Anda di halaman 1dari 8

Tes berbisik

Orang normal saat mendengar bisikan dari jarak 6-10 meter


Cara tes :

Ruangan yang cukup tenang.

Berbisik pada akhir ekspirasi

Dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama mendekat, maju tiap satu meter sampai dapat mengulangi tiap
kata dengan benar

Telinga yang tidak diperiksa ditutup, orang yang diperiksa tidak boleh melihat pemeriksa (pemeriksa berdiri
di sisi telinga yang diperiksa)

Gambaran umum :

Normal : 5/6 sampai 6/6

Tuli ringan bila suara bisik 4 meter

Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter

Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter

TES BISIK
SEMI-KUANTITATIF
DERAJAT KETULIAN KASAR
RUANGAN CUKUP TENANG, PJ MIN 6 MTR
NILAI NORMAL TES BISIK : 5/6 6/6

Tes Bisik
Tes bisik adalah melakukan pemeriksaan dengan mengucapkan suara Yng lirih seperti berbisikbisik kepada orang yang diperiksa ( orang normal maupun orang dengan gangguan pendengaran)
Tujuan
Untuk mengetahui kelainan pada pendengaran pada orang yang diperiksa

Indikasi
Pada klien yang dicurigai mengalami gangguan pendengaran

Kontraindikasi
Klien dengan adanya sumbatan benda asing pada telinga
Klien dengan trauma pada telinga

Klien dengan perdarahan telinga

Prosedur tindakan
a. Persiapan alat
1. 2 buah kursi
2. Kain penutup mata
3. Kapas bervaselin
4. Alat tulis menulis
b.
1.
2.
3.

Persiapan klien
Menjelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan
Memberikan klien posisi duduk (fowler) pada kursi yang telah disediakan
Menjaga privasi klien

c. Persiapan tempat
1. Ruang sunyi kedap suara ukuran minimal 4x5 meter
d. Pelaksanan
1. Mata orang yang diperiksa harus ditutup sehingga tidak melihat bibir pemeriksa (agar tidak
meniru gerakan bibir pemeriksa)
2. Telinga orang yang diperiksa harus dibebaskan dari penghalang dan dihadapkan kepada
pemeriksa. Telinga yang satu ditutup dengan kapas bervaselin, atau ada asisten sehingga
menggunakan tangannya untuk menutup lubang telinganya dengan cara buka tutup
3. Orang yang diperiksa diberi tahu bahwa ia harus mengulang kat-kata yang dibisikkan oleh
pemeriksa dengan jelas
4. Pemeriksa diharuskan menggunakan kata-kata yang 100% dapat dipahami oleh orang yang
diperiksa
5. Kata-kata pendek, yaitu 1-2 suku kata, bernada desis (nada tinggi) dan kata-kata yang lunak
(nada rendah) misalnya: sapu,susu,satu,dll
6. Semua kata-kata harus diucapkan pada akhir expirasi
7. Tempatkan klien pada tempat duduk yang nyaman
8. Pemeriksa mmulai membisikkan kata-kata yang harus diulang oleh orang yang diperiksa dan
pengulangan kata-kata harus jelas
9. Membisikkan kata-kata ini mulai dari jarak dekat, kemudian mundur lebih jauh lagi
10. Setiap jarak hendaknya dibisikkan kata-kata sebanyak 10 kata
11. Bila pada suatu jarak orang yang diperiksa hanya dapat mengulang kata-kata kurang dari 80%
maka jarak tersebut dicatat sebagai batas pendengaran, lakukan untuk telinga kanan dan kiri.
e. Evaluasi
1. Pada tuli konduksi:
Hanya mendengar suara desis (huruf S)
Suara lunak tidak terdengar
2. Pada tuli persepsi:

Hanya mendengar suara huruf U dan A


Tidak mendengar suara desis
Mendengar suara lunak

TES BISIK
Syarat:
- TEMPAT
Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata atau dilapisi soft board/ korden)
serta ada jarak sepanjang 6 m
- PENDERITA
Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
Telinga yang tidak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan menekan-nekan tragus ke arah
MAE oleh asisten pemeriksa. Bila tidak ada asisten telinga ditutup kapas yang dibasahi gliserin
Mengulang dengan keras kata-kata yang dibisikkan
- PEMERIKSA
Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru sesudah ekspirasi biasa
Kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita (familiar). Kata
harus mengandung huruf lunak (frek rendah) dan huruf desis (frek tinggi)
TEHNIK PEMERIKSAAN
- Penderita dan pemeriksa sama- sama berdiri, penderita tetap di tempat, sedang pemeriksa
berpindah tempat
- Mulai pada jarak 1m dibisikkan 5 atau 10 kata
- Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur ke jarak 2 meter dan dibisikkan lagi kata
dengan jumlah yang sama
- Bila didengar sama, pemeriksa mundur lagi sampai pada jarak imana penderita hanya
mendengar 80% kata saja
- Untuk memastikan bisa diulang
HASIL TES
pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran)
KUANTITATIF
Fungsi Pendenngaran
Normal Suara Bisik
6m
Tuli ringan >4m- <6 m
Tuli sedang >1m-<4m
Tuli berat <1m
Tuli total Bila berteriak di depan telinga penderita tetap tidak mendengar

TES GARPU TALA

TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat idengar penderita melewati hantaran udara bila
dibunyikan pada intensitas ambang normal
Cara:
- Semua garpu tala (dimulai dari frekuensi terendah sampai tertinggi digetarkan berurutan) di
dekat MAE pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan
MAE kanan kiri
Intepretasi:
- Normal: mendengar garpu tala pada semua frekuensi
- Tuli konduksi:batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
- Tuli sensori neural: batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
- Kesalahan: garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada
frekuensi mana penderita tak mendengar

Jenis Jenis Tes Pendengaran


1. Tes Pendengaran Konvensional
1) Tes bisik
Tes bisik adalah suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa katakata ke telinga penderita pada jarak tertentu. Hasilnya berupa jarak pendengaran, yaitu
jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana suara bisik masih dapat terdengar.

2) Tes Bisik Modifikasi


Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik
modifikasi digunakan

sebagai

skrining

pendengaran

dari

kelompok

orang

berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari


sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.

3) Tes Garpu Tala


Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala darinada c dengan
frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat
diperoleh dengan cepat gambarankeadaan pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak
dapat ditentukanbesarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu talayaitu

makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yangdidengar. Sentuhan garpu tala
harus lunak tetapi masih dapat didengar olehtelinga normal.

Gambar 1. Tes Garpu Tala

Macam - macam tes garpu tala :


a.

Tes Batas Atas & Batas Bawah


Tes batas atas dan batas bawah merupakan tes garpu tala yang bertujuan menentukan frekuensi
garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara pada intensitas ambang normal

b. Tes Rinne
Tes Rinne merupakan tes garpu tala yang brtujuan membandingkan kemampuan pendengaran
memalui hantaran tulang dan hantaran udara pada satu telinga pasien.
c.

Tes Weber
Tes weber ,erupakan tes garpu tala yang bertujuan membandingkan kemampuan pendengaran
melalui hantaran tulang antara kedua telinga.

d. Tes Schwabach
Tes schwabach merupakan tes garpu tala yang bertujuan membandingkan kemampuan
pendengaran pasien dengan pendengaran pemeriksa melalui hantaran tulang.

4) Tes Audiometri Nada Murni


Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran.
Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang diberikan pada frekwensi yang
berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi

sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya
ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.

2. Tes Pendengaran Non Konvensional


1) Tes Timpanometri
Timpanometri dilakukan untuk mengetahui keadaan di telinga tengah. Misalnya, apakah ada
cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan gendang telinga atau
bahkan gendang telinga terlalu lentur.
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri adalah timpanometer.

Gambar 2. Tes Timpanometri

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem timpano
osikular sementara tekanan udara di liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal diperoleh
pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan.
Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan
sistem timpano osikular yang normal.

Gambaran hasil timpanometri tersebut adalah:

tipe A mengindikasikan bahwa kondisi telinga tengah normal.

tipe B terdapat cairan di telinga tengah.

tipe C terdapat gangguan fungsi tuba eustachius.

tipe AD terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran.

tipe AS terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis)

2) Tes BERA (Brainsteem Evoked Response Audiometry)


Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif, yang tidak
dapat diperiksa dengan cara konvensional. Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf
pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari
saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang
terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III dan V.

Pemeriksaan BERA yang lengkap dapat memberikan informasi mengenai:


a.

Masa latensi absolut gelombang I, III, V pada intensitas yang berbeda

b. interpeak latency intervals yaitu dari gelombang I -III, I-V, III-V


c.

Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)

d. Perubahan masa latensi gelombang apabila intensitasnya diturunkan (latency intencity function)
e.

Perubahan masa latensi gelombang dengan perubahan kecepatan stimulus

f.

Rasio amplitudo gelombang (absolute dan relative)

3) Auditory Steady State Response (ASSR)


Pemeriksaan elektrofisiologis lain untuk menilai AEP adalah Auditory Steady State
Response (ASSR), atau kadang-kadang dikenal juga sebagai Steady-State Evoked Potential
(SSEP). ASSR adalah salah satu metode pemeriksaan terbaru yang dapat digunakan oleh para
audiologis untuk menentukan prediksi ambang pendengaran pada anak-anak.
Tujuan ASSR adalah untuk membuat estimasi audiogram statistik yang akurat. Pada
respons dari ABR diukur dalam microvolts, sedangkan pada ASSR diukur dalam nanovolts. Pada

dasarnya, cara pemeriksaan pada tes ASSR ini sama dengan pemeriksaan pada BERA. Yang
membedakan adalah frekuensi yang diperiksa serta gambaran hasil tes. Hasil tes BERA
gambarannya berupa gelombang-gelombang sedangkan hasil tes ASSR berupa audiogram.
Biasanya, jika dalam pemeriksaan BERA tidak ditemukan gelombang V di intensitas 80 dB,
maka disarankan untuk melakukan tes ASSR untuk mengetahui berapa derajat gangguan
pendengaran bayi atau anak.
Hasil tes ASSR ini sangat penting digunakan dalam pemilihan dan pengaturan alat bantu
dengar, terutama pada alat bantu dengar digital programmable. Ketepatan gain atau amplifikasi
yang diberikan harus sesuai dengan hasil tes ASSR dan hasil tes pendengaran subyektif yang
mendukung, yaitu Free Field Test.

4) Tes OAE (Otoacoustic Emission)


Pemeriksaan OAE untuk menilai apakah koklea berfungsi normal merupakan pemeriksaan
objektif , mudah, otomatis, non infansif, tidak terganting perilaku anak, cepat, sensivitas dan
spesifitas mendekati 100 %. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga
luar dan luar, kegagalannya pada 24 jam kelahiran pertama cukup tinggi, serta alat relative
mahal.

5) Pemeriksaan ABR (Auditory Brainstem Response)


Pemeriksaan ABR untuk menilai apakah saraf pendengaran dan batang otak berfungsi normal
merupakan pemeriksaan yang objektif, mudah, non invansif, tidak tergantung perilaku anak yang
di pengaruhi, dan tidak dipengaruhi kondisi telinga luar dan telinga tengah. Kelemahannya
dipengaruhi oleh bising lingkungan, waktu pemeriksaan relative lama, membutuhkan sedasi dan
tenaga ahli serta harga alat relative mahal

Anda mungkin juga menyukai