Anda di halaman 1dari 7

82

BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara BAB 2
yang merupakan penjabaran Konsep Asuhan Keperawatan secara teori dengan
BAB 3 yang merupakaan penjabaran Asuhan Keperawatan yang nyata.
Pembahasan Asuhan Keperawatan An. S dengan Demam Thypoid yang
meliputi

pengkajian,

diagnosa

keperawatan,

perencanaan

keperawatan,

pelaksanaan, dan evaluasi.


4.1 Pengkajian
Pengkajian sebagai langkah awal dalam proses keperawatan telah dilakukan
pada An. S di Ruang Bougenvile RSUD Dr. Haryoto Lumajang pada tanggal 15
Juni 2015 pukul 14.25 WIB.
Keluhan utama pada An. S antara lain keluhan saat MRS adalah klien datang
dengan keluhan panas sejak 4 hari yang lalu, panas naik turun terutama meningkat
saat malam hari. Keluhan saat pengkajian didapatkan klien tidak mengalami nyeri
perut, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, perut kembung, diare atau konstipasi.
Pada teori penderita Demam Thypoid akan mengalami demam tinggi
berkepanjangan setelah masa inkubasi kuman 10-14 hari yaitu setinggi 39-40 oC,
demam naik turun, ujung dan tengah lidah kotor dengan tepi kemerahan dan
tremor, nyeri perut, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
dengan nadi antara 80-100x/menit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat,
perut kembung, diare atau konstipasi. Antara teori dan kasus tidak semua keluhan
muncul pada klien, hal ini mungkin terjadi karena kuman Salmonella Thyposa
menginfeksi saluran pencernaan tetapi tidak sampai menyebabkan hepatomegali
maupaun splenomegali yang dapat menimbulkan masalah nyeri perut.

83

Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 Juni 2015, tidak didapatkan


adanya leukopenia atau peningkatan jumlah leukosit, jumlah leukosit klien
mendekati batas maksimal tetapi masih dalam batas normal, Leukosit klien: 9.860
(normal), terjadinya penurunan kadar Hb meskipun ringan Hb: 12,8 mg/dl, tidak
terjadi trombositopenia, hasil Widal positif yaitu Widal O: 1/100, Widal H: 1/100,
Widal A: 1/100, Widal B: 1/100. Pada tinjauan teori untuk pemeriksaan
laboratorium pada penderita Thypoid, didapatkan Widal positif, gambaran
leukopenia, dan mungkin juga terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Untuk
membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer anti terhadap antigen O. Titer yang
bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif
digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya
bersamaan dengan penyembuhan pasien. Antara teori dan kasus nyata, tidak
terjadi leukositosis karena infeksi yang terjadi masih tergolong ringan dan klien
sudah mendapatkan perawatan sejak MRS pada tanggal 12 Juni 2015.
Lingkungan rumah An. S, rumahnya disapu setiap hari, jendela dibuka
setiap hari, jarak rumah dengan tetangga saling berdekatan, pembuangan limbah
rumah tangga di samping rumah, menyediakan sabun cuci tangan di kamar mandi,
WC atau di wastafel, mengkonsumsi air minum mineral yang biasanya dibeli per
galon, didepan rumah terdapat sekolah dasar dan disekeliling sekolah banyak
terdapat pedagang makanan yang berjejer di pinggiran jalan. Pada teori Demam
Thypoid lebih sering terjadi di daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang
kurang bersih, sanitasi yang buruk dan penyediaan air minum yang bersih. Jadi
kemungkinan penyebab Demam Thypoid pada An. S adalah karena kurangnya

84

menjaga kebersihan diri (mencuci tangan) dan suka jajan di sembarang tempat
yang tidak terjamin kebersihannya.
Dari 11 fungsi kesehatan antara teori dan penemuan kasus sebagian besar
terdapat persamaan, Tetapi pada fungsi kesehatan pola istirahat tidur tidak sesuai
karena menurut teori anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/
nyeri kepala dan persendian, pegal-pegal, sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun istirahatnya kurang, sedangkan pada kasus, jam tidur An. S 5-6 jam, tidur
nyenyak tetapi terkadang terbangun karena lingkungan yang ramai atau saat suhu
tubuh meningkat di malam hari ditambah keluhan gatal pada perut, punggung,
leher, lengan dan telapak tangannya. An. S tidak mengalami nyeri perut, nyeri
kepala dan persendian sehingga anak tidak mengalami kesulitan tidur.
Pada kasus An. S, pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan nyeri/pusing.
Sedangkan menurut teori kepala terasa nyeri/ pusing, pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering dan pecah-pecah, epistaksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Hal ini dapat terjadi
karena panas anak sudah membaik sehingga tidak terjadi gangguan keseimbangan
termoregulator di otak yang dapat memicu terjadinya nyeri kepala/pusing pada
klien.
Pemeriksaan integumen/ kulit pada An. S didapatkan ruam kulit (rash) yang
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi
dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian
hilang dengan sempurna. Pada kasus An.S didapatkan keluhan bintik kemerahan
pada daerah kulit sekitar abdomen, punggung, leher, lengan dan telapak tangan
tetapi keluhan tersebut muncul pada hari ke-4 dan belum hilang sampai hari ke-7.

85

Ruam kulit mungkin terjadi karena suhu ruangan yang panas, klien tidak mandi
selama sakit, dan kulit yang lembab.
Pemeriksaan abdomen menurut teori abdomen mengalami nyeri perut dan
nyeri tekan, pembesaran organ hati (hepatomegali) maupaun splenomegali, Pada
kasus An. S didapatkan pemeriksaan abdomen flat, tidak tampak bayangan vena,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar. Antara teori dan kasus tidak
sesuai, hal ini mungkin terjadi karena kuman Salmonella Thyposa menginfeksi
saluran pencernaan tetapi tidak sampai menyebabkan hepatomegali maupaun
splenomegali yang dapat menimbulkan masalah nyeri pada klien.
Pada kasus nyata, An. S mendapatkan terapi Ceftriaxone 3x600 mg. Pada
tinjauan teori, pemberian terapi medis penderita demam thypoid adalah dengan
Kloramfenikol dengan dosis tinggi untuk mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Terapi Kloramfenikol adalah anti mikroba golongan
Kloramfenikol untuk indikasi Tifus dan paratifus, infeksi Salmonella, Riketsia,
dengan efek samping Diskrasia darah seperti anemia aplastik, reaksi hipersensitif,
mual, muntah dan diare. Sedangkan terapi Ceftriaxone adalah anti mikroba
golongan Sefalosporin dengan efek samping yang sama. Terapi Ceftriaxone juga
dapat digunakan untuk penderita thypoid, maka dengan cara kerja obat yang sama,
terapi Ceftriaxone dapat pula diberikan kepada klien dengan diagnosa demam
thypoid.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut tinjauan teori terdapat 5 diagnosa yang
muncul pada kasus Demam Thypoid, pada kasus An. S ada 3 diagnosa
keperawatan yang sesuai dengan teori yaitu resiko hipertermi berhubungan

86

dengan proses infeksi, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksi, defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi,
kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Resiko Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman ditandai dengan
akral hangat, kulit kemerahan, mukosa bibir kering, suhu 37,6 oC, RR 32 x/menit,
Nadi: 122x/menit BAK 5x/hari 650 cc.
Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
intake inadekuat ditandai dengan berat badan sebelum MRS: 15 Kg berat badan
saat MRS: 15 Kg LILA: 17 cm, tinggi badan: 115 cm, Hb: 12,8 mg/dl, mukosa
bibir kering, k/u lemah, anak tampak enggan saat disuapi ibu.
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi
diagnosa ini diangkat karena ibu mengatakan mendapat penjelasan dari petugas
kesehatan bahwa anaknya sakit tipus, untuk perawatannya ibu tidak tau harus
berbuat apa, saat ditanya tentang pengertian tipus ibu mengatakan saya tidak
tau, penyebab tipus ibu mengatakan saya juga ndak ngerti , tanda dan gejala
tipus ibu mengatakan biasanya panas, sama kadang tipus itu lidahnya putih ya,
pencegahan tipus ibu mengatakan tidak tahu, penanganan tipus ibu mengatakan
kalau panas ya biasanya dikompres atau dibawa berobat.
Sedangkan yang tidak muncul pada kasus ada 2 diagnosa keperawatan yaitu
nyeri dan resiko komplikasi penyakit. Diagnosa diagnosa tersebut tidak diangkat
karena pada saat pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung diagnosa
tersebut.
Diagnosa nyeri tidak diangkat karena saat pengkajian tidak didapatkan data
yang menunjukkan anak mengalami nyeri kepala, nyeri persendian, nyeri tekan
abdomen, nyeri telan, klien tidak menyeringai atau merintih kesakitann serta tidak

87

ditemukan adanya hepatomegali atau splenomegali yang dapat menyebabkan


gangguan nyeri.
Resiko komplikasi penyakit tidak diangkat karena tidak ditemukan data yang
menunjang diagnosa tersebut saat pengkajian. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan keluhan epistaksis atau perdarahan, tidak ditemukan nyeri tekan
abdomen, tidak ada hepatomegali atau splenomegali, kesadaran composmentis,
GCS E4V5M6.
Kemudian ada masalah baru yang muncul pada kasus yaitu defisit
perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi berhubungan dengan
klien tidak mau mandi selama sakit dan tidak mau menggosok gigi, mulut dan gigi
kotor, lidah kotor, terdapat sariawan, rambut kusam dan bau, bau mulut, kuku
tidak terpotong pendek dan bersih.
4.3 Intervensi
Pada prinsipnya antara teori yang ada dengan kasus dalam merencanakan
asuhan keperawatan pada An. S tidak mengalami perbedaan yang signifikan,
hanya pada diagnosa keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, intervensi apabila memungkinkan dan jika
diperlukan batasi asupan susu anak sehingga anak berselera untuk mengonsumsi
makanan lain tidak dilakukan karena anak tidak mengkonsumsi susu.
4.4 Implementasi
Pada prinsipnya semua tindakan yag dilakukan terhadap An.S mengacu pada
perencanaan, tetapi dalam penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan klien, jadi
tidak semua intervensi di implementasikan misalnnya pada diagnosa keperawatan
hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman dilakukan pengkajian status
kesadaran, hal ini tidak dilakukan karena tindakan tersebut telah dilakukan saat
pengkajian fisik. Untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

88

berhubungan dengan intake inadekuat kaji makanan kesukaan anak, ajarkan


orangtua dan anak pentingnya memilih makanan yang sehat tidak dilakukan
karena klien sudah mendapatkan diit dari rumah sakit, sedangkan untuk
menganjurkan

mengatur

waktu

makan

menjadi

momen

sosial

yang

menyenangkan sudah mampu dilakukan oleh keluarga. Untuk diagnosa defisit


perawatan diri berhubungan dengan penurunan motivasi, semua intervensi sudah
diimplementasikan. Untuk diagnosa kurang pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi, intruksikan kapan harus ke pelayanan
kesehatan tidak dilakukan karena tindakan tersebut termasuk dalam tindakan
perencanaan pulang yang dilakukan oleh perawat ruangan dan peneliti hanya
mendampingi proses Discharge Planning tersebut.

4.5 Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi merupakan suatu tahapan untuk mengetahui keberhasilan dari


tindakan yang telah dilakukan dengan merujuk dari kriteria hasil. Pada evaluasi
dari 4 diagnosa yang muncul, semua masalah dapat teratasi. Masalah yang sudah
teratasi antara lain resiko hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman
karena suhu klien sudah dalam batas normal, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake inadekuat karena klien melaporkan mual
hilang, nafsu makan meningkat dan porsi makan dihabiskan, defisit perawatan diri
berhubungan dengan penurunan motivasi karena klien dan keluarga telah mampu
melakukan tindakan perawatan personal hygiene secara mandiri, kurang
pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi karena ibu
klien mampu menjelaskan kembali tentang penyakit yang telah dijelaskan oleh
perawat, mengenal perawatan dan pengobatan tanpa cemas.

Anda mungkin juga menyukai