7 02 2010
Salah satu upaya penjagaan komitmen perawat terhadap kinerja adalah melakukan evaluasi
dan penilaian terhadap kinerja perawat. Walaupun bagi perawat yang sudah PNS ada
penilaian dengan DP3 yang dikenal dengan PDLT, tapi penilaian itu dirasa terlalu general.
Maka agar penilaian kinerja perawat dapat lebih optimal, kami mengembangkan penilaian
dengan buku raport layaknya sekolah.
Dalam buku raport perawat yang dinilai setiap satu semester itu, ada beberapa indikator yang
dijadikan alat ukur yaitu :
1. Motivasi : Memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan formal minimal S1
Keperawatan; Datang aktif dalam kegiatan kegiatan ilmiah; Wajah cerah, senyum dan
bersahabat; Berjalan tegak, cepat dan pandangan ke depan
2. Keterlibatan : Menjadi panitia kegiatan perawatan; Menjadi panitia kegiatan tingkat
rumah sakit; Menjadi team yang ada di perawatan
3. Tanggung jawab : Kesalahan identifikasi pasien; Kesalahan pemberian obat;
Kejadian pasien jatuh; Risiko Infeksi Nosokomial
4. Disiplin : Apel pagi; Jam datang; Jam pulang; Baju seragam
5. Kompetensi : Diagnosa Perawatan; Standar Operating Procedur; Rencana Kerja;
6. Loyalitas : Program rotasi; Program bidang; Program ruang; Hubungan dengan
atasan
7. Tidak Tercela : Terlibat kasus etik; Complain pasien; Konflik dengan teman
8. Manajemen : Melakukan orientasi perawat baru, perawat magang dan mahasiswa;
Membuat program pengembangan staff; Melakukan penilaian kinerja; Melakukan
manajemen tenaga; Rapat koordinasi; Morning meeting; Ronde keperawatan
Ke delapan poin alat ukur, dinilai setiap bulan dan kemudian direkap setiap satu semester.
Khusus pin manajemen, hanya diberlakukan untuk menilai Kepala Ruang dan Supervisor.
Penilaian dilakukan berjenjang, yaitu Perawat Pelaksana dan Ketua Team dinilai oleh Kepala
Ruang, Kepala Ruang dan Supervisor dinilai oleh Kasie/Kabid.
Dengan penilaian seperti ini, diharapkan obyektifitas penilaian terhadap staf perawatan yang
dilakukan oleh Manajemen Perawatan, menjadi lebih obyektif dan mengurangi like and
dislike dalam setiap moment yang ada di perawatan semisal pemilihan ketua team, pemilihan
kepala ruang atau supervisor.
About these ads
http://nursinginformatic.wordpress.com/2010/02/07/penilaian-kinerja-perawat/
Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838
Title:
Authors:
Barry Harapan
14-Apr-2008
Penurunan kinerja perawat di rumah sakit merupakan masalah
yang memerlukan penanganan yang rasional. Telah dilakukan
penelitian survei dengan pendekatan cross sectional dan
dilanjutkan dengan analisa statistik yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat
yang bekerja dibagian rawat inap di rumah sakit Permata Bunda
Medan tahun 2003. Subjek penelitian adalah seluruh perawat
yang bekerja di bagian rawat inap di rumah sakit Permata
Bunda Medan dengan jumlah sampel sebanyak 127 orang.
Pengukuran kepuasan dilakukan oleh peneliti dan pengukuran
kinerja dilakukan oleh masing-masing atasan perawat yang
bersangkutan dengan menggunakan alat ukur yang dianggap
sudah standar. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji
chi square dan multivariate dengan menggunakan uji regresi
linear ganda. Gambaran karakteristik perawat yang bekerja di
rumah sakit Permata Bunda Medan, kelompok umur 21-30 tahun
66.1% dan 31-40 tahun 21.3%, perawat wanita 90.6%, asal
pendidikan SPK 51.2% dan Akper 48.8%, yang belum menikah
73.2% dan masa kerja < 5 tahun 70.0% serta 5-10 tahun 21.3%.
Proporsi kepuasan kerja dari segi kepuasan psikologi yang puas
39%, kepuasan sosial yang puas 37%, kepuasan fisik yang puas
35% dan kepuasan finansial yang puas 35%. Proporsi kinerja
dari segi teknis yang baik 66.9%, segi administrasi yang baik
67.7% dan segi individu yang baik 77.2%. Dari hasil uji Chi
Square, kepuasan fisik yang puas mempunyai proporsi kinerja
yang baik lebih besar dari kepuasan fisik yang kurang puas (p. =
0.020), demikian juga dengan kepuasan finansial yang baik (p.
= 0.028). Dengan uji regresi linear ganda digambarkan bahwa
kepuasan psikologi dan kepuasan sosial tidak ditemukan ada
hubungannya dengan kinerja perawat. Dapat disimpulkan
bahwa dari keempat komponen kepuasan kerja, komponen
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838
s:
Description
Master Theses
Size
4.51 MB
Format
Adobe PDF
View/Open
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6838
Pengukuran kinerja profesi kesehatan di rumah sakit (dokter, perawat, bidan, gizi) yang
paling populer adalah dengan mengukur seberapa besar kontribusinya terhadap pendapatan
rumah sakit. Besar kontribusi itulah yang dijadikan sebagai dasar seberapa besar rumah sakitt
memberikan penghargaan dalam bentuk jasa pelayanan. Hampir semua rumah sakit di
Indonesia menerapkan sistem itu.
Bahkan aturan main remunerasi di kementrian kesehatan ketika membahas tentang incentif
juga menganut sistem itu. Penghasil uang akan mendapatkan langsung berdasarkan
persentase. Apakah 60%, 80% atau bahkan 90% tergantung kesepakatan dan kebijakan
yang ditetapkan. Dengan sistem ini, maka dokter yang pegang pisau, tentu jasa
pelayanannya lebih besar dibanding dengan dokter yang tidak pegang pisau. Profesi yag
banyak melakukan tindakan, tentu akan mendapatkan lebih banyak dibanding profesi yang
hanya menerima konsultasi atau kunjungan pasien.
Bagi profesi perawat di Indonesia, sistem yang seperti ini masih belum berlaku atau susah
untuk diterapkan. Mengapa demikian, karena bila dilihat seberapa besar kontribusi perawat
terhadap pendapatan rumah sakit, rata-rata kontribusinya tidak bisa diukur. Dari mana akan
mengukur, kalau aktifitas perawatan yang sangat banyak itu, tidak terdefinisikan dan tidak
memiliki harga.
Rata-rata peran perawat di rumah sakit sebatas pelengkap bagi profesi lain, sangat jarang
yang fungsi mandiri perawat teraplikasikan dengan baik. Padahal teori-teori keperawatan
yang mendorong perawat untuk mandiri sangat banyak. Tapi sayang, ketika berada di
pelayanan, fungsi mandiri itu menjadi lemah, dan kebanyakan lebih menyukai pekerjaan
yang menjadi rutinitas harian.
Patient Care Delivery System sebenarnya mengajarkan bagaimana perawat memerankan
fungsi mandirinya. Dari melakukan pengkajian biopsikososiospiritual, menentukan masalah
keperawatan, membuat perencanaan, melakukan intervensi dan evaluasi semua diarahkan
untuk fungsi mandiri. Tapi alasan system yang tidak mendukung, kekurangan tenaga,
kesibukan aktifitas di luar perawatan menjadi justifikasi untuk terjebak pada rutinitas harian.
Bila ini yang terjadi, bagaimana kinerja perawat akan bisa dukur dengan cara yang populer?
Solusi yang bisa dilakukan untuk keluar dari persoalan itu antara lain :
1. Me-redesain tindakan keperawatan dengan bahasa standar. Aktifitas perawat yang
sangat banyak (dari pasien masuk sampai pasien keluar), perawat terlibat di
dalamnya. Tapi sayang aktifitas yang sangat banyak itu tidak memiliki nama dengan
bahasa yang standar. Akibatnya perawat merasa sibuk dan lelah, bahkan menjadi
tumpuan komplain pasien, tapi tidak ada harganya. Penggunaan bahasa standar
keperawatan (SNL) menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk keluar dari
persoalan ini.
2. Setelah desain tindakan keperawatan dengan bahasa standar tersusun dengan baik,
langkah berikutnya adalah membuat regulasi agar tindakan keperawatan itu secara
hukum sah untuk diberlakukan. Regulasi itu bermacam-macam, dari mulai Perda
(untuk RSUD), Pergub (untuk RS BLUD Propinsi), Perbup (untuk RS BLUD
Kabupaten) atau sekedar Kebijakan Direktur atau Keputusan Ketua Yayasan untuk RS
Swasta.
3. Agar implementasi SNL memiliki akontabilitas yang baik, maka dokumentasi asuhan
keperawatan dan asesmen kompetensi menjadi perangkat penting yang tidak bisa
diabaikan. Kita memahami, dokumentasi asuhan keperawatan adalah bukti legal
formal dari aktifitas perawatan. Sehingga dokumentasi yang baik akan mampu
menunjukan kinerja profesi perawat.
Tiga langkah itu yang mungkin mampu mengawali profesi perawat di rumah sakit dapat
dihargai secara layak sebagai profesi. Pembenahan di internal perawatan perlu dilakukan
dengan CBT (Competence Base Training) dan CBA (Competence Base Asesment) setelah
penerapan SNL, jenjang karirpun ditata dengan mengacu pada kompetensi dan setelah itu
pengukuran kinerja perawat akan dapat dilakukan dengan cara yang populer, yaitu seberapa
besar kontribusi perawat terhadap pendapatan rumah sakit. Bila pengukuran itu sudah
didapat, maka tinggalah bertanya berapa yang didapatkan dari kontribusi sebesar itu?
Sekedar share saja, manajemen rumah sakit di tempat kami bekerja sudah memberikan 80%
dari kontribusi yang diberikan kepada rumah sakit. Sebagai contoh, apabila kontribusi
perawat dalam satu bulan sebesar Rp.600 juta, maka sebesar Rp.480 juta dikembalikan
kepada profesi perawat sebagai jasa pelayanan dalam satu bulan itu. Soal besar atau kecil,
sangatlah relative. Tapi yang pasti bahwa kami mendapatkan penghargaan berdasarkan
kontribusi yang kami berikan ke rumah sakit. Kontribusi semakin besar, kamipun
mendapatkan besar pula. Bahkan manajemen rumah sakit berkomitmen memberikannya
setiap tanggal 17.
About these ads
http://nursinginformatic.wordpress.com/2012/08/30/mengukur-kinerja-perawatdengan-cara-populer/
Blog ini untuk membantu orang2 yang lagi mencari tugas
Minggu, 28 November 2010
Kinerja Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjelang era pasar bebas atau dikenal AFTA (Asean Free Trade Assosiation)
diperlukan kesiapan yang mantap dari semua sektor, termasuk sektor kesehatan
khususnya rumah sakit. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit, diantaranya adalah akreditasi rumah sakit yang
ada saat ini mulai dituntut oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan rumah
sakit (Departemen Kesehatan RI, 1990).
Tuntutan Masyarakat terhadap kwalitas pelayanan keperawatan dirasakan
sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat. Oleh karena itu
Pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas utama dalam
pengembangan ke masa depan. Perawat harus mau mengembangkan ilmu
pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan masyarakat dan menjadi tenaga
perawat yang professional. Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan
bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi dan saling
berkepentingan.Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan, praktek
keperawatan , ilmu keperawatan dan kehidupan keprofesian merupakan fokus
utama keperawatan Indonesia dalam proses profesionalitas.Proses
profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan,
dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat, maka dituntut untuk
mengembangkan dirinya dalam sistim pelayanan kesehataan. Keperawatan
Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan
perawat dalam melaksanakan kegiatan profesinya keperawatannya serta faktorfaktor yang mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau
kinerja sebagai berikut : performance is defined as the record of outcomes
produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau
kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan
yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja
lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil
kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak
terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:1)
yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan
tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam
rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau
organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di
perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang
bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga macam
tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita juga
mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan kinerja
pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat : Kinerja (prestasi kerja) karyawan
adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan
dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang
disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan
posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat
kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung
substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa
kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance)
dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinrja perusahaan
(corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain
bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar
kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.
Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaikbaiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka
pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit
organisasi (Slamet Haryono, 2004). Kinerja perawat sebenarnya sama dengan
prestasi kerja di perusahaan. Perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan
standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat
diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih
terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Neal, 2004).
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :
Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam
tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja
(outcome).
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan
penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur
secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes,
2003:136).
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian
(2008-223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi,
hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program
pendidikan dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan,
penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses
manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka
penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian
kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta
didokumentasikan secara sistematik. Dengan demikian, dalam melalukan
penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan
kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian.
2.4 Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana
diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu :
1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling
sederhana untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis
maupun sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating
scale, employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident.
(a) Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor
untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan,
kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee
comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode
ini terdiri dari : (1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara
mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai
yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired comparation
: yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan dengan
seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan yang
akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang relatif
sedikit. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired
comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak. (c)
Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang
dilakukan oleh bagian personalia. (d) Freeform essay. Dengan metode ini seorang
penilai diharuskan membuat karangan yang berkenaan dengan
orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical incident Dengan
metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku
bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan
khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya.
BAB III
PEMBAHASAN
4. Beban Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan responden menyatakan
bahwa beban kerja yang dimiliki sudah berada pada kategori cukup (52,3%)
yang memberi interpretasi akan kesesuaian terhadap jenis kerja dan tanggung
jawab yang diemban dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat responden yang menyatakan
bahwa beban kerja yang dimiliki masih kurang (47,7%) yang memberi
interpretasi akan ketidak sesuai antara kemampuan yang dimiliki dengan
tanggung jawab kerja yang dilaksanakan. Hasil ini juga memberi interpretasi
akan kekurangpercayaan pihak manjerial (pimpinan) dalam pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab kepada perawat untuk melaksanakan berbagai
kegiatan kerja di rumah sakit yang tidak hanya dengan pelaksanaan asuhan
keperawatan saja namun juga berbagai aktifitas kerja lainnya.
Aspek penilian beban kerja pada penelitian dengan memperhitungkan adanya
pekerjaan tambahan yang diberikan secara langsung dari pimpinan, adanya
tambahan pekerjaan diluar pekerjaan pokok, kesesuaian kemampuan terhadap
pelaksanaan kerja, kesesuaian jenis pekerjaan dengan keprofesian dan adanya
tugas tambahan dari pimpinan.
Beban kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan begitu pula pada perawat di
rumah sakit dapat memberi pengaruh terhadap kemampuan kerja yang
dilaksanakan dimana hal ini berhubungan dengan maksimalisasi hasil kerja demi
b. Evaluasi Kinerja
Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pengukuran kinerja kegiatan, dilakukan
evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan untuk
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan
agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam
rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan
pelaksanaan program/kegiatan dimasa yang akan datang. Evaluasi kinerja
dilakukan terhadap analisis effisiensi dengan cara membandingkan antara output
dengan input baik untuk rencana maupun realisasinya.Evaluasi dilakukan pula
pengukuran/penentuan tingkat efektivitas yang menggambarkan tingkat
kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak. Evaluasi juga
dilakukan terhadap setiap perbedaan kinerja yang terjadi, baik terhadap
penyebab terjadinya kendala maupun strategi pemecahan masalah yang telah
dan akan dilaksanakan.
Dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan pembandinganpembandingan antara lain:
Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul dibidangnya
ataupun dengan kinerja sektor swasta.
Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar
internasional.
c. Analisis Akuntabilitas Kinerja
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) harus menyajikan data
dan informasi relevan bagi pembuat keputusan agar dapat menginterpretasikan
keberhasilan dan kegagalan secara lebih luas dan mendalam.
Analisis akuntabilitas kinerja meliputi uraian keterkaitan pencapaian kinerja
kegiatan dengan program dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi dan visi yang ditetapkan dalam rencana stratejik. Dalam analisis ini
dijelaskan pula perkembangan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara
efisien dan efektif, sesuai dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah
ditetapkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan informasi/data yang
diperoleh secara lengkap dan akurat, dan bila memungkinkan dilakukan pula
evaluasi kebijakan untuk mengetahui ketepatan dan efektivitas baik untuk
kebijakan itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanaannya.
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA