Anda di halaman 1dari 6

Nama ; Yungki Ayuba

NIM : 120722420615 / H
Otonomi Daerah, Disentralisasi dan Pembangunan Daerah
Perencanaan yang disebutkan dalam UU No. 25 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1
memberikan definisi Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia. Dalam undang-undang tersebut telah dijelaskan bagaimana
proses pembangunan yang seharusnya terjadi di tingkat daerah ataupun tingkat
nasional. Dalam proses perencanaan pembangunan daerah, kususnya daerah
otonom memiliki perencanaan dan pengembangan derahnya sendiri berdasarkan
peraturan, sumberdaya dan pemerintah daerah itu sendiri. Berdasarkan UU No
32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada
definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah
adalah :
1. Hak.
2. Wewenang.
3. Kewajiban Daerah Otonom.
Berdasarkan unsur otonomi tersebut, setiap daerah harus mampu mengendalikan
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom itu sendiri. Namun tidak semua
daerah otonom dapat menjalankan unsure otonom itu sendiri. Masih banyak
daerah otonom yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat. Dengan adanya
campur tangan pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak akan bisa mandiri
dalam mengendalikan atau mengembangkan pembangunan daerahnya itu sendiri.
Sangat diperlukan kemandirian daerah dalam mengembangkan dan membangun
daerah itu sendiri, karena yang memahami daerah itu sediri, dan yang mengetahui
dimana daerah itu dapat berkembang dan dapat memanfaatkan potensi yang ada
pada daerah itu sendiri, baik itu potensi alam, buatan ataupun potensi manusia
yang dimilikinya. Peran pemerintah pusat hanya sebatas membantu pada sebagian
kecil yang dibutuhkan oleh daerah otonom tersebut, misalnya dalam pemberian
dana, andil pemerintah pusat masih sangat di perlukan dalam masalh dana karena
tidak semua daerah otonom yang memiliki dana yang cukup untuk pembangunan
daerahnya.
Isu yang beredar saat ini adalah adanya peran pemerintah daerah dalam
mengendalikan otoritas daerah otonom, padahal daerah otonom merupakan daerah
yang memiliki hak, wewenang dan kewajiban yang harus di laksanakan oleh
daerah otonom itu sendiri. Kebijakan pemerintah pusat harusnya bisa lebih

bersinergis dengan kebijakna yang ada di pemerintahan daerah dalam prosess


pembangunan daerah. Pembangunan daerah sangat diperlukan dalam proses
kemandirian, kemakmuran dan kesejahteraan masayarakat daerah itu sendiri.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan disentralisasi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah merupakan suatu langkah strategis dalam
penataan daerah otonom. Pertama, otonomi daerah dan disentralisasi merupakan
jawaban permasalahan tentang kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan,
rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumberdaya
manusia. Kedua, otonomi daerah dan disentralisasi fiscal merupakan langkah
strategis untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basisi
perekonomian daerah. Ketiga, dengan otonomi derah dan disentralisasi akan
mewujudkan masyarakat ekonomi asean yang sudah lebih sigap, aktif dan sudah
memang tertata sesuai dengan tuntutan MEA.
Namun, dewasa ini pengembangan otonomi daerah untuk pembangunan deerah
masi sangatlah sulit berkembang dan berjalan sesuai dengan UU No. 32 Tahun
2004 Pasal 1 angka 5. Pemerintah pusat hanya memberikan bebrapa derah saja
yang memiliki keistimewaan daerah otonom, misalnya daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta. Karena hanya sedikit derah yang diberikan hak otonom, maka banyak
derah yang memiliki pemerataan pembangunan yang sangat minim dan masih
kurang berkembang dengan merata. Sebenarnya hak otonomi derah itu bisa saja
diberikan kepada semua deerah yang mampu untuk berkembang dan
memanfaatkan daerahnya itu sendiri. Wilayah Indonesia sangatlah kaya, sehingga
perlu adanya pemanfaatan daerah yang sesungguhnya dan sesuai dengan potensi
daerah tersebut.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten atau kota dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggung jawab akan
diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya daerah
yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembangunan
daerah yang didukung oleh pemerintahan pusat akan membantu perkembangan
dan pembangunan nasional dari segi apapun. Karena pemerintah daerah akan
selalu berjalan beriringan dalam pembangunan daerah dan nasional itu sendiri.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efesien, evektivitas
dan akuntabilitas sektor public pada pembangunan nasional. Dengan otonomi
daerah, daerah akan dituntut untuk mencari alternative sumberdaya pembiaayan
pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian dari
pemerintah pusat dan menggunakan dana public sesuai dengan prioritas dan
aspirasi masyarakat. Keleuasaan daerah dalam membangun daerah dalam usahausaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat,
karena dalam otonomi daerah terkandung tujuan yang sehubungan dengan
pelaksanaan otonomi daerah, yaitu :
1. Menciptakan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya daerah
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta


(berpartisipasi) dalam proses pembangunan daerah.
Dengan adanya tujuan ini diharapkan masayarakat daerah mampu bersaing
dengan masyarakat luar dalam mendukung proses pembangunan daerah.
Dengan kemantapan pemerintah derah dalam melaksanakan kemandairian
daerahnya yang selalu dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan
pemberdayaan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan
upaya-upaya untuk meningkatkan efisensi, efektifitas, dan profesionalisme
sumberdaya manusia dan lembaga-lembaga public di daerah dalma mengelola
sumberdaya daerah itu sendiri. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
pengelolaan sumberdaya daerah harus dilakukan secara komprehensif dan
terintergrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sehingga
otonomi daerah yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Aspek perencanaan, daerah sangat membutuhkan aparat daerah (baik eksekutif
maupun legislative) yang berkualitas tinggi, bervisi strategic dan mampu berfikir
strategi serta memiliki moral yang baik sehingga dapat mengelola pembangunan
daerah yang benar-benar mencerminkan kebutuhan daerah dan berkaitan langsung
dengan permasalahan yang dihadapi oleh daerah. Dari aspek pelaksanaan,
Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu
mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari
pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen
kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.
Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan
sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di
masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar
untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi
bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan
dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung
pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang
bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah
direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat
membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit
pelaksana.
Untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik (public money) telah
dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value for money), perlu
dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat
dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun

oleh eksternal auditor, misalnya auditor independen. Untuk menciptakan


transparansi dan akuntabilitas publik, pemerintah daerah perlu membuat Laporan
Keuangan yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan
masyarakat dan khususnya dari DPRD mutlak diperlukan agar otonomi yang
diberikan kepada daerah tidak kebablasan dan dapat mencapai tujuannya.
Perencanaan strategik memiliki peranan yang penting bagi Pemda, karena di
sanalah terlihat dengan jelas peranan Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan
semua unit kerjanya. Bagi kebanyakan pemerintah daerah, perencanaan strategic
akan membantu dalam menentukan arah masa depan daerahnya, kecamatannya
dan desanya. Dengan melaksanakan perencanaan strategik secara benar, para
eksekutif daerah dapat meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat terasnya dalam
mengevaluasi, memilih, dan mengimplementasikan berbagai pendekatan
alternative untuk membiayai dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan
masyarakatnya.
Secara lebih spesifik, dengan konsep perencanaan strategik berarti membicarakan
hubungan antara lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Konsep ini
memberi petunjuk bagaimana menghadapi dan menanggulangi perubahan yang
terjadi di lingkungan eksternal melalui serangkaian tindakan di lingkungan
internal. Lebih dari itu, perencanaan strategik bahkan mampu memberikan
petunjuk bagi para eksekutif dalam upaya mempengaruhi dan mengendalikan
lingkungan itu dan tidak hanya sekedar memberi reaksi atas perubahan di tingkat
eksternal tersebut. Dengan demikian, pemerintah daerah diharapkan tetap mampu
mengendalikan arah perjalanannya menuju sasaran yang dikehendaki.
Di tingkat internal, perencanaan strategik mampu menciptakan sinergi dan
semangat korp yang penuh integritas, sehingga dapat melicinkan jalan menuju
sasaran yang diinginkan. Semangat itu diharapkan akan meningkatkan
produktivitas kerja, sehingga daerah akan mampu memanfaatkan peluang dan
mengantisipasi tantangan seoptimal mungkin. Hal ini pada akhirnya akan
berdampak pada semakin baiknya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
dan dunia usaha.
Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki
integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat
diminimalkan. Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat
kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh
DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya
akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan
masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien,
akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus selalu dimonitor, yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah
agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan

antisipasi ke depan.
Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan
daerah tersebut harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh penyelenggara
pemerintahan, karena pada dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar
terhadap pemerintah.
Pemerintah daerah dapat dianggap sebagai suatu pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban besar tersebut dapat dipecah-pecah lagi menjadi pusat-pusat
pertanggungjawaban yang lebih kecil hingga pada level pelayanan atau program,
misalnya dinas dan subdinas. Pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut kemudian
menjadi dasar untuk perencanaan dan pengendalian anggaran serta penilaian
kinerja pada unit yang bersangkutan.
Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk
lebih efisien dan profesional. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan
perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan (bureaucracy
reengineering). Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang
pemerintah (pusat dan daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang
berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya . Pemberian
otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan
(diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah
secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian
wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan
yang kuat. Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi
peran DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi eksekutif
daerah dan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung melalui
LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan di daerah (social control).
Salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dalam menghadapi
era global dan MEA seperti saat ini adalah dengan mengembangkan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal. Dengan demikian, diharapkan mekanisme
perumusan kebijakan yang akomodatif terhadap aspirasi masyarakat daerah dapat
dibangun, sehingga keberadaan otonomi daerah akan lebih bermakna dan pada
akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan itu, pemerintah daerah harus dapat mendayagunakan potensi
sumber daya daerah secara optimal. Dengan semakin berkurangnya tingkat
ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap pemerintah pusat, daerah dituntut
mampu meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, melaksanakan
reformasi akuntansi keuangan daerah dan manajemen keuangan daerah,
melaksanakan perencanaan strategik secara benar, sehingga akan memacu
terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab,
yang dapat memperkokoh basis perekonomian daerah, serta memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dalam menyongsong perekonomian global dan
MEA.

Daftar Rujukan
Agustino, Leo dan Mohammad Agus Yusoff. 2008. Proliferasi dan Etno
Nasionalisme daripada Pemberdayaan dalam Pemekaran Daerah di
Indonesia. Jurnal ilmu Administrasi dan Organisasi, September Desember
2008, halaman 196-201. ISSN 0854-3844
Hendratno, Edie Toet. 2007. Desentralisasi Yang Mengarah Ke Sistem Federal dan
Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Fungsi Negara. Jurnal Hukum
Internasional Volume 4 Nomor 2 Januari 2007.
Hidayat,Syarif. 2008. Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Dalam Perspektif
State-society Relation. Jurnal Polietik Volume 1 No.1 Tahun 2008
Junarwati. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan
Daerah pada Kabupaten / Kota Di Provinsi Aceh Tahun 2010-2012. Jurnal
Telaah dan Riset Akuntansi Volume 6 Nomor 2 Juli 2013 Halaman 186-193
Nurkin, Baharrudin. Otonomi Daerah dan Pengelolaan Sumberdaya Alam : Kasus
Pengelolaan Hutan Di Sulawesi Selatan. Jurnal Perenial, 2(1): 25-30
Sulistiyo, Yuri. 2004. Pengawasan Pemerintah Terhadap Produk Hukum Daerah
(Peraturan Daerah) Melalui Mekanisme Pembatalan Peraturan
Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Jember. (e-journal lentera hukum, april 2014, i
(1): 1-12)
Surtikanti. 2004. Permasalahan Otonomi Daerah Ditinjau Dari Aspek
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah. (Majalah
Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125).

Anda mungkin juga menyukai