LAPORAN KASUS
ACNE VULGARIS
Disusun Oleh :
Junita Kusbianto
105070101111006
Mirzia Dwi Rahma
Alex Christian
105070100111103
105070101111005
Pembimbing :
dr. Sinta Murlistyarini, Sp.KK
LABORATORIUM / SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...
BAB I PENDAHULUAN..
2.1 Identitas..
2.2 Anamnesis...
2.7 Diagnosis.
2.8 Tatalaksana.
2.8.1 Medikamentosa...
2.9 Prognosis.
3.3.1 Komedo..
10
11
12
3.6 Diagnosis.
12
3.7 Tatalaksana.
13
3.7.1 Medikamentosa...
13
13
16
17
3.8 Komplikasi...
18
BAB IV RINGKASAN
20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
21
PENDAHULUAN
klinis
yang
muncul
sangatlah
bervariasi.
Perempuan
mungkin
akne
vulgaris
terdiri
atas
nonmedikasmentosa,
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama
: Ny.I
Usia
: 22 tahun
Pekerjaan
: Caddy Golf
Alamat
No. RM
: 111213035
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Kepala
Thorax
: Tidak diperiksa
Abdomen
: Tidak diperiksa
Ekstrimitas
: Tidak diperiksa
: Wajah
Distribusi
: Terlokalisir
Ruam
13 lesi
Total lesi
73 lesi
2.
3.
4.
5.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad sanam
: Dubia ad malam
Quo ad functionam
: Bonam
Quo ad kosmetikam
: Dubia ad malam
BAB III
PEMBAHASAN
jerawat.
Ada
mekanisme
utama
yang
mendasari
enzim
yang
berperan
untuk
mengubah
DHEAS
10
dan
lansgung
berikatan
dengan
sel-sel
folikel
sebasea
dan
11
respon inflamasi pada daerah tersebut. Sel yang pertama kali datang pada
24 jam pertama adalah limfosit (CD4 ditemukan di sekitar jaringan
pilosebasea, sedangkan CD8
: Wajah
Distribusi
: Terlokalisir
Ruam
13 lesi
Total lesi
73 lesi
Lesi acne vulgaris terutama dapat ditemukan pada wajah dan sedikit
pada punggung, dada dan bahu. Pada badan, lesi cenderung
terkonsentrasi di sekitar garis tubuh. Penyakit ini dikarakteristikan dengan
adanya beberapa bentuk lesi klinis. Lesi acne vulgaris terdiri dari lesi
noninflamasi dan lesi inflamasi. Lesi noninflamasi terdiri dari komedo
terbuka dan komedo tertutup. Sedangkan lesi inflamasi terdiri dari variasi
12
lesi mulai dari papul-papul kecil dengan batas merah hingga pustul-pustul
serta nodul-nodul yang besar dan keras.
3.3.1 Komedo
Komedo merupakan infundibulum folikel rambut yang dilatasi dan
tersumbat oleh keratin dan lemak
a.
Komedo terbuka
Ketika unit pilosebaceous terbuka ke permukaan kulit dengan
sumbatan keratin yang terlihat, lesi disebut komedo terbuka. Komedo
yang berwarna hitam dikarenakan oksidasi dari isi kelenjar sebacea
(blackhead). Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang datar atau
sedikit meninggi dengan kumpulan keratin dan lemak yang berwarna
hitam di tengah lesi.
b.
Komedo tertutup
Infundibulum yang tertutup dimana pada pembukaan folikel tidak
terlihat akumulasi keratin putih disebut komedo tertutup. Bentuk
komedo tertutup kontras dengan bentuk komedo terbuka dimana
komedo tertutup susah untuk divisualisasi. Mereka muncul sebagai lesi
kecil, pucat, dan sedikit meninggi dan secara klinis tidak terlihat
orificium
folikel.
Merenggangkan
kulit
akan
membantu
untuk
Lesi Inflamasi
Bervariasi mulai dari papul-papul kecil dengan batas merah
hingga pustul-pustul serta nodul-nodul yang besar dan keras.
Beberapa nodul yang besar sebelumnya disebut kista dan terminologi
nodulcystic digunakan untuk mendeskripsikan kasus acne inflamasi
yang parah. Kista sebenarnya amat jarang ditemukan pada acne
vulgaris karena itu terminologi ini sebaiknya ditinggalkan dan diganti
dengan severe nodular acne. Apakah lesi muncul sebagai papul, pustul
dan nodul bergantung dengan derajat dan lokasi infiltrat inflamasi pada
dermis.
13
14
Varian acne harus juga dibedakan dari acne vulgaris tipikal untuk
membedakan terapinya. Variasi acne seperti neonatal acne, infantile
acne, acne fulminans, acne conglobata, acne dengan edema facial
solid dan acne axcorie de jeunes filles (Zanglein, et al., 2012). Pada
erupsi akneiformis, biasanya didapatkan riwayat induksi obat misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturat, dan lainnya atau iklim. Selain itu, erupsi
akneiformis dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia
(Kurokawa, et al., 2009)(Perkins, et al., 2009).
Beberapa dari erupsi acneiform juga kadang membingugkan
dengan acne vulgaris, yaitu acne yang diinduksi obat-obatan acne
halogen, chloracne, acne mechanica, tropical acne, radiation acne, dan
lain-lain (Zanglein, et al., 2012).
3.5. Pemeriksaan penunjang
Secara umum, tes laboratotium tidak diindikasikan untuk pasien
dengan acne (Zanglein, et al., 2012). Sehingga pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan penunjang.
3.6 Diagnosis
Pada pasien ini diagnosisnya adalah acne vulgaris derajat
sedang. Lehmann dkk (2002) memperkenalkan suatu sistem penilaian
derajat keparahan akne vulgaris yang dikenal sebagai Combined Acne
Severity Classification. Sistem ini mempunyai beberapa keunggulan
yaitu
akurat,
sederhana,
waktu
pemeriksaan
singkat,
tidak
<20 komedo
20-100 komedo
15
>5 kista
2.
3.
4.
16
b. Retinoid
Retinoid memiliki kemampuan mengikat dan mengaktifkan
reseptor asam retinoid (RAR) serta mengaktifkan transkripsi gen
spesifik yang menghasilkan respon biologis. Teraktivasinya reseptor
asam retinoid intranuklear berefek pada ekspresi gen yang terlibat
pada proliferasi dan differensiasi sel, melanogenesis dan inflamasi.
Hasil dari mekanisme tersebut adalah modifikasi akumulasi dan
kohesi korneosit dan inflamasi. Karena itu retinoid memiliki efek
komedolitik dan antiinflamasi.
17
c. Benzoyl peroksida
Benzoyl peroksida merupakan agen antimikroba yang kuat
melalui mekanisme pengurangan populasi bakteri dan hidrolisis
trigliserida. BPO terdapat dalam bentuk krim, lotion, gel, washes, dan
pledgets. Produk yang tertinggal di kulit seperti gel secara umum
dipertimbangkan yang paling efektif. BPO dapat memberikan efek
kering yang signifikan dan iritasi.
d. Dapsone Topikal
Dapsone topikal merupakan antimikroba topikal untuk acne yang
paling baru untuk disetujui. Peggunaan dua kali sehari memberikan
efikasi yang lebih baik dalam mengontrol lesi inflamasi. Secara umum,
dapsone topikal dapat ditoleransi dengan baik tetapi sebaiknya tidak
digunakan bersamaan dengan benzoyl peroksida karena akan
menyebabkan warna jingga pada kulit.
e. Asam asaleat
Asam asaleat merupakan asam dicarbocylic memiliki efek
antimikroba dan komedolitik. Selain itu, asam asaleat merupakan
penghambat kompetitif dari tyrosinase karena itu akan mengurangi
hiperpigmentasi postinflamasi. Secara umum, asam asaleat dapat
ditoleransi dan aman untuk kehamilan walaupun dapat terjadi rasa
terbakar sementara.
f. Asam salicylic
Asam salicylic merupakan asam -hydroxy yang larut dalam
lemak memilik efek komedolitik yang lebih lemah dari retinoid dan juga
menyebabkan exfoliasi stratum corneum melalui penurunan kohesi
kertinosit. Iritasi ringan dapat terjadi.
g. Antimikroba topikal
Erythromicin dan Clindamycin adalah antimikroba topikal yang
paling umum digunakan untuk terapi acne. Dua jenis antimikroba ini
juga dikombinasikan dengan BPO. Kombinasi ini dimaksudkan untukk
mengurangi resistensi antimikroba.
18
kerja
merupakan
cephalexin
generasi
lebih
pertama
cenderung
cephalosporin.
antiinflamasinya
19
c. Kontrasepsi oral
Kontrasepsi oral dapat meningkatkan acne melalui empat
mekanisme utama. Pertama, kontrasepsi oral menurunkan jumlah
produksi androgen gonad. Dengan menekan produksi LH. Kedua,
mengurangi jumlah testoteron bebas. Ketiga, menghambat aktivitas 5
-reductase sehingga mencegah konversi testoteron menjadi DHT
yang lebih potent. Keempat, progestin memiliki yang memiliki efek
antiandrogenik
dengan
mengeblok
reseptor
androgenik
pada
Antiandrogen oral
Spironolactone memiliki efek antagonis aldosterone dan fungsi
pada acne yaitu sebagai blocker reseptor androgen dan penghambat 5
-reductase. Dengan dosis 50-100 mg dua kali sehari memperlihatkan
efek berkurangnya produksi sebum dan mengurangi acne. Efek
sampingnya
berupa
diuresis,
hiperkalemia,
irreguler
periode
20
tubuh,
hindari
stres.
b)
penggunaan
kosmetika
lingkungan
yang
tidak
sehat
dan
sebagainya.
d)
21
22
BAB IV
RINGKASAN
menghindari
23
DAFTAR PUSTAKA
Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed.
Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins;
2007. P:4-18.
Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.
Cunliff e WJ, Gollnick HPM. Clinical features of akne. In: Cunliff e WJ, Gollnick
HPM, eds. Akne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd,
2001:49-68.
Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV,
eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5.
Wolff, K., Johnson, R.A. 2009. Disorders of Sebaceous and Apoccrine Glands.
In : Wolff, K., Johnson, R.A., editors. Fitzpatricks color atlas and synopsis
of clinical dermatology. Sixth Edition. New York: McGraw6Hill. p.268
24
Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B,
Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine
7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
Zaenglein, AL; Graber EM and Thiboutot DM. 2012. Acne vulgaris and
Acneiform Eruption. In : Goldsmith LA; Katz SI; Glichrest BA; Paller AS;
Leffell DJ; Wolf Klaus; editors. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. Eight Edition. New York: McGraw-Hill. p.897
Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology
Paris July 2002. p:37-42. 2003.