Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Medik
A. Definisi
Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik
ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

B. Etiologi/indikasi
a. Indikasi Ibu :
1. Panggul sempit
2. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks uteri atau vagina
4. Plassenta praevia
5. Disproporsi janin panggul
6. Rupture uteri membakat
7. Partus tak maju
8. Incordinate uterine action
b. Indikasi Janin
1. kelainan Letak
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2. Gawat Janin
3. Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat

C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
E. Komplikasi
1.
Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a.
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b.
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c.
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2.
Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabangcabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3.
Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
4.
Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.

F. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1)
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2)
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3)
Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4)
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1)
Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2)
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3)
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat


diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan

II.

Konsep Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan
diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1)
Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2)
Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3)
Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1)
pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2)
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3)
Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan
dan nyeri.
4)
Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5)
Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6)
Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7)
Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8)
Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya

9)

Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1)
Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2)
Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3)
Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4)
Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5)
Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6)
7)
8)

9)
10)
11)

Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Nyeri akut b/d Luka bekas operasi pada abdomen
2) Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

C. RENCANA KEPERAWATAN

NO

DX

NOC

1.

Nyeri
akut b/d
Luka bekas
operasi pad
a abdomen

Kontrol nyeri,
setelah dilakukan
perawatan selama
3 x 24 jam nyeri
pasien berkurang
dengan

1. lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi

Indikator:
Menggunakan
skala nyeri
untuk
mengidentifik
asi tingkat
nyeri
Ps menyatakan
nyeri
berkurang
Ps mampu
istirahan/tidur
Menggunakan
tekhnik non
farmakologi

2. observasi reaksi non


verbal dari
ketidaknyamanan
3. gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien

2.

Hambatan
mobilitas
fisik b/d
nyeri pada
abdomen
post op SC

NIC

4. evaluasi pengalaman nyeri


masa lampau
5. bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
6. kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
7. pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
8. kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
9. ajarkan tentang teknik non
farmakologi

RASIONAL

1.berguna dalam
pengawasan
keefektifan obat,
kemajuan
penyembuhan
2. mengetahui rasa
nyeri yang dirasakan
pasien
3. pasien merasa
percaya dan mau
bercerita mengenai
nyerinya pada
perawat
4. mengetahui riwayat
kesehatan pasien
5. mengurangi
kecemasan pasien
dan keluarga akan
kondisi pasien
6. meningkatkan
relaksasi pasien

7. penanganan yang
tepat mempercepat
penyembuhan pasien

8. menentukan
intervensi yang tepat
bagi pasien
10. berikan analgetik untuk
9. pasien dapat mandiri
mengurangi nyeri
untuk merelaksasi
11. tingkatkan istirahat
rasa nyerinya
10. mengurangi rasa
nyeri pasien
11. meningkatkan
relaksasi pasien
Setelah dilakukan
1.
mengetahui
perkemb
1. Observasi tanda-tanda
tindakan
angan yang dialami
vital pasien
keperawatan
oleh pasien dan
selama 3x24 jam
menentukan tindakan
tingkat mobilisasi
selanjutnya
pasin meningkat dg 2. Kaji kekuatan otot
2. Mengetahui kekuatan
:
otot pasien
Indikator :
3. Kaji tingkat
3. Mengetahui sejauh
Klien
mobilitas dari pasien
mana tingkat
meningkat
perkembangan pasien
dalam aktifitas
4. Meningkatkan
fisik
kenyamanan dan
Adl klien
4. Motivasi pasien untuk
ambulasi
terpenuhi
melakukan mobilitas 5. meningkatkan posisi
secara bertahap
fungsional pada
5. Pertahankan posisi
tubuh pasien
tubuh yang tepat
6. mempermudah pasien
dalam pemenuhan

6. Dekatkan Kebutuhan
Klien

3.

Resiko
infeksi
berhubungan
dengan luka
operasi

7. anjurkan keluarga
bantu pemenuhan
kebutuhan ADL pasien
Kontrol infeksi 1.
Amati luka dari
dan kontrol
tanda2 infeksi
resiko, setelah
2.
Lakukan perawatan
diberikan
luka
dengan
tehnik
perawatan selama
aseptic dan gunakan
3x24 jam tidak
kassa
steril
untuk
terjadi infeksi
merawat dan menutup
sekunder dg:
luka
Indikator:
3.
Anjurkan
pada

Bebas dari
pasien untuk melaporkan
dan mengenali tandatanda-tanda
tanda infeksi
infeksi
4.
Cuci
tangan

Angka
sebelum dan sesudah
leukosit
merawat ps
normal
5.
Tingkatkan

Ps
masukan
gizi
yang
mengatakan
cukup
tahu tentang
Anjurkan istirahat
tanda-tanda 6.
cukup
infeksi

kebutuhan

7. membantu pasien
dalam pemenuhan adl

1.

Penanda proses
infeksi

2.

Menghindari
infeksi

3.

Mencegah
infeksi

4.

Mencegah
INOS

5.

Meningkatkan
daya tahan tubuh
6.
Membantu
relaksasi dan
membantu proteksi
infeksi
7.
Pastikan
7.
Mencegah
penanganan
aseptic
tejadinya infeksi
daerah IV
8.
Meningkatkan
8.
Berikan PEN-KES
pengetahuan pasien
tentang risk infeksi

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusuma H.N.D. Amin,2013, Apliksi NANDA NIC-NOC, Yogyakarta,


Mediaction
2. Doengus E. Marilnn,2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
3. WWW.SCRIBD.COM/ASKEP-sectiopostpartum

Anda mungkin juga menyukai