Anda di halaman 1dari 16

UJIAN TENGAH SEMESTER PROFESI APOTEKER

MATA KULIAH FARMAKOTERAPI TERAPAN

Tiara Laksmitha Purwandini


1508020116

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015

1. Jelaskan

mengenai

perbandingan

efektifitas

antiepilepsi

generasi

pertama, kedua dan ketiga pada terapi epilepsy!


Generasi pertama : bromide, phenobarnital, phenytoin,acetazolamide,

primidone, methusuximide, ethosuximide.


Generasi kedua : diazepam, carbamazepine, valproate, clonazepam,

clobazam.
Generasi ketiga : progabide, vigabatrin, zonisamide, lamotrigine,
oxcarbazepin, gabapentin, topiramat, tiagabine, levetiracetam.
Perbandingan efektifitas anti epilepsy lama dan baru berdasarkan

maanfaat dan bahaya sudah banyak diteliti dengan metode RCT dengan
berbagai hasil yang bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Standard And New Antiepileptic Drugs (SANAD), diberikan 2 jenis
pengobatan,
antiepilepsi

kelompok
baru

seperti

carbamazepine
gabapentin,

dibandingkan

lamotrigine,

dengan

topiramate,

oxcarbazepine, sedangkan kelompok B valproate dibandingkan dengan


anti epilepsy baru seperti lamotrigine and topiramate. Efektivitas,
tolerabilitas dan keaman anti epilepsy baru dibandingkan anti epilepsy
lama. Dalam RCT ini, lamotrigin signifikan memperpanjang waktu untuk
kegagalan pengobatan dibandingkan carbamazepine pada pasien dengan
kejang parsial tetapi waktu untuk kegagalan pengobatan adalah serupa
antara lamotrigin dan valproate pada pasien dengan kejang umum.
Namun, antiepilepsi baru menunjukkan tingkat remisi 12 bulan yang sama
atau lebih rendah dibandingkan dengan anti epilepsy (Chadwick, 2009)
Akan tetapi terdapat penelitian lain yang menyatakan tidak ada
anti epilepsy baru yang efikasinya lebih unggul dibandingkan dengan
antiepilepsi lama seperti CBZ dan VPA pada penelitian RCT dari recent of
onset epilepsy. Namun, pada anti epilepsy baru seperti LEV, LTG, and OXC
terbukti dapat mengontrol pada kejang non inferior dengan margin yang
telah ditetapkan untuk CBZ. Selain itu, GBP terbukti kurang efektif
dibandingkan CBZ di epilepsi fokal yang tidak diobati, dan LTG kurang
berkhasiat dibandingkan VPA. LTG juga menunjukkan efektifitas yang

kurang dibandingkan VPA dan ETS pada previously untreated childhood


absence. (Lscher, 2011)
Dari berbagai penelitian diketahui bahwa anti epiepsi lama lebih
efektif sebgai monoterapi dibandingkan dengan generasi baru, akan
tetapi generasi baru lebih unggul dari keamanan. Akan tetapi untuk ke
efektifan anti epilepsi tergantung dengan jenis kejang yang dialami tiap
pasien. Tiap pasien memiliki tingkat kecocokan anti epilepsy yang
berbeda.
2. Jelaskan menganai efektifitas penggunaan neuroprotektan pada stroke
iskemik dan stroke hemoragik !
Pada penelitian tentang perbandingan efektivitas pirasetam dan
sitikolin pada pasien stroke iskemik di bangsal rawat inap rsud undata
palu yang dilakukan elvia ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
pirasetam dan sitikolin dengan menggunakan The National Institute of
Health Stroke Scale (NIHSS) pada pasien stroke iskemik di bangsal rawat
inap RSUD Undata Palu periode Oktober 2012 sampai Januari 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan
RCTParallel design (Randomized Controlled Clinical Trial) secara single
blind trials, dengan mengumpulkan data secara prospektif, pasien
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu 30 orang pasien dengan terapi
pirasetam dan 30 orang pasien dengan terapi sitikolin. Pengelompokan
data berdasarkan tabel angka random, kemudian dianalisis bagaimana
respon klinis pasien stroke iskemik menggunakan skala NIHSS selama 2
minggu. Pengukuran efektivitas dilakukan pada hari ke 14 setelah terapi
neuroprotektan diberikan. Hasil analisis Wilcoxon terapi pirasetam pada
pasien stroke iskemik sebelum dan sesudah terapi menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan outcome neurologis pemberian terapi pirasetam
terhadap skala NIHSS dengan signifikasi (0,000<0,05). Demikian pula dan
pada sitikolin sebelum dan sesudah terapi menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan outcome neurologis pemberian terapi sitikolin terhadap skala
NIHSS dengan signifikasi (0,000<0,05). Efektivitas terapi pirasetam dan

sitikolin berdasarkan analisis Mann-Whitney pada pasien stroke iskemik


menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara terapi
pirasetam dan sitikolin pada pasien. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan penggunaan neuroprotektan pada stroke iskemik dapat
meningkatkan fungsi neurologis sehingga dapat mempercepat pemulihan
pasien (Alhusni, 2013)

3. Jelaskan bagaimana tatalaksna terapi Tuberculosis pada pasienyang


pernah mengalami putus obat!
Tindak lanjut: lacak penderita

tersebut

dan

beri

penyuluhan

pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan


pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan
dengan

kategori-2;

yaitu

2HRZES/HRZE/5H3R3E3

bila

negatif

sisa

pengobatan kategori-1 yaitu 2HRZE/4H3R3 dilanjutkan.(Depkes RI, 2005)


4. Jelaskan bagaimana tata laksana terapi HIV/AIDS pada kehamilan!
Pengobatan HIV pada Wanita Hamil harus dipantau setiap bulan dan

sedekat mungkin dengan tanggal perkiraan kelahiran.


Wanita yang merencakan kehamilan dan sudah memakai ART jika
memakai efavirens, diganti dengan NNRTI lain atau PI karena resiko

nueral tube defect


wanita hamil sementara sudah memakai ART pemakaian ART
dilanjutkan kecuali efavirens, diganti dengan golongan lain seperti

(NVP atau PI). Jika sebelum 8 minggu karena resiko neural tube defect
wanita hamil dalam pengobatan yang tidak berjalan lancar karena
ketidakpatuhan (biasanya karena efek mual muntah dari ART) tanpa
memperhatikan jumlah CD4 sebagai inisiasi ART sangat dianjurkan

memulai ART pada awal trimester 2


Wanita yang di follow up setelah minggu 28 kehamilan segera Mulai
ART

dan

mempertimbangkan

menambahkan

menurunkan dengan cepat HIV-VL jika HIV-VL tinggi

RAL

untuk

dapat

Wanita yang HIV-VL tidak terdeteksi pada trimester ketiga Lakukan


tes resistansi dan mempertimbangkan menambahkan RAL untuk dapat

menurunkan dengan cepat HIV-VL


Regimen antiretroviral pada kehamilan sama seperti sebelum hamil,
NVP jangan dimulai tetapi dapat dilanjutkan jika NVP sudah diberikan
sebelum kehamilan, EFV harus dihindari selama trimester pertama
karena neural tube defect, Di antara PI / r, lebih LPV / r, SQV / r atau

ATV / r, Jika RAL, DRV / r: bisa dilanjutkan


Kontraindikasi obat selama kehamilan ddI + d4T, triple NRTI
combinations
(EACS, 2014)

Keterangan

NNRTI

non-nucleoside

reverse

transcriptase

inhibitors, NVP : nevirapine, PI : protease inhibitors, PI/r : protease


inhibitors

pharmacologically

boosted

with

ritonavir,

RAL

raltegravir, LPV: lopinavir, SQV: saquinavir, ATV: atazanavir, d4T:


stavudine ddI: didanosine DRV: darunavir.
5. Jelaskan bagaimana tata laksana terapi GERD pada pasien lanjut usia!
Pengobatan GERD pada pasien lansia pada dasarnya sama seperti
orang dewasa dengan GERD. Namun, lebih kepada pendekatan agresif
untuk pengobatan yang

diperlukan pada pasien lansia, karena insiden

komplikasi yang lebih tinggi. Tujuan pengobatan sama seperti pada pasien
dengan GERD yaitu penghapusan gejala, penyembuhan esofagitis,
mengelola atau mencegah komplikasi, dan mempertahankan remisi.
Sebagian besar pasien berhasil pengobatan dengan metode noninvasif modifikasi gaya hidup. Meskipun modifikasi gaya hidup tetap
landasan sebuah terapi awal pada GERD, hal itu mungkin tidak cukup
untuk mengendalikan gejala pada sebagian besar pasien, terutama pada
mereka dengan komplikasi. Namun, pasien harus mencoba untuk
menurunkan berat badan, lebih aktif, mengangkat kepala tempat tidur
mereka sebelum tidur, menghindari makan dalam waktu tiga jam
sebelum tidur, berhenti merokok, diet menurunkan iritasi diet lemak dan

volume makanan dan menghindari seperti seperti alkohol, peppermint,


bawang, jus jeruk, kopi, dan tomat. Obat

yang berpotensi berbahaya

dapat memperburuk Gejala dan efek dari GERD pada orang tua, seperti
NSAID, tablet kalium, bifosfonat, beta blockers, teofilin dan kalsiumchannel blockers harus dihindari jika mungkin. Jika agen ini harus
dilanjutkan karena sakit komorbiditas, rejimen harus diubah secara
individual, seperti penggantian kalium tablet atau menggunakan obat
alternatif atau frekuensi dosis. Meskipun sebagian besar pasien usia lanjut
dengan komplikasi terkait dengan GERD bisa berhasil dikelola dengan
terapi medis, metode invasive operasi dan perawatan endoskopik dapat
dilakukan untuk beberapa kasus.
Operasi adalah pilihan untuk beberapa pasien dengan GERD dan
sekarang lebih sering dipertimbangkan karena dari dapat dilakukan
operasi laparoskopi antireflux. Hal ini diindikasikan pada pasien dengan
GERD yang susah dikontrol, sulit-untuk-mengelola striktur, pendarahan
parah, aspirasi berulang, dan GERD membutuhkan dosis Pemeliharaan
yang besar dari
Barrett

PPI atau H-2 antagonis reseptor.adanya Esophagus

bukan merupakan indikasi untuk

operasi.

Namun, operasi

dibenarkan untuk displasia kelas tinggi dan adenokarsinoma esofagus.


Mengingat bahwa tampaknya tidak ada peningkatan yang lebih besar
dalam morbiditas atau mortalitas pasca operasi pada orang tua dengan
jenis operasi. Seleksi pasien-hati dengan menyelesaikan evaluasi pra
operasi, termasuk GI endoskopi atas, manometri esofagus, pengujian pH,
dan lambung endapan penelitian, dan harus dilakukan sebelum operasi.
(Chait, 2010)
6. Jelaskan bagaimana prinsip terapi pada pasien gagal ginjal kronis !
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis

penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60 ml/menit/1,73m.
Tata laksana terapi

Terapi spesifik, didasarkan pada diagnosis yang dilakukan sebelum


penurunan laju filtrasi ginjal (KDOQI, 2002)

Evaluasi & manajemen keadaan yg menyertai


pengobatan
pemahaman

pasien
konsep

dengan
terpisah

penyakit
namun

ginjal
terkait

Evaluasi dan

kronis

memerlukan

diagnosis,

kondisi

komorbiditas, tingkat keparahan penyakit, komplikasi penyakit, dan


risiko untuk kehilangan fungsi ginjal dan penyakit kardiovaskular.
(KDOQI, 2002)
Review terapi pada setiap kunjungan :
o Penyesuaian dosis didasarkan pd derajat fungsi ginjal
o Deteksi efek samping potensial pd fungsi ginjal atau komplikasi
GGK
o Deteksi interaksi obat
o TDM jika memungkinkan
Secara umum, pasien dgn GFR < 30ml/min/1,73m2 dirujuk ke
nephrologist (KDOQI, 2002)

Mencegah & terapi penyakit kardiovaskuler

misal pengendalian

hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia,

dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan


elektrolit.
Tata laksana terapi pasien diabetik
NON-FARMAKOLOGI
evaluasi pembatasan diet protein Rekomendasi The National
Kidney Foundation : asupan protein pd px dg GFR < 25 ml/menit

= 0,6 g/kg/hari
pembatasan diet garam

diet garam dpt meningkatkan BP,

GFR, dan menurunkan aliran plasma ginjal


FARMAKOLOGI
Terapi Insulin intensif
o Pemberian insulin 3 kali atau lebih sehari
o Target glukosa darah prepandrial 70-120

mg/dL,

postpandrial < 180 mg/dL


Kontrol hipertensi yg optimal JNC-7 merekomendasikan target
tekanan darah <130/80 mmHg

Tata laksana terapi pasien hipertensi

(Dipiro dkk, 2008)

Mencegah & terapi komplikasi dari penurunan fungsi ginjal misalnya

anemia, osteodistrofi renal akibat hiperfosfatemia, dan lain-lain.


Persiapan jika GGT & terapi dgn dialisis;
Terapi sulih fungsi ginjal dgn dialisis dan transplantasi, jika muncul
tanda & gejala uremia

DAFTAR PUSTAKA
Alhusni, Elvia A.y., 2013, Perbandingan Efektivitas Pirasetam Dan Sitikolin
Pada Pasien Stroke Iskemik Di Bangsal Rawat Inap Rsud Undata Palu,
Tesis, Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Chait, Maxwell M., 2010, Gastroesophageal reflux disease: Important
considerations for the older patients, World J Gastrointest Endosc ,
2(12): 388-396
Chadwick, David, Arif Shukralla, and Tony Marson., 2009, Comparing Drug
Treatments

in

Epilepsy. Therapeutic

Advances

in

Neurological

Disorders 2.3 181187. PMC. Web. 30 Nov. 2015.


Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis, cetakan
II, Jakarta.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M.,
2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh Edition,
TheMcGraw-Hill Companies, Inc., USA.
EASC, 2014, Guidelines version 7.1, Europan AIDS Clinical Society
KDOQI, 2002, Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney
Disease:Evaluation, Classification and Stratification, National Kidney
Foundation.
Lscher, Wolfgang, Schmidt, Dieter., 2011, Modern antiepileptic drug
development has failed to deliver: Ways out of the current dilemma.
Epilepsia, 52(4) :657-678

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai