Anda di halaman 1dari 12

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN

PERGURUAN TINGGI PENYELENGGARA


PENDIDIKAN VOKASI DI BANGKA BELITUNG
Hilyah Magdalena
Program Studi Sistem Informasi, STMIK Atma Luhur
Jl. Raya Sungailiat Selindung Baru, Pangkalpinang, 33127
Telp. (0717) 433506
E-mail: hilyah.magdalena@yahoo.co.id

Abstract
Vocational education is part of a higher education which is directed to develop special expertise
or skills in particular programs. The level of this education comprises of a one-year diploma program, a
two-year diploma program, a three-year and a four-year diploma program which the least mentioned is
equivalent to a bachelor program. Currently, demand for graduate students from vocational education is
high due to the continuous growth of business and industry that calls for resources equipped with special
skills that have ability to work based on standard applied within industries. The government of Bangka
Belitung is thus trying to fulfill this necessity. At this moment, the government of Bangka Belitung requires trained resources that are able to work in various fields in order to support the massive development undertaken in this province. Currently, there are several vocational educations in this province
which mainly focusing on three fields: Information and Communication Technology (ICT), manufacture
technology and health. These three fields are in line with the focus of acceleration of growth in this province. Since there are several vocational industries in Bangka Belitung, this research provides information
on criteria required to select relevant vocational industries based on special requirements. The criteria
are developed in a form of hierarchy which is developed based on a method called Analytic Hierarchy
Process (AHP) and Expert Choice 2000 as a tool to electronically manage data. Based on the result of
the research, Polman Timah is selected as a vocational education with the highest weight that scores for
about 30.2% in compared to other vocational educations such as STMIK Atma Luhur, Akbid Babel and
Akper Pangkalpinang. This research shows that the most significant criterion to select a vocational education is cooperation that counts for about 33.6% in weight.
Abstrak
Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan
tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal
setara dengan program pendidikan sarjana. Berkembangnya dunia usaha dan industri yang membutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dengan skil berdasarkan standar dan kebutuhan industri.
Kebutuhan inilah yang dipenuhi oleh pendidikan vokasi. Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat pembangunannya, sangat membutuhkan banyak tenaga dengan skill yang siap bekerja di
berbagai bidang industry. Saat ini ada beberapa perguruan tinggi vokasi yang berdiri di Bangka Belitung. Perguruan tinggi vokasi yang ada saat ini umumnya adalah perguruan tinggi yang berfokus pada
bidang teknologi informasi, teknologi manufaktur, dan bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan percepatan perkembangan provinsi. Penelitian ini memberikan informasi kriteria kriteria apa saja yang
perlu diperhatikan dalam memilih perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung. Metode yang digunakakan untuk membangun hirarki adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Expert Choice 2000 sebagai tools pengolah data secara elektronik. Hasil pengolahan data dengan AHP dan Expert Choice
2000 menghasilkan Polman Timah sebagai perguruan tinggi vokasi yang paling tinggi bobotnya yaitu
mencapai 30,2% dibandingkan dengan STMIK Atma Luhur, Akbid Babel, dan Akper Pangkalpinang.
Sedangkan kriteria yang paling penting dalam memilih perguruan tinggi vokasi adalah kriteria kerja
sama dengan bobot 33,6%.
Kata kunci: pendidikan vokasi, perguruan tinggi penyelenggara vokasi, Analytic Hierarchy Process
(AHP), Expert Choice 2000.

189

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200


1. PENDAHULUAN
Menurut Prof., Dr., Ir., H. Moch. Munir, MS
sebagai Direktur Pendidikan Vokasi Universitas
Brawijaya menjelaskan dalam tulisannya yang
berjudul Visi, Misi dan Tujuan Program Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya Malang,
mengatakan bahwa pendidkan vokasi adalah
pendidikan yang menitikberatkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu yang aturan
penyelenggaraannya dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah (RPP) Maret 2004.

f.

g.

Saat ini istilah pendidikan vokasi semakin sering terdengar. Walaupun demikian bagi sebagian masyarakat Indonesia masih asing dengan
istilah vokasi. Bahkan istilah itu belum tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Balai Pustaka 1998). Kata vokasi kemudian
kemudian sering dikaitkan dengan kata pendidikan, sehingga muncul istilah pendidikan
vokasi. Secara umum pendidikan vokasi adalah
pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan keahlian terapan tertentu, yang
mencakup program pendidikan diploma 1,
diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal
setara dengan program pendidikan sarjana.
Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan
gelar vokasi. Pendidikan vokasi yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional. Pendidikan vokasi
tertuang dan dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah (RPP) Maret 2004 merupakan:

h.

i.

politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Pasal 23 Ayat [1]).


Kurikulum pendidikan vokasi merupakan
rencana dan pengaturan pendidikan yang
terdiri atas standar kompetensi, standar
materi, indikator pencapaian, strategi
pengajaran, cara penilaian dan pedoman
lainnya yang relevan untuk mencapai
kompetensi pendidikan vokasi (Pasal 27
Ayat [3]).
Pendanaan pendidikan vokasi menjadi
tanggung
jawab
bersama
antara
pemerintah, pemerintah daerah, dunia kerja (dunia usaha/industri), dan masyarakat
(Pasal 38 Ayat [1]).
Peran serta masyarakat dalam pendidikan
vokasi meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan
(Pasal 39 Ayat [1]).
Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan
vokasi dapat menjamin kerja sama dengan
lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri (Pasal 40 Ayat [1]).

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003


dijelaskan bahwa, pendidikan vokasi merupakan
pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian
terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Jadi inti pendidikan vokasi adalah
agar peserta didik dapat bekerja dengan keahlian terapan tertentu. Sedangkan perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan adalah
perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi
dan/atau vokasi.

a. Merupakan pendidikan tinggi maksimal


setara dengan program sarjana yang berfungsi mengembangkan peserta didik agar
memiliki pekerjaan keahlian terapan tertentu melalui program diploma dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 21).
b. Merupakan pendidikan yang mengarahkan
mahasiswa untuk mengembangkan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang
pekerjaann tertentu dan dapat menciptakan
peluang kerja (Pasal 22 Ayat [1]).
c. Menganut sistem terbuka (multi-entry-exit
system) dan multimakna (berorientasi pada
pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian,
serta
berbagai kecakapan hidup life skill (Pasal
22 Ayat [2]).
d. Pendidikan vokasi berorientasi pada kecakapan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja (Pasal 22 Ayat [3]).
e. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan
keahlian terapan yang diselenggarakan di
perguruan tinggi berbentuk akademi,

Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan vokasi


dapat menjamin kerja sama dengan lembagalembaga lain baik di dalam maupun di luar
negeri. Jaminan kerja sama dengan lembagalembaga lain inilah yang menjadi salah satu
daya tarik pendidikan vokasi. Penguasaan terhadap suatu bidang ilmu yang berupa ilmu terapan dapat langsung diimplementasikan dalam
dunia usaha. Sehingga tingkat pengangguran
terdidik dapat ditekan jumlahnya.
Apa yang diamanatkan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tersebut memberikan wawasan
dan keyakinan pendidikan tinggi harus dikembangkan ke arah suatu sistem demi kepentingan
nasional, dan hal ini mendorong Ditjen Dikti
Depdiknas merumuskan serangkaian kebijakan
pengembangan pendidikan tinggi. Untuk itu
disusunlah Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPTJP IV 20032010) yang selanjutnya disempurnakan menjadi

190

Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
HELTS (higher education long term strategy),
yang isinya berupa suatu rencana strategis
pengembangan jangka panjang dengan tujuan
menempatkan sistem pendidikan tinggi nasional, dengan segala keterbatasan yang ada pada
kedudukan paling baik di masa depan agar
mampu menanggapi tantangan yang dihadapi
secara efektif. HELTS merumuskan tiga strategi
utama pengembangan pendidikan tinggi, yaitu
daya saing bangsa (nations competitiveness),
otonomi dan desentralisasi (autonomy), dan
kesehatan organisasi (organizational health).

Oyku Alanbay dari Istanbul Bilgi University


yang meneliti membandingkan software ERP
menggunakan AHP dan Expert Choice.
Penelitian untuk membandingkan AHP dan
ANP juga dilakukan oleh Thomas, L. Saaty
sebagai orang yang mencetuskan ide AHP.
Penelitian Saaty itu dipublikasi di Kobe Jepang
pada tahun 1999 dengan judul Fundamentals Of
The Analytic Network Process Dependence And
Feedback In Decision-Making With A Single
Network. Penelitian sejenis yang menggunakan
AHP dan Expert Choice 2000 sebagai metodologi penelitian juga pernah dilakukan oleh
Moedjiono dan Hilyah Magdalena pada
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
pendidikan kejuruan telah diseminarkan pada
Seminar Multi Disiplin Ilmu (SENMI) 2011,
Universitas Budi Luhur, dengan judul makalah
Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Favorit Di Pangkalpinang. Dalam seminar yang sama yaitu SENMI 2011 di Univ. Budi
Luhur, juga dipublikasikan penelitian yang
membahas tentang pendidikan kejuruan bidang
teknologi informasi oleh Moedjiono dan Hadi
Santoso dengan judul makalah Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Penguji
Eksternal Smk Berprogram Studi Teknologi
Informasi Di Pangkalpinang.

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk


menentukan kriteria-kriteria yang dapat
digunakan untuk memilih perguruan tinggi
penyelenggara pendidikan vokasi khusus di
Bangka Belitung, membuat diagram hirarki berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process,
mengolah data hasil responden ahli dengan
perangkat lunak Expert Choice 2000.
Tujuan penelitian ini antara lain untuk memberikan informasi kepada masyarakat Bangka
Belitung khususnya yang tertarik untuk
melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi
vokasi tentang kriteria kriteria apa saja yang
perlu diperhatikan saat memilih sebuah
perguruan tinggi penyedia pendidikan vokasi.
Serta menampilkan hasil berupa persentase peringkat dari beberapa perguruan tinggi penyedia
pendidikan vokasi yang ada di Bangka Belitung
dan menyediakan hirarki yang disusun dengan
teknik pengambilan keputusan AHP. Hirarki
tersebut memberikan kriteria kriteria apa saja
yang penting untuk diperhatikan berikut dengan
persentase tingkat kepentingannya, saat hendak
memilih perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung

Selain itu penelitian-penelitian yang membahas


tentang perkembangan pendidikan vokasi telah
dilakukan oleh Kartini dalam Seminar Internasional Peran LPTK Dalam Pengembangan
Pendidikan Vokasi di Indonesia, Iwa Kuntadi
dalam Jurnal PTM Volume 5, No.2. Desember
2005, Agus Murnomo dalam Lembaran Ilmu
Kependidikan April 2010, Sutama dalam Soshum Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 2. No.1,
dan Tampang dalam Seminar Internasional
Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan
Vokasi di Indonesia.

Penelitian ini bermanfaat pada institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi,
agar lebih meningkatkan kualitas pendidikan
sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003. Bagi masyarakat, agar dapat
lebih meningkatkan peran sertanya untuk
mensukseskan pendidikan vokasi di Bangka
Belitung. Dari segi akademis, penelitian ini
memberikan masukan dan informasi tambahan
tentang pentingnya memilih sebuah perguruan
tinggi berdasarkan kriteria kriteria yang tepat
dan terukur. Dengan adanya SPK untuk memilih perguruan tinggi penyelenggaran pendidikan vokasi akan mempermudah pemilihan
perguruan tinggi yang tepat sesuai kebutuhan
masyarakat Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat.

2. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan untuk melakukan
penelitian ini meliputi sistem pendukung keputusan, pendidikan vokasi, dan Analytic Hierarchy Process dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak yaitu Expert Tools
2.1 Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan (SPK) atau
dikenal dengan Decision Support System (DSS),
pada tahun 1970-an sebagai pengganti istilah
Management Information System (MIS). Tetapi
pada dasarnya SPK merupakan pengembangan
lebih lanjut dari MIS yang dirancang
sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif
dengan pemakainya. Maksud dan tujuan dari
adanya SPK, yaitu untuk mendukung pengambil

Penelitian sejenis yang juga menggunakan AHP


sebagai metodologi penelitian dilakukan oleh

191

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200


keputusan memilih alternatif keputusan yang
merupakan hasil pengolahan informasiinformasi yang diperoleh/tersedia dengan
menggunakan model-model pengambil keputusan serta untuk menyelesaikan masalahmasalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan
tidak terstruktur. Pada dasarnya pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan sistematis
pada suatu masalah, pengumpulan fakta dan
informasi, penentuan yang baik untuk alternatif
yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang
menurut analisis. Untuk kepentingan itu, sebagian besar pembuat keputusan dengan mempertimbangkan rasio manfaat/biaya, dihadapkan
pada suatu keharusan untuk mengandalkan sistem yang mampu memecahkan suatu masalah
secara efisien dan efektif, yangkemudian disebut dengan Sistem Pendukung Keputusan
(SPK).Tujuan pembentukan SPK yang efektif
adalah memanfaatkan keunggulan kedua unsur,
yaitu manusia dan perangkat elektronik. Teori
dasar tentang SPK tertuang pada buku karya
Efrain Turban yang berjudul Decision Support
System and Intelligent System, Fifth Edition,
Prentice Hall International, Inev. New Jersey.

perlu diperhatikan dan difahami secara serius


adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum pendidikan vokasi harus berbasis kompetensi. KBK sesuai dengan
pendidikan vokasi memang berkaitan
dengan program studi yang lebih
menekankan aspek skill (keterampilan)
dan
penguasaan
teknologi.
KBK
menekankan aspek penguasaan secara
komprehensif pada sebuah program studi
sehingga relevan dengan kebutuhan
masyarakat.
b. Pendidikan vokasi harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan pasar dan berbasis potensi daerah. Problem ini merupakan hubungan antara pendidikan dan dunia
kerja. Fenomena ini juga merupakan output dunia pendidikan yang tidak bisa memenuhi kualifikasi dunia kerja. Komersialisasi pendidikan menjadikan pasar tenaga
kerja tidak diisi lulusan yang berkualitas.
c. Pendidikan vokasi harus melibatkan dunia
industri. Pendidikan vokasi tidak akan berhasil kalau tidak melibatkan industri yang
ada di suatu wilayah. Kerja sama antara institusi pendidikan dan industri sangat
menentukan
keberhasilan
pendidikan
vokasional. Selain itu pemerintah daerah
dan pusat serta organisasi profesi harus
membantu standar-standar keahlian yang
dibutuhkan dunia industri. Jadi keterlibatan dunia industri dalam pendidikan
vokasi terutama dalam memberikan masukan (feed back) terhadap kompetensi dan
standardisasi kemampuan seorang mahasiswa lulusan pendidikan vokasi sangatlah
diharapkan.

Ada beberapa tujuan SPK yaitu, membantu


menyelesaikan masalah semi terstruktur,
mendukung
manajer
dalam
mengambil
keputusan, dan meningkatkan efektifitas bukan
efisiensi pengambilan keputusan. Dalam
pemrosesannya, SPK dapat menggunakan
bantuan dari sistem lain seperti Artificial
Intelligence, Expert Systems, Fuzzy Logic, dan
lain-lain.
2.2 Pendidikan Vokasi
Keberadaan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan RUU Perguruan Tinggi
(PT) kian memberikan angin segar bagi
pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia.
hadirnya KKNI dan RUU PT membuat pendidikan vokasi semakin diakui dan sejajar dengan
pendidikan akademik serta profesi. Dengan
adanya RUU PT, nantinya pendidikan vokasi
atau politeknik di Indonesia diberi peluang untuk membuka layanan pendidikan pada jenjang
master dan doktor terapan. Selama ini,
politeknik menawarkan pendidikan vokasi
hingga jenjang diploma empat (D-4) atau sarjana sains terapan yang sama dengan S-1 pendidikan tinggi akademik. Sementara itu, KKNI diharapkan dapat menjadi jembatan antara sektor
pendidikan dan pelatihan untuk membentuk
SDM nasional berkualitas dan bersertifikat melalui skema pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja.

PangkalPinang sebagai ibukota Provinsi Bangka


Belitung dideklarasikan menjadi kota berbasis
kewirausahaan dan teknologi (vokasi) dengan
membangun pendidikan berbasis kejuruan
(SMK). "Perbandingan yang ideal untuk sebuah
kota vokasi adalah 60 persen sekolah kejuruan
dan 40 persen sekolah menengah umum.
Pangkal Pinang cukup memungkinkan dengan
terus mendorong siswa masuk lembaga pendidikan kejuruan," Wali Kota Pangkal Pinang,
Zulkarnain Karim, di Pangkalpinang, Bangka
Belitung (Babel), Selasa (22/6/2010).
Pendeklarasian Pangkal Pinang sebagai kota
pendidikan vokasi tersebut dilakukan seiring
dengan acara parade 1.660 laptop yang diikuti
ribuan siswa di Pangkal Pinang. Sebanyak 19
kota yang menjadi anggota Citynet Indonesia
juga mengadakan pertemuan di Pangkal Pinang
untuk membahas berbagai persoalan tentang
pembangunan di berbagai bidang dan mencari
solusinya. Menurut Zulkarnaen Karim, Pangkal

Dalam kaitannya dengan pendidikan vokasi di


perguruan tinggi, terdapat beberapa hal yang

192

Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
Pinang bertekad mewujudkan wajib belajar
(wajar) 15 tahun karena wajar 12 tahun sudah
berhasil tercapai. Ia mengatakan, Pemerintah
Kota (Pemkot) Pangkal Pinang berusaha keras
untuk mewujudkan wajar 15 tahun tersebut
dengan mengalokasikan anggaran pendidikan di
atas 20 persen dalam ABPD. "Kami juga akan
memberikan subsidi bagi ratusan siswa yang
akan melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi yang dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan anggaran," katanya. Ia
menjelaskan, kota vokasi adalah suatu daerah
yang memiliki kemampuan besar untuk menjadi
pusat pembelajaran kejuruan, penyedia tenaga
kerja berkualitas, dan pusat produksi barang dan
jasa.Ia mengatakan, penetapan Pangkal Pinang
sebagai kota vokasi sejalan dengan tekad
pemerintah mewujudkan Pangkal Pinang sebagai kota jasa dan perdagangan pada 2013.
"Tamatan SMK memiliki keterampilan sehingga
lebih bisa bersaing dalam dunia kerja nantinya,"
ujarnya.

lain pendidikan vokasi harus memiliki fleksibilitas untuk bereaksi cepat terhadap kebutuhan
perusahaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kesenjangan antara pemakai dunia tenaga kerja
terjadi, karena ketidakmampuan dunia pendidikan mengadakan penyesuaian secepatnya
dengan perubahan yang begitu cepat dan terus
menerus di dunia usaha.
2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode
AHP merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan dalam sistem pengambilan keputusan
dengan memperhatikan faktor faktor persepsi,
preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian penilaian dan nilai
nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang
kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari
suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan,
pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut
Saaty (1999), hirarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti
level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya
ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks
dapat diuraikan ke dalam kelompokkelompoknya yang kemudian diatur menjadi
suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan
akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Menurut Ny. Kartini dari Universitas Syiah


Kuala Banda Aceh dalam makalahnya yang
berjudul Pendidikan Berkelanjutan (Continuing
Education) Dalam Bidang Vokasi yang dipublikasikan pada Seminar Internasional, ISSN
1907-2066, mengatakan bahwa Pendidikan
vokasi dari berbagai jenis dan tingkat, bertujuan
untuk mempersiapkan tenaga kerja yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan lapangan
kerja. Sejalan dengan perkembangan pembangunan di Indonesia maka kebutuhan akan
tenaga kerja semakin meningkat. Pada
umumnya para pemakai tenaga kerja membutuhkan calon tenaga kerja yang siap pakai atau
setidak-tidaknya yang hanya memerlukan waktu
yang singkat untuk mencapai keahlian yang
dibutuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut
maka pendidikan vokasi perlu menyiapkan program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal tersebut ternyata belum banyak dapat dicapai elama ini disebabkan
masih banyak lulusan pendidikan vokasi mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan karena: jumlah dan jenis lulusan kurang sesuai
dengan jumlah dan jenis lapangan kerja yang
tersedia; kemampuan yang diperoleh lulusan
kurang sesuai dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja, terutama dalam penguasaan teknologi.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk


mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan
memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian
bagiannya, menata bagian atau variabel ini
dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis
berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan
variabel yang mana yang memiliki prioritas
paling
tinggi
dan
bertindak
untuk
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi di


Indonesia tetapi juga di negara lain. Perkembangan teknologi yang berlangsung cepat menyebabkan beberapa teknologi baru menjadi
usang sebelum sampai di pasaran. Dengan
demikian pihak dunia usaha mengalami kesulitan memproyeksikan kebutuhannya. Di pihak

Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari


perasaan dan logika yang bersangkutan pada
berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang
cocok dengan perkiraan kita secara intuitif se-

193

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200


Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam
metode AHP pada dasarnya adalah sebagai
berikut:
a. Mendefenisikan masalah dan menentukan
solusi yang diinginkan.
b. Membuat struktur hirarki yang diawali
dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan
kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif
pilihan yang ingin di rangking.
c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria
yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement
dari pembuat keputusan dengan menilai
tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen
dibandingkan elemen lainnya.
d. Menormalkan data yaitu dengan membagi
nilai dari setiap elemen di dalam matriks
yang berpasangan dengan nilai total dari
setiap kolom.
e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji
konsistensinya, jika tidak konsisten maka
pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maksimum yang
diperoleh dengan menggunakan matlab
maupun dengan manual.
f. Mengulangi langkah, c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki.
g. Menghitung eigen vector dari setiap
matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak
memenuhi dengan CR < 0,100 maka
penilaian harus diulangi kembali.

bagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Analytic Hierarchy
Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik
yang terdiri dari:
a. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus
bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu
sendiri harus memenuhi syarat resiprokal
yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan
skala x, maka B lebih disukai dari A
dengan skala. Untuk kegiatan pembandingan antar sepasang objek, metode
AHP memberikan sebuah standar nilai
pembandingan antar dua objek sebagai
berikut:
b. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan
dalam skala terbatas atau dengan kata lain
elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat
dipenuhi maka elemen-elemen yang
dibandingkan tersebut tidak homogenous
dan harus dibentuk suatucluster (kelompok elemen-elemen) yang baru.
c. Independence, yang berarti preferensi
dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatifalternatif yang ada melainkan oleh objektif
secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas,
Artinya perbandingan antara elemenelemen dalam satu level dipengaruhi atau
tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.
d. Expectations, artinya untuk tujuan
pengambilan keputusan, struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini
tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan
atau objektif yang tersedia atau diperlukan
sehingga keputusan yang diambil dianggap
tidak lengkap.
Tabel 1 Nilai Perbandingan
Pembanding
Sangat diutamakan
Lebih diutamakan menuju sangat
diutamakan
Lebih diutamakan
Diutamakan menuju lebih diutamakan
Diutamakan
Cukup diutamakan menuju diutamakan
Cukup diutamakan
Setara menuju cukup diutamakan
Setara

2.4 Expert Choice 2000 sebagai tools


Sebuah perangkat lunak yang mendukung collaborative decision dan sistem perangkat keras
yang memfasilitasi grup membuat keputusan
yang lebih efisien, analitis, dan yang dapat
dibenarkan. Memungkinkan interaksi real-time
dari tim manajemen untuk mencapai consensus
on decisions. Metode yang digunakan pada program Expert Choice adalah Analytic Hierarchy
Process (AHP). Struktur untuk seluruh proses
pengambilan keputusan. Sebuah tool yang
memfasilitasi kerjasama antara beberapa pihak
yang berkepentingan.

Nilai
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Berdasarkan jenis informasi yang dikelola, jenis


penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif, karena peneliti melakukan pengujian dari hipotesa
dengan teknik-teknik statistik. Data statistik

194

Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
tersebut didapatkan dari kuisioner dengan
menggunakan metode pendekatan Analitical
Hierarchy Process (AHP) dan kemudian diuji
dengan menggunakan tool atau software Expert
Choice 2000.

level 2, serta adanya beberapa alternative yang


akan dipilih berdasarkan kriteria kriteria yang
telah disusun.
Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam Analytic Hierarchy Process adalah melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap kriteria (level 2) yang telah
ditetapkan sebelumnya. Data-data yang diambil
dari proses kuesioner terhadap 4 responden
yang dipilih dengan teknik sampling jenuh
akan dimasukkan ke dalam software Expert
Choice 2000 untuk dilakukan proses perbandingan tersebut. Metode yang digunakan
pada program Expert Choice2000 adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Expert Choice
2000 menyediakan struktur untuk seluruh proses pengambilan keputusan. Hasil perhitungan
dengan geometric mean tiap responden, akhirnya akan digabungkan, dan nilai hasil penggabungan tersebut akan dihitung tingkat consistency ratio-nya (CR) menggunakan tool Expert Choice 2000. Hasil penggabungan tersebut
ditampilkan dalam bentuk persentase dapat terlihat di Gambar 2.

2.5 Pemilihan Sampel


Dalam pemilihan sampel, peneliti mengambil
data dari populasi yang terbatas dengan pertimbang tertentu. Responden yang diambil dalam
pemilihan sampel ini adalah responden ahli
yang berasal dari para pengelola perguruan
tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di
Bangka Belitung, serta beberapa masyarakat
yang menjadi pemakai perguruan tinggi vokasi.
Pemilihan responden dilakukan berdasarkan
ketentuan bahwa responden yang dipilih adalah
responden ahli. Yang dimaksud dengan responden ahli adalah orang-orang yang menguasai materi penelitian.
2.6 Variabel Yang Diamati
Rincian sub kriteria dalam SPK untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi di Bangka Belitung disusun sebagai
berikut :
a. Akademik, (1) Akreditasi, (2) Kurikulum,
(a) Standar Kompetensi (b) Standar Materi,
(c) Indikator Pencapaian, (d) Strategi Pengajaran, (e) Cara Penilaian, (3) Fasilitas Pendidikan, (4) 30% Teori dan 70% Praktek, (5)
Materi Praktek Sesuai Kebutuhan Industri,
(6) Bahan Praktek Sesuai Standar Industri,
(7) Kualitas Dosen, (8) Beasiswa.
b. Kualitas Lulusan, (1) Waktu Tunggu Singkat, (2) Peluang Kerja Besar, (3) Kemampuan Wirausaha, (4) Bersertifikat Kualifikasi, (5) Employability, (6) Pengembangan
Soft Skill, (7) Sesuai Dengan Tren Industri.
c. Kerja Sama, (1) Kerja Sama Industri, (2)
Kerja Sama Dengan Perguruan Tinggi Lain,
(3) Kerja Sama Internasional.
d. Pendanaan, (1) Pemerintah, (2) Pemerintah
Daerah, (3) Dunia Industri dan Usaha, (4)
Masyarakat.
e. Peran Serta Masyarakat, (1) Perorangan, (2)
Kelompok, (3) Organisasi Profesi, (4) Pengusaha, (5) Organisasi Kemasyarakat.

Pada Gambar 2 terlihat bobot dari hasil pengolahan data pada masing masing kriteria dan
alternative. Hal ini menunjukkan kriteria apa
saja yang dianggap penting oleh para responden
ahli dan alternatif apa yang kemudian terpilih
sebagai alterntif dengan persentase tertinggi.
Inconsistency ratio atau rasio inkonsistensi data
responden merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan
berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen
atau tidak. Rasio inkonsistensi data dianggap
baik jika nilai CR 0.1, seperti pada tabel 2.
Dapat disimpulkan bahwa perbandingan berpasangan yang diberikan responden ahli memiliki nilai rasio inkonsistensi yang lebih kecil
dari 0,1 sebagai batas maksimum nilai rasio
inkonsistensi. Gambar 3 menunjukkan bobot
masing-masing kriteria Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyeleng-gara Pendidikan Tinggi Vokasi di
Bangka Belitung. Hasil dari Incossistency Ratio
pada Kriteria Utama seperti tertera pada gambar
3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa Kriteria Kerja
Sama adalah kriteria level 1 yang paling tinggi
bobotnya mencapai 33,6%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Akademik seperti
tertera pada Gambar 4.

3. HASIL dan PEMBAHASAN


Teknik analisis data menghasilkan hirarki yang
diperoleh berdasarkan tahap tahapan di AHP,
seperti yang tertera pada Gambar 1. Pada tersebut jelas menggambarkan komposisi bertingkat
mulai dari tujuan, kriteria level 1 dan kriteria

195

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200

SPK
SPKUntuk
UntukPemilihan
PemilihanPerguruan
PerguruanTinggi
Tinggi
Penyelenggara
PenyelenggaraPendidikan
PendidikanVokasi
VokasididiBangka
BangkaBelitung
Belitung

Akademik
Akademik

Peran
PeranSerta
Serta
Masyarakat
Masyarakat

Kualitas
KualitasLulusan
Lulusan

Kerja
KerjaSama
Sama

Pendanaan
Pendanaan

Akreditasi
Akreditasi

Waktu
WaktuTunggu
Tunggu
Singkat
Singkat

Kerja
KerjaSama
Sama
Industri
Industri

Pemerintah
Pemerintah

Perorangan
Perorangan

Kurikulum
Kurikulum

Peluang
PeluangKerja
Kerja
Besar
Besar

Kerja
KerjaSama
Sama
Dengan
DenganPT
PTLain
Lain

Pemerintah
Pemerintah
Daerah
Daerah

Kelompok
Kelompok

Fasilitas
Fasilitas
Pendidikan
Pendidikan

Berkemampuan
Berkemampuan
Wirausaha
Wirausaha

Kerja
KerjaSama
Sama
Internasioanl
Internasioanl

Dunia
DuniaUsaha
Usaha
Dunia
DuniaIndustri
Industri

Keluarga
Keluarga

Masyarakat
Masyarakat

Organisasi
Organisasi
Profesi
Profesi

Bersertifikat
Bersertifikat
Kualifikasi
Kualifikasi

30%
30%Teori
Teoridan
dan
70%
70%Praktek
Praktek

Employability
Employability

Materi
MateriPraktek
Praktek
Sesuai
Sesuai
Kebutuhan
Kebutuhan
Industri
Industri

Pengusaha
Pengusaha

Pengembangan
Pengembangan
Soft
SoftSkill
Skill

Bahan
BahanPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiStandar
Standar
Industri
Industri

Organisasi
Organisasi
Kemasyarakatan
Kemasyarakatan

Sesuai
SesuaiDengan
Dengan
Tren
TrenIndustri
Industri

Kualitas
KualitasDosen
Dosen

Beasiswa
Beasiswa

Polman
PolmanTimah
Timah

STMIK
STMIKAtma
Atma
Luhur
Luhur

Akper
Akper
Pangkalpinag
Pangkalpinag

Akbid
AkbidBabel
Babel

Gambar 1 Kerangka rancangan pemilihan alternatif

SPK
SPKUntuk
UntukPemilihan
PemilihanPerguruan
PerguruanTinggi
Tinggi
Penyelenggara
PenyelenggaraPendidikan
PendidikanVokasi
Vokasidi
diBangka
BangkaBelitung
Belitung

Akademik
Akademik
0,177
0,177
Akreditasi
Akreditasi0,086
0,086
Kurikulum
Kurikulum0,105
0,105
Fasilitas
Fasilitas
Pendidikan
Pendidikan0,139
0,139
30%
30%Teori
Teoridan
dan
70%
70%Praktek
Praktek
0,203
0,203
Materi
MateriPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiKebutuhan
Kebutuhan
Industri
Industri0,143
0,143

Bahan
BahanPraktek
Praktek
Sesuai
SesuaiStandar
Standar
Industri
Industri0,150
0,150
Kualitas
KualitasDosen
Dosen
0,084
0,084
Beasiswa
Beasiswa0,089
0,089

Kualitas
KualitasLulusan
Lulusan
0,265
0,265
Waktu
WaktuTunggu
Tunggu
Singkat
Singkat0,119
0,119

Peluang
PeluangKerja
Kerja
Besar
Besar0,172
0,172
Berkemampuan
Berkemampuan
Wirausaha
Wirausaha0,110
0,110
Bersertifikat
Bersertifikat
Kualifikasi
Kualifikasi0,061
0,061

Kerja
KerjaSama
Sama
0,336
0,336

Pendanaan
Pendanaan
0,121
0,121

Kerja
KerjaSama
Sama
Industri
Industri0,545
0,545

Pemerintah
Pemerintah
0,162
0,162

Perorangan
Perorangan
0,095
0,095

Kerja
KerjaSama
Sama
Dengan
DenganPT
PTLain
Lain
0,276
0,276

Pemerintah
Pemerintah
Daerah
Daerah0,404
0,404

Kelompok
Kelompok
0,110
0,110

Dunia
DuniaUsaha
Usaha
Dunia
DuniaIndustri
Industri
0,272
0,272

Keluarga
Keluarga
0,094
0,094

Kerja
KerjaSama
Sama
Internasional
Internasional
0,179
0,179

Masyarakat
Masyarakat
0,162
0,162

Employability
Employability
0,092
0,092

Organisasi
Organisasi
Profesi
Profesi0,167
0,167
Pengusaha
Pengusaha
0,322
0,322

Pengembangan
Pengembangan
Soft
SoftSkill
Skill0,167
0,167
Sesuai
SesuaiDengan
Dengan
Tren
TrenIndustri
Industri
0,280
0,280

Polman
PolmanTimah
Timah
0,302
0,302

Peran
PeranSerta
Serta
Masyarakat
Masyarakat0,101
0,101

Organisasi
Organisasi
Kemasyarakatan
Kemasyarakatan
0,212
0,212

STMIK
STMIKAtma
AtmaLuhur
Luhur
0,283
0,283

Akbid
AkbidBabel
Babel
0,230
0,230

Gambar 2. Gambar Hirarki dan Solusi Yang Dihasilkan

196

Akper
AkperPangkalpinag
Pangkalpinag
0,185
0,185

Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
Tabel 2. Perbandingan elemen dan nilai CR
No
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.

11.

12.

13.

14.
15.

16.

17.

18.
19.
20.

Matriks Perbandingan Elemen


Perbandingan elemen kriteria level
I berdasarkan sasaran SPK Untuk
Pemilihan
Perguruan
Tinggi
Penyelenggara Pendidikan Vokasi
di Bangka Belitung
Perbandingan elemen sub kriteria
level II kriteria Akademik
Perbandingan elemen sub kriteria
level II kriteria Kualitas Lulusan
Perbandingan elemen sub kriteria
level II kriteria Kerja Sama
Perbandingan elemen sub kriteria
level II kriteria Pendanaan
Perbandingan elemen sub kriteria
level II kriteria Peran Serta
Masyarakat
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Akreditasi
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum
Perbandingan elemen alternatif
level IV kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum sub Kriteria
Standar Kompetensi
Perbandingan elemen alternatif
level IV kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum sub Kriteria
Standar Materi
Perbandingan elemen alternatif
level IV kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum sub Kriteria
Indikator Pencapaian
Perbandingan elemen alternatif
level IV kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum sub Kriteria
Strategi Pengajaran
Perbandingan elemen alternatif
level IV kriteria Akademik sub
kriteria Kurikulum sub Kriteria
Cara Penilaian
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Fasilitas Pendidikan
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria 30% Teori dan 70% Praktek
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Materi Praktek Sesuai
Kebutuhan Industri
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Bahan Praktek Sesuai
Standar Industri
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Kualitas Dosen
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Akademik sub
kriteria Dosen
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan

21.

Nilai CR
0,02

22.

0,02

23.

0,04
0,00

24.

0,02
25.

0,02
0,01

26.

0,04
27.
0,01
28.
0,00
29.
0,00

30.
31.

0,00

32.
0,01
33.
0,01

34.

0,02

35.
36.

0,00

37.
0,00
38.
0,00
39.
0,01
0,01

197

sub kriteria Waktu Tunggu Singkat


Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub kriteria Peluang Kerja Besar
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub
kriteria
Kemampuan
Wirausaha
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub kriteria Bersertifikat Kualifikasi
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub kriteria Employability
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub kriteria Pengembangan Soft
Skill
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kualitas Lulusan
sub kriteria Sesuai Dengan Tren
Industri
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kerja Sama sub
kriteria Kerja Sama Industri
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kerja Sama sub
kriteria Kerja Sama Dengan
Perguruan Tinggi Lain
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Kerja Sama sub
kriteria Kerja Sama Internasional
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Pendanaan sub
kriteria Pemerintah
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Pendanaan sub
kriteria Pemerintah Daerah
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Pendanaan sub
kriteria Dunia Usaha dan Industri
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Pendanaan sub
kriteria Masyarakat
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Perseorangan
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Kelompok
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Keluarga
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Organisasi
Profesi
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Pengusaha
Perbandingan elemen alternatif
level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Organisasi
Kemasyarakatan

0,00
0,01

0,01

0,00
0,01

0,00

0,01
0,00

0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00

0,00
0,01

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200

Gambar 3 Kriteria Level Utama beserta nilai bobotnya

Gambar 4 Sub Kriteria dari Kriteria Akademik Beserta Nilai Bobotnya

Gambar 5 Sub Kriteria dari Kriteria Kualitas Lulusan Beserta Nilai Bobotnya

Gambar 6 Sub Kriteria dari Kriteria Kerja Sama Beserta Nilai Bobotnya

Gambar 7 Sub Kriteria dari Kriteria Pendanaan Berserta Nilai Bobotnya

Gambar 8 Sub Kriteria dari Kriteria Peran Serta Masyarakat Berserta Nilai Bobotnya

198

Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..

Gambar 9 Synthesis With Eespect To Goal Berserta Nilai Bobotnya

Pada Gambar 4 terlihat bahwa Sub Kriteria


Akademik yang paling tinggi adalah 30% Teori
dan 70% Praktek dengan bobot mencapai
20.3%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada
Kriteria Kualitas Lulusan seperti tertera pada
Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat bahwa Sub
Kriteria Kualitas Lulusan yang paling tinggi
adalah Sub Kriteria Sesuai Dengan Tren Industri dengan bobot mencapai 28%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Kerja Sama
seperti tertera pada Gambar 6. Pada Gambar 6
terlihat bahwa Sub Kriteria Kerja Sama yang
paling tinggi adalah Sub Kriteria Kerja Sama
Industri dengan bobot mencapai 54,5%. Hasil
dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Pendanaan seperti tertera pada Gambar 7. Pada Gambar 7 terlihat bahwa Sub Kriteria Pendanaan
yang paling tinggi adalah Sub Kriteria
Pemerintah Daerah dengan bobot mencapai
40,4%.

tan dengan memilih perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di Bangka Belitung.

Gambar 10. Grafik Performance Sensitivity

Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria


Peran Serta Masyarakat seperti tertera pada
Gambar 8. Pada Gambar 8 terlihat bahwa Sub
Kriteria Peran Serta Masyarakat yang paling
tinggi adalah Sub Kriteria Pengusaha dengan
bobot mencapai 32,2%. Gambar 9 menyajikan
alternatif apa yang terpilih sebagai perguruan
tinggi penyelenggara pendidikan vokasi yang
paling favorit di Bangka Belitung menurut para
responden ahli adalah Polman Timah dengan
bobot mencapai 30,2%. Gambar 10 adalah
grafik yang menampilkan keseluruhan proses
penilaian kinerja masing-masing alternatif
dengan bobot dalam presentase untuk kriteria
level utama.

Gambar 11. Grafik Dynamic Sentitivity

4. SIMPULAN dan SARAN


Mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja di dunia usaha dan industri adalah
sebuah tantangan besar dalam pendidikan tinggi
kita saat ini. Salah satu terobosan yang cukup
baik adalah menyediakan model pendidikan
vokasi yang lebih menitikberatkan pada penguasaan skil sesuai kebutuhan dan standar industri. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung
mendukung penyelenggaraan pendidikan vokasi
yang ditandai dengan berkembang pesatnya
sekolah menengah kejuruan di Pangkalpinang
dan kota kota lainnya. Sebagai kelanjutan dari
sekolah menengah kejuruan itu maka kebutuhan
akan pendidikan tinggi yang mendukung pendidikan vokasi sangat dibutuhkan. Kehadiran
beberapa perguruan tinggi vokasi di Bangka
Belitung membuat persoalan memilih perguruan
tinggi yang paling baik dan favorit menjadi sulit. Untuk mendapatkan teknik memilih yang
baik maka penelitian ini menyediakan sebuah
hirarki yang disusun berdasarkan metode Ana-

Pada Gambar 11 adalah grafik hasil pengolahan


data Expert Choice yang disebut Dynamic Sentitivity for nodes below. Dalam grafik jenis ini
persentase dari kriteria kriteria level satu dan
persentase alternatif yang tersedia tampil bersisian. Bentuk grafik ini memudahkan pengamatan hasil pengolahan data. Gambar 11 menampilkan bentuk lain dari tampilan gambar 10.
Pada gambar 11 tertera persentase kriteria level
1 dan alternatif yang tersedia beserta besaran
bobotnya. Tampilan seperti ini memudahkan
para pengambil keputusan untuk memahami
kisaran kriteria apa saja yang harus diutamakan
saat hendak mengambil keputusan yang berkai-

199

Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200


lytic Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan
teknik AHP itu kemudian terbentuk hirarki
dengan lima kriteria level pertama, 28 kriteria
level dua, lima kriteria level tiga, dan empat
alternatif pilihan perguruan tinggi vokasi.

Moedjiono, Santoso, dan Hadi, 2011, Sistem


Pendukung Keputusan Dalam Menentukan
Penguji Eksternal Smk Berprogram Studi
Teknologi Informasi Di Pangkalpinang,
Prosiding SENMI 2011 Universitas Budi
Luhur Jakarta. pp 70
Moedjiono, Hilyah M., 2011, Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan
Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Favorit Di Pangkalpinang, Prosiding
SENMI 2011 Universitas Budi Luhur Jakarta, pp 80
Munir, Moch, 2009, Visi, Misi Dan Tujuan
Program Pendidikan Vokasi Universitas
Brawijaya
Malang,
Available
at:
http://mmunir.lecture.ub.ac.id/2012/04/visimisi-dan-tujuan-pendidikan-vokasi
[Accessed 28 Juni 2012]
Murnomo, Agus, 2010, Empat Langkah Strategis Membangun Kualitas Pendidikan
Vokasi Dan Kejuruan Di Indonesia, Lembaran Ilmu Kependidikan Edisi April 2010.
Nietic I, Fertalj K, Milainovic B, 2007.
An
Overview Of Decision Support System
Concepts,
Available
at:
http://www.foi.hr/cms_home/znan_strucni_
rad/konferencije/iis/2007/papers/t06_01.pdf
[Accessed 25 Juli 2010]
Sutama, IK, 2012, Pendidikan Vokasi dan Pembangunan Global, Soshum Jurnal Sosial
dan Humaniora 2(1), pp 63-71
Tampang, BL, 2010, Peran Teknologi Informasi
Dalam Pengembangan Vokasi Pendidikan
Tinggi, Prosiding Seminar Internasional
Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, pp 415-422
Turban, E; Jay E.A, 1998, Decision Support
System and Intelligent System, Fifth Edition, Prentice Hall International, Inev. New
Jersey
Primus, J., 2010, Pangkal Pinang Kota Vokasi, Available
at:
http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/23
/01481641/Pangkal.Pinang.Kota.Vokasi
[Accessed 28 Juni 2012]
Purnamawati, 2011, Peningkatan Kemampuan
Melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi
(Competency-Based Training) Sebagai
Suatu Proses Pengembangan Pendidikan
Vokasi, Jurnal MEDTEK, 3(2)
Saaty, L.Thomas, 1999, Fundamentals Of The
Analytic Network Process Dependence And
Feedback In Decision-Making With A Single Network, University of Pittsburgh,
ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14,
1999,
Available
at:
http:
//ergonomia.ioz.pwr.wroc.pl/.../AnpSaaty.p
df, [Accessed 10 Juli 2012]

Hasil pengolahan data dari responden ahli yang


diolah dengan perangkat lunak Expert Choice
2000 telah memberikan hasil bahwa perguruan
tinggi vokasi yang paling diminati adalah
Politekik Manufaktur (Polman) Timah dengan
bobot mencapai 30,2%, peringkat kedua adalah
STMIK Atma Luhur dengan bobot mencapai
28,3%, peringkat ketiga adalah Akbid Babel
23%, dan Akper Pangkalpinang 18,5%. Dengan
hasil itu juga tampak bahwa kriteria yang paling
penting dalam memilih perguruan tinggi vokasi
adalah faktor kerja sama dengan bobot 33,6%.
5. DAFTAR RUJUKAN
Alanbay, Oyku, 2005. ERP Selection Using
Expert Choice Software, Available at:
http://www.isahp.org/2005Proceedings/Pap
ers/AlanbayO_ERPSelection.pdf,
[Accessed 18 Juni 2010]
Brodjonegoro, SS, 2004, Kebijakan Jangka
Panjang Pendidikan Tinggi 2003 2010
Meningkatkan peran serta masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi 2004
Djatmiko, W Istanto, 2010, Pendidikan Vokasi
Dalam Perspektif Philosopher Tradisional,
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
Filosofi Pendidikan Vokasi,
Draft Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor Tahun Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010
Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan,
Available
at:
http://download.isidps.ac.id/download/cate
gory/1-surat-keputusan
menteri?download=146%3Adraft-rpp
perubahan-atas-peraturan-pemerintah-nomor
17-tahun-2010-tentang-pengelolaan-dan
penyelenggaraan-pendidikan [Accessed 7
Juli 2012]
Kartini, 2010, Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education )Dalam Bidang Vokasi,
Seminar Internasional Peran LPTK Dalam
Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, ISSN 1907-2066, pp 165-172
Kuntadi, I., 2005, Concerns Based Adoption
Model (CBAM) dalam Implementasi Kurikulum Program Pendidikan Vokasi,
Jurnal PTM, 5(2). pp 103-113

200

Anda mungkin juga menyukai