BAB II
TEORI PENILAIAN DIRI (SELF ASSESSMENT) DAN PENDIDIKAN
BERKARAKTER
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Penilaian Diri (self assessment)
a. Pengertian Penilaian Diri (self assessment)
Menurut BPPPN Pusat Kurikulum (Depdiknas, 2010: 40)
penilain diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status,
proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam
mata pelajaran tertentu didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Adapun menurut
10
11
12
tanpa
menyesatkan,
dan
landasan
kepribadian
keterampilan
tanpa
yang
kesadaran
benar
akan
diri
akan
13
dapat
memberikan
kontribusi
yang
positif
kepada
14
ditumbuhkembangkan
dalam
kepribadian
seseorang
sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu (Kesuma, 2013: 5).
Menurut Anam pendidikan karakter adalah proses internalisasi
budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat
orang dan masyarakat beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan lebih luas lagi, yakni
sebagai sarana pembudayaan dan peyaluran nilai. Anak harus
mendapatkan
pendidikan
yang
menyentuh
dimensi
dasar
kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurangkurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: 1) Afektif yang tercermin
pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, termasuk budi
pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; 2)
Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas
untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi; 3) Psikomotorik yang tercermin pada
kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan
praktis, dan kompetensi kinestetis (Barnawi, 2013 : 24).
Sedangkan menurut Aqib (2012: 36) pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga
sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil.
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada
peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter
dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengambangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
15
penting
dan
perlu
sehingga
menjadi
16
c. Nilai-nilai Karakter
Kementrian
Pendidikan
Nasional
(selanjutnya
disebut
17
18
diupayakan
selalu
berdasarkan
pada
nilai-nilai
19
atau
berbakat
mengenali
produk
baru,
pada
orang
lain
dalam
menyelesaikan
permasalahan.
j). Ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang
dipelajari, dilihat, dan didengarnya.
k). Cinta ilmu, yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap pengetahuan.
3. Hubungannya dengan sesama
a). Sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu
dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/
hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri
sendiri serta orang lain.
20
b). Patuh pada aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat
terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepentingan umum.
c). Menghargai karya dan prestasi orang lain, yakni sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui dan
menghormati keberhasilan orang lain.
d). Santun, yakni sifat yang halus dan baik hati dari sudut
pandang tat bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
e). Demokratis, yakni cara berpikir, bersikap dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4. Hubungannya dengan lingkungan
a). Peduli sosial dan lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk
Menghargai
keberagaman,
yakni
sikap
memberikan
21
1. Religius
2. Kejujuran
3. Tangung Jawab
4. Disiplin
5. Mandiri
Dari beberapa nilai karakter tersebut, peneliti hanya meneliti
beberapa karakter sesuai yang dikemukakan oleh Suyadi yaitu
religius, kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, dengan
alasan penilaian pada ranah afektif dan terbatasnya waktu penelitian
yang dilakukan oleh peneliti.
pendidikan
berkarakter
adalah
suatu
proses
22
untuk
menyempurnakan
mengembangkan
produk
yang
suatu
produk
telah
ada,
baru
yang
atau
dapat
23
instrumen
penilaian
diri
(self
assessment)
berbasis
penelitian
dan
pengembangan
penilaian
diri
Produk-produk
dikembangkan
untuk
mengetahui
24
bersifat
praktis.
disambungkan
Kesenjangan
dengan
ini
penelitian
dapat
dihilangkan
dan
atau
pengembangan
(Sukmadinata,2009: 166).
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka pentingnya penelitian
dan pengembangan penilaian diri (self assessment) berbasis
pendidikan berkarakter adalah untuk melengkapi teknik penilaian
yang sudah ada yaitu penilaian diri (self assessment). Namun dalam
penelitian dan pengembangan instrumen ini ada inovasi yakni berupa
sebuah isntrumen yang meliputi aspek religius, kejujuran, disiplin,
tanggung jawab dan mandiri. Selain itu pengembangan instrumen ini
dianggap penting karena dengan instrumen ini pendidik/guru dapat
mengetahui karakter-karakter yang ada pada peserta didik.
c. Langkah-langkah Menyusun Instrumen Penilaian Diri
(self assessment)berbasis pendidikan berkarakter
Langkah-langkah penyusunan dalam pengembangan instrumen
penilaian diri (self assessment) menurut Kunandar adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan
dinilai,
2. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan,
3. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran,
daftar tanda cek, atau skala penilaian,
4. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri,
5. Peneliti atau guru mengkaji hasil penilaian untuk mendorong
peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara
secara cermat dan objektif,
6. Penyampaian umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil
kajian terhadap penilaian diri,
7. Membuat
kesimpulan
terhadap
hasil
penilaian
dengan
25
format
penilaian,
dapat
berupa
pedoman
yang lebih baik bila dibandingkan saat sebelum belajar. Dalam teori
taksonomi Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Nashar
26
(2004: 79) hasil belajar dapat dicapai melalui tiga kategori ranah antara
lain adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Ranah kognitif, berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang
terbagi kedalam enam aspek antara lain aspek pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah afektif, berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif terdiri
dari lima kemampuan yaitu menerima, menjawab, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai.
3. Ranah psikokotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi bendabenda dan koordinasi dalam mengamati.
Hasil belajar merupakan manifestasi setelah ia melakukan proses
pembelajaran, hasil belajar merupakan perubahan kearah yang lebih
positif. Berbeda dengan Bloom, Gagne membagi hasil belajar kedalam
lima ranah, yaitu :
1. Keterampilan intelektual, dengan tahapan-tahapan :mengenal objek
konkrit, mengenal sifat-sifat objek konkrit, memahami konsep yang
terdefinisi
(definisi
aturan,
rumus,
hukum,
dalil,
prinsip),
27
28
belajar siswa. Walaupun tidak pada bidang yang sama dengan yang penulis
teliti dan kembangkan, yaitu tentang pengembangan instrumen penilaian diri
(self assessment) berbasis pendidikan berkarakter pada pembelajaran
matematika, namun penulis merasa penelitian tersebut relevan dengan
penelitian dan pengembangan ini. Penelitian-penelitian tersebut adalah :
1. Penelitian yang berjudul Pengembangan Penilaian Berbasis Kelas Untuk
mengukur Keterampilan berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Reaksi
Reduksi dan Oksidasi yang disusun oleh Fusti Yunita pada tahun 2011.
Metode yang digunakan adalah Research and Development (R & D) yang
terdiri dari tahapan identifikasi silabus, analisis kajian literatuf dan jenis
instrumen, perancangan instrumen, validasi dan revisi instrumen, uji coba
intrumen dan revisi produk.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
terletak pada penilaian yang dikembangkannya. Pada penelitian di atas
penilaian yang dikembangkan adalah penilaian berbasis kelas. Sedangkan
pada penelitian yang akan dilakukan yaitu pengembangan instrumen
penilaian
diri
(self
assessment).
Selain
itu
perbedaannya
pada
(student
29
30
penilaian
diri
(self
assessment)
berbasis
pendidikan
31
berbasis pendidikan berkarakter ini dilakukan agar peserta didik dapat menilai
kemampuan dirinya sendiri dan mengalami perubahan dalam belajar seperti
adanya rasa ingin tahu untuk dapat lebih memahami pembelajaran, khususnya
pelajaran matemematika. Selain itu, diharapkan juga peserta didik dapat
memiliki karakter-karakter lainnya yang sudah seharusnya ada pada diri
peserta didik. Dengan memiliki karakter yang baik diharapkan juga
mendapatkan hasil belajar yang baik.
Akhir-akhir ini peserta didik sudah banyak mengalami perubahan.
Contoh kecilnya, dalam diri peserta didik kurang adanya kejujuran dalam
menyelesaiakan soal, peserta didik tidak percaya dengan kemampuan yang
dimilikinya yang akhirnya dia lebih mengandalkan orang lain daripada
dirinya sendiri. Jika pada diri peserta didik telah tertanam karakter yang baik
mungkin hal ini tidak akan terjadi pada diri peserta didik.
Selain itu, pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment)
diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan penilaian dan
mengetahui karakter para peserta didiknya. Karena sesungguhnya seorang
guru bukan hanya memberkan materi kepada peserta didiknya namun juga
mendidik para peserta didiknya agar menjadi lebih baik.
Pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment) berbasis
pendidikan berkarakter pada pembelajaran matematika di MTs N Cisaat
Sumber dilakukan untuk dapat menilai diri para peserta didik dalam
mengetahui kelebihan dan kelemahan terhadap karakter yang ada di dalam
instrumen penilaian diri (self assessment) yaitu rasa ingin tahu, kedisiplinan
dan kejujuran pada pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang
biasanya hanya menilai ranah kognitif saja, namun kali ini dengan adanya
pengembangan instrumen penilaian diri (self assessment) berbasis pendidikan
berkarakter pada pembelajaran dapat menilai ranah afektifnya juga.
Dengan
adanya
pengembangan
instrument
penilaian
diri
(self
32
Ranah Afektif
Pembelajaran
Berkarakter