Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
Pemahamantentanganatomimatadiperlukanuntukmengetahuiberbagai
Padapenglihatanterdapat
proses
yang
cukuprumitolehjaringan
yang
proses
yang
terjadidalammata.
dilaluisepertimembelokkansinar,
uvea
yang
Di
dalambadansiliardidapatkanototakomodasidanmengaturbesarruangintertrabekulamelaluiinsersiototpadaskleral
spur.
1
e. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbenruk lensa di dalam mata dan bersifat bening. Lensa
di dalam bola mata terletak di belakang iris Yng terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa yang jernih ini mengambil peranan membiaskan
sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi.
f. Retina
Retina
atauselaputjalamerupakanbagianmata
menerimarangsangancahayadanterletak
di
yang
belakang
pupil.
Retina
mengandungreseptor
yang
akanmeneruskanrangsangan
yang
yang
keluardaripolus
sarafpenglihatdanserabutpupilomotor.
posterior
bola
matamembawa
jenisserabutsaraf,
yaitu:
Sarafpenglihatmeneruskanrangsanganlistrikdarimatakekorteks
visual
untukdikenalibayangannya.
dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia,
pungtum remotum terletak di depan mata.
Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari kedua media transparan dan derajat
kemiringan antara bidang peralihan dan permukaan gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung
seperti lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan semakin kuat lensa. Suatu lensa
dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi atau penyatuan berkasberkas cahaya, yaitu
persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif mata bersifat
konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkasberkas cahaya.
Cahaya merambat melalui udara kira-kira dengan kecepatan 300.000 km/detik, tetapi perambatannya
melalui benda padat dan cairan yang transparan jauh lebih lambat. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke sebuah
medium yang lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya). Berkas cahaya
mengubah arah perjalanannya ketika melalui permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.
Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang diamati ke dalam mata melaui
lensa yang kemudian dibiaskan pada retina (makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls
listrik yang diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan. Kemampuan seseorang untuk
melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam
bola mata.
Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang terbentuk di retina terbalik dari benda
aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan
yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini
berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea,
humor aquosus, lensa, dan humor vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau
cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis
pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang
tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga
kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea
dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa
memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang dekat.
Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula
bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea.
Akibat akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan
kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat
kotraksi otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan meningkat bila
mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi
dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang
datang dapat difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata
tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak
berlebih, dan terlihat dengan jelas.
2.3 Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata,
lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea.
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak
difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak
pada satu titik yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sihingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan
presbiopia.
Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding mata normal. Normalnya, seseorang
akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit, jika kurang mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling.
Seseorang dengan kelainan refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit lain. Penderita dengan
kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai berikut: sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi;
mata berair; cepat mengantuk; mata terasa pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur. Untuk mencegah
5
terjadinya penyulit diusahakan memberikan istirahat pada mata dan mencegah pupil berkontraksi. Tajam
penglihatan penderita kelainan refraksi kurang dari normal.
Pembiasaan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan refraksi
2.3.1
Miopia
2.3.1.1 Definisi
Miopia merupakan kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan sumbu
optik dibawa ke fokus di depan retina, sebagai akibat bola mata yang terlalu panjang atau peningkatan kekuatan
daya refraksi media mata.
2.3.1.2 Prevalensi
Prevalensi miopia di dunia masih tinggi. Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh
National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 1999-2004, dari 7.401 orang berumur 12-54 tahun
didapatkan prevalensi miopia sebanyak 41,6%.
Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Amerika. Hasil survei yang dilakukan di Taiwan pada tahun 2000 mendapatkan prevalensi miopia pada siswa
sekolah menengah ke atas sebesar 84%. Di Singapura, kira-kira lebih dari 80% populasi dewasa menderita miopia.
Terdapat insidens miopia yang tinggi pada tenaga profesional dan murid sekolah, biasanya termasuk dalam miopia
rendah yang disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya membaca terlalu lama dan pekerjaan dengan penglihatan
jarak dekat.
Di Indonesia, angka kejadian miopia juga tinggi. Di Lamongan diketahui bahwa miopia merupakan
penyebab terbanyak kelainan refraksi tidak terkoreksi sebesar 50% dan sebagian besar dengan tajam penglihatan
lebih dari 6/18 pada usia 6-60 tahun.
Prevalensi miopia menunjukkan penurunan dengan meningkatnya usia (44-50 tahun). Pola ini menunjukkan
peningkatan prevalensi pada generasi yang lebih muda mungkin oleh karena peningkatan paparan penglihatan
dekat atau penurunan prevalensi miopia memang berhubungan dengan bertambahnya usia.
2.3.1.3 Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya bola mata yang
diakibatkan oleh: kornea terlalu cembung; lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan dibiaskan
kuat; dan bola mata terlalu panjang.
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraktif
terlalu kuat. Oleh karena itu dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,
miopia yang tejadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang
normal.
Selain itu ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi seseorang untuk cenderung mengalami miopia.
Terdapat pendapat bahwa miopia berhubungan erat dengan faktor herediter atau keturunan dan faktor lingkungan.
Beberapa peneliti berpendapat gen hanya menentukan kepekaan terhadap miopia. Sedangkan pengaruh
lingkungan merupakan faktor pencetus, misalnya beberapa pekerjaan dengan penglihatan jarak dekat misalnya
membaca. Beberapa peneliti juga mengatakan kejadian miopia meningkat dengan banyaknya waktu yang
digunakan untuk kegiatan tersebut daripada bermain di luar rumah.
Teori mengenai adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi miopia juga didukung melalui penelitian
yang dilakukan di Australia. Pada penelitian tersebut dibandingkan gaya hidup 124 anak dari etnis Cina yang
tinggal di Sydney, dengan 682 anak dari etnis yang sama di Singapura. Didapatkan prevalensi miopia di Singapura
sebanyak 29% dan hanya 3,3% di Sydney. Padahal anak-anak di Sydney membaca lebih banyak buku tiap minggu
dan melakukan aktivitas dalam jarak dekat lebih lama daripada anak di Singapura. Tetapi anak-anak di Sydney juga
menghabiskan waktu di luar rumah lebih lama (13,75 jam per minggu) dibandingkan dengan anak-anak di
Singapura (3,05 jam). Hal ini merupakan faktor yang signifikan berhubungan dengan miopia antara kedua grup.
7
2.3.1.4 Patofisiologi
Pada saat baru lahir, sebagian besar bayi mengalami hiperopia ringan. Namun saat pertumbuhan, hiperopia
tersebut secara perlahan berkurang. Kelengkungan kornea jauh lebih curam (radius 6,59 mm) saat lahir dan
mendatar sampai mendekati kelengkungan dewasa (radius 7,71 mm) pada usia sekitar 1 tahun. Lensa jauh lebih
sferis pada saat lahir dan mencapai bentuk dewasa pada usia sekitar 6 tahun. Panjang sumbu saat lahir pendek
(17,3 mm), memanjang dengan cepat dalam 2 sampai 3 tahun pertama (menjadi 24,1 mm), kemudian tak terlalu
cepat (0,4 mm per tahun) sampai usia 6 tahun, lalu dengan lambat (total sekitar 1 mm) sampai stabil pada usia
sekitar 10-15 tahun. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan
predisposisi, hal ini akan berlanjut menjadi miopia derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan pada
faktor miopogenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak
terfokus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan
menimbulkan miopia derajat sedang pada late adolescence.
Terdapat beberapa pendapat tentang patofisiologi miopia, meliputi:
a. Menurut tahanan sklera
i. Mesadermal
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan elongasi
sumbu mata. Dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari perkembangan maya menyebabkan ektasia
daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan
jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital
ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi
baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundel serat terkecil terlihat menuju sklera
bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang kurang
dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang-bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2.
Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera
posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan
hilangnya luasnya bundel serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal
terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang
berhubungan dengan miopia.
ii. Ektodermal Mesodermal
8
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidakharmonisan pertumbuhan
jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik
koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak
dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan
pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel
pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin
menimbulkan efek ektodermal mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau
satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia
patologi tipe stafiloma posterior.
b. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas:
Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil
dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.
ii. Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi deformasi. Secara
konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan
tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava
manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak mata
meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat
sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraocular.
2.3.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi miopia dibagi menurut derajat dan perjalanan penyakitnya. Berdasarkan derajat beratnya,
miopia dibagi dalam:
Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Sedangkan menurut perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia
ini dapat juga disebut miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Disebut miopia
degeneratif atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan fundus okuli dan pada
panjangnya bola mata sampai membentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang
terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis
sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
2.3.1.6 Manifetasi klinik
Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan melihat kabur apabila pandangan jauh.
Penderita miopia akan mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain
itu, penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata
selalu dalam keadaan konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan
mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia.
2.3.1.7 Tata laksana
Penatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini yang dilakukan adalah
mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
a.
Kacamata
Koreksimiopiadengankacamatadapatdilakukandenganmenggunakanlensakonkaf
(cekung/negatif)
terlalutinggiataubila
bola
keadaaninidapatdinetralisirdenganmeletakkanlensasferiskonkaf
mataterlalupanjangsepertipadamiopia,
di
depanmata.
Lensacekung
yang
akanmendivergensikanberkascahayasebelummasukkemata,
dengandemikianfokusbayangandapatdimundurkankearah retina.
Gambar: 2.3
10
b.
Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari bahan plastik
polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen
hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisma
ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.
Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini
menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat
mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh
karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.
Gambar 2.4
Koreksi dengan lensa kontak
Bedah Refraksi
Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
kontak mendorong pencarian solusi bedah bagi masalah gangguan refraksi.
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
i. Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona
optik, angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani radial keratotomy
menunjukan penurunan miopia, sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat
menurunkan pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti
variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang11
kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya astigmatisma,
astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada
beberapa bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih
awal dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.
ii. Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona
optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga
menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
iii. Kelemahannya:
iv. Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi
penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler
karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat
merasa silau saat malam hari.
v.
Laser photorefractive keratektomy (PK) adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan
ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6
(20/20) setelah dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik
didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan menggunakan laser
excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya penglihatan dan pasien
merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
12
Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraokular telah menjadi metode pilihan untuk koreksi kelainan refraksi pada afakia.
Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan
kedalam mata melaui suatu insisi kecil dan lensa kaku yang paling sering terdiri atas suatu optik terbuat dari
polimetil metakrilat dan lengkungan (haptik) terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman
bagi lensa intraokuler adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular.
Daya lensa intraocular biasanya ditentukan dengan metode regresi empiris yang menganalisis pengalaman
penggunaan salah satu tipe lensa pada banyak pasien. Dari metode ini diturunkan suatu rumus matematis yang
didasarkan pada suatu konstanta untuk lensa tertentu.
Turunnya adalah rumus SRK II. Namun rumus regresi sekarang jarang digunakan. Rumus teoritik yang
menggunakan konstanta lensa, pembacaan keratometer dan panjang sumbu , bersama dengan perkiraan kedalaman
bilik mata depan setelah pembedahan meliputi rumus SRK/T,Holladay, dan Hoffer Q dan tak ada satu pun rumus
yang dapat memperkirakan kekuatan lensa setiap pasien.
e.
tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun,
perlu dipikirkan komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokuler, khususnya pada miopia tinggi.
2.3.1.7 Pencegahan
13
Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu
penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.
Pencegahanlainnyaadalahdenganmelakukanvisual hygieneberikutini:
a. Mencegahterjadinyakebiasaanburuk,
meliputi:membiasakandudukdenganposisitegaksejakkecil;
1/1335.
Lebihdari
(-10)
resikoinimenjadi
1/148.Dengan
kata
Hal
namun
proses
iniberhubungandenganhilangnyastruktur
penderitaakanmelihatbayangan-bayangankecil
(floaters).
Padakeadaanlanjut,
dapatterjadikolapsbadanvitreussehinggakehilangankontakdengan
Keadaanininantinyaakanberesikountukterlepasnya
retina
normal
retina.
danmenyebabkankerusakan
retina.
Vitreus
c. Miopicmakulopaty
Dapatterjadipenipisankoroiddan
retina
sertahilangnyapembuluhdarahkapilerpadamata
yang
yang
menjelaskanbahwakontaklensaataulatihanmatadapatmenghentikanprogresifitasdarimiopi.Keteganganmatadapatdice
gahdenganmenggunakancahaya yang cukuppadasaatmembacadanbekerja, danmenggunakankacamataataulensa
yang
15
disarankan.Pemeriksaansecarateratursangatpentinguntukpenderitadegeneratifmiopikarenamerekamempunyaifaktorr
esikountukterjadinyaablasi retina, degenerasi retina ataumasalah lainnya.6
2.3.2
Hipermetropia
2.3.2.1 Definisi
Hipermetropia adalah anomali refraksi yang mana tanpa akomodasi, sinar sejajar akan terfokus di belakang
retina. Sinar divergen dari objek dekat, akan difokuskan lebih jauh di belakang retina.
Gambar 2.5
Refraksi pada mata hipermetropia
2.3.2.2 Epidemiologi
Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata adalah hipermetropia
pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun,
sekitar 48% mata didapati tetap hipermetropia. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena
panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap
akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbiopia.
Pada studi yang dilakukan di Amerika, 1 dari 8 anak (12,8%) antara usia 5 hingga 17 tahun hiperopia, studi
yang dilakukan di Polandia mendapati 1 dari 5 anak (21%) antara usia 6 hingga 18 tahun hipermetropia, studi di
Australi mendapati 4 dari 10 anak (38,4%) antara usia 4 hingga 12 tahun hipermetropia, studi di Brazil mendapati 7
dari 10 anak (71%) dalam satu kota hipermetropia.
2.3.2.3 Etiologi
1
Panjang axial (diameter bola mata) mata hipermetropia lebih kurang dari panjang axial mata normal.
2.3.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis, derajat beratnya hipermetropia, dan status akomodasi
mata.
16
Hipermetropiasimpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya bisa axial atau refraktif
Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena maldevelopment, penyakit
okular, atau trauma
Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal
yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan
-
kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.
Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun
kacamata positif.
Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan
Hipermetropia
Hipermetropia Laten
Hipermetropia Manifes
Gambar 2.6
17
Penglihatan dekat kabur, penglihatan jauh pada usia lanjut juga bisa kabur
Gejala biasanya berhubungan dengan penggunaan mata untuk penglihatan dekat (cth : membaca, menulis,
melukis), dan biasanya hilang jika kerjaan itu dihindari.
Mata dan kelopak mata bisa menjadi merah dan bengkak secara kronis
Mata terasa berat bila ingin mulai membaca, dan biasanya tertidur beberapa saat setelah mulai membaca
walaupun tidak lelah.
Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart
b Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk pengukuran objektif
hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik retinoskopi, refraksi subjektif, dan autorefraksi
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes
tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang
bisa menyebabkan hipermetropia. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen
anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya gejala-gejala dan penglihatan
normal pada setiap mata.
Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi
dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.
18
Gambar 2.7
Koreksi pada mata hipermetropi
3
Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan membentuk semula
kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
a Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior diangkat. Setelah Flap
diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya
kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi absolut LASIK.
19
Keuntungan LASIK
-
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah operasi,
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat operasi, dislokasi flap
postoperatif, astigmat irreguler.
Strabismus
2
3
4
2.3.3 ASTIGMATISME
2.3.3.1 Definisi
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu titik. Astigmatisme
merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Jika mata
astigmatism melihat gambaran palang, garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam pada dua jarak
pandang yang berbeda. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan
sinar pada satu titik tapi banyak titik.
20
2.3.3.2 Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien yang memakai kaca mata
mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi
3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada
perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat
dengan usia.
2.3.3.3 Etiologi
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan kornea dan lensa. Pada mata yang bentuknya
sempurna, setiap elemen untuk memfokus mempunyai kurvatura yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea
atau lensa dengan permukaan demikian merefraksikan semua sinar yang masuk dengan cara yang sama dan
menghasilkan bayangan yang tajam terfokus pada retina.
Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan dengan cara yang sama dan
menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.
Astigmatisme bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain, termasuk:
1
Miopia.
Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan
terfokus di depan retina dan menyebabkan objek dari jauh terlihat kabur.
Hipermetropia.
Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal. Bayangan terfokus di
belakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat kabur.
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai diturunkan dengan cara autosomal
dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi setelah trauma atau jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang
termasuk tumor pada kelopak mata, insisi pada kornea atau karena faktor perkembangan. Astigmatisme tidak
menjadi lebih parah dengan membaca di tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar
televisi atau menjadi juling.
Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika distorsi terjadi pada lensa,
disebut astigmatisme lentikular.
Astigmatisme juga bisa terjadi karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah
bentuk sklera menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan permukaan yang tidak rata
pada retina.
2.3.3.4 Klasifikasi
Ada banyak tipe astigmatisme, tergantung dari kondisi optik.
21
Simple astigmatism :dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di
dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang
lainnya hipermetropi atau miop.
a Simple hyperopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik;
yang satu lagi hiperopik
Gambar 2.8
Simple hyperopic astigmatism
b
Simple miopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi miopik
Gambar 2.9
Simple miopic astigmatism
2
Compound astigmatism:dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak
di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop.
Compound hyperopic astigmatism Kedua meridian prinsipal hiperopik pada derajat yang berbeda
22
Gambar 2.10
Compound hyperopic astigmatism
d
Compound miopic astigmatism Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat yang berbeda
Gambar 2.11
Compound miopic astigmatism
e
Mixed astigmatism dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda
dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.
Gambar 2.12
Mixed astigmatism
Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme:
1
Regular Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini bisa
dikoreksi dengan lensa silinder
Irregular Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya, biasanya
disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa
silinder
Oblique Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30 o hingga 60o atau antara sudut 150o hingga
180o
Symmetrical Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada posisi simetris dari deviasi garis
median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi dengan lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah
23
sudutnya 180o, astigmatisme itu simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi sebesar 15 o. Contoh
symmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 600, O.S. : -cx. 120o
5
Asymmetrical Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian prinsipal dari garis median. Kepala
yang dimiringkan seringkali disebabkan oleh asymmetrical astigmatism ataupun oblique. Ini adalah salah
satu jenis tortikolis tipe okular, yang akan hilang jika astigmatismenya dikoreksi dengan benar.
Asymmetrical lebih jarang dibandingkan dengan symmetrical. Contoh asymmetrical astigmatism: O.D. :
-cx. 120o, O.S. : -cx. 180o
With-the-rule astigmatism Meridian vertikal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara sudut
60o hingga 120o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 180o atau +cx. 90o
Against-the-rule astigmatism Meridian horizontal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara
sudut 0o hingga 30o dan 150o hingga 180o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 90o atau dengan +cx. 180o. Ini
lebih jarang dibandingkan dengan with-the-rule astigmatism.
Sakit kepala
Mata berair
Kelelahan mata
Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart
b Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta untuk memperhatikan
kartu tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain.
Contohnya, pasien yang miopia pada meridian vertikal dan emmetropia pada meridian horizontal akan
melihat garis-garis vertikal tampak distorsi, sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak
berubah. Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien miopia untuk
menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang retina. Selain itu, untuk pemeriksaan objektif,
bisa digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan duksi dan versi, tes
tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
24
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa penyakit-penyakit yang
bisa menyebabkan astigmatisme. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior
dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect
diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior
Gambar 2.13
Kartu untuk tes Astigmatisme
2.3.3.7 Penatalaksanaan Astigmatisme
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu
dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.10
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus
(60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (30 150 derajat). Sedangkan pada
astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau
bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).10,11
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan selinder minus 180 derajat,
dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi
dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan selinder minus 90
derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan
ditambah dengan 0,5 D.10,11
2. Lensa Kontak
25
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di
permukaan kornea.2,11
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk
mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan,
diantaranya : 11
2.3.4
a
b
PRESBIOPIA
2.3.4.1 Definisi
Presbiopia adalah penglihatan di usia lanjut, merupakan perkembangan normal yang berhubungan erat
dengan usia lanjut dimana proses akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang.
Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata
baca untuk mengkoreksi presbiopianya.
2.3.4.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopia
berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa
dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955
menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia.
Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik,
penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan presbiopia dini.
2.3.4.3 Etiologi
1
Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elasitasnya akibat kekakuan (sklerosis) lensa
2.3.4.4 Klasifikasi
1
Presbiopia Insipien tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien memerlukan
kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan
menolak preskripsi kaca mata baca
26
Presbiopia Fungsional Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika
diperiksa
Presbiopia Absolut Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses akomodasi
sudah tidak terjadi sama sekali
Presbiopia Prematur Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan
lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
Presbiopia Nokturnal Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil
Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga disertai kelelahan mata
dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa
Alat
Kartu Snellen
Kartu baca dekat
Seuah set lensacoba
Bingkaipercobaan4
Teknik
Penderita yang akandiperiksapenglihatansentraluntukjauhdandiberikankacamatajauhsesuai yang diperlukan
(dapatpoitif, negatifataupunastigmatismat)
Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu
Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah untuk mengkompensasi
ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan
subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan
pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D
Usia (Tahun)
40
45
50
55
60
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang digunakan untuk
mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
a Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis horizontal atau
yang progresif
b Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresif
c Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah adalah untuj membaca.
Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
d Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk melihat
dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus
pada kamera untuk mengambil foto
e Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa kontak untuk melihat
jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.
Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan keratektomi fotorefraktif
Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh
didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea.
Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi
28
adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya
pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat
benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks
akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat
dekat. 1
Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:
teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler,
mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil
teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang
dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi
terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan
mencembung.1
Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan
pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi
terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.1
Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaranpada pemeriksaan
kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya
pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untukmelihat jauh mungkin terjadi
koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukanlensa negatif yang
berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk
melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang
beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain
bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.1
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas
lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut
presbiopia. 1
29
30