Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi Di Bangka Belitung
Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi Di Bangka Belitung
Abstract
Vocational education is part of a higher education which is directed to develop special expertise
or skills in particular programs. The level of this education comprises of a one-year diploma program, a
two-year diploma program, a three-year and a four-year diploma program which the least mentioned is
equivalent to a bachelor program. Currently, demand for graduate students from vocational education is
high due to the continuous growth of business and industry that calls for resources equipped with special
skills that have ability to work based on standard applied within industries. The government of Bangka
Belitung is thus trying to fulfill this necessity. At this moment, the government of Bangka Belitung requires trained resources that are able to work in various fields in order to support the massive development undertaken in this province. Currently, there are several vocational educations in this province
which mainly focusing on three fields: Information and Communication Technology (ICT), manufacture
technology and health. These three fields are in line with the focus of acceleration of growth in this province. Since there are several vocational industries in Bangka Belitung, this research provides information
on criteria required to select relevant vocational industries based on special requirements. The criteria
are developed in a form of hierarchy which is developed based on a method called Analytic Hierarchy
Process (AHP) and Expert Choice 2000 as a tool to electronically manage data. Based on the result of
the research, Polman Timah is selected as a vocational education with the highest weight that scores for
about 30.2% in compared to other vocational educations such as STMIK Atma Luhur, Akbid Babel and
Akper Pangkalpinang. This research shows that the most significant criterion to select a vocational education is cooperation that counts for about 33.6% in weight.
Abstrak
Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan
tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal
setara dengan program pendidikan sarjana. Berkembangnya dunia usaha dan industri yang membutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dengan skil berdasarkan standar dan kebutuhan industri.
Kebutuhan inilah yang dipenuhi oleh pendidikan vokasi. Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat pembangunannya, sangat membutuhkan banyak tenaga dengan skill yang siap bekerja di
berbagai bidang industry. Saat ini ada beberapa perguruan tinggi vokasi yang berdiri di Bangka Belitung. Perguruan tinggi vokasi yang ada saat ini umumnya adalah perguruan tinggi yang berfokus pada
bidang teknologi informasi, teknologi manufaktur, dan bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan percepatan perkembangan provinsi. Penelitian ini memberikan informasi kriteria kriteria apa saja yang
perlu diperhatikan dalam memilih perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung. Metode yang digunakakan untuk membangun hirarki adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Expert Choice 2000 sebagai tools pengolah data secara elektronik. Hasil pengolahan data dengan AHP dan Expert Choice
2000 menghasilkan Polman Timah sebagai perguruan tinggi vokasi yang paling tinggi bobotnya yaitu
mencapai 30,2% dibandingkan dengan STMIK Atma Luhur, Akbid Babel, dan Akper Pangkalpinang.
Sedangkan kriteria yang paling penting dalam memilih perguruan tinggi vokasi adalah kriteria kerja
sama dengan bobot 33,6%.
Kata kunci: pendidikan vokasi, perguruan tinggi penyelenggara vokasi, Analytic Hierarchy Process
(AHP), Expert Choice 2000.
189
f.
g.
Saat ini istilah pendidikan vokasi semakin sering terdengar. Walaupun demikian bagi sebagian masyarakat Indonesia masih asing dengan
istilah vokasi. Bahkan istilah itu belum tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka 1998). Kata vokasi kemudian
kemudian sering dikaitkan dengan kata pendidikan, sehingga muncul istilah pendidikan
vokasi. Secara umum pendidikan vokasi adalah
pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan keahlian terapan tertentu, yang
mencakup program pendidikan diploma 1,
diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal
setara dengan program pendidikan sarjana.
Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan
gelar vokasi. Pendidikan vokasi yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional. Pendidikan vokasi
tertuang dan dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah (RPP) Maret 2004 merupakan:
h.
i.
190
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
HELTS (higher education long term strategy),
yang isinya berupa suatu rencana strategis
pengembangan jangka panjang dengan tujuan
menempatkan sistem pendidikan tinggi nasional, dengan segala keterbatasan yang ada pada
kedudukan paling baik di masa depan agar
mampu menanggapi tantangan yang dihadapi
secara efektif. HELTS merumuskan tiga strategi
utama pengembangan pendidikan tinggi, yaitu
daya saing bangsa (nations competitiveness),
otonomi dan desentralisasi (autonomy), dan
kesehatan organisasi (organizational health).
Penelitian ini bermanfaat pada institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi,
agar lebih meningkatkan kualitas pendidikan
sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003. Bagi masyarakat, agar dapat
lebih meningkatkan peran sertanya untuk
mensukseskan pendidikan vokasi di Bangka
Belitung. Dari segi akademis, penelitian ini
memberikan masukan dan informasi tambahan
tentang pentingnya memilih sebuah perguruan
tinggi berdasarkan kriteria kriteria yang tepat
dan terukur. Dengan adanya SPK untuk memilih perguruan tinggi penyelenggaran pendidikan vokasi akan mempermudah pemilihan
perguruan tinggi yang tepat sesuai kebutuhan
masyarakat Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat.
2. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan untuk melakukan
penelitian ini meliputi sistem pendukung keputusan, pendidikan vokasi, dan Analytic Hierarchy Process dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak yaitu Expert Tools
2.1 Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan (SPK) atau
dikenal dengan Decision Support System (DSS),
pada tahun 1970-an sebagai pengganti istilah
Management Information System (MIS). Tetapi
pada dasarnya SPK merupakan pengembangan
lebih lanjut dari MIS yang dirancang
sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif
dengan pemakainya. Maksud dan tujuan dari
adanya SPK, yaitu untuk mendukung pengambil
191
192
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
Pinang bertekad mewujudkan wajib belajar
(wajar) 15 tahun karena wajar 12 tahun sudah
berhasil tercapai. Ia mengatakan, Pemerintah
Kota (Pemkot) Pangkal Pinang berusaha keras
untuk mewujudkan wajar 15 tahun tersebut
dengan mengalokasikan anggaran pendidikan di
atas 20 persen dalam ABPD. "Kami juga akan
memberikan subsidi bagi ratusan siswa yang
akan melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi yang dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan anggaran," katanya. Ia
menjelaskan, kota vokasi adalah suatu daerah
yang memiliki kemampuan besar untuk menjadi
pusat pembelajaran kejuruan, penyedia tenaga
kerja berkualitas, dan pusat produksi barang dan
jasa.Ia mengatakan, penetapan Pangkal Pinang
sebagai kota vokasi sejalan dengan tekad
pemerintah mewujudkan Pangkal Pinang sebagai kota jasa dan perdagangan pada 2013.
"Tamatan SMK memiliki keterampilan sehingga
lebih bisa bersaing dalam dunia kerja nantinya,"
ujarnya.
lain pendidikan vokasi harus memiliki fleksibilitas untuk bereaksi cepat terhadap kebutuhan
perusahaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kesenjangan antara pemakai dunia tenaga kerja
terjadi, karena ketidakmampuan dunia pendidikan mengadakan penyesuaian secepatnya
dengan perubahan yang begitu cepat dan terus
menerus di dunia usaha.
2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode
AHP merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan dalam sistem pengambilan keputusan
dengan memperhatikan faktor faktor persepsi,
preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian penilaian dan nilai
nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang
kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari
suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan,
pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut
Saaty (1999), hirarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti
level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya
ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks
dapat diuraikan ke dalam kelompokkelompoknya yang kemudian diatur menjadi
suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan
akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
193
bagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Analytic Hierarchy
Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik
yang terdiri dari:
a. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus
bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu
sendiri harus memenuhi syarat resiprokal
yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan
skala x, maka B lebih disukai dari A
dengan skala. Untuk kegiatan pembandingan antar sepasang objek, metode
AHP memberikan sebuah standar nilai
pembandingan antar dua objek sebagai
berikut:
b. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan
dalam skala terbatas atau dengan kata lain
elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat
dipenuhi maka elemen-elemen yang
dibandingkan tersebut tidak homogenous
dan harus dibentuk suatucluster (kelompok elemen-elemen) yang baru.
c. Independence, yang berarti preferensi
dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatifalternatif yang ada melainkan oleh objektif
secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas,
Artinya perbandingan antara elemenelemen dalam satu level dipengaruhi atau
tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.
d. Expectations, artinya untuk tujuan
pengambilan keputusan, struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini
tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan
atau objektif yang tersedia atau diperlukan
sehingga keputusan yang diambil dianggap
tidak lengkap.
Tabel 1 Nilai Perbandingan
Pembanding
Sangat diutamakan
Lebih diutamakan menuju sangat
diutamakan
Lebih diutamakan
Diutamakan menuju lebih diutamakan
Diutamakan
Cukup diutamakan menuju diutamakan
Cukup diutamakan
Setara menuju cukup diutamakan
Setara
Nilai
9
8
7
6
5
4
3
2
1
194
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
tersebut didapatkan dari kuisioner dengan
menggunakan metode pendekatan Analitical
Hierarchy Process (AHP) dan kemudian diuji
dengan menggunakan tool atau software Expert
Choice 2000.
Pada Gambar 2 terlihat bobot dari hasil pengolahan data pada masing masing kriteria dan
alternative. Hal ini menunjukkan kriteria apa
saja yang dianggap penting oleh para responden
ahli dan alternatif apa yang kemudian terpilih
sebagai alterntif dengan persentase tertinggi.
Inconsistency ratio atau rasio inkonsistensi data
responden merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan
berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen
atau tidak. Rasio inkonsistensi data dianggap
baik jika nilai CR 0.1, seperti pada tabel 2.
Dapat disimpulkan bahwa perbandingan berpasangan yang diberikan responden ahli memiliki nilai rasio inkonsistensi yang lebih kecil
dari 0,1 sebagai batas maksimum nilai rasio
inkonsistensi. Gambar 3 menunjukkan bobot
masing-masing kriteria Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyeleng-gara Pendidikan Tinggi Vokasi di
Bangka Belitung. Hasil dari Incossistency Ratio
pada Kriteria Utama seperti tertera pada gambar
3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa Kriteria Kerja
Sama adalah kriteria level 1 yang paling tinggi
bobotnya mencapai 33,6%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Akademik seperti
tertera pada Gambar 4.
195
SPK
SPKUntuk
UntukPemilihan
PemilihanPerguruan
PerguruanTinggi
Tinggi
Penyelenggara
PenyelenggaraPendidikan
PendidikanVokasi
VokasididiBangka
BangkaBelitung
Belitung
Akademik
Akademik
Peran
PeranSerta
Serta
Masyarakat
Masyarakat
Kualitas
KualitasLulusan
Lulusan
Kerja
KerjaSama
Sama
Pendanaan
Pendanaan
Akreditasi
Akreditasi
Waktu
WaktuTunggu
Tunggu
Singkat
Singkat
Kerja
KerjaSama
Sama
Industri
Industri
Pemerintah
Pemerintah
Perorangan
Perorangan
Kurikulum
Kurikulum
Peluang
PeluangKerja
Kerja
Besar
Besar
Kerja
KerjaSama
Sama
Dengan
DenganPT
PTLain
Lain
Pemerintah
Pemerintah
Daerah
Daerah
Kelompok
Kelompok
Fasilitas
Fasilitas
Pendidikan
Pendidikan
Berkemampuan
Berkemampuan
Wirausaha
Wirausaha
Kerja
KerjaSama
Sama
Internasioanl
Internasioanl
Dunia
DuniaUsaha
Usaha
Dunia
DuniaIndustri
Industri
Keluarga
Keluarga
Masyarakat
Masyarakat
Organisasi
Organisasi
Profesi
Profesi
Bersertifikat
Bersertifikat
Kualifikasi
Kualifikasi
30%
30%Teori
Teoridan
dan
70%
70%Praktek
Praktek
Employability
Employability
Materi
MateriPraktek
Praktek
Sesuai
Sesuai
Kebutuhan
Kebutuhan
Industri
Industri
Pengusaha
Pengusaha
Pengembangan
Pengembangan
Soft
SoftSkill
Skill
Bahan
BahanPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiStandar
Standar
Industri
Industri
Organisasi
Organisasi
Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
Sesuai
SesuaiDengan
Dengan
Tren
TrenIndustri
Industri
Kualitas
KualitasDosen
Dosen
Beasiswa
Beasiswa
Polman
PolmanTimah
Timah
STMIK
STMIKAtma
Atma
Luhur
Luhur
Akper
Akper
Pangkalpinag
Pangkalpinag
Akbid
AkbidBabel
Babel
SPK
SPKUntuk
UntukPemilihan
PemilihanPerguruan
PerguruanTinggi
Tinggi
Penyelenggara
PenyelenggaraPendidikan
PendidikanVokasi
Vokasidi
diBangka
BangkaBelitung
Belitung
Akademik
Akademik
0,177
0,177
Akreditasi
Akreditasi0,086
0,086
Kurikulum
Kurikulum0,105
0,105
Fasilitas
Fasilitas
Pendidikan
Pendidikan0,139
0,139
30%
30%Teori
Teoridan
dan
70%
70%Praktek
Praktek
0,203
0,203
Materi
MateriPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiKebutuhan
Kebutuhan
Industri
Industri0,143
0,143
Bahan
BahanPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiStandar
Standar
Industri
Industri0,150
0,150
Kualitas
KualitasDosen
Dosen
0,084
0,084
Beasiswa
Beasiswa0,089
0,089
Kualitas
KualitasLulusan
Lulusan
0,265
0,265
Waktu
WaktuTunggu
Tunggu
Singkat
Singkat0,119
0,119
Peluang
PeluangKerja
Kerja
Besar
Besar0,172
0,172
Berkemampuan
Berkemampuan
Wirausaha
Wirausaha0,110
0,110
Bersertifikat
Bersertifikat
Kualifikasi
Kualifikasi0,061
0,061
Kerja
KerjaSama
Sama
0,336
0,336
Pendanaan
Pendanaan
0,121
0,121
Kerja
KerjaSama
Sama
Industri
Industri0,545
0,545
Pemerintah
Pemerintah
0,162
0,162
Perorangan
Perorangan
0,095
0,095
Kerja
KerjaSama
Sama
Dengan
DenganPT
PTLain
Lain
0,276
0,276
Pemerintah
Pemerintah
Daerah
Daerah0,404
0,404
Kelompok
Kelompok
0,110
0,110
Dunia
DuniaUsaha
Usaha
Dunia
DuniaIndustri
Industri
0,272
0,272
Keluarga
Keluarga
0,094
0,094
Kerja
KerjaSama
Sama
Internasional
Internasional
0,179
0,179
Masyarakat
Masyarakat
0,162
0,162
Employability
Employability
0,092
0,092
Organisasi
Organisasi
Profesi
Profesi0,167
0,167
Pengusaha
Pengusaha
0,322
0,322
Pengembangan
Pengembangan
Soft
SoftSkill
Skill0,167
0,167
Sesuai
SesuaiDengan
Dengan
Tren
TrenIndustri
Industri
0,280
0,280
Polman
PolmanTimah
Timah
0,302
0,302
Peran
PeranSerta
Serta
Masyarakat
Masyarakat0,101
0,101
Organisasi
Organisasi
Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
0,212
0,212
STMIK
STMIKAtma
AtmaLuhur
Luhur
0,283
0,283
Akbid
AkbidBabel
Babel
0,230
0,230
196
Akper
AkperPangkalpinag
Pangkalpinag
0,185
0,185
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
Tabel 2. Perbandingan elemen dan nilai CR
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Nilai CR
0,02
22.
0,02
23.
0,04
0,00
24.
0,02
25.
0,02
0,01
26.
0,04
27.
0,01
28.
0,00
29.
0,00
30.
31.
0,00
32.
0,01
33.
0,01
34.
0,02
35.
36.
0,00
37.
0,00
38.
0,00
39.
0,01
0,01
197
0,00
0,01
0,01
0,00
0,01
0,00
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
Gambar 5 Sub Kriteria dari Kriteria Kualitas Lulusan Beserta Nilai Bobotnya
Gambar 6 Sub Kriteria dari Kriteria Kerja Sama Beserta Nilai Bobotnya
Gambar 8 Sub Kriteria dari Kriteria Peran Serta Masyarakat Berserta Nilai Bobotnya
198
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
tan dengan memilih perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di Bangka Belitung.
199
200