I.
dengan cara sembur alam (natural flow) dan sembur buatan (artificial lift). Cara
pertama dilakukan bila tekanan reservoir cukup tinggi, sehingga dapat mengalirkan
fluida ke permukaan secara alamiah. Sedangkan cara yang kedua dilakukan apabila
tekanan reservoir tidak mampu lagi mengalirkan fluida kepermukaan secara alamiah.
Salah satu metode yang digunakan dalam menangani masalah yang kedua adalah
dengan menggunakan Pompa Benam Listrik (Electrical Submersible Pump-ESP).
Metode pengangkatan fluida dengan ESP banyak digunakan karena sangat
efektif dan efisien untuk sumur yang menpunyai produktivitas indeks (PI) yang
besar, sumur yang dalam, serta untuk sumur-sumur miring. Ada banyak pilihan jenis
pompa ESP yang beredar di pasaran dimana tiap perusahaan mengembangkan dan
membuat bermacam-macam ukuran serta type dari pompa benam listrik sehingga
dapat dipilih type dan ukuran yang sesuai dengan perhitungan.
Unit peralatan ESP di dalam sumur mempunyai usia (running time) tertentu,
sehingga laju produksinya tidak sesuai dengan harapan. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap laju produksi sumur-sumur ESP diantaranya adalah adanya
berkurangnya cadangan minyak, adanya problem produksi (kepasiran, conning,
emulsi, scale dan sebagainya) dan desain pompa yang tidak optimal.
Dalam mendesain atau merencanakan pompa benam listrik (Pump Design)
ada 3 (tiga) hal penting yang harus di perhitungkan agar pompa dapat bekerja pada
kapasitas yang optimal, yaitu Head Capacity, Pump Efficiency dan Brake Horse
Power sehingga untuk memproduksikan fluida dengan kapasitas produksi maksimum
dan kapasitas kerja pompa yang optimum, maka peralatan bawah permukaan dalam
pemasangannya bisa menggunakan lebih dari satu. Pemasangan ini biasa disebut
dengan Tandem, sedangkan banyaknya yang dipasang akan bervariasi (bisa dua atau
tiga) tergantung dari jenis type dan ukuran dari unit pompa yang tersedia.
II.
mendesain ulang ESP dengan mengevaluasi laju produksi, pump setting depth dan
ukuran serta type unit pompa yang tersedia. Dari hasil tersebut diharapkan dapat
memilih unit pompa ESP yang sesuai untuk menghasilkan laju produksi yang
optimum.
III.
TEORI DASAR
3.1.
Produktivitas Formasi
Pada umumnya sumur-sumur yang baru diketemukan mempunyai tenaga
q
.............................................................................(3-1)
Ps Pwf
PI
dq
.................................................................................(3-2)
dPwf
Secara umum persaman gradient tekanan yang digunakan untuk setiap fluida
yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga
komponen, yaitu adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan pada
dinding pipa dan adanya perubahan energi kinetik.
dP
dP
dP
dP
..................................................(3-3)
dL dL dL dL
el
f
acc
g
fV 2 VdP
dP
sin
...............................................(3-4)
dL
gc
2g c d
g cdL
dimana :
= densitas fluida, lb/cuft
V = kecepatan aliran, ft/dt
f
= faktor gesekan
gc = faktor konversi
3.2.1. Friction Loss
Bila fluida mengalir didalam pipa maka akan mengalami tegangan geser
(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya
yang sering di sebut dengan friction loss. Willian-Hazen membuat suatu persamaan
empiris untuk friction loss (hf), yaitu:
100
hf 2,0830
1,85
Q1,85
ID4,8655
.................................................(3-5)
dimana:
C
1
f h , lb/in2...............................................................(3-6)
144
Pada suatu kolom fluida, tekanan pada suatu titik adalah sama dengan
tekanan pada permukaan fluida ditambah dengan tekanan akibat kolom fluida
setinggi titik tersebut dari permukaan. Ketinggian tersebut disebut Head.
H
P
, ft..................................................................(3-7)
0,433 x SG f
Gradient tekanan disebabkan oleh suatu kolom fluida pada satu unit
ketinggian, sehingga bila Persamaan (3-7) domasukkan P = 1 psi dan H = 1 ft, maka
gradient tekanan (Gf) adalah :
G f 0,433 x SG f ......................................................................(3-8)
Peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung tubing produksi dan dibenamkan
kedalam fluida sumur. Adapun peralatan untuk bawah permukaan adalah sebagai
berikut:
1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)
PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah suatu alat yang mencatat tekana dan
temperatur dalam sumur. Secara umum PSI unit mempunyai 2 komponen pokok,
yaitu :
a. PSI Down Hole Unit
Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini
dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan
bagian dari Motor tersebut.
b. PSI Surface Readout
Merupakan bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta
menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.
2. Motor Listrik
Motor ini berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi unit pompa (prime
mover). Merupakan motor induksi tiga fasa yang terdiri dari dua kumparan, yaitu
stator (bagian yang diam) dan rotor (bagian yang bergerak). Rotor ini dihubungkan
dengan poros yang terdapat pada pompa (shaft) sehingga impeller pompa akan
berputar. Karena diameter luarnya terbatas (tergantung diameter casing), maka untuk
mendapatkan horse power yang cukup maka motor dibuat panjang dan berganda
(tandem). Motor ini diisi dengan minyak yang mempunyai tahanan listrik (dielectric
strength) tinggi. Minyak tersebut selain berfungsi sebagai pelumas juga berfungsi
sebagai tahanan (isolasi) dan sebagai penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh
perputaran rotor ketika motor tersebut bekerja. Panas tersebut dipindahkan dari rotor
ke housing motor yang selanjutnya dibawa kepermukaan oleh fluida sumur yang
terproduksi.
Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau
Equalizer (ODI). Alat ini dipasang diantara gas separator dan motor listrik yang
mempunyai 4 (empat) fungsi utama, yaitu: untuk mengimbangi tekanan motor
dengan tekanan di annulus, sebagai tempat duduknya Thrust Bearing (yang
mempunyai bantalan axial dari jenis marine type) untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa, sebagai penyekat masuknya fluida sumur ke dalam motor
listrik serta memberikan ruang untuk pengembangan / penyusutan minyak motor
sebagai akibat dari perubahan temperatur dalam motor listrik pada saat bekerja atau
saat dimatikan.
4. Intake (Gas Separator)
Intake/Gas Separator dipasang dibawah pompa dengan cara menyambungkan
sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake ada yang dirancang untuk mengurangi
volume gas yang masuk kedalam pompa, disebut Gas Separator, tetapi ada juga yang
tidak yang disebut Intake atau Standart Intake.
5. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari:
impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa). Di dalam housing
pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi langsung
dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa
menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang
dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller
merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.
Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak
lurus pada poros pompa yang berputar pada housing. Prinsip kerja pompa ini, yaitu
fluida yang masuk kedalam pompa melalui intake akan diterima oleh stage paling
bawah dari pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai akibat proses
centrifugal maka fluida akan terlempar keluar dan diterima oleh diffuser.
Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi tenaga
potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses tersebut fluida
memiliki energi yang semakin besar dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian
tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa berbanding linier
dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stages yang dipasangkan, maka
semakin besar kemampuan pompa untuk mengangkat fluida.
6. Unit Kabel Listrik
Power yang dibutuhkan oleh motor disalurkan dari permukaan melalui kabel
listrik yang dilapisi dengan penyekat. Kabel ini ditempatkan sepanjang tubing dengan
Clamp. Unit kabel ini terdiri atas tiga buah kabel tembaga yang satu sama lain
dipisahkan dengan pembalut terbuat dari karet dan keseluruhannya dibungkus dengan
pelindung baja. Ada dua jenis kabel, yaitu flat cable (pipih) dan round cable (bulat),
yang penggunaannya tergantung pada besarnya ruang (clearances) yang tersedia.
Gambar 3.2.
Susunan Lengkap Peralatan Pompa Benam Listrik
7. Check Valve dan Bleeder Valve
Check valve dipasang 23 joint diatas pompa, gunanya untuk menahan liquid
agar tidak turun ke bawah yang mana mengakibatkan pompa berputar terbalik
sewaktu pompa mati. Bleeder valve berada 1 joint diatas check valve digunakan
untuk mengeringkan fluida ke annulus bila suatu bar (besi) dijatuhkan dalam tubing
untuk membukanya.
B. Peralatan di Atas Permukaan
Peralatan diatas permukaan terdiri atas : Wellhead, Junction Box,
Switchboard dan Transformer.
1. Wellhead
Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang
mempunyai lubang untuk cable pack off atau penetrator. Cable pack off ini biasanya
tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi juga dengan lubang untuk
hidraulic control line, yaitu saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball
valve agar terbuka.
2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switchboard dan
wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau penghubung kabel yang
berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal dari Switchboard. Jungtion Box
juga digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam kabel agar tidak menimbulkan
kebakaran di switchboard.
3. Switchboard
Berfungsi
sebagai
pengendali
atau
kontrol
peralatan
pompa
yang
ditenggelamkan kedalam sumur. Alat ini merupakan kombinasi dari motor starter,
alat pelindung dari overload/underload, alat pencatat tegangan serta kuat arus listrik
selama dalam kondisi operasi atau ammeter recording.
4. Transformer
dimana :
An = konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) dimana harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut
dengan water cut ditentukan pula dengan analisis regresi:
A n C0 C1 WC C 2 WC 2 ..................................................(3-10)
C0
0.980321
0.414360
0.564870
C1
0.115661 10-1
0.392799 10-2
0.762080 10-2
C2
0.179050 10-4
0.237075 10-5
0.202079 10-4
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut
dapat dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr), dimana (WC @ Pwf =
Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi dan menghasilkan persamaan berikut :
WC
P1 Exp P2 Pwf / Pr ......................................(3-11)
WC @ Pwf Pr
Dimana harga P1 dan P2 tergantung dari harga water cut dan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
P1 1.606207 0.130447 Ln ( WC) ......................................(3-12)
P2 0.517792 0.110604 Ln( WC) ....................................(3-13)
dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.
3.4.2. Pemilihan Ukuran dan Tipe Pompa
Pada umumnya pemilihan tipe pompa didasarkan pada besarnya rate produksi
yang diharapkan pada head pengangkatan yang sesuai. Ukuran casing (check
clearences) juga merupakan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe pompa.
Secara skematis pabrik Electric Submersible Pump telah menyediakan table untuk
pemilihan tipe pompa yang dikehendaki seperti terlihat dalam Tabel III-2.
3.4.3. Perkiraan Pump Setting Depth.
Sebelum perhitungan perkiraan Pump Setting Depth dilakukan, terlebih
dahulu diketahui parameter yang menentukannya, yaitu :
a) Static Fluid Level (SFL, ft)
Apabila sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada
aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan tekanan statik sumur (P s).
Sehingga kedalam permukaan fluida di annulus (SFL< ft) adalah :
SFL D
Ps Pc
, feet...........................................................(3-14)
Gf Gf
Pwf Pc
, feet........................................................(3-15)
Gf
Gf
dimana :
SFL = Statik Fluid Level, ft
Pwf
= Kedalaman sumur, ft
Pc
Gf
Pb Pc
, feet...............................................(3-16)
Gf Gf
Pb Pc
, feet...................................................(3-17)
Gf Gf
PIP Patm
.....................(3-18)
Gf
PIP Pc
.......................(3-19)
Gf
TDH
...................................................................................(3-21)
Hp
dimana :
WFL = working fluid level, ft
Hf
HTHP = head dari tubing head pressure, ft (THP dibagi gradient fluida)
Hp
perform. curve)
dimana :
SGf = spesific gravity fluida
St
Hp
Volt ......................................................................(3-23)
Voltage Drop adalah kehilangan voltage, volt/1000 ft (dari grafik voltage drop chart).
Dengan mengetahui besarnya tegangan permukaan (Vs), maka dapat dipilih tipe
switchboard yang sesuai dari Tabel III-4.
Untuk menentukan besarnya transformer yang diperlukan dihitung dengan
persamaan berikut :
T
Vs I m 1.73
, KVA ..........................................................(3-25)
1000
dimana :
Vs = surface voltage, volt
Vm = motor voltage, volt
Vc = correction voltage, volt
L
= panjang kabel, ft
Prosedur pembuatannya kinerja aliran tiga fasa dari Metode Pudjo Sukarno
adalah sebagai berikut :
Langkah 1.
Langkah 2.
Langkah 3.
Langkah 4.
Penentuan Qt maksimum
Menghitung Qt maksimum dari Persamaan (3-9) dan konstanta A0, A1
dan A2 dari langkah 3.
Langkah 5.
Langkah 6.
WC
Qo ....................................................(3-26)
100 WC
Qw
Langkah 7.
Langkah 8.
2.
3.
4.
PIP
Well Fluid Composite Gradient
, ft.................................................(4-5)
5.
7.
, f t.........................................................(4-9)
8.
Menentukan Tipe Pompa sesuai ukuran casing dan laju produksi yang diinginkan.
9.
10.
11.
12.
13.
TDH
Head Per Stage
............................................................................(4-11)
14.
15.
16.
...................(4-13)
.............................(4-14)
.............(4-15)
Dengan Grafik Voltage Drop pada harga rasio voltage drop, baca secara
horisontal pada Ampere Motor dan pilih ukuran kabel pada angka dibawah ini.
17.
...............(4-16)
.............................(4-17)
Penentuan control panel disesuaikan dengan rating voltage dan amperenya untuk
mencukupi sistim voltage dan arus (Surface no load voltage).
18.
Menentukan Transformer
Rating transformer dalam KVA adalah:
KVA Surface Full Load Voltage Ampere Motor
1.732
....................(4-18)
1000
St
h
P3 P2 fsc
St .......................................................................(4-20)
808.3141
dimana :
fsc = barel dari 1 bbl cairan pada kondisi standart
h
P2
P3
Dari persamaan tersebut dapat diperoleh tekanan dasar alir yang masuk
kedalam pompa pada tingkat pertama. Dari data tekanan tadi apabila di plot terhadap
laju produksi akan menghasilkan kurva intake yang akan bervariasi berdasarkan
jumlah tingkat pompa. Jika kurva tadi dipotongkan dengan kurva IPR akan didapat
laju produksi setiap jumlah tingkat pompa.
Prosedur untuk membuat kurva intake yang digunakan untuk mendapatkan
jumlah tingkat (stage) pompa yang paling tepat, yaitu :
A.
Laju produksi
WC
wsc dan osc
B.
Langkah Perhitungan
1. Memilih tipe pompa sesuai ukuran casing dan laju produksi yang diinginkan.
2. Menghitung fsc dan fsc.
fsc = [350 x WC x wsc] + [350 x (1 WC) x osc .........................(4-21)
fsc
= (fsc/350) .................................................................................(4-22)
b.
c.
Mengasumsikan jumlah tingkat pompa yang bervariasi dan untuk tiaptiap jumlah stage, hitung intake pressure dengan persamaan :
h
P3 P2 fsc
St .................................................................(4-23)
808.3141
4. Memplot intake pressure vs laju produksi dari tiap-tiap asumsi jumlah stage
pompa pada grafik yang sama untuk kurva IPR dan dengan skala yang sama
pula.
5. Membaca laju produksi pada perpotongan kurva pump intake dan kurva IPR
6. Menentukan jumlah tingkat pompa yang paling tepat yang dapat
menghasilkan laju produksi optimum.
4.2.3. PSD Berubah dengan Tipe dan Stage Pompa Tetap
Evaluasi kedalaman Pump Setting Depth dilakukan dengan mengubah-ubah
harga Pump Setting Depth dari PSD minimum sampai PSD maksimum dan pada
evaluasi tersebut menggunakan tipe dan stage pompa yang sama. Dengan
mengasumsikan laju produksi pada setiap PSD untuk menghitung Total Dynamic
Head (TDH). Dari asumsi laju produksi tersebut ditentukan juga head capacity
pompa dari performance curve. Dari hasilnya dapat dibuat grafik TDH vs laju
produksi dan head capacity vs laju produksi.
Titik perpotongan antara head capacity dan TDH akan didapatkan laju
optimum pada PSD tersebut. Apabila diambil PSD yang lain dan dilakukan prosedur
seperti diatas akan didapat pula kurva TDH yang akan memotong kurva head
capacity, sehingga titik perpotongannya akan berubah.
Prosedur penentuan laju produksi optimum dengan variasi PSD pada tipe dan
stage pompa yang tetap adalah sebagai berikut:
A.
B.
Langkah Perhitungan
1. Menentukan PSD minimum dan PSD maksimum.
PSD min WFL
PSD max D
Pb Pc
, feet ...........................................................(4-24)
Gf Gf
Pb Pc
, feet ...............................................................(4-25)
Gf Gf
b.
c.
pompa. Pada titik-titik tersebut ditentukan harga head pompa dan TDH,
selanjutnya ditentukan tipe pompa dan PSD-nya. Kemudian plot data PSD versus
tipe pompa sehingga diperoleh kurva q optimum. Dengan mengambil harga laju
produksi yang lain akan didapatkan variasi harga PSD dan stage pompa.
2.
Menentukan beberapa harga PSD selanjutnya juga TDH untuk tiap-tiap PSD,
berdasarkan variasi q yang telah ditentukan.
3.
Memplot data-data head pompa dan TDH terhadap laju produksi (q) kedalam
satu grafik sehingga didapatkan laju produksi optimum untuk berbagai kondisi
4.
5.
6.
7.
8.
Dari grafik PSD vs tipe pompa, tentukan harga tipe tertentu dan tarik garis
sejajar sumbu Y sehingga memotong berbagai garis q dan tentukan PSD.
9.
10.