Anda di halaman 1dari 20

Penilaian Kinerja Perawat

7 02 2010

Salah satu upaya penjagaan komitmen perawat terhadap kinerja adalah melakukan evaluasi
dan penilaian terhadap kinerja perawat. Walaupun bagi perawat yang sudah PNS ada
penilaian dengan DP3 yang dikenal dengan PDLT, tapi penilaian itu dirasa terlalu general.
Maka agar penilaian kinerja perawat dapat lebih optimal, kami mengembangkan penilaian
dengan buku raport layaknya sekolah.
Dalam buku raport perawat yang dinilai setiap satu semester itu, ada beberapa indikator yang
dijadikan alat ukur yaitu :
1. Motivasi : Memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan formal minimal S1
Keperawatan; Datang aktif dalam kegiatan kegiatan ilmiah; Wajah cerah, senyum dan
bersahabat; Berjalan tegak, cepat dan pandangan ke depan
2. Keterlibatan : Menjadi panitia kegiatan perawatan; Menjadi panitia kegiatan tingkat
rumah sakit; Menjadi team yang ada di perawatan
3. Tanggung jawab : Kesalahan identifikasi pasien; Kesalahan pemberian obat;
Kejadian pasien jatuh; Risiko Infeksi Nosokomial
4. Disiplin : Apel pagi; Jam datang; Jam pulang; Baju seragam
5. Kompetensi : Diagnosa Perawatan; Standar Operating Procedur; Rencana Kerja;
6. Loyalitas : Program rotasi; Program bidang; Program ruang; Hubungan dengan
atasan
7. Tidak Tercela : Terlibat kasus etik; Complain pasien; Konflik dengan teman
8. Manajemen : Melakukan orientasi perawat baru, perawat magang dan mahasiswa;
Membuat program pengembangan staff; Melakukan penilaian kinerja; Melakukan
manajemen tenaga; Rapat koordinasi; Morning meeting; Ronde keperawatan
Ke delapan poin alat ukur, dinilai setiap bulan dan kemudian direkap setiap satu semester.
Khusus pin manajemen, hanya diberlakukan untuk menilai Kepala Ruang dan Supervisor.
Penilaian dilakukan berjenjang, yaitu Perawat Pelaksana dan Ketua Team dinilai oleh Kepala
Ruang, Kepala Ruang dan Supervisor dinilai oleh Kasie/Kabid.
Dengan penilaian seperti ini, diharapkan obyektifitas penilaian terhadap staf perawatan yang
dilakukan oleh Manajemen Perawatan, menjadi lebih obyektif dan mengurangi like and
dislike dalam setiap moment yang ada di perawatan semisal pemilihan ketua team, pemilihan
kepala ruang atau supervisor.
About these ads

http://nursinginformatic.wordpress.com/2010/02/07/penilaian-kinerja-perawat/
Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838

Title:

Kepuasan Kerja Dan Hubungannya Dengan Kinerja Perawat


Dibagian Rawat Inap Rumah Sakit Permata Bunda Medan

Authors:

Barry Harapan

Advisors: Prof.dr.Nerseri Barus, MPH


Issue
Date:
Abstract:

14-Apr-2008
Penurunan kinerja perawat di rumah sakit merupakan masalah
yang memerlukan penanganan yang rasional. Telah dilakukan
penelitian survei dengan pendekatan cross sectional dan
dilanjutkan dengan analisa statistik yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat
yang bekerja dibagian rawat inap di rumah sakit Permata Bunda
Medan tahun 2003. Subjek penelitian adalah seluruh perawat
yang bekerja di bagian rawat inap di rumah sakit Permata
Bunda Medan dengan jumlah sampel sebanyak 127 orang.
Pengukuran kepuasan dilakukan oleh peneliti dan pengukuran
kinerja dilakukan oleh masing-masing atasan perawat yang
bersangkutan dengan menggunakan alat ukur yang dianggap
sudah standar. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji
chi square dan multivariate dengan menggunakan uji regresi
linear ganda. Gambaran karakteristik perawat yang bekerja di
rumah sakit Permata Bunda Medan, kelompok umur 21-30 tahun
66.1% dan 31-40 tahun 21.3%, perawat wanita 90.6%, asal
pendidikan SPK 51.2% dan Akper 48.8%, yang belum menikah
73.2% dan masa kerja < 5 tahun 70.0% serta 5-10 tahun 21.3%.
Proporsi kepuasan kerja dari segi kepuasan psikologi yang puas
39%, kepuasan sosial yang puas 37%, kepuasan fisik yang puas
35% dan kepuasan finansial yang puas 35%. Proporsi kinerja
dari segi teknis yang baik 66.9%, segi administrasi yang baik
67.7% dan segi individu yang baik 77.2%. Dari hasil uji Chi
Square, kepuasan fisik yang puas mempunyai proporsi kinerja
yang baik lebih besar dari kepuasan fisik yang kurang puas (p. =
0.020), demikian juga dengan kepuasan finansial yang baik (p.
= 0.028). Dengan uji regresi linear ganda digambarkan bahwa
kepuasan psikologi dan kepuasan sosial tidak ditemukan ada
hubungannya dengan kinerja perawat. Dapat disimpulkan
bahwa dari keempat komponen kepuasan kerja, komponen

kepuasan fisik dan kepuasan finansial yang rnemberikan


kontribusi terbesar terhadap kinerja perawat dari segi teknis
dan segi administrasi, sedangkan yang memberikan kontribusi
terbesar terhadap kinerja perawat dari segi individu adalah
keempat komponen kepuasan yaitu kepuasan psikologi,
kepuasan sosial, kepuasan fisik dan kepuasan finansial.
Disarankan agar pihak manajemen rumah sakit meningkatkan
komunikasi antara perawat dengan staf manajemen dalam
rumah sakit serta dokter-dokter yang merawat pasien,
memperbaiki sistem kompensasi dan memperhatikan
kesempatan pengembangan karir bagi seluruh staf. Kata kunci :
Kepuasan kerja, Kinerja, Daftar Kepustakaan : 44(1961-2001)
The decreasing of job performance in the hospital has become a
problem, which should be taking care in a rational way. This
research had been conducted using cross-sectional data
collection and was continued by statistic analytical for the
purpose of getting a relationship between job satisfaction and
job performance at Permata Bunda Hospital Medan. The total
population of nurses, one hundred-twenty seven, who worked in
the inpatient area, was asked to answer the questionnaire. We
divided the job satisfaction questionnaire for all nurses at
inpatient department and job performance questionnaire for
each of the related head nurses department. Bavarian data was
analyzed using chi square's technique and multi-variant by
Abstract double linear regression analyze. The description of the nurses
(other
at Permata Bunda Hospital Medan were 66.1% for 21-30 years
language): old and 21.3% for 31-40 years old, women 90.6%, 51.2% for
SPK, 48.8% for AKPER, single 73.2%, duration of working
satisfaction in physic and financial, the results were also
concluded to the individual side of nurse's working performance
that the satisfaction which had given the largest contribution
were the four component of satisfactions; psychology, social,
physic and financial. It is best to recommend the hospital
management to increase the communication among nurses with
managerial staffs and visiting doctors, restructure the
compensation system and concentrate in giving reward
continuously, organize good promotion policies to all staffs.
Keywords: Job Satisfaction, Performance. Bibliography: 44 (1961
- 2001 ).
Keywords: administrasi rumah sakit
URI:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838

Appears in MT - Administrasi Rumah Sakit


Collection

s:

Files in This Item:


File
04007961.pdf

Description
Master Theses

Size
4.51 MB

Format
Adobe PDF

View/Open

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838

Mengukur Kinerja Perawat dengan Cara Populer


30 08 2012

Pengukuran kinerja profesi kesehatan di rumah sakit (dokter, perawat, bidan, gizi) yang
paling populer adalah dengan mengukur seberapa besar kontribusinya terhadap pendapatan
rumah sakit. Besar kontribusi itulah yang dijadikan sebagai dasar seberapa besar rumah sakitt
memberikan penghargaan dalam bentuk jasa pelayanan. Hampir semua rumah sakit di
Indonesia menerapkan sistem itu.
Bahkan aturan main remunerasi di kementrian kesehatan ketika membahas tentang incentif
juga menganut sistem itu. Penghasil uang akan mendapatkan langsung berdasarkan
persentase. Apakah 60%, 80% atau bahkan 90% tergantung kesepakatan dan kebijakan
yang ditetapkan. Dengan sistem ini, maka dokter yang pegang pisau, tentu jasa
pelayanannya lebih besar dibanding dengan dokter yang tidak pegang pisau. Profesi yag
banyak melakukan tindakan, tentu akan mendapatkan lebih banyak dibanding profesi yang
hanya menerima konsultasi atau kunjungan pasien.
Bagi profesi perawat di Indonesia, sistem yang seperti ini masih belum berlaku atau susah
untuk diterapkan. Mengapa demikian, karena bila dilihat seberapa besar kontribusi perawat
terhadap pendapatan rumah sakit, rata-rata kontribusinya tidak bisa diukur. Dari mana akan
mengukur, kalau aktifitas perawatan yang sangat banyak itu, tidak terdefinisikan dan tidak
memiliki harga.
Rata-rata peran perawat di rumah sakit sebatas pelengkap bagi profesi lain, sangat jarang
yang fungsi mandiri perawat teraplikasikan dengan baik. Padahal teori-teori keperawatan
yang mendorong perawat untuk mandiri sangat banyak. Tapi sayang, ketika berada di
pelayanan, fungsi mandiri itu menjadi lemah, dan kebanyakan lebih menyukai pekerjaan
yang menjadi rutinitas harian.
Patient Care Delivery System sebenarnya mengajarkan bagaimana perawat memerankan
fungsi mandirinya. Dari melakukan pengkajian biopsikososiospiritual, menentukan masalah
keperawatan, membuat perencanaan, melakukan intervensi dan evaluasi semua diarahkan
untuk fungsi mandiri. Tapi alasan system yang tidak mendukung, kekurangan tenaga,
kesibukan aktifitas di luar perawatan menjadi justifikasi untuk terjebak pada rutinitas harian.
Bila ini yang terjadi, bagaimana kinerja perawat akan bisa dukur dengan cara yang populer?

Solusi yang bisa dilakukan untuk keluar dari persoalan itu antara lain :
1. Me-redesain tindakan keperawatan dengan bahasa standar. Aktifitas perawat yang
sangat banyak (dari pasien masuk sampai pasien keluar), perawat terlibat di
dalamnya. Tapi sayang aktifitas yang sangat banyak itu tidak memiliki nama dengan
bahasa yang standar. Akibatnya perawat merasa sibuk dan lelah, bahkan menjadi
tumpuan komplain pasien, tapi tidak ada harganya. Penggunaan bahasa standar
keperawatan (SNL) menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk keluar dari
persoalan ini.
2. Setelah desain tindakan keperawatan dengan bahasa standar tersusun dengan baik,
langkah berikutnya adalah membuat regulasi agar tindakan keperawatan itu secara
hukum sah untuk diberlakukan. Regulasi itu bermacam-macam, dari mulai Perda
(untuk RSUD), Pergub (untuk RS BLUD Propinsi), Perbup (untuk RS BLUD
Kabupaten) atau sekedar Kebijakan Direktur atau Keputusan Ketua Yayasan untuk RS
Swasta.
3. Agar implementasi SNL memiliki akontabilitas yang baik, maka dokumentasi asuhan
keperawatan dan asesmen kompetensi menjadi perangkat penting yang tidak bisa
diabaikan. Kita memahami, dokumentasi asuhan keperawatan adalah bukti legal
formal dari aktifitas perawatan. Sehingga dokumentasi yang baik akan mampu
menunjukan kinerja profesi perawat.
Tiga langkah itu yang mungkin mampu mengawali profesi perawat di rumah sakit dapat
dihargai secara layak sebagai profesi. Pembenahan di internal perawatan perlu dilakukan
dengan CBT (Competence Base Training) dan CBA (Competence Base Asesment) setelah
penerapan SNL, jenjang karirpun ditata dengan mengacu pada kompetensi dan setelah itu
pengukuran kinerja perawat akan dapat dilakukan dengan cara yang populer, yaitu seberapa
besar kontribusi perawat terhadap pendapatan rumah sakit. Bila pengukuran itu sudah
didapat, maka tinggalah bertanya berapa yang didapatkan dari kontribusi sebesar itu?
Sekedar share saja, manajemen rumah sakit di tempat kami bekerja sudah memberikan 80%
dari kontribusi yang diberikan kepada rumah sakit. Sebagai contoh, apabila kontribusi
perawat dalam satu bulan sebesar Rp.600 juta, maka sebesar Rp.480 juta dikembalikan
kepada profesi perawat sebagai jasa pelayanan dalam satu bulan itu. Soal besar atau kecil,
sangatlah relative. Tapi yang pasti bahwa kami mendapatkan penghargaan berdasarkan
kontribusi yang kami berikan ke rumah sakit. Kontribusi semakin besar, kamipun
mendapatkan besar pula. Bahkan manajemen rumah sakit berkomitmen memberikannya
setiap tanggal 17.
About these ads

http://nursinginformatic.wordpress.com/2012/08/30/mengukur-kinerja-perawatdengan-cara-populer/
Blog ini untuk membantu orang2 yang lagi mencari tugas
Minggu, 28 November 2010
Kinerja Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjelang era pasar bebas atau dikenal AFTA (Asean Free Trade Assosiation)
diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor kesehatan
khususnya rumah sakit. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit, diantaranya adalah akreditasi rumah sakit yang
ada saat ini mulai dituntut oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan rumah
sakit (Departemen Kesehatan RI, 1990).
Tuntutan Masyarakat terhadap kwalitas pelayanan keperawatan dirasakan
sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat. Oleh karena itu
Pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan ke masa depan. Perawat harus mau mengembangkan ilmu
pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan masyarakat dan menjadi tenaga
perawat yang professional. Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan
bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi dan saling
berkepentingan.Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan, praktek
keperawatan , ilmu keperawatan dan kehidupan keprofesian merupakan fokus
utama keperawatan Indonesia dalam proses profesionalitas.Proses
profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan,
dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat, maka dituntut untuk
mengembangkan dirinya dalam sistim pelayanan kesehataan. Keperawatan
Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan

sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa perubahaan dalam aspek


keperawatan yaitu : penataan pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan dan
asuhan keperawatan, pembinaan dan kehidupan keprofesian, dan penataan
lingkungan untuk perkembangan keperawatan.

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu pembangunan upaya pembangunan


nasional dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan
berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat
disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu dan terjangkau. Hal ini
perlu didukung dengan komitmen yang tinggi terhadap kemauan, etika dan
dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan yang tinggi, dengan prioritas
kepada upaya kesehatan dan pengendalian penyakit disamping penyembuhan
dan pemulihan (Febri, 2006).
Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan
utama di mana setiap rumah sakit bertanggung jawab terhadap penerima jasa
pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan
tersebut. Di samping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi
tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan demikian, semua pemberi pelayanan ditekan untuk menurunkan biaya
pelayanan namun kualitas pelayanan dan kepuasan klien sebagai konsumen
masih tetap menjadi tolak ukur pelayanan kesehatan yang diberikan
(Nurachmah, 2001).
Pelayanan keperawatan kesehatan pada rumah sakit merupakan salah satu
pelayanan yang sangat penting dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada
penerapan asuhan keperawatan yang berkualitas, sehingga dapat memberikan
suatu pelayanan yang berkualitas kepada pasien yang menggunakan jasa.
Kemampuan memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara profesional
sesuai standar keperawatan sangat tergantung pada bagaimana kinerja perawat
rumah sakit dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di rumah sakit
Ketidakpuasan pasien terhadap asuhan keperawatan diasumsikan kinerja
keperawatan yang kurang baik yang disebabkan oleh kualitas pendidikan
perawat yang rendah dan kurangnya pengalaman kerja perawat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja perawat?
2. Bagaimana cara pengukuran kinerja itu sendiri?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kinerja

perawat dalam melaksanakan kegiatan profesinya keperawatannya serta faktorfaktor yang mempengaruhinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau
kinerja sebagai berikut : performance is defined as the record of outcomes
produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau
kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan
yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja
lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil
kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak
terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:1)
yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan
tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam
rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau
organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di

perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang
bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam
tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga
mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja
pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan
adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan
dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang
disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan
posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat
kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung
substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa
kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance)
dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinrja perusahaan
(corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain
bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar
kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.
Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaikbaiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka
pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit
organisasi (Slamet Haryono, 2004). Kinerja perawat sebenarnya sama dengan
prestasi kerja di perusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan
standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat
diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih
terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Neal, 2004).
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :
Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam
tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja
(outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan


apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar
(out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan
atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil
kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu,
bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan
dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung
komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat
tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.

2.2 Peran dan Fungsi Perawat


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
(Kozier Barbara, 1995:21).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat
dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui
dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana
setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
Care Giver :
Pada peran ini perawat diharapkan mampu
1. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok
atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang
bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
2. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus
memperhatikan klien berdasrkan kebutuhan significan dari klien.
Perawat merupakan salah satu profesi yang selalu berhubungan dan berinteraksi
langsung dengan klien, baik itu klien sebagai individu, keluarga, maupun
masyarakat. Oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan keperawatanya
dituntut untuk memahami dan berperilaku sesuai dengan etik keperawatan. Agar
seorang perawat dapat bertanggungjawab dan bertanggunggugat maka ia harus
memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri,
yaitu : perawat membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimum; perawat membantu meningkatkan autonomi klien mengekspresikan
kebutuhannya; perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berlaku sebagai
advokat bagi kliennya; perawat menjaga kerahasiaan klien; berorientasi pada
akuntabilitas perawat; dan perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten,
etik, dan aman (CNA, 2001).
Fungsi tenaga perawat
Tenaga keperawatan diharapkan dapat melaksanakan fungsi (pada pasien-pasien
yang dirawat) sebagai berikut :
a. Menentukan kebutuhan kesehatan pasien dan mendorong pasien untuk
berperan serta di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.
b. Memberikan penyuluhan kesehatan mengenai kebersihan perorangan,
kesehatan lingkungan, kesehatan mental, gizi, kesehatan ibu dan anak,
pencegahan penyakit dan kecelakaan.
c. Memberikan Asuhan Keperawatan kepada pasien yang meliputi perawatan
darurat,serta bekerjasama dengan dokter dalam program pengobatan
d. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi
dan menerima rujukan dari organisasi kesehatan lainnya.
e. Melaksanakan pencatatan pelaporan asuhan Keperawatan.
Tugas perawat
Sebagai penjabaran dari fungsi maka tugas tenaga keperawatan adalah :
a. Memelihara kebersihan dan kerapihan di dalam ruangan

b. Menerima pasien baru


c. Melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode proses
keperawatan
d. Mempersiapkan pasien keluar
e. Membimbing dan mengawasi pekarya kesehatan dan pekarya rumah tangga
f. Mengatur tugas jaga
g. Mengelola peralatan medik dan keperawatan, bahan habis pakai dan obat
h. Mengelola administrasi
2.3 Penilaian Kinerja
Penilaian tentang kinerja individu karyawan semakin penting ketika perusahaan
akan melakukan reposisi karyawan. Artinya bagaimana perusahaan harus
mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja. Hasil analisis
akan bermanfaat untuk membuat program pengembangan SDM sacara
optimum. Pada gilirannya kinerja individu akan mencerminkan derajat kompetisi
suatu perusahaan. Apakah sebenarnya arti kinerja itu? Berikut saya kutip ulasan
yang ada dalam buku Performance Appraisal, karangan Veithzal Rivai Ahmad
Fawzi MB, 2005, Rajagrafindo Persada.
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan
dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan,
kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partnerlawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994), kinerja individu pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) harapan mengenai imbalan; (b) dorongan; (c)
kemampuan; kebutuhan dan sifat; (d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan
internal dan eksternal; (f) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.
Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1)
kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan.
Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai
keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa
mengetahui ketiga faktor ini kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata
lain, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan
dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan
kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini
berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan tersebut berhubungan dengan faktor-faktor individu, yakni: (a)
kepribadian seperti aktualisasi diri, kemampuan menghadapi tantangan,
kemampuan menghadapi tekanan, (b) status dan senioritas, makin tinggi
hierarkis di dalam perusahaan lebih mudah individu tersebut untuk puas; (c)
kecocokan dengan minat, semakin cocok minat individu semakin tinggi kepuasan
kerjanya; (d) kepuasan individu dalam hidupnya, yaitu individu yang mempunyai
kepuasan yang tinggi terhadap elemen-elemen kehidupannya yang tidak
berhubungan dengan kerja, biasanya akan mempunyai kepuasan kerja yang
tinggi.

Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan
penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur
secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes,
2003:136).
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian
(2008-223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi,
hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program
pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan,
penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses
manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka
penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian
kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta
didokumentasikan secara sistematik. Dengan demikian, dalam melalukan
penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan
kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian.
2.4 Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana
diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu :
1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling
sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis
maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating
scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident.
(a) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor
untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan,
kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee
comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode
ini terdiri dari : (1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara
mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai
yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation
: yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan
seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang
akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif
sedikit. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired
comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak. (c)
Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang
dilakukan oleh bagian personalia. (d) Freeform essay. Dengan metode ini seorang
penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan
orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical incident Dengan
metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku
bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan
khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya.

Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.


2. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional
dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah :
assesment centre, Management By Objective (MBO=MBS), dan human asset
accounting.
Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim
penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun
kombinasi dari luar dan dari dalam.
Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung
diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan
memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masingmasing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.
Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai
individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara
membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan.
Salah satu upaya penjagaan komitmen perawat terhadap kinerja adalah
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja perawat. Walaupun bagi
perawat yang sudah PNS ada penilaian dengan DP3 yang dikenal dengan PDLT,
tapi penilaian itu dirasa terlalu general. Maka agar penilaian kinerja perawat
dapat lebih optimal, kami mengembangkan penilaian dengan buku raport
layaknya sekolah.
Dalam buku raport perawat yang dinilai setiap satu semester itu, ada beberapa
indikator yang dijadikan alat ukur yaitu :
1. Motivasi : Memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan formal minimal S1
Keperawatan; Datang aktif dalam kegiatan kegiatan ilmiah; Wajah cerah, senyum
dan bersahabat; Berjalan tegak, cepat dan pandangan ke depan
2. Keterlibatan : Menjadi panitia kegiatan perawatan; Menjadi panitia kegiatan
tingkat rumah sakit; Menjadi team yang ada di perawatan
3. Tanggung jawab : Kesalahan identifikasi pasien; Kesalahan pemberian obat;
Kejadian pasien jatuh; Risiko Infeksi Nosokomial
4. Disiplin : Apel pagi; Jam datang; Jam pulang; Baju seragam
5. Kompetensi : Diagnosa Perawatan; Standar Operating Procedur; Rencana
Kerja;
6. Loyalitas : Program rotasi; Program bidang; Program ruang; Hubungan dengan
atasan
7. Tidak Tercela : Terlibat kasus etik; Complain pasien; Konflik dengan teman
8. Manajemen : Melakukan orientasi perawat baru, perawat magang dan
mahasiswa; Membuat program pengembangan staff; Melakukan penilaian
kinerja; Melakukan manajemen tenaga; Rapat koordinasi; Morning meeting;
Ronde keperawatan
Ke delapan poin alat ukur, dinilai setiap bulan dan kemudian direkap setiap satu
semester. Khusus pin manajemen, hanya diberlakukan untuk menilai Kepala
Ruang dan Supervisor. Penilaian dilakukan berjenjang, yaitu Perawat Pelaksana
dan Ketua Team dinilai oleh Kepala Ruang, Kepala Ruang dan Supervisor dinilai
oleh Kasie/Kabid.
Dengan penilaian seperti ini, diharapkan obyektifitas penilaian terhadap staf

perawatan yang dilakukan oleh Manajemen Perawatan, menjadi lebih obyektif


dan mengurangi like and dislike dalam setiap moment yang ada di perawatan
semisal pemilihan ketua team, pemilihan kepala ruang atau supervisor.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor faktor yang mempengaruhi kinerja perawat


1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat
Kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan dasar atau
keterampilan yang dimiliki (Heider, 1958). Panji Anoraga (1998), mengemukakan
bahwa penurunan kinerja dipengaruhi oleh kejenuhan kerja. Kejenuhan kerja
dapat disebabkan oleh kegiatan yang kurang menarik, menoton atau terulangulang dan situasi lingkungan kerja yang kurang kondusif. Nursalam (1998),
menyatakan bahwa faktor internal yang menghambat perkembangan peran
perawat secara profesional antara lain: rendahnya rasa percaya diri perawat,
kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan,
rendahnya standar gaji dan sangat menimnya perawat yang menduduki
pimpinan di institusi kesehatan. Di samping itu faktor pendidikan, peralatan
keperawatan dan lingkungan keperawatan sangat mempengaruhi keberhasilan
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kinerja perawat (Sri Hidayati, 1996).
Kondisi dan situasi lingkungan kerja sangat dipengaruhi oleh model
kepemimpinan kepala ruangan.
Dari pengambilan data pendahuluan tentang gaya kepemimpinan kepala
ruangan rawat inap, sebagian besar kepala ruangan memiliki kecendrungan
gaya demokrasi yaitu 44,9%, kecendrungan gaya otokratik 33,3% dan
kecendrungan gaya partisipasif 21,8%. Perbedaan gaya kepemimpinan kepala

ruangan nampaknya mempengaruhi motivasi kerja perawat.. Penurunan kinerja


perawat sangat mempengaruhi citra pelayanan suatu rumah sakit di
masyarakat. Pelayanan keperawatan yang buruk menimbulkan kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit. Di samping itu,
kinerja perawat yang rendah juga merupakan hambatan terhadap
perkembangan keperawatan menuju perawat yang professional. Perawat yang
profesional mestinya mampu menunjukan kemampuan intelektual dan teknikal
yang memadai.
Dalam meningkatkan kinerja perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan
mutu keperawatan, dibutuhkan berbagai upaya. Peningkatan pengetahuan
melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan keterampilan
keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan lingkungan kerja yang kondusif
perlu diciptakan agar perawat dapat bekerja secara efektif dan efisien. Dalam
menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong perawat untuk melakukan
yang terbaik, diperlukan seorang pemimpin (Hartono, 1997). Pemimpin tersebut
harus mempunyai kemampuan untuk memahami bahwa seseorang memiliki
motivasi yang berbeda-beda. Dalam hal tersebut, gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala ruangan diharapkan mampu membangkitkan motivasi
perawat yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja perawat.
2. Motivasi Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan perawat menyatakan
bahwa motivasi kerja yang diperoleh berada pada kategori kurang (53,4%) yang
memberi interpretasi bahwa tugas dan tanggung jawab keprofesian perawat
dapat dikatakan kurang pula mengingat motivasi merupakan upaya peningkatan
semangat kerja dari tenaga kerja termasuk perawat di rumah sakit.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masih terdapat responden yang
menyatakan bahwa pembagian kerja tersebut berada pada kategori kurang
sesuai (12,5%). Meskipun angka ini relatif kecil namun memberi interpretasi
tentang masih terdapatnya kerancuan dalam hal pelaksanaan pembagian kerja
tenaga perawat di rumah sakit. Hal ini biasanya berhubungan dengan aspek
kepentingan yang tentunya kurang menjadi tanggapan dalam hal penyusunan
tenaga perawat berdasarkan jenis dan tanggung jawab kerja yang akan
dilaksanakan dala suatu aktivitas perencanaan kerja rumah sakit.
Motivasi kerja bagi tenaga perawat merupakan aspek yang dapat mempengaruhi
kemampuan dan kualitas kerja yang akan dilaksanakan dan diterima oleh pasien
di rumah sakit dimana hal ini berhubungan dengan kinerja yang dimiliki tenaga
perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat dengan motivasi kerja
kurang sebagian besar terdistribusi pada kinerj cukup (45,6%) yang memberi
interpretasi bahwa meskipun angka pencapaiannya rendah namun dapat
diasumsikan bahwa masih terdapat perawat yang tidak terlalu mengharapkan
adanya imbalan sebagai bentuk motivasi dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab keprofesiannya. Sedangkan perawat yang menyatakan telah

memperoleh motivasi kerja pada kategori cukup sebagian besar terdistribusi


pada kinerja cukup (54,4%) dimana angka pencapain ini dapat dikatakan relatif
tinggi sehingga memberi interpretasi bahwa pemberian motivasi dapat
meningkatkan kualitas kerja yang dilaksanakan perawat dalam rangka
penyelenggaraan asuhan keperawatan dengan hasil yang maksimal dan
memuaskan kebutuhan pasien dan keluarganya.
Interpretasi lain yang dapat ditarik berdasarkan peningkatan kinerja dengan
motivasi cukup adalah bahwa terdapat perawat yang telah lama mengharapkan
adanya motivator yang dapat memenuhi kebutuhannya sehingga memberi
semangat dalam melaksanakan aktivitas kerja di rumah sakit.
3. Pendidikan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara latar belakang pendidikan dengan kinerja yang ditunjukkan
dengan nilai korelasi 0,695 dan terdapat hubungan signifikan antara latar
belakang pendidikan dengan sub variabel kinerja yang terdiri dari kemampuan
teknis dengan nilai korelasi 0.588, kemampuan manajerial dengan nilai korelasi
0,714, kemampuan interpersonal dengan nilai korelasi 0,619, dengan nilai
probabilitas pada masing-masing pengujian lebih kecil dari taraf signifikan 0,05.
Hal ini berarti latar belakang pendidikan yang dicapai perawat memiliki
hubungan dengan pencapaian kinerja mereka. Serta berdasarkan analisis Kruskal
Wallis, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kemampuan teknis,
kemampuan manajerial, kemampuan interpersonal, dan kinerja berdasarkan
latar belakang pendidikan (SLTP, SLTA, SPK, D3/ Akper).

4. Beban Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan responden menyatakan
bahwa beban kerja yang dimiliki sudah berada pada kategori cukup (52,3%)
yang memberi interpretasi akan kesesuaian terhadap jenis kerja dan tanggung
jawab yang diemban dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang menyatakan
bahwa beban kerja yang dimiliki masih kurang (47,7%) yang memberi
interpretasi akan ketidak sesuai antara kemampuan yang dimiliki dengan
tanggung jawab kerja yang dilaksanakan. Hasil ini juga memberi interpretasi
akan kekurangpercayaan pihak manjerial (pimpinan) dalam pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab kepada perawat untuk melaksanakan berbagai
kegiatan kerja di rumah sakit yang tidak hanya dengan pelaksanaan asuhan
keperawatan saja namun juga berbagai aktifitas kerja lainnya.
Aspek penilian beban kerja pada penelitian dengan memperhitungkan adanya
pekerjaan tambahan yang diberikan secara langsung dari pimpinan, adanya
tambahan pekerjaan diluar pekerjaan pokok, kesesuaian kemampuan terhadap
pelaksanaan kerja, kesesuaian jenis pekerjaan dengan keprofesian dan adanya
tugas tambahan dari pimpinan.
Beban kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan begitu pula pada perawat di
rumah sakit dapat memberi pengaruh terhadap kemampuan kerja yang
dilaksanakan dimana hal ini berhubungan dengan maksimalisasi hasil kerja demi

memberikan kepuasan dan kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit. Hasil


penelitian menunjukkan bahwa perawat dengan beban kerja cukup sebagian
besar terdistribusi pada kinerja yang cukup pula (59,6%) yang memberi
gambaran bahwa beban kerja yang cukup akan mempengaruhi peningkatan
kualitas kerja yang dimiliki oleh perawat. Sedangkan pada perawat dengan
beban kerja kurang sebagian besar terdistribusi pada kinerja kurang (61,3%)
yang memberi informasi akan tingkat beban kerja yang kurang sesuai atau
berlebih dapat menurunkan kemampuan kerja ditambah lagi dengan kurangnya
pemberian insentif sehingga mempertinggi pencapaian kualitas kerja yang
rendah.

3.2 Pengukuran Kinerja


Pengukuran Kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikatorindikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut
tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi
keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan
yang dianggap penting berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi.
a. Kerangka Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja kegiatan
yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang diperoleh melalui data
internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data eksternal yang berasal dari
luar instansi. Pengumpulan data kinerja dilakukan untuk memperoleh data yang
akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna dalam pengambilan
keputusan. Pengumpulan data kinerja untuk indicator kinerja kegiatan yang
terdiri dari indikator-indikator masukan, keluaran, dan hasil, dilakukan secara
terencana dan sistematis setiap tahun untuk mengukur kehematan, efektivitas,
efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data kinerja
untuk indikator manfaat dan dampak dapat diukur pada akhir periode selesainya
suatu program atau dalam rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan instansi
pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup kinerja kegiatan yang merupakan
tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing- masing
kelompok indikator kinerja kegiatan dan tingkat pencapaian sasaran instansi
pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat
capaian) dan masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam
dokumen rencana kerja.
Pengukuran tingkat pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran
kinerja kegiatan. Pengukuran kinerja tersebut dilakukan dengan menggunakan
formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran Pencapaian
Sasaran (PPS).

b. Evaluasi Kinerja
Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pengukuran kinerja kegiatan, dilakukan
evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan untuk
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan
agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam
rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan
pelaksanaan program/kegiatan dimasa yang akan datang. Evaluasi kinerja
dilakukan terhadap analisis effisiensi dengan cara membandingkan antara output
dengan input baik untuk rencana maupun realisasinya.Evaluasi dilakukan pula
pengukuran/penentuan tingkat efektivitas yang menggambarkan tingkat
kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak. Evaluasi juga
dilakukan terhadap setiap perbedaan kinerja yang terjadi, baik terhadap
penyebab terjadinya kendala maupun strategi pemecahan masalah yang telah
dan akan dilaksanakan.
Dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan pembandinganpembandingan antara lain:
Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul dibidangnya
ataupun dengan kinerja sektor swasta.
Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar
internasional.
c. Analisis Akuntabilitas Kinerja
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) harus menyajikan data
dan informasi relevan bagi pembuat keputusan agar dapat menginterpretasikan
keberhasilan dan kegagalan secara lebih luas dan mendalam.
Analisis akuntabilitas kinerja meliputi uraian keterkaitan pencapaian kinerja
kegiatan dengan program dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi dan visi yang ditetapkan dalam rencana stratejik. Dalam analisis ini
dijelaskan pula perkembangan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara
efisien dan efektif, sesuai dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah
ditetapkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan informasi/data yang
diperoleh secara lengkap dan akurat, dan bila memungkinkan dilakukan pula
evaluasi kebijakan untuk mengetahui ketepatan dan efektivitas baik untuk
kebijakan itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanaannya.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Kinerja perawat yang baik harus didasarkan dengan pengetahuan yang didapat
serta motivasi perawat itu sendiri untuk melakukan kegiatan profesinya agar
terciptanya kepuasan dalam bekerja serta terciptanya mutu pelayanan
kesehatan. Dengan diadakanya penilaianya kinerja, perawat dapat mengukur
atau menilai kemampuanya sendiri, apakah ada peningkatan atau penurunan
yang berdampak dengan produktifitas dan pelayanan.
Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan
kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara.
pada kepuasan pasien dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci
akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan
komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat
dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan
bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.
Saran
1. Dalam rangka penciptaan kualitas kerja yang maksimal sebagai wujud
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas ditinjau dari aspek
pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit maka pengembangan
pengetahuan pada perawat harus dilaksanakan melalui pengembangan
pendidikan dan atau penyelenggaraan pelatihan didunia kerja
2. Pihak manajerial rumah sakit harus tetap memperhatikan perawat dengan
motivasi kurang namun masih memiliki kesadaran untuk tetap melaksanakan
aktivitas kerja dengan maksimal dengan memberikan motivasi yang cukup pula
sehingga lebih memaksimalkan hasil kerja yang dicapai rumah sakit.
3. Pemberian beban kerja tambahan kepada perawat harus disesuaikan dengan
kemampuan dan kapabilitas dari masing-masing tenaga perawat sehingga dapat
melaksanakan aktivitas kerja dengan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achir Yani, Nilai-Nilai Profesionalisme Dalam Praktek Keperawatan, Makalah


Seminar Loka Karya Praktek Keperawatan Profesionalisme, FIK, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1998.
2. Aditama, Chandra Yoga, Manajemen Administrasi Rumah Sakit,Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 2000.
3. Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakrta, 1996
4. Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
5. Febri, 2006. Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis: untuk Perawat
dan Bidan di Rumah Sakit dan Puskesmas
Indonesia.http:/www.kinerjaklinikperawatbidan.net
6. Gartinah, T.;Sitorus, R.; Irawati, D., 2006. Pelayanan Profesionalisme
Keperawatan Yang Didukung Oleh Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.
http://www.inna-ppni.or.id
7. Yasir, Ilyas, Kinerja (Teori, Penilaian dan Penelitian), Cetakan I, Jakarta, 1999.
Diposkan oleh medi eka saputra di 05.17

Anda mungkin juga menyukai