Anda di halaman 1dari 24

9

BAB II
TEORI PENILAIAN DIRI (SELF ASSESSMENT) DAN PENDIDIKAN
BERKARAKTER
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Penilaian Diri (self assessment)
a. Pengertian Penilaian Diri (self assessment)
Menurut BPPPN Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2010: 40)
penilain diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status,
proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam
mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Adapun menurut

Kunandar (2012: 92) penilaian diri

merupakan suatu teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik


untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks kompetensi sikap, baik sikap spiritual maupun sikap sosial.
Sedangkan menurut Sudaryono ( 2012: 92 ) penilaian diri
(self assessment) adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses
dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata
pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk
mengukur kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor.
1. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya : peserta didik
diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan
berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran
tertentu. Penilaian diri peserta didik didasarkan atas kriteria atau
acuan yang telah disiapkan.
2. Penilaian kompetensi afektif, misalnya : peserta didik dapat
diminta membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta

10

untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang


telah disiapkan.
3. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta
didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan
yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian diri (self assessment)
merupakan suatu teknik penilaian yang di dalamnya peserta didik
mengemukakan kelemahan dan kelebihannya dalam pencapaian
kompetensi baik pada ranah kognitif, ranah afektif, maupun pada
ranah psikomotorik dan pada pene;itian kali ini peserta didik
mengemukakan kelebihan dan kelemahannya tentang karakter
peserta didik dan ini meruoakan kompetensi pada ranah afektif.
b. Macam-macam Penilaian Diri (self assessment)
Ada beberapa jenis penilaian diri(self assessment), diantaranya:
1. Penilaian Langsung dan Spesifik, yaitu penilaian secara langsung,
pada saat atausetelah selesai melakukan tugas, untuk menilai
aspek-aspek kompetensi tertentudari suatu mata pelajaran.
2. Penilaian Tidak Langsung dan Holistik, yaitu penilaian yang
dilakukan dalam kurun waktu yang panjang untuk memberikan
penilaian secara keseluruhan.
3. Penilaian Sosio-Afektif, yaitu penilaian terhadap unsur-unsur
afektif atau emosional (Depdiknas, 2010: 41)
c. Prinsip-Prinsip Dalam Penilaian Diri (self assessment)
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penilaian diri
adalah:
1. Aspek-aspek yang mau dinilai oleh peserta didik melalui
penilaian diri harus jelas.
2. Menentukan dan menetapkan cara dan prosedur yang digunakan
dalam penilaian diri, misalnya dengan daftar cek atau dengan
skala.

11

3. Menentukan bagaimana mengolah dan menentukan nilai hasil


penilaian diri oleh peserta didik.
4. Membuat kesimpulan hasil penilaian diri yang dilakukan oleh
peserta didik(Kunandar, 2013: 133).
d. Keunggulan dan kelemahan Penilaian Diri (self assessment)
Keunggulan dari penilaian diri (self assessment) adalah:
1) Guru mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
2) Peserta didik mampu merefleksikan mata pelajaran yang sudah
diberikan.
3) Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
4) Memberikan motivasi diri peserta didik dalam hal penilaian
kegiatan peserta didik.
5) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran.
6) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar mengetahui
standar inputpeserta didik yang akan kita ajar.
7) Peserta didik dapat mengukur kemampuan dalam mengikuti
pelajaran, peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
8) Melatih kemandirian peserta didik.
9) Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
10) Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
11) Guru memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta
didik.
12) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
13) Peserta didik mampu menilai dirinya.
14) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
15) Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
Sedangkan kelemahan dari penilaian diri (self assessment)
adalah :
1) Cenderung subjektif.
2) Data mungkin ada yang pengisiannya tidak jujur.

12

3) Dapat terjadi kemungkinan peserta didik menilai dengan skor


tinggi.
4) Membutuhkan persiapan dan alat ukur yang cermat.
5) Pada saat penilaian dapat terjadi peserta didik melaksanakan
sebaik-baiknya tetapi diluar penilaian ada peserta didik yang
tidak konsisten.
6) Hasilnya kurang akurat.
7) Kurang terbuka.
8) Mungkin peserta didik tidak memahami adanya kemampuan
yang dimiliki.
9) Peserta didik yang kurang aktif biasanya nilainya kurang
(Kunandar, 2013: 130).

2.1.2 Pendidikan Berkarakter


a. Pengertian pendidikan karakter
Dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional (2010: 15) dikelaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Karakter merupakan titian ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan

tanpa

menyesatkan,

dan

landasan

kepribadian

keterampilan

tanpa

yang

kesadaran

benar

akan

diri

akan

menghancurkan. Karakter itu akan membentuk motivasi, yang


dibentuk dengan metode dan proses yang bermartabat. Kertajaya
dalam Mamur (2013: 27) mengemukakan bahwa karakter adalah
ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas
tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau

13

individu tersebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana


seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu.
Sedangkan menurut Suyanto dalam Barnawi (2013: 21)
menyatakan bahwa karakter adalah cara berfikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat.
Suyadi (2013: 5) menambahkan bahwa karakter merupakan
nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas
kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri,
sesama manusia, maupun dengan lingkunngan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Samani dan Hariyanto menambahkan (2013: 43) karakter
merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang,
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan seharihari.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa karakter adalah ciri khas seseorang yang sudah tertanam pada
dirinya agar dapat berfikir dan bertindak dengan benar sesuai dengan
norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Pendidikan karakter menurut Megawangi adalah sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka

dapat

memberikan

kontribusi

yang

positif

kepada

lingkungannya. Sedangkan menurut Gaffar pendidikan karakter


adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk

14

ditumbuhkembangkan

dalam

kepribadian

seseorang

sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu (Kesuma, 2013: 5).
Menurut Anam pendidikan karakter adalah proses internalisasi
budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat
orang dan masyarakat beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan lebih luas lagi, yakni
sebagai sarana pembudayaan dan peyaluran nilai. Anak harus
mendapatkan

pendidikan

yang

menyentuh

dimensi

dasar

kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurangkurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: 1) Afektif yang tercermin
pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, termasuk budi
pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; 2)
Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas
untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi; 3) Psikomotorik yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan
praktis, dan kompetensi kinestetis (Barnawi, 2013 : 24).
Sedangkan menurut Aqib (2012: 36) pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga
sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil.
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada
peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter
dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengambangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan

15

kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati


(Samani dan Hariyanto, 2013: 45)
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang
didalamnya menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik tentang
bagaiman ia berperilaku yang baik dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman dalam diri siswa
dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah
mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu ata
impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya
semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus menerus (Mamur, 2013: 43)
Selain itu, menurut Kesuma ( 2013: 9) bahwa tujuan pendidikan
karakter pada seting sekolah adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap

penting

dan

perlu

sehingga

menjadi

kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana


nilai-nilai yang dikembangkan,
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah,
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanngung jawab pendidikan
karakter secara bersama.
Jadi, pada akhirnya terwujud insan yang berilmu dan
berkarakter. Karakter yang diharapkan tidak tercabut dari budaya asli
Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan sarat muatan agama
(religius) (Barnawi , 2013: 29).

16

c. Nilai-nilai Karakter
Kementrian

Pendidikan

Nasional

(selanjutnya

disebut

Kemendiknas) telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan


ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun
karakter bangsa, 18 nilai karakter tersebut adalah sebagai berikut :
1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut,
termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, seperti hidup rukun dan
berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan
antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui yang
benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar),
sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi
yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan,
suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang
berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat
hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan)
dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan,
dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi
dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih
baik dari sebelumnya.

17

7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada


orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun
persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama
secara kolaoratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan
tanggung jawab kepada orang lain.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berfikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban sevara adil dan merata antara
dirinya dengan orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berfikir, sikap dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal
yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan
tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sehingga tidak
mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat megurikan
bangsa sendiri.
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang
lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi
semangat berprestasi yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang
santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan
baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
suasana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran dirinya
dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca , yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai

18

informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya,


sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan
dengan diri sendiri, sosial masyarakat, bangsa, negara maupun
agama (Suyadi, 2013: 7-9)
Sedangkan menurut Aqib (2012: 41 44) bahwa nilai karakter
bibagi menjadi 5 bagian, yaitu :
1. Hubungannya dengan Tuhan
a). Religius, yaitu pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang
yang

diupayakan

selalu

berdasarkan

pada

nilai-nilai

Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.


2. Hubungannya dengan diri sendiri
a). Jujur, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri
maupun orang lain.
b). Bertanggung jawab, yakni sikap dan perilaku untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang
seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan
YME.
c). Bergaya hidup sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan
kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat
dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu
kesehatan.

19

d). Disiplin, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan


patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e). Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaikbaiknya.
f). Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri
untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya.
g). Berjiwa wirausaha, yakni sikap dan perilaku yang mandiri,
pandai

atau

berbakat

mengenali

produk

baru,

memasarkannya, serta mengatur pemodalan operasinya.


h). Berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif yakni berpikir dan
melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara baru dan termutakhir dari apa yang telah
dimiliki.
i). Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah
bergantung

pada

orang

lain

dalam

menyelesaikan

permasalahan.
j). Ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang
dipelajari, dilihat, dan didengarnya.
k). Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap pengetahuan.
3. Hubungannya dengan sesama
a). Sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu
dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/
hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri
sendiri serta orang lain.

20

b). Patuh pada aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat
terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepentingan umum.
c). Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan
menghormati keberhasilan orang lain.
d). Santun, yakni sifat yang halus dan baik hati dari sudut
pandang tat bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
e). Demokratis, yakni cara berpikir, bersikap dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4. Hubungannya dengan lingkungan
a). Peduli sosial dan lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya

untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi juga selalu


ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
5. Nilai kebangsaan
a). Nasionalis, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsanya.
b).

Menghargai

keberagaman,

yakni

sikap

memberikan

respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang


berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama.
Selain dua pendapat ahli di atas, Suyadi (2013: 194-195)
menambahkan bahwa sesungguhnya strategi pembelajaran afektif
adalah strategi pembelajaran karakter, akhlak, atau moral. Dengan
demikian ada beberapa karakter yang cocok digunakan pada strategi
pembelajaran afektif diantaranya adalah :

21

1. Religius
2. Kejujuran
3. Tangung Jawab
4. Disiplin
5. Mandiri
Dari beberapa nilai karakter tersebut, peneliti hanya meneliti
beberapa karakter sesuai yang dikemukakan oleh Suyadi yaitu
religius, kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, dengan
alasan penilaian pada ranah afektif dan terbatasnya waktu penelitian
yang dilakukan oleh peneliti.

2.1.3 Penilaian Diri (Self Assessment) Berbasis Pendidikan Berkarakter


Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian yang di dalamnya
peserta didik mengemukakan kelemahan dan kelebihannya dalam
pencapaian kompetensi baik pada ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
Sedangkan

pendidikan

berkarakter

adalah

suatu

proses

pembelajaran yang di dalamnya menanamkan nilai-nilai perilaku


peserta didik tentang bagaimana ia berperilaku yang baik dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian diri
(self assessment) berbasis pendidikan berkarakter merupakan suatu
teknik penilaian berupa instrumen untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan peserta didik dalam menanamkan nilai-nilai karakter yang
baik meliputi aspek religius, kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab,
dan mandiri. Dengan adanya instrumen penilaian diri (self assessment)
berbasis pendidikan berkarakter ini diharapkan peserta didik dapat
menerapkan nilai-nilai karakter baik dalam pembelajaran matematika
maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Hasil belajar yang didapatkan dari pengembangan penilaian diri
(self assessment) berbasis pendidikan berkarakter ini merupakan tolok

22

ukur bagi guru untuk megetahui karakter para peserta didiknya


khususnya pada pembelajaran matematika.
Adapun penilaiannya menurut Kunandar (2013: 138) adalah
sebagai berikut :
1. Nilai 91 100 berarti amat baik atau SM (Sudah Membudaya)
2. Nilai 71 90 berarti baik atau MB (Mulai Berkembang)
3. Nilai 61 70 berarti cukup atau MT (Mulai Terlihat)
4. Nilai kurang dari 61 berarti kurang atau BT (Belum Terlihat)

2.1.4 Pengembangan Penilaian Diri (self assessment)Berbasis Pendidikan


Berkarakter
a. Pengertian penelitian dan pengembangan Penilaian Diri
(Self Assessment)berbasis pendidikan berkarakter
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses
sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan
menerapkan metode ilmiah (Emzir, 2010: 3). Jenis penelitian
berdasarkan tujuan penelitian yaitu penelitian dan pengembangan.
Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya
Research and Development adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407).
Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkahlangkah

untuk

menyempurnakan

mengembangkan
produk

yang

suatu

produk

telah

ada,

baru
yang

atau
dapat

dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2009:164).


Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu jenis
penelitian pragmatik yang menawarkan suatu cara untuk menguji
teori dan memvalidasi praktik yang terus menerus dilakukan secara
esensial melalui tradisi yang tidak menantang, dan juga merupakan
suatu cara untuk mendapatkan prosedur-prosedur, teknik-teknik dan
peralatan-peralatan baru, yang didasarkan pada suatu analisis
metodik tentang kasus-kasus spesifik (Emzir, 2010: 164).

23

Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan


adalah suatu metode yang digunakan untuk menghasilkan suatu
produk yang baru atau pun menyempurnakan produk yang sudah ada
sehingga terdapat inovasi baru dalam suatu penelitian.
Pada penelitian yang akan dikembangkan ini tentang penilaian
diri (self assessment) yang mana produk yang akan dihasilkan adalah
sebuah

instrumen

penilaian

diri

(self

assessment)

berbasis

pendidikan berkarakter yang meliputi aspek religius, kejujuran,


disiplin, tanggung jawab dan mandiri.
b. Pentingnya

penelitian

dan

pengembangan

penilaian

diri

(self assessment) berbasis pendidikan berkarakter


Dalam bidang pendidikan tujuan utama penelitian dan
pengembangan bukan untuk merumuskan atau menguji teori, tetapi
untuk mengembangkan produk-produk yang efektif untuk digunakan
di sekolah-sekolah. Produk yang dihasilkan oleh penelitian dan
pengembangan mencakup: materi pelatihan guru, materi ajar,
seperangkat tujuan perilaku, materi media, dan sistem-sistem
managemen. Penelitian dan pengembangan secara umum berlaku
secara luas pada istilah-istilah tujuan, personal, dan waktu sebagai
pelengkap.

Produk-produk

dikembangkan

untuk

mengetahui

kebutuhan-kebutuhan tertentu dengan spesifikasi yang detail. Ketika


menyelesaikan, produk dites di lapangan dan direvisi sampai suatu
tingkat efektivitas awal tertentu dicapai. Walaupun siklus penelitian
dan pengembangan sesuatu yang mahal, tetapi menghasilkan produk
berkualitas yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dalam
bidang pendidikan (Gay, Mils dan Airasian,2009:18 dalam Emzir,
2010: 263).
Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung
atau pengutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian
terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil
penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan yang

24

bersifat

praktis.

disambungkan

Kesenjangan
dengan

ini

penelitian

dapat

dihilangkan

dan

atau

pengembangan

(Sukmadinata,2009: 166).
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka pentingnya penelitian
dan pengembangan penilaian diri (self assessment) berbasis
pendidikan berkarakter adalah untuk melengkapi teknik penilaian
yang sudah ada yaitu penilaian diri (self assessment). Namun dalam
penelitian dan pengembangan instrumen ini ada inovasi yakni berupa
sebuah isntrumen yang meliputi aspek religius, kejujuran, disiplin,
tanggung jawab dan mandiri. Selain itu pengembangan instrumen ini
dianggap penting karena dengan instrumen ini pendidik/guru dapat
mengetahui karakter-karakter yang ada pada peserta didik.
c. Langkah-langkah Menyusun Instrumen Penilaian Diri
(self assessment)berbasis pendidikan berkarakter
Langkah-langkah penyusunan dalam pengembangan instrumen
penilaian diri (self assessment) menurut Kunandar adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan
dinilai,
2. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan,
3. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran,
daftar tanda cek, atau skala penilaian,
4. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri,
5. Peneliti atau guru mengkaji hasil penilaian untuk mendorong
peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara
secara cermat dan objektif,
6. Penyampaian umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil
kajian terhadap penilaian diri,
7. Membuat

kesimpulan

terhadap

hasil

penilaian

dengan

menggunakan penilaian diri berkaitan dengan pencapaian


kompetensi sikap spiritual dan sosial dari peserta didik,

25

8. Melakukan tindak lanjut dengan mengacu pada hasil penilaian


melalui penilaian diri (Kunandar, 2013: 134).
Selain itu Sudaryono (2012: 93) menjelaskan langkah-langkah
penilaian diri (self assessment) yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan kompetisi atau aspek kemampuan yang akan dinilai,
2. Menentukan kriteria yang akan digunakan,
3. Merumuskan

format

penilaian,

dapat

berupa

pedoman

penskoran, daftar tanda cek, atau skala penilaian


4. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri,
5. Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk
mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian
diri secara cermat dan objektif.

2.1.5 Hasil Belajar Matematika


Menurut Witherington (dalam Sukmadinata, 2007: 155) belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan
sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Sedangkan menurut Hamdani
(2011: 21) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku baik berbentuk keterampilan, sikaap,
kebiasaan, pengetahuan maupun kecakapan yang melalui serangkaian
kegiatan dalam setiap jenjang pendidikan.
Akhir dari proses pembelajaran tentunya untuk memperoleh
perubahan dari setiap individu. Perubahan tersebut merupakan hasil
yang didapat dari proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mujiono
(2002: 250)

hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental

yang lebih baik bila dibandingkan saat sebelum belajar. Dalam teori
taksonomi Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Nashar

26

(2004: 79) hasil belajar dapat dicapai melalui tiga kategori ranah antara
lain adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Ranah kognitif, berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang
terbagi kedalam enam aspek antara lain aspek pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah afektif, berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif terdiri
dari lima kemampuan yaitu menerima, menjawab, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai.
3. Ranah psikokotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi bendabenda dan koordinasi dalam mengamati.
Hasil belajar merupakan manifestasi setelah ia melakukan proses
pembelajaran, hasil belajar merupakan perubahan kearah yang lebih
positif. Berbeda dengan Bloom, Gagne membagi hasil belajar kedalam
lima ranah, yaitu :
1. Keterampilan intelektual, dengan tahapan-tahapan :mengenal objek
konkrit, mengenal sifat-sifat objek konkrit, memahami konsep yang
terdefinisi

(definisi

aturan,

rumus,

hukum,

dalil,

prinsip),

kemampuan menggunakan aturan(rumus, hukum, dalil, prinsip),


kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai
aturan.
2. Strategi kognitif seperti kemampuan, memilih dan mengubah caracara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berfikir.
3. Informasi verbal, seperti kemampuan menyimpan nama atau lebel,
fakta, pengetahuan dalam ingatan.
4. Keterampilan motorik, seperti kemampuan melakukan kegiatankegiatan fisik.
5. Sikap, seperti kemampuan menampilkan perilaku yang mengandung
nilai-nilai.(Nurhayati, 2010: 24 )
Sedangkan menurut Kunandar (2013: 62) hasil belajar adalah
kompetensi atau kemampuan tertentu, baik kognitif, afektif, maupun
psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti

27

proses belajar mengajar. Hamalik (dalam Kunandar) menjelaskan


bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian dan sikap-sikap serta kemampuan peserta didik. Lebih lanjut
Sudjana berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman
belajarnya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu manifestasi setelah melakukan proses pembelajaran,
dikatakan pula bahwa hasil belajar mampu membentuk pribadi
pebelajar baik dalam cara berfikir maupun dalam perkembangan
mentalnya.
Matematika adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang harus
dipelajari oleh seluruh siswa di setiap jenjang pendidikannya. Menurut
Reys, dkk., yang dikutip oleh Jannah (2011: 25) matematika diartikan
sebagai analisis suatu pola dan hubungannya, suatu jalan atau pola
pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berdasarkan pendapat di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika adalah bahasa
simbolis-simbolis dengan penggunaan bernalar deduktif.
Dari semua pengertian yang telah diuraikan tentang belajar, hasil
belajar, dan matematika, kita dapat manarik kesimpulan bahwa hasil
belajar matematika adalah hasil akhir dari suatu proses yang telah
melakukan perubahan yangmampu membentuk pribadi pebelajar baik
dalam cara berfikir maupun dalam perkembangan mentalnya dalam
pembelajaran matematika.

2.2 Penelitian yang Relevan


Ada beberapa penelitian yang menjadi sumber bacaan dan sumber
inspirasi penulis dalam melakukan penelitian dan pengembangan instrumen
penilaian diri (self assessment) berbasis pendidikan berkarakter pada
pembelajaran matematika di MTs N Cisaat Sumber ini. Penelitian-penelitian
tersbut merupakan penelitian dan pengembangan instrumen penilaian hasil

28

belajar siswa. Walaupun tidak pada bidang yang sama dengan yang penulis
teliti dan kembangkan, yaitu tentang pengembangan instrumen penilaian diri
(self assessment) berbasis pendidikan berkarakter pada pembelajaran
matematika, namun penulis merasa penelitian tersebut relevan dengan
penelitian dan pengembangan ini. Penelitian-penelitian tersebut adalah :
1. Penelitian yang berjudul Pengembangan Penilaian Berbasis Kelas Untuk
mengukur Keterampilan berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Reaksi
Reduksi dan Oksidasi yang disusun oleh Fusti Yunita pada tahun 2011.
Metode yang digunakan adalah Research and Development (R & D) yang
terdiri dari tahapan identifikasi silabus, analisis kajian literatuf dan jenis
instrumen, perancangan instrumen, validasi dan revisi instrumen, uji coba
intrumen dan revisi produk.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
terletak pada penilaian yang dikembangkannya. Pada penelitian di atas
penilaian yang dikembangkan adalah penilaian berbasis kelas. Sedangkan
pada penelitian yang akan dilakukan yaitu pengembangan instrumen
penilaian

diri

(self

assessment).

Selain

itu

perbedaannya

pada

pembelajarannya. Pada penenlitian di atas, pengembangan dilakukan pada


pembelajaran kimia dengan pokok bahasan reaksi reduksi dan oksidasi,
sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu pada
pembelajaran matematika. Perbedaan lainnya adalah apabila pada
penelitian di atas menggunakan identifikasi silabus, RPP dan perangkat
lainnya, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak
ada identifikasi silabus dan RPP melainkan observasi tentang karakter
peserta didik.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan penulis
lakukan yaitu terletak pada metode yang digunakannya yaitu Research and
Development (R & D).
2. Penelitian yang berjudul Pengembangan asesmen diri siswa

(student

self assessment) sebagai model penilaian dan pengembangan karakter


yang disusun oleh Mohammad Imam Farisi pada tahun 2012. Metode

29

yang digunakan adalah Research and Development (R & D) yang terdiri


dari tahapan identifikasi silabus, analisi kajian literatur dan jenis
instrumen, perancangan instrumen, validasi dan revisi instrumen, uji coba
intrumen dan revisi produk.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Imam
Farisi dengan peneliti adalah apabila dalam penelitian di atas asesmen diri
siswa merupakan model penilaian, sedangkan dalam penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti pengembangan penilaian diri (self assessment)
merupakan salah satu teknik penilaian. Dan juga pada penelitian di atas
cakupannya lebih luas sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan
lebih khusus pada pembelajaran matematika, selain itu pada penelitian
yang akan dilakukan tidak menggunakan analisis silabus. Selain itu
analisis yang dilakukan pada penelitian di atas menggunakan analisis
anatasi bibliografis.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti terletak pada pengembangan asesmen diri siswa dan juga
sama-sama mengembangkan karakter siswa.
3. Penelitian yang berjudul Efektivitas Penilaian Diri dan Teman Sejawat
Untuk Penilaian Formatif dan Sumatif pada Pembelajaran Mata Kuliah
Analisis kompleks yang di susun oleh Kartono pada tahun 2011.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
yaitu pada penelitian di atas ada 2 teknik penilaian yaitu penilaian diri dan
teman sejawat. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan hanya ada
satu teknik penilian yaitu penilaian diri (self assessment). Selain itu
perbedaan lainnya adalah pada penelitian di atas yang diteliti yaitu
efektivitas dari penilaia diri dan teman sejawat. Sedangkan pada penelitian
yang akan dilakukan adalah pengembangan instrumen penilaian diri (self
assessment).
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
yaitu sama-sama tentang penilaian diri. Pada penenlitian yang akan

30

dilakukan oleh peneliti pun tentang pengembangan instrumen penilaian


diri (self assessment).
Dari ketiga penelitian yang berupa skripsi di atas merupakan
penelitian yang berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti. Adapun jika peneliti mengutip dari salah satu penelitian di atas
telah dicantumkan sesuai ketentuan atau pedoman karya tulis ilmiah.

2.3 Kerangka Berfikir


Seorang guru memang sudah seharusnya memberikan penilaian kepada
para peserta didiknya sebagai bentuk angka dari hasil belajar yang selama ini
diikuti. Penilaian seorang guru kepada peserta didiknya dapat dilakukan
dengan banyak cara. Penilaian diri (self assessment) merupakan salah satu
teknik penilaian yang dapat dilakukan oleh guru. Pada penilaian diri (self
assessment) berbasis pendidikan berkarakter siswa diminta untuk dapat
menilai dirinya sendiri mengenai religius, kedisiplinan, kejujuran, tanggung
jawab dan mandiri pada pembelajaran matematika.
Pendidikan berkarakter merupakan modal dasar siswa untuk memiliki
budi pekerti yang baik. Pendidikan berbasis karakter dapat menanamkan sifat
yang memang seharusnya dimiliki setiap siswa sebagai bekal di kemudian
hari. Pendidikan karakter mempunyai manfaat yang sangat besar bagi peserta
didik.Peserta didik yang telah memiliki modal dasar tentunya tidak akan
terpengaruh dengan perubahan jaman yang terus berganti, karena telah
memiliki modal atau pondasi yang kuat.
Proses pembelajaran matematika yang berbasis pendidikan berkarakter
sangat membantu untuk dapat menanamkan nilai karakter pada peserta didik.
Dengan adanya proses pembelajaran matematika yang berbasis pendidikan
berkarakter maka diperlukan adanya teknik untuk dapat menilai dan
mengukur karakter pserta didik.
Instrumen

penilaian

diri

(self

assessment)

berbasis

pendidikan

berkarakter dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa untuk menilai


karakter siswa. Pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment)

31

berbasis pendidikan berkarakter ini dilakukan agar peserta didik dapat menilai
kemampuan dirinya sendiri dan mengalami perubahan dalam belajar seperti
adanya rasa ingin tahu untuk dapat lebih memahami pembelajaran, khususnya
pelajaran matemematika. Selain itu, diharapkan juga peserta didik dapat
memiliki karakter-karakter lainnya yang sudah seharusnya ada pada diri
peserta didik. Dengan memiliki karakter yang baik diharapkan juga
mendapatkan hasil belajar yang baik.
Akhir-akhir ini peserta didik sudah banyak mengalami perubahan.
Contoh kecilnya, dalam diri peserta didik kurang adanya kejujuran dalam
menyelesaiakan soal, peserta didik tidak percaya dengan kemampuan yang
dimilikinya yang akhirnya dia lebih mengandalkan orang lain daripada
dirinya sendiri. Jika pada diri peserta didik telah tertanam karakter yang baik
mungkin hal ini tidak akan terjadi pada diri peserta didik.
Selain itu, pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment)
diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan penilaian dan
mengetahui karakter para peserta didiknya. Karena sesungguhnya seorang
guru bukan hanya memberkan materi kepada peserta didiknya namun juga
mendidik para peserta didiknya agar menjadi lebih baik.
Pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment) berbasis
pendidikan berkarakter pada pembelajaran matematika di MTs N Cisaat
Sumber dilakukan untuk dapat menilai diri para peserta didik dalam
mengetahui kelebihan dan kelemahan terhadap karakter yang ada di dalam
instrumen penilaian diri (self assessment) yaitu rasa ingin tahu, kedisiplinan
dan kejujuran pada pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang
biasanya hanya menilai ranah kognitif saja, namun kali ini dengan adanya
pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment) berbasis pendidikan
berkarakter pada pembelajaran dapat menilai ranah afektifnya juga.
Dengan

adanya

pengembangan

instrument

penilaian

diri

(self

assessment) diharapkan dapat membantu guru dalam penilaian berbasis kelas


yang bertujuan untuk mengoptimalisasikan proses pembelajaran dan hasil

32

belajar siswa. Selain itu juga diharapkan menimbulkan karakter-karakter


siswa yang baik.

Ranah Afektif

Pembelajaran
Berkarakter

Pengembangan instrumen penilaian diri


(self assessment) berbasis pendidikan
berkarakter pada pembelajaran matematika.

Karakter-karakter pada peserta didik


yaitu religius, jujur, disiplin,
tanggung jawab dan mandiri

Hasil belajar peseta didik


pada ranah afektif
Gambar 2.1
Skema kerangka pemikiran penelitian pengembangan

Anda mungkin juga menyukai