GENERAL ANESTESI
PADA SINUSITIS DAN POLIP
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Anamesa Pribadi
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status Perkawinan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal MRS
No. RM
1.2 Anamnese
Anamnese Penyakit
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Keluhan Utama
Telaah
:(-)
RPK
:(-)
Status present
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tensi
: 140/90 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 37 C
Berat Badan
: 70 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
b.
Pemeriksaan umum
Kepala
: bentuk normocephali
Mata
: anemi -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-, pupil isokor,
3mm, reflek cahaya +/+.
Mulut
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Regio Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
HB
: 12,2. g/dL
HT
: 38,7 %
Leukosit
: 12.400 /L
Trombosit
: 225.000 /L
Eritrosit
: 5.4 10^6/ L
Index Eritrosit
MCV
: 71.3 fL
MCH
: 22.4 pg
MCHC
: 31,5 %
: -
Seg : 85 %
Stab : 0 %
Limfosit
: 36 %
Monosit
: 4%
Eosinofil
:1%
Basofil
:0%
LFT :
Bilirubin Total : 0.97 mg/dL
Bilirubin Direk :0.82 mg/dL
SGOT : 15 U/I
SGPT : 28 U/I
RFT :
Ureum : 33 mg/dL
Kreatinin : 0.66 mg/dL
Metabolik
GDS
: 136 mg/dl
EKG
: Tidak diperiksa
Radiologi
: Tidak diperiksa
1.5 Diagnosis
Diagnosa : Sinusitis dan polip
1.6 Rencana Tindakan
Tindakan
Anesthesi
PS-ASA
:1
Posisi
: Supinasi
Pernafasan
LAPORAN OPERASI
: RL 500 cc
-DO
: RL 1000 cc
: 50cc
- Kasa basah
: 10 cc x 2 = 20 cc
- Kasa basah
: 5 cc x 6 = 30 cc
- Suction
:-
EBV : (70) x BB
= 70 x 70 kg = 4900 cc
10 % 490 cc
20% 980 cc
30% 1470 cc
C. Post Operatif
B1 ( Breath)
- Airway
: clear
- RR
: 13 x/mnt
- SP
: vesikuler ka=ki
- ST
- SpO2
: 97-100%
B2 ( Blood)
- Akral : Hangat/Merah/Kering
- TD
: 147/101 mmHg
- HR
: 78 x/menit, reguler
- t/v
: kuat/cukup
B3 (Brain)
- Sensorium : Compos Mentis
- Pupil : isokor, ka=ki 3mm/3mm, RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
- Kateter tidak terpasang
B5 (Bowl)
- Abdomen : soepel
- Peristaltik : normal (+)
- Mual/Muntah : (-)/(-)
B6 (Bone)
- Oedem : (-)
1.8. Obat obatan
Premedikasi
10
Midazolam (0,05-0,1mg/kgBB) = 50 mg
Induksi
Relaxant
Analgetik
Ranitidin 50 mg
Deksamethasone 10 mg
SA 0,75 mg
Prostigmin 1,5 mg
11
12
BAB 1
PENDAHULUAN
sinus
maksilaris,
sinus
sfenoidalis,
sinus
frontalis,
sinus
sekretnya
berkurang
atau
tersumbat,
akan
menimbulkan
13
i n i d i a n g k a t a g a r d i a g n o s i s , d a n p e n a n g a n a n s i n u s i t i s maksilaris
bisa dimengerti dengan lebih baik.Sinus maksilaris disebut juga antrum
Highmore, merupakan sinus yang paling sering terinfeksi. Hal ini
disebabkan karena ini merupakan sinus paranasal yang terbesar,
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari
sinus maksila hanyatergantung dari gerakan silia. Dasar sinus maksila
adalah
akar
gigi
(prosesus
di
sekitar
hiatus
semilunaris
yang
sempit,
sehingga
mudah
trauma,
serta
barotrauma.
Faktor
predisposisi
nasi
merupakan
mukosa
yang
mengalami
inamasi
dan
14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinusitis dan Polip
Manusia mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian
lateralrongga hidung. Rongga rongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi
namasesuai dengan letaknya : sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus
sphenoidalis dansinus ethmoidalis (sinus paranasalis). Seluruh sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi dan
mampu menghasilkan mukus dan b e r s i l i a , s e k r e t d i s a l u r k a n k e
d a l a m r o n g g a h i d u n g . P a d a o r a n g s e h a t , s i n u s terutama berisi udara.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh
infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
etmoid dan m a k s i l a .
Yan g
berbahaya
dari
sinusitis
adalah
danmerupakan
subjek
yang
selalu
diperdebatkan,
baik
16
atopi
sedangkan
pada
kebanyakan
orang
tidak
17
Polip nasi ialah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bukan
merupakan penyakit tersendiri tetapi adalah manifestasi klink dari
berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis
alergi, asma dll.
Penyebab terjadinya polip tidak diketahui, tetapi beberapa polip tumbuh
karena adanya pembengkakkan akibat infeksi.Polip sering ditemukan pada
penderita:
Rinitis alergika, Asma, Sinusitis kronis, Fibrosis kistik .Etiologi pasti belum
diketahui, tapi ada 3 faktor penting terjadinya polip :
1. Adanya peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan hidung.
2. Adanya gangguan kesimbangan vasomotor.
3. Adanya peningkatan tekanan cairan intersisial dan adema mukosa hidung.
Gejala utama yang paling sering dirasakan adalah sumbatan di hidung
yang menetap dan semakin lama semakin berat keluhannya, hal ini dapat
mengakibatkan hiposmia sampai anosmia. Bila menyumbat ostium sinus
paranasalis mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan
hidung berair.
2.2 Definisi dan Teknik Anastesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
18
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :
- Hipnosis (tidur)
- Analgesia (bebas dari nyeri)
- Relaksasi otot
Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik
perlindungan jalan nafas. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi.
Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat monitoring.
19
Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan
uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil ( Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 40 tahun ada anjuran EKG dan
foto thoraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya
yang harus dikeluarkan dan mamfaat minimal uji-uji semacam ini.
4. Kebugaran untuk anesthesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan
agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi CITO penundaan tidak
perlu harus dihindari.
5. Klasifikasi Status anestesia
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas 1 : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas 2 : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas 3 : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
20
2.4 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan memudahkan bangun dari
anestesi diantaranya:
1.
2.
3.
21
4.
5.
6.
Menciptakan amnesia.
7.
8.
adalah
obat-obatan
yang
berkhasiat
22
Kontra indikasi
Alkaloid belladona ini tidak diberikan pada pasien yang menderita: demam,
takikardi, glaukoma dan tirotoksikasis.
Derivate fenothiazin
Derivate benzodiazepine
Derivate butirofenon
Derivate barbiturate
Antihistamin
1. Derivate fenothiazin
Derivate fenothiazin yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah
prometazin. Obat ini pada mulanya digunakan sebagai antihistamin.
23
2. Derivat benzodiazepine
Derivat benzodiazepine yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah
diazepam dan midazolam. Derivat yang lain adalah klordizepoksid, nitrazepam
dan oksazepam.
Penggunaan klinis
Dalam praktik anesthesia obat ini digunakan sebagai:
1. Premedikasi, diberikan intramuscular dengan dosis 0,2 mg/kg BB atau
peroral dengan dosis 5-10 mg.
2. Induksi, diberikan intravena dengan dosis 0,2-0,6 mg/kg BB
3. Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena
4. Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin
Penggunaan lainnya adalah:
1. Anti kejang pada kasus-kasus epilepsy, tetanus dan eklamsi
2. Sedasi pasien rawat inap
3. Sedasi pada tindakan kardioversi dan endoskopi
Pada pemberian intramuscular atau intravena, obat ini tidak bisa dicampur
dengan obat lain karena bisa terjadi presipitasi. Jalur vena yang dipilih sebaiknya
melalui vena-vena besar untuk mencegah flebitis. Pemberian intramuscular
kurang disenangi oleh karena menimbulkan rasa nyeri pada daerah suntikan.
24
Kemasan
Kemasan injeksi berbentuk larutan emulsi dalam ampul 2 ml yang
mengandung 10 mg, berwarna kuning, sukar larut dalam air dan bersifat asam.
Kemasan oral dalam bentuk 2 mg dan 5 mg, disamping itu ada kemasan
suppositoria atau pipa rectal (rectal tube) yang diberikan pada anak-anak.
Sedangkan midazolam yang ada dipasaran adalah hanya dalam bentuk larutan
tidak berwarna, mudah larut dalam air dan kemasan dalam ampul (3 dan 5 ml)
yang mengandung 5 mg/ml.
3. Derivat butirofenon
Derivate ini disebut juga sebagai obat golongan neroleptika, karena sering
digunakan sebagai neroleptik. Derivate butiroferon yang sering digunakan sebagai
obat premedikasi adalah dehidhobenzperidol atau disebut DHBP.
Penggunaan Klinik
1.
2.
3.
4.
5.
Kemasan
Dalam bentuk ampul 2 ml dan 10 ml, mengandung 2,5 mg/ml. Tidak
berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.
4.Derivat barbiturat
25
5.Preparat antihistamin
Obat golongan ini yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah
derivat difenhidramin. Khasiat yang diharapkan adalah: sedatif, antimuntah ringan
dan antipiretik, sedangkan efek sampingnya adalah hipotensi yang sifatnya ringan.
Derivat sintetik
Fenilpiperidine
Benzmorfans
Morfinans
Propionanilides
Tramadol
26
1. Reseptor Mu
Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimulasi reseptor ini akan
menimbulkan analgesia, rasa segar, euforia dan depresi respirasi.
2. Reseptor Kappa
Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anestesia.
Morfin bekerja pada reseptor ini.
3. Reseptor Sigma
Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil
midriasis dan stimulasi respirasi.
4. Reseptor Delta
Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diduga
memperkuat reseptor Mu.
Golongan narkotik yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah:
1. Phetidin
2. Morfin
Sedangkan fentanil digunakan sebagai suplemen anestesia.
Penggunaan klinik
Morfin mempunyai kekuatan 10x dibandingkan phetidin, ini berarti bahwa
dosis morfin sepersepuluh dari dosis phetidin, sedangkan fentanil 100 kali dari
dosis petidin.
Analgetik narkotik digunakan sebagai:
1. Premedikasi: petidin diberikan IM dengan dosis 1 mg/kgBB atau IV 0,5
mg/kgBB, sedangkan morfin sepersepuluh dari petidin, sedangkan fentanil
seperseratus dari petidin.
2. Analgetik untuk pasien menderita nyeri akut/kronis, diberikan sistemik
atau regional intratekal/epidural
3. Suplemen anestesia atau analgesia
4. Analgetik pada tindakan endoskopi atau diagnostik lain.
5. Suplemen sedasi dan analgetik di Unit Terapi Intensif
Kontra Indikasi
27
Pemberian narkotik harus hati-hati pada pasien orangtua atau bayi dan
keadaan umum yang buruk. Tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapat
preparat penghambat monoamin oksidase, pasien asma dan penderita penyakit
hati.
Efek samping atau tanda-tanda intoksikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
28
Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi
anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena, intramuscular atau rektal.
Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai
induksi anestesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih
cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :
S= Scope
T= Tube
Pipa trakea. Pilih sesuia usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan >5 tahun dengan balon (cuffed)
A= Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring ( naso-trachealairway). Pipa ini untuk menahan lidah saat
pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat
jalan napas.
T=Tape
I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C=Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
29
S=Suction
1. Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, pelahan-lahan, lembut dan terkendali.
Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus
diawasi dan selau diberikan oksigen. Induksi ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif.
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh
otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target
organ
masingmasing
dan
akhirnya
diekskresikan
sesuai
dengan
farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping
yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek
samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan
efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting,
membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor
30
31
32
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi
diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino
Butired Acid).
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate
to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi
yang minimal 0.2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari propofol dalam kondisi sudah terbuka
lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
33
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada
bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar.
Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi
menggunakan
propofol.
Propofol
merupakan
emulsi
lemak
sehingga
pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak
seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
2.Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal
dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal
yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat
mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam
waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10
menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.
Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek
sedasi dan hilangnya kesadaran.
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2thiobarbituric
pentynyl)barbituric
acid],
acid],
methohexital
dan
[1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-
thiamylal
[5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental
34
merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak
dipergunakan untuk induksi anestesi.
Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat
menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan
pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol
beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat
secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat
menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik
(GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter
(presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu
50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang
jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,
35
36
37
pasien
yang
menderita
penyakit
sistemik
penggunaanya
harus
4.Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan
tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum,
dan kata opium berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine,
fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang
sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam
dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda
dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf
pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,.
38
Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai
analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan
reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat
menghambat
pelepasan
presinaptik
dan
respon
postsinaptik
terhadap
Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena
0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil
seperseratus dari petidin.
5.Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang
tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan
bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut
air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
39
Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
2 . Induksi Inhalasi
Nitrous oksida (N2O), kloroform, dan eter adalah agen pembiusan umum
pertama yang diterima secara universal. Etil klorida, etilen, dan siklopropan
kemudian menyusul, dengan zat yang terakhir cukup digemari pada saat itu
karena induksinya yang singkat dan pemulihannya yang cepat tanpa disertai
delirium. Sayang sekali sebagian besar agen-agen anestetik yang telah disebutkan
tadi telah ditarik dari pasaran.
Sebagai contoh, eter sudah tidak digunakan secara luas karena mudah
tersulut api dan berisiko mengakibatkan kerusakan hepar. Di samping itu, eter
juga mempunyai beberapa kerugian yang tidak disenangi para anestetis seperti
berbau menyengat dan menimbulkan sekresi bronkus berlebih. Kloroform juga
kini dihindari karena toksik terhadap jantung dan hepar. Etil klorida, etilen, dan
40
siklopropan pun tidak lagi digunakan sebagai anestetik, baik karena toksik
ataupun mudah terbakar.
Metoksifluran dan enfluran termasuk agen anestetik generasi baru yang
sempat digunakan bertahun-tahun tetapi jarang digunakan lagi karena toksisitas
dan efikasinya. Metoksifluran adalah anestetik inhalasi yang paling poten, tetapi
induksi dan pemulihannya relatif lambat. Lebih lanjut, sebagian metoksifluran
dimetabolisme oleh sitokrom P-450 menghasilkan florida bebas (F ), asam
oksalat, dan bebrapa komponen lain yang bersifat nefrotoksik. Sementara itu,
enfluran mengurangi kontraksi myokardial dan meningkatkan sekresi likuor
serebrospinal (CSF). Selama anestesia, enfluran menginduksi perubahan
elektroensefalograf yang dapat berprogresi pada pola spike-and-wave yang biasa
ditemukan pada kejang tonik-klonik. Oleh karena itulah, dewasa ini baik
metoksifluran maupun enfluran penggunaannya telah dibatasi.
Dengan ditariknya berbagai zat anestetik dari peredaran seperti yang
dikemukakan di atas, kini terdapat lima agen inhalasi yang masih digunakan
dalam praktik anestesi yakni nitrous oksida, halotan, isofluran, desfluran, dan
sevofluran. Anestetik inhalasi paling banyak dipakai untuk induksi pada pediatri
yang mana sulit dimulai dengan jalur intravena. Di sisi lain, bagi pasien dewasa
biasanya dokter anestesi lebih menyukai induksi cepat dengan agen intravena.
Meskipun demikian, sevofluran masih menjadi obat induksi pilihan untuk pasien
dewasa, mengingat baunya tidak menyengat dan onsetnya segera. Selain induksi,
agen inhalasi juga sering digunakan dalam praktik anestesiologi untuk rumatan.
Studi mengenai kaitan antara dosis obat, konsentrasi jaringan, dan waktu
kerja obat disebut sebagai farmakokinetik (bagaimana tubuh memengaruhi obat);
41
sedangkan studi mengenai mekanisme aksi obat, termasuk respons toksik, disebut
farmakodinamik (bagaimana obat memengaruhi tubuh). Setelah penjelasan secara
umum tentang farmakokinetik dan dinamik anestetik inhalasi, akan dibahas
farmakologi klinis dari masing-masing agen.
Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi
1. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat
dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan
dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan
dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen
anestetik inhalasi lain.
2.Halotan
Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga
bersifat tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan
berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan
pengawet timol berguna untuk menghambat dekomposisi oksidatif spontan.
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi
dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun
setelah anestetik dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi paling
murah, dan karena keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.
3.Isofluran
42
4.Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya
saja atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga
kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih
rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat
dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons
terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi.
Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi
17 kali lebih poten dibanding N2O.
5.Sevofluran
43
1.
dekametonium.
Didalam
vena,
suksinil
kolin
dimetabolisme
oleh
44
(prostigmin)
dikontraindikasikan
karena
menghambat
kerja
pseudokolinesterase.
a.
memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek
(kurang dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar
dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi suksinilmonokolin. Proses ini
sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang dinjeksikan yang
mencapai neuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada
dosis besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya
level pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan
pada kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada
beberapa orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang
menyebabkan blokade yang memanjang.
Interaksi obat
Kolinesterase inhibitor
Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot
depolarisasi dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka
jumlah asetilkolin akan semakin banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan
depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat pseudokolinesterase.
45
Dosis
Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak
dokter yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik
untuk intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.
Efek samping dan pertimbangan klinis
Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak
dengan miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada
penanganan rutin anak dan remaja.
Efek samping dari suksinilkolin adalah :
Aritmia jantung
Salivasi
2.
a.
Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja
pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi
pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selama
waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena
46
pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15
mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
b.
Atracurium
Struktur fisik
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di
dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang.
Dosis
0,5 mg/kgBB IV, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative
0,25 mg/kg initial, lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit
efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan
dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8 OC,
potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan
dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.
Vekuronium
Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan
lebih besar dan lama kerjanya singkat, zat anestetik ini tidak mempunyai efek
47
Rokuronium
Struktur Fisik
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya
adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 0,9
mg/kgBB IV untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4
mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg
untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi
tidak sampai 3 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 12
mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.
Efek samping dan manifestasi klinis
Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.
Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.
48
2.
3. Intermediate
duration. Contoh:
atracurium,
vecuronium,
rocuronium,
D-tubocurarine,
doxacurium,
cisatracurium
4. Long
duration.
Contoh:
pancuronium,
pipecuronium.
49
2. Untuk
stabilitas
hemodinamika
(contoh
pada
hipovolemia
atau
5.
Cegukan (hiccup)
2.
50
DAFTAR PUSTAKA
51
17
Agustus 2013
5. http://www.scribd.com/doc/123303979/polip, diunduh pada 17 Agustus
2013
6. http://www.scribd.com/doc/121359335/polip, diunduh pada 17 Agustus
2013
7. http://www.scribd.com/doc/150667555/Sinusitis,
diunduh
pada
17
Agustus 2013
8. http://www.suaradokter.com/2010/11/ragam-operasi/, diunduh pada 20 juli
2013