb
klp perlakuan
Pb + kalsium 25
mg langsung
Pb + kalsium 25
mg 1 jam
Total
Mean Rank
5
4,40
6,60
10
Test Statisticsa,b
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
Hasil
analisa Pb
1,320
1
,251
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hasil analisa Pb
klp perlakuan
Pb + kalsium
50mg langsung
Pb + kalsium 50
mg 1 jam
Total
Test Statisticsa,b
Chi-Square
df
Asymp. Sig.
Hasil
analisa Pb
,011
1
,917
Mean Rank
5
5,60
5,40
10