Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Labu kuning (Cucurbita moschata Duschenes) merupakan salah satu
bahan pangan lokal yang memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh manusia.
Data Badan Pusat Statistik dalam Hayati (2006), menunjukkan hasil rata-rata
produksi labu kuning seluruh Indonesia berkisar antara 20-21 ton per hektar.
Sedangkan konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, yakni
kurang dari 5 kg per kapita per tahun.
Komposisi gizi labu kuning terdiri dari energi 32 kkal; protein 1,1
gram; lemak 0,1 gram; karbohidrat 6,6 gram; kalsium 45 mg; karoten total 180
g; vitamin C 52 mg (PERSAGI, 2009).

Penelitian Kandlakunta, et al.

(2008), menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar
1,18 mg/100 g. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, selain
sebagai provitamin-A, beta karoten juga berperan sebagai antioksidan yang
efektif pada konsentrasi rendah oksigen (Sinaga, 2011).
Pemanfaatan labu kuning akan meningkat pada bulan-bulan tertentu,
seperti pada bulan Ramadhan. Biasanya pada bulan tersebut labu kuning
dimanfaatkan sebagai kolak, puding, sup maupun kue basah.

Melihat

kandungan gizinya yang cukup lengkap dan harganya yang relatif terjangkau,
labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan
olahan berbasis pangan lokal. Diversifikasi pangan berbasis bahan pangan
lokal ini sangat diperlukan untuk menunjang program ketahanan pangan
nasional. Mengingat potensi gizi dan ketersediaan labu kuning di Indonesia
yang berlimpah, maka upaya diversifikasi labu kuning menjadi pangan
fungsional perlu dilakukan antara lain dengan mengolah labu kuning menjadi
yoghurt.
Yoghurt merupakan produk fermentasi bakteri asam laktat yang
selama ini dibuat dari susu hewani atau susu nabati dari kacang-kacangan.
Probiotik yang terkandung dalam yoghurt bermanfaat bagi sistem pencernaan
manusia karena mengandung bakteri yang dapat melawan mikroorganisme

yang merugikan pencernaan. Pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku


pembuatan yoghurt merupakan alternatif minuman fermentasi yang memiliki
nilai fungsional yaitu mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai
antioksidan. Diharapkan diversifikasi yoghurt berbahan dasar labu kuning
yang mengandung beta karoten dapat meningkatkan nilai fungsional dari
yoghurt yang dihasilkan.
Parameter utama terbentuknya yoghurt adalah total asam laktat dan
pH. Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,85-0,95%.
Sedangkan derajat keasaman (pH) baik pada produk yoghurt adalah sekitar 4,5
(Widodo, 2002).

Yoghurt labu kuning dibuat dengan cara ekstraksi

menggunakan solvent air. Produk yoghurt yang berbentuk encer dan dapat
langsung diminum dikategorikan sebagai drink yoghurt.
Labu kuning mengandung beta karoten yang cukup tinggi.

Akan

tetapi, pada proses pengolahan dimungkinkan terjadi perubahan kadar beta


karoten dalam bahan. Beta karoten bersifat sensitif terhadap oksigen dan
cahaya.

Banyaknya ikatan rangkap pada struktur kimia beta karoten

menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi


ketika terkena udara (O2), cahaya, dan panas selama proses produksi
(Erawati, et al., 2006).
Seperti halnya vitamin A, beta karoten juga tidak stabil dalam proses
penyimpanan. Penelitian Provesi, et al. (2012), menyatakan bahwa kadar
karotenoid total puree labu kuning pada hari ke 0 adalah 0,0231 1,78
mg/100 g dan pada hari ke 180 menurun menjadi 0,0189 1,27 mg/100 g.
Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa cahaya dan lama
penyimpanan berpengaruh terhadap menurunnya kadar beta karoten bahan
mentah. Karena itu, pada penelitian ini akan dikaji kadar beta karoten, total
asam, dan sifat sensorik yoghurt labu kuning berdasarkan lama simpan dan
pencahayaan.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh lama
simpan dan pencahayaan terhadap kadar beta karoten, total asam, dan sifat
sensorik yoghurt labu kuning.

C. Hipotesis
1. Ada pengaruh lama penyimpanan dan pencahayaan terhadap kadar beta
karoten yoghurt labu kuning.
2. Ada pengaruh lama penyimpanan dan pencahayaan terhadap total asam
yoghurt labu kuning.
3. Ada pengaruh lama penyimpanan dan pencahayaan terhadap sifat sensorik
yoghurt labu kuning.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh lama simpan dan pencahayaan terhadap
kadar beta karoten, total asam, dan sifat sensorik yoghurt labu kuning.

2. Tujuan khusus
a. Mengukur dan menganalisis kadar beta karoten dan total asam yoghurt
labu kuning selama penyimpanan dengan paparan cahaya.
b. Mengukur dan menganalisis kadar beta karoten dan total asam yoghurt
labu kuning selama penyimpanan tanpa paparan cahaya.
c. Menguji dan menganalisis sifat sensoris tingkat penerimaan konsumen
terhadap yoghurt labu kuning meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur
berdasarkan lama penyimpanan dan pencahayaan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai wahana penerapan IPTEK dalam diversifikasi pangan berbasis
bahan pangan lokal (labu kuning) menjadi pangan fungsional (yoghurt labu
kuning).

2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknologi tepat
guna pengolahan labu kuning menjadi yoghurt yang bergizi dan ekonomis.
Hasil dari penelitian merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat.

3. Bagi IPTEK
a. Menghasilkan informasi yang memadai khususnya pendayagunaan
bahan pangan lokal berkaitan dengan teknologi pengolahan pangan
secara tepat guna di lingkungan akademik, industri, dan masyarakat.
b. Memberikan informasi tentang cara penyimpanan produk pangan yang
baik.

Anda mungkin juga menyukai