Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik
beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium
karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi
ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat)
di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan
suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral. Dalam peristilahan
'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral,
sekelompok hewan dariordoScleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama
terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan
karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat
berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang
terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari
kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi
menempel di dasar terumbu.
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis
filum cnidaria yang memilikitentakel. Terumbu karang tersusun atas polip-polip yang hidup
berkoloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan
CaCO3. Selain itu, terumbu karang juga merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut,
hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud terumbu karang?


Bagaimana proses pembentukan terumbu karang?
Bagaimana asosiasi terumbu karang dengan biota lain?
Bagaimana metode penelitian terumbu karang?

1.3 Tujuan penulisan


Untuk memenuhi tuntutan tugas mata kuliah ekologi laut

BAB 2

Isi
2.1 Pengertian Terumbu Karang
Terumbu karang karang dalam istilah terumbu karang adalah koral, yaitu sekelompok
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati,
yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur pada terumbu dapat berasal dari
karang atau dari alga.
Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang
pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
Contoh: Bunaken (sulawesi) , Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali) .
Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan
oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 70 meter.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Kepulauan Banggai (Selawesi Tengah).
Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul
dari perairan yang dalam, jauh dari daratan. Banyak ditemukan pada daerah tropis
di Samudera Atlantik

2.1.2 Pembentukan Terumbu Karang

Terbentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya,
karang hanya terdiri dari satu polip yang memiliki bentuk tubuh seperti tabung, dengan
mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi tentakel.
Pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu, yang disebut koloni. Hewan itu memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa,
serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat untuk berbagai
spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui.

Gambar 2.1.2 Pembentukan Terumbu Karang


2.2 Asosiasi Terumbu Karang
Menurut (Wibisono, 2005) Terumbu karang dapat berasosiasi dengan biota lain dilaut karena
terumbu karang merupakan tempat yang kaya akan sumber makanan untuk yang berasosiasi
dengannya, beberapa yang berasosiasi dengan terumbu karang yaitu:
1. Ikan
Asosiasi ikan karang dengan terumbu karang sangat erat sehingga eksistensi ikan karang
di suatu wilayah terumbu karang sangat rapuh ketika terjadi pengurasan habitatnya(Hartati &
Edrus, 2005).

Gambar 1.1 Ikan berasosiasi dengan terumbu karang


2. Algae
Pada tiap polip karang terdapat populasi alga zooxanthellae yang mampu memanfaatkan
atau menyerap karbon untuk fotosintesis sehingga dapat merupakan sumber energy bagi karang
maupun alga tersebut (Gunde, 2003). Zooxanthella memberikan makanan bagi coral yang
dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses
terhadap cahaya kepada zooxanthella.

Gambar 1.2 Alga berasosiasi dengan terumbu karang


3. Benthos
Bentos memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat tinggalnya sebagaimana menurut
Nontji (2002) jenis echinodermata seperti bulu babi, bintang laut dan jenis yang lainnya
mempunyai tempat hidup pada daerah terumbu karang dan celah-celah terumbu karang.

Gambar 1.3 Molusca berasosiasi dengan terumbu karang

2.3 Metodologi Penelitian Terumbu Karang


Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada
tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian peneliti, dan ketersediaan sarana dan
prasarana. Agar hasil survei dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka perlu diperhatikan
cara pemilihan keterwakilan lokasi, panjang transek ( sampling ) yang diambil dan banyaknya
ulangan yang diperlukan. Meskipun telah banyak metode survei pada saat ini, namun
masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dapat dikatakan belum ada suatu
metode yang memuaskan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya menggambarkan
suatu kondisi terumbu karang dengan metode survei yang ada saat ini (Suharsono, 1994), antara
lain:
1. Terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai tipe yang
berbeda. 2. Ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa centimeter hingga
beberapa meter. 3. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu. 4.
Bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, masif, merayap, seperti daun, dan
sebagainya. 5. Tata nama jenis karang masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis
yang hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi dari jenis yang
sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda maupun tempat yang berbeda.
Penggunaan metode survei dalam menggambarkan kondisi terumbu karang biasanya
disajikan dalam bentuk struktur komunitas yang terdiri dari data: persentase tutupan karang
hidup, persentase tutupan karang mati, jumlah marga, jumlah jenis, jumlah koloni, ukuran
koloni, kelimpahan, frekuensi kehadiran, bentuk pertumbuhan, indeks keanekaragaman jenis
(Suharsono, 1994).
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi
terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk ( Belt transect )
Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut :
2.3.1 Metode Transek garis
Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat
tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota
lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form)
dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat
genus atau spesies.
Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu
pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta
Tow.
Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis
bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa
diidentifikasi, dan kapal.

Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu ( 25
m) sampai di daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada
tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masingmasing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar
dengan garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini
satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu
atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu
tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing
koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang
nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran
karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga dicatat.
Kelebihan :
Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
Data yang diperoleh juga jauh lebih baik dan lebih banyak
Penyahian struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati,
kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman
jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat
disajikan dengan baik
Kekurangan
Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
Survei membutuhkan waktu yang lama
Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya
genus atau spesies
Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besa

Metode lain yang mengacu pada Prinsip transek garis ini yaitu point transect , salah satu
contoh aplikasinya sering gunakan pada program Reef Check . Pengamatan dilakukan pada
setiap 0.5 meter terhadap karang keras, karang lunak, karang mati, alga dan biota lain.

2.3.2 Metode Transek Kuadrat


Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu
perairan. Pada survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan,
tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen. Survei
biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan pengambilan underwater
photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi
juga sangat diperlukan untuk mendukung data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian
karang yang diamati.
Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan
sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera .
Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni,
frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan :
Data yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada
kuadrat, dengan bantuan underwater photo
Sumber informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian,
laju rekruitmen
Kekurangan :
Proses kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
Peralatan yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
Metode ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
Sedimen trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah
yang berarus
2.3.3 METODA MANTA TOW
Penelitian menggunakan metoda manta tow bertujuan untuk mengamati perubahan secara
menyeluruh pada komunitas bentik yang ada pada terumbu karang, termasuk kondisi terumbu
karang tersebut. Metode ini sangat cocok untuk memantau daerah terumbu karang yang luas
dalam waktu yang pendek, biasanya untuk melihat kerusakan akibat adanya badai topan,
bleaching, daerah bekas bom dan hewan Acanthaster plancii (Bulu seribu). Teknik ini juga sering
digunakan untuk mendapatkan daerah yang mewakili untuk di survei lebih lanjut dan lebih teliti
dengan metoda transek garis.
Pelaksanaan di lapangan, metode manta tow ini dengan cara menarik peneliti dengan
menggunakan perahu selama dua menit dengan kecepatan tetap 3-5 km/jam atau seperti orang
yang berjalan lambat. Apabila ada faktor lain yang menghambat seperti arus yang kencang, maka
kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang
perahu. Peneliti akan mengamati beberapa objek sepanjang daerah yang dilewati dan persentase
penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Data yang diamati
dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilai persentase bilangan
bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan, dapat pula memasukkan
penutupan pasir, patahan karang, objek lain ( Tridacna , Diadema dan Acanthaster ) sebagai
objek yang diamati, semua tergantung tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

Peralatan yang digunakan dalam metode Manta Tow ini adalah kaca mata selam (masker),
snorkel, fin, perahu motor minimal 5 PK, papan manta yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40
cm dan tebal dua cm, tali yang panjang 20 m dan berdiameter satu cm, pelampung kecil, alat
tulis bawah air, stop watch dan GPS.
Kelebihan :
Daerah yang luas dapat di survei dalam waktu yang singkat
Metodenya sederhana dan mudah dipraktekkan
Biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal
Peneliti tidak terlalu lelah untuk survei areal yang luas
Kekurangan :
Survei secara tidak sengaja bisa dilakukan pada lokasi di luar terumbu karang (pasir,
perairan yg dalam.
Peneliti sering lupa bila terlalu banyak objek yang di ingat
Kemungkinan ada objek (binatang) yang terlewatkan. Metode tidak cocok bila
visibility rendah (kurang dari 6 m)

2.3.4 METODA TRANSEK SABUK ( BELT TRANSECT )


Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang
mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang
dari genus Fungia . Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah
koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang
hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group)
menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran
transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada
pada luasan transek.
Kelebihan :
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi dan dapat mengambarkan
struktur populasi karang
Kekurangan :

Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara langsung dan


dibutuhkan penyelaman yang baik
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
Metode lain yang merupakan pengembangan dari metode sabuk ( belt transect ) dan juga
digunakan peneliti saat ini adalah video belt transect, metode ini menggunakan video untuk
merekam sepanjang transek dan luasan yang dilalui. Kemudian hasil rekaman diputar ulang
untuk pencatatan dan identifikasi jenis karang untuk mendapatkan persentase karang hidup dan
kriteria lain seperti pada metoda yang lainnya. Keuntungan metode ini, waktu kerja di laut bisa
lebih efisien, tidak membutuhkan tenaga dan biaya banyak. Hanya saja peralatan underwater
video yang masih tergolong mahal bagi peneliti di Indonesia.

BAB 3
Kesimpulan
Terumbu karang karang dalam istilah terumbu karang adalah koral, yaitu sekelompok
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati,
yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur pada terumbu dapat berasal dari
karang atau dari alga.
Terumbu karang terbentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang hanya terdiri dari satu polip yang memiliki bentuk tubuh seperti tabung,
dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi tentakel.
Terumbu karang dapat berasosiasi dengan biota lain dilaut karena terumbu karang merupakan
tempat yang kaya akan sumber makanan untuk yang berasosiasi dengannya, beberapa yang
berasosiasi dengan terumbu karang yaitu: ikan, alga, dan bentos
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi
terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk ( Belt transect )

Daftar Pustaka
English S., C. Wilkinson & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources .
ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources.
Gunde. D.M. 2003. Struktur komunitas karang skleractinia pada beberapa
lokasi penyelaman di Pantai Selatan Pulau Bunaken. SKRIPSI. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Manado
Nontji A., 2002. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan
Suharsono, 1994. Metode penelitian terumbu karang . Pelatihan metode penelitian dan kondisi
terumbu karang . Materi Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu
Karang: 115 hlm.
Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek
penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm.
Sukmara, A., A.J. Siahainenia & C. Rotinsulu. 2002. Panduan Pemantauan Terumbu Karang
Berbasis Masyarakat dengan Metode Manta Tow . Departemen Kelautan dan Perikanan
& Coastal Resources Center University of Rhode Island.
Veron, J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus &
Robertos.Australia.
Wibiosono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai