Anda di halaman 1dari 5

Kapanlagi.

com - Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Syamsul Mapparepa menegaskan, hidup


dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesoa (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar lagi.

"Karenanya jika ada sekelompok orang atau daerah berkeinginan mencoba memisahkan diri dari
NKRI, risikonya harus siap berhadapan dengan TNI, khususnya TNI Angkatan Darat," kata
Pangdam ketika memberangkatkan Satuan Tugas Yonif 512/QY ke daerah rawan, Papua, dalam
upacara militer di Dermaga Ujung Surabaya, Jumat (30/12).

Penegasan tersebut, menurut Pangdam, merupakan ungkapan tulus komitmen prajurit TNI,
khususnya Kodam V/Brawijaya, yang harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan.

Pangdam juga menyoroti masalah lintas batas RI dengan negara tetangga Papua Nugini, karena
pemerintah saat ini sedang mengupayakan penyelesaiannya melalui cara yang baik dan
bermartabat.

Ia mengingatkan, dewasa ini masih sering terjadi konflik bersenjata ataupun tidak, yang
dilakukan sekelompok warga masyarakat yang tergabung dalam gerakan separatis Organisasi
Papua Merdeka (OPM).

"Sasaran gerakan ini tidak lain ingin memisahkan diri dari NKRI dan menuntut untuk merdeka.
"Hal-hal seperti itu tidak boleh dibiarkan dan harus segera dicegah, baik melalui cara persuasif
pembinaan, maupun tindakan tegas menggunakan kekuatan bersenjata," tegasnya.

Pangdam mengingatkan prajurit Satgas Yonif 512/QY, musuh yang akan dihadapi di Papua nanti
adalah gerakan separatis yang sebenarnya masih saudara-saudara sendiri yang memiliki sudut
pandang berbeda dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

"Oleh karena itu timbulkan kesadaran kepada saudara kita itu agar konflik tidak semakin
berlarut. Kalian harus mampu melaksanakan pembinaan teritorial terbatas di daerah operasi, agar
dapat dicegah jatuhnya korban manusia sia-sia, baik di pihak prajurit maupun masyarakat sipil
yang tidak berdosa," ujarnya menegaskan.

Satgas Yonif 512/QY yang berkekuatan 500 personil tersebut dipimpin Letkol Inf.Ifan Chius
Siagian, MA. Diberangkatkan dengan KRI Teluk Mandar, mereka akan ditempatkan di Merauke
dalam masa penugasan selama setahun.

JAKARTA - Perseteruan antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia mengenai batas wilayah,
hingga kini terus bergulir. Meski Malaysia mengklaim wilayah Ambalat sebagai daerah
kekuasaannya, pemerintah Indonesia menegaskan, tetap akan mempertahankan wilayah itu.

"Sejak dulu saya katakan, apa yang diklaim oleh Malaysia tidak bisa kita terima karena
Indonensia yakin itu wilayah kita. Sejengkal wilayah laut pun kalau itu wilayah indonesia harus
kita pertahankan, tidak ada kompromi dan toleransi karena itu harga mati," ujar Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono kepada wartawan, sesaat sebelum meninggalkan Korea Selatan, Selasa
(2/6/2009).

Kendati demikian, lanjutnya, penyelesaian kasus ini tetap tidak perlu dilakukan dengan cara-cara
represif. "Cara menyelesaikannya tidak harus mengobarkan peperangan. Kita sama-sama negara
asean, ada piagam asean, ada diplomasi, ada penyelesaian secara damai, jadi jangan beretorika
hanya supaya dianggap pemimpin yang berani terus mengobarkan perang di mana-mana,"
jelasnya berapi-api.

Namun, SBY menegaskan, tetap akan mengutamakan cara-cara bermartabat untuk


mempertahankan wilayah RI ini. SBY juga sempat menyindir Malaysia sebagai negara yang
selalu memfokuskan anggaran mereka hanya untuk mempersenjatai tentaranya.

"Kita akan melakukan langkah yang tidak mendatangkan masalah bagi negara yang sedang
membangun, yang APBN-nya lebih banyak diarahkan untuk kesejahteraan rakyat dan bukan
untuk urusan perang," urainya.

Presiden menegaskan tetap akan melakukan negosiasi agar pemerintah malaysia tidak selalu
merongrong wilayah yang menjadi daerah negara lain.

"Saya tegsskan sekali lagi kapada seluruh rakyat bahwa posisi kita jelas. Yang diklaim itu adalah
wilayah Indonesia dan kita tidak bisa menerima. Wilayah itu akan terus kita jaga," tandasnya.
(ded)(mbs)

Bualan “Mereka” : “NKRI Harga Mati !”

July 29, 2009

Sering kali kita mendapatkan pernyataan, bahwa “NKRI Harga Mati”. Pernyataan yang
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati, biasanya
dihembuskan oleh orang-orang nasionalis dan juga kaum salibis. Namun, pernyataan-pernyataan
mereka sangatlah kontra dengan realita yang terjadi dan sikap mereka sendiri terhadap negara
Indonesia.

Dengan kata lain, pernyataan mereka tidak lebih dari bualan kosong belaka, yang digunakan
untuk menolak upaya-upaya yang berkaitan dengan penerapan Syari’ah Islam. Misalnya,
pernyataan yang keluar dari mulut Sekjen Dewan Pimpinan Nasional – Partai Karya Perjuangan
(DPN-Pakar Pangan), seorang politisi Kristen, Jackson Kumat. Dia mengatakan, ” … Bagi kami,
NKRI adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar”. Pernyataan yang sama juga keluar dari
SBY

Bualan seputar NKRI Harga Mati :


1. Sejarah telah membuktikan bahwa dasar NKRI (Pancasila dan UUD’45) sendiri, pernah
diubah.

Pancasila yang tertuang dalam PIAGAM JAKARTA 22 juni 1945 :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila yang dilontarkan Ir.Soekarno pada Sidang Pertama BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 :

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan

Pada tanggal 18 Agustus 1945, melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
yang terburu-buru, tanpa diwakili para tokoh sentral kelompok Islam karena adanya “sabotase”,
akhirnya kelompok Sekuler secara sepihak dengan leluasa MERUBAH PANCASILA ASLI
tanpa persetujuan kelompok Islam, sehingga menjadi perdebatan sengit hingga saat ini dan
melahirkan permusuhan berkepanjangan. Bagi kelompok Islam, peristiwa tersebut menjadi
TRAGEDI DEMOKRASI yang telah melahirkan PANCASILA KONTROVERSIAL yang
isinya adalah :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada tanggal 29 Oktober 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali
MERUBAH PANCASILA, selanjutnya pada tanggal 20 Juli 1950, Konstitusi NKRI yang
disebut UUDS 1950 menguatkan PANCASILA RIS yang isinya adalah :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Mr.Muhammad Roem menyebut PANCASILA 1949 dan 1950 sebagai PENYELEWENGAN.
Dan Prof.Hazairin menyebutnya sebagai PANCASILA PALSU. Pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit yang intinya kembali kepada UUD 1945 yang dijiwai
oleh Piagam Jakarta 22 Juni 1945 merupakan rangkaian kesatuan dengan konstitusi. Itulah
dimulainya era demokrasi terpimpin. Selanjutnya, muncul Orde baru yang membawa Demokrasi
Pancasila. Orde Demokrasi Pancasila itu pun tumbang dengan lahirnya Orde Reformasi.
Selanjutnya, muncul era demokratisasi pasca reformasi yang ditandai dengan perubahan UUD
1945 secara besar-besaran sehingga bau dominasi neolib-nya sangat menyengat!

Ada pun UUD 1945 telah beberapa kali diubah (diamandemen) oleh MPR RI.

KITA tentunya sudah tahu bahwa syarat berdirinya sebuah negara ada empat, yaitu memiliki
wilayah, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan dan adanya pengakuan dari negara lain.
Dan karena memenuhi empat syarat itulah kemudian Negara Indonesia lahir dengan nama
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga
para pejuang bangsa yang bertekad mempertahankan keutuhan bangsa.

Namun membaca tulisan Faisal Assegaf yang berjudul Dilarang Membela NKRI, dada saya
rasanya sesak. Marah, tentunya. Apalagi mengatasnamakan Indonesia Timur. Tapi saya merasa
tidak perlu berkomentar di tulisannya. Saya menghormati pikirannya untuk tidak setuju. Tapi
jangan juga halangi bagi yang ingin membela NKRI. Bagi saya, keutuhan NKRI tidak dapat
diganggu gugat dan harus terus dipertahankan. Ini harga mati, Bung!!!

Saya masih ingat cuplikan sejarah perjalanan sejarah Bangsa Indonesia yang pernah saya baca.
Pada saat digulirkannya tanam paksa (Cultuure Stelsel) tahun 1615 oleh pihak Belanda yang
telah menyebabkan hancurnya struktur tanah yang dimiliki pribumi, di mana tanah sebagai
modal dasar pribumi dalam menjalankan segala aktivitasnya.

Dengan adanya tanam paksa yang diterapkan telah mengubah jenis tanaman pribumi dengan
jenis tanaman yang didatangkan dari Eropa yang nota bene tidak di kuasai oleh pribumi, hal ini
menyebabkan pribumi tidak lagi mampu mengelola tanah yang dimilikinya dan tidak mengerti
jenis tanaman yang berasal dari Eropa, sehingga pribumi pada saat itu terbodohkan,
termiskinkan, terbelakang dan tertindas.

Hal inilah kemudian yang di manfaatkan oleh pihak Belanda untuk membangun pemerintahan
yang dinamakan Hindia-Belanda guna mengatur kehidupan pribumi yang semakin tertindas,
yang pada akhirnya terjadilah sistem kerja rodi untuk mengeksplorasi hasil bumi yang ada di
Indonesia.

Pada awal tahun 1900 pemerintah Hindia-Belanda menerapkan kebijakan politik ethis sebagai
bentuk balas budi kepada pribumi dengan mengadakan suatu sistem pendidikan di wilayah
Indonesia . Akan tetapi karena biaya yang dibebankan untuk mendapatkan pendidikan ini terlalu
mahal, maknanya tidak semua pribumi mampu menikmati pendidikan yang diterapkan di
Indonesia.
Dari sinilah terbangun strata sosial di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun bentuk
strata sosial tersebut telah memposisikan pribumi sebagai kaum mayoritas berada pada kelas
terbawah, kelas di atasnya adalah ningrat-ningratnya pribumi dan para pendatang dari Asia
Timur (Cina, India, Arab, dsb), kemudian kelas teratas adalah orang-orang Eropa dan kulit putih
lainnya.

Hal ini menjadikan pribumi sebagai kaum mayoritas

Anda mungkin juga menyukai