Anda di halaman 1dari 13

KATETERISASI JANTUNG

Kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik merupakan standar baku yang


dipertimbangkan dalam pemeriksaan anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah yang
berhubungan dengan jantung tersebut. Padda tahun 1929, Forssmann mendemonstrasikan
kemungkinan dilakukannya kateterisasi pada manusia ketika dia melewatkan kateter urologis
dari vena pada tangannya ke atrium kanannya dan mendokumentasikan posisi kateter dalam
jantung mengguanakan x-ray. Pada tahun 1940, Cournand dan Richards mengaplikasikan
teknik ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk mengevaluasi fungsi
jantungnya. Pada tahun 1958, Sones secara tak sengaja melakukan angiografi coroner selektif
untuk yang pertama kalinya ketika kateter di ventrikel kiri terselip melewati katup aorta,
terkait di arteri koroner kanan, dan injeksi bertenaga dari contras 40 mL menuruni pembuluh
darah. Hasil angiografi menyajikan detail anatomi arteri secara bagus, dan pasien tidak
mengalami efek samping. Sones kemudian mengembangkan kateter koroner selektif, yang
kemudian dimodifikasi lebih lanjut oleh Judkins, yang mengembangkan kateter sehingga
memungkinkan dilakukannya angiografi arteri koroner untuk mendapatkan kegunaan secara
luas sebagai alat diagnostik.
1. Indikasi Kateterisasi Jantung
Sebagaimana prosedur-prosedur yang lain, keputusan untuk merekomendasikan
kateterisasi jantung itu didasarkan pada risk/benefit ratio. Secara umum, kateterisasi jantung
direkomendasikan baik itu pada kepentingan klinis untuk menetapkan adanya atau beratnya
lesi pada jantung yang tidak dapat di evaluasi secara adekuat dengan menggunakan teknik
noninvasive. Pengukuran tekanan intrakardiak dan arteriografi koroner merupakan prosedur
yang dapat dilakukan dengan keakuratan reproducible terbaik menggunakan kateterisasi
invasif.
Kateterisasi jantung dan angiografi koroner diindikasikan untuk mengevaluasi
luas dan beratnya penyakit jantung pada pasien yang simptomatik dan untuk menjelaskan
bahwa pembedahan atau intervensi yang didasarkan pada kateter itu terjamin. Kateterisasi
juga digunakan untuk meniadakan penyakit berat pada pasien yang simptomatik dengan
temuan yang samar-samar pada uji noninvasive dan pada pasien dengan sindrom nyeri dada
yang tidak diketahui sebabnya secara pasti untuk menegakkan diagnosis pasti yang penting
untuk penatalaksanaan. Kateterisasi jantung bukan merupakan anjuran utama untuk bedah
jantung pada beberapa pasien muda yang memiliki penyakit jantung kongenital atau penyakit

katup jantung yang sudah dapat dipastikan pada gambaran noninvasif dan pada yang tidak
bergejala atau tidak memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner.
Beberapa indikasi keteterisasi jantung antara lain:
1. Penyakit arteri koroner
a) Asimptomatik atau simptomatik
Berisiko tingga untuk outcome yang buruk pada hasil pemeriksaan
noninvasif
Kematian jantung tiba-tiba
Didukung (> 30 detik) ventrikular takikardi tipe monomorfik
Tidak didukung (< 30 detik) ventrikular takikardi tipe polimorfik
b) Simptomatik
Anginga dalam pengobatan dengan Canadian Cardiology Society class

III atau IV
Unstable angina risiko tinggi atau sedang
Sindrom nyeri dada dengan penyebab yang tidak jelas dan penemuan

hasil yang samar pada pemeriksaan noninvasif


2. Infark miokard akut
Reperfusi dengan percutaneous coronary intervention primer
Iskemia persisten atau berulang
Edem pulmoner yang berat
Syok kardiogenik atau hemodinamik yang tidak stabil
Komplikasi mekanik regurgitasi mitral, defek septum ventrikel
3. Penyakit katup jantung
Diduga adanya penyakit katup pada pasien yang simptomatik sesak, angina,
gagal jantung, sinkop
Endokarditif infektif dengan embolisasi koroner
Pasien asimptomatik dengan regurgitasi aorta dan pembesaran jantung atau
penurunan fraksi ejeksi
Pembedahan katup pada pasien dewasa dengan faktor risiko penyakit arteri
koroner
4. Gagal jantung kongestif
Onset baru dengan angina atau diduga tidak terdiagnosis penyakit arteri koroner
5. Penyakit jantung kongenital
Sebelum di lakukan koreksi pembedahan, ketika gejala atau uji noninvasif
menunjukkan penyakit koroner.
Curiga adanya anomali koroner konganital
Bentuk penyakit jantung kongenital berhunbungan dengan anomali koroner
6. Penyakit perikard
Pasien simptomatik dengan diduga tamponade jantung atau perikarditis konstriktif
7. Transplantasi jantung
Evaluasi sebelum dan sesudah pembedahan
8. Kondisi lain

Kardiomiopati hipertrofik dengan angina


Penyakit aorta ketika pengetahuan keterlibatan arteri koroner penting untuk
penatalaksanaan.
Tidak ada kontaindikasi absolut ketika prosedur dilakukan dengan antisipasi
intervensi yang life-saving. Beberapa kontraindikasi relatif terhadap kateterisasi jantung
antara lain:

Perdarahan gastrointestinal akut


Hipokalemia berat
Intoksikasi digitalis yang tak terkoreksi
Antikoagulan dengan INR > 1.8 atau koagulopati berat
Riwayat reaksi anafilaksis terhadap media kontras
Stroke akut
Gagal ginjal akut atau penyakit ginjal kronik berat yang tidak tergantung dialisis
Demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya atau infeksi aktif yang tidak

terobati
Anemia berat
Pasien yang tidak kooperatif
2. Teknik
Sebelum sampai di laboratorium kateterisasi, pasien seharusnya dijelaskan
menegnai prosedur secara lengkap termasuk risiko dan keuntungan. Evaluasi sebelum
kateterisasi antara lain anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG, pemeriksaan laboratorium
rutin seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum, konsentrasi kreatinin dan glukosa,
PT (Prothrombin time) dengan INR (international normalize ratio) dan PTT (partial
prothombine time) pada pasien yang mendapatkan heparin.
Pasien harus puasa terlebih dahulu paling tidak 6 jam, dan seharusnya dilakukan
pemasangan IV line. Biasanya diberikan obat penenang secara oral atau intravena (misalnya
benzodiazepine). Pulse oximetry harus digunakan untuk memonitor status respirasi.
Pemberian antikoagulan oral harus dihentikan dan INR harus kurang dari 1.8 untuk mencegaj
peningkatan risiko perdarahan. Aspirin atau antiplatelet oral lain dilanjutkan sebelum
prosedur. Pasien diabetes, pemberian metformin harus dihentikan pada hari dimana prosedur
akan dilakukan dan metformin tidak diberikan sampai fungsi ginjal stabil kulang lebih 48 jam
setelah prosedur. Semua pasien harus dihinrasi sebelum dan sesudah prosedur.

Kateter yang digunakan untuk kateterisasi jantung tersedia dalam berbagai


macam bentuk, ukuran dan konfigurasi. Panjang kateter umumnya antara 50 125 cm,
dimana 100 cm merupakan panjang kateter yang umumnya digunakan untuk kateterisasi
jantung kiri pada orang dewasa yang menggunakan pendekanan arteri femoralis. Diameter
terluar dari kateter ditetapkan dengan menggunakan French units, dimana 1 french unit (F)
sama dengan 0.33 mm. Diameter sebelah dalam kateter lebih kecil daripada diameter sebelah
dalam karena ketebalan material dari kateter tersebut. Kawat yang digunakan selama
prosedur kateterisasi harus cukup kecil untuk dapat masuk melalui diameter sebelah dalam
baik itu dari Introducer needle maupun kateter itu sendiri. Kawat yang digunakan
dideskripsikan dengan panjangnya pada centimeter, diameter padd inchi dan bentuk
ujungnya. Kawat yang sering digunankan umumnya adalah 150 cm, 0.035 inchi dan J-tip
wire. Selubung introduser ditetapkan dengan jumlah French dari kateter terbesar yang secara
bebar leawat melalui diameter sebelah dalam dari selubung dibandingkan diameter
terluarnya. Oleh karena itu, sebuah selubung introducer 7F dapat menerima kateter 7F (7F =
2.31 mm) tetapi memiliki diameter sisi luar lebih dari 2.31 mm.
3. Kateterisasi Jantung Kanan

Kateterisasi jantung kanan menyediakan pengukuran dan analisis atrium kanan,


ventrikel kanan (RV), arteri pulmoner, dan tekanan biji kapiler pulmoner, menentukan
cardiac output, dan penyaringan intracardiac shunts. Penyaringan sampel darah untuk
oksimeter harus diperoleh dari vena cava superior (SVC) dan arteri pulmoner pada semua
pasien. Kateterisasi jantung kanan dilakukan melalui vena cava inferior (IVC) ataupun SVC
secara antegrade. Tempat masuk secara perkutan dicapai melalui vena femoralis, vena
jugularis, vena subclavia, atau vena antecubiti.

Ballon flotation catheters merupakan penggunakan termudah dan yang paling


sering digunakan. Terdapat dua metode untuk memajukan Ballon flotation catheters. Yang
paling sering, kateter dapat di majukan secara langsung melalui atrium kanan dan melewati
katup trikuspid. Sekali kateter berada pada ventrikel kanan, kateter kemudian diputar searah
jarum jam menuju titik yang lebih tinggi dan secara langsung masuk ke dalam saluran aliran
keluar ventrikel kanan. Sekali kateter berada pada saluran aliran keluar, ujung balon harus
dibiarkan mengapung kedalam arteri pulmoner dan posisi yang terjepit. Jika dibutuhkan,

inspirasi yang dalam atau batuk dapat menfasilitasi manuver ini dan membantu dalam
melewati katup pulmonal.

Ketika lubang terujung kateter yang tidak mempunyai ujung ballon digunakan,
teknik kanulassi arteri pulmoner berbeda secara nyata. Kateter harus diarahkan ke bawah

melewati katup trikuspid dan kemudia ke atas ke dalam saluran keluar ventrikel kanan. .
4. Kateterisasi ventrikel kiri dan arteriografi koroner
Setelah dilakukan anestesi lokal dengan 1 % lidocaine, jalur masuk perkutan dari
arteri femoralis didapatkan dengan menusuk pembuluh dari 1 3 cm (atau 1 atau 2 jari)
dibawah ligamentum inguinalis. Ligamentum inguinalis dapat teraba sejalan dari SIAS (spina
iliaca anterior superior) sampai ke ramus superior pubis. Ligamen ini (bukan lipatan
inguinal), digunakan sebagai landmark.

Insisi kulit secara melintang dibuat diatas arteri femoralis dengan menggunakan
skalpel. Dengan teknik Seldinger yang dimodifikasi, sebuah thin-walled needle 18-gauge di
insersikan pada sudut 30 45 derajat kedalam arteri femoralis, dan sebuah kawat J-tipe
berlapis teflon (polytetrafluoroethylene) masuk melalui jarum ke dalam arteri. Kawat harus
masuk aorta secara bebas tanpa perlawanan dan terasa seperti pisau panas yang melewati
mentega.

Stelah diperoleh akses arterial, selubung yang ukuranya hampir sama sperti
kateter koroner biasanya dimasukkan ke dalam arteri femoralis. Pemberian heparin untuk
kateterisasi jantung masih belum ditetapkan. Pada pasien yang memperoleh heparin sebelum
dilakukannya kateterisasi, hasil pemeriksaan clotting time harus sudah ditetapkan sebelum
dilakukan tindakan.
LV systolic dan end-diastolic pressure dapat ditetapkan dengan memasukkan
kateter kedalam ventrikel kiri. Pada memeriksa stenosis katup aorta, LV dan tekanan aorta
atau tekanan fateri femoralis, harus direkam secara stimultan dengan 2 transduser. Kateter
aorta harus diletakkan tetidaknya kedalam aorta abdominal daripada ke dalam arteri
femoralis. Pada kecurigaan mitral stenosis, LV dan tekanan atrium kiri harus ditetapkan
secara stimultan dengan 2 transduser.

Left ventriculography dilakukan pada right anterior oblique 30 derajat dan left
anterior oblique 45-50 derajat. Injeksi bertenaga medium kontras 30-40 mL diamsukkan ke
dalam ventrikel pada 12-15 mL/detik digunakan untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan
beratnya regurgitasi mitral.
Setelah prosedur selesai dilakukan, kateter dilepaskan dan tekanan yang kuat
diaplikasikan pada area femoral selama 10 menit dengan tangan. Pasien harus dijelaskan
untuk tirah baring selama beberapa hari dengan kaki lurus untuk mencegah pembentukan
hematoma. Dengan kateter 4F-6F, tirah baring selama 2 jam biasanya cukup, sedangkan
penggunaan kateter yang lebih dari 6F biasanya membutuhkan waktu setidaknya 3-4 jam.
5. Angiografi Koroner
Angiografi koroner selektif hampir selalu dilakukan selama kateterisasi jantung
dan digunakan untuk menggambarkan anatomi koroner. Kateter koroner bentuk khusus
digunakan untuk ostium koroner kanan dan kiri. Injeksi agen kontras radiopak membentuk
luminogram koroner yang terekam pada gambaran radiografi. Karena arteri koroner

merupakan objek 3 dimensi yang bergerak dengan siklus jantiung, angiogram pembuluh
darah dilakukan dengan menggunakan beberapa proyeksi ortogonal yang berbeda untuk
memvisualisasikan pembuluh darah dengan baik tanpa overlap atau terlihat pemendekan.
Anatomi koroner normal sangat bervariasi diantara masing-masing individu, akan
tetapi secara umum terdapat 2 ostium koroner dan 3 pembuluh darah koroner yang utama,
yaitu arteri koronaria sinistra desending anterior (left anterior descending/LAD),arteri
koronaria sinistra sirkumflek (left circumflex), dan arteri koronaria dextra, dimana LAD dan
left circumflex merupakan percabangan dari left main coronary artery.

Angiografi

koroner

memvisualisasikan

stenosis

arteri

koroner

sebagai

penyempitan lumen pada cine angiogram. Derajat penyempitan menunjuk pada persentase
stenosis dan ditetapkan secara visual dengan membandingkan segmen penyakit yang terberat
dengan proksimal atau distal dari segmen yang normal, stenosis > 50% secara signifikan
dipertimbangkan. Adanya jembatan miokardial, yang umunya terlibat dengan LAD bisa
salah sangka dengan stenosis yang signifikan. Kuncu untuk embedakan jembatan mikardial
dari stenosis adalah bagian stenosis dari pembuluh darah kembali menjadi normalselama
diastol. Kalsifikasi koroner juga dapat terlihat selama angiografi pada injeksi agen kontras.

Thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) flow grade, merupakan pengukuran durasi


relatif dari waktu yang diambil untuk kontras pada opasitas arteri koroner secara penuh, bisa
memberikan petunjuk tambahan pada tingkatan beratnya lesi, dan adanya TIMI grade 1 atau
2 memberi kesan adanya stenosis arteri koroner yang signofikan.

Daftar Pustaka

Charles J.D., & Robert O.B. Cardiac Catheterization. In: John F. Kennedy. Editor.
Braunwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 383-404
David P.F., & Jane A.L. Diagnostic Cardiac Catheterization and Coronary Angiography:
Introduction. In: Faucis, et al. Editor. Harrisons: Principles of Internal Medicine.
8th ed.USA: McGraw-Hill; 2012.

Anda mungkin juga menyukai