Anda di halaman 1dari 26

Keterlibatan Partikel snRNP U1 dalam Penyambungan RNA (Splicing)

Awalnya, perkembangan penelitian mekanisme biokimiawi penyambungan


(splicing) RNA berlangsung lambat. Salah satu petunjuk awal tentang mekanisme
penyambungan (splicing) RNA berasal dari sekuens banyak lokasi penyambungan
RNA. Sekuens

regio penyambungan RNA 5flanking komplementer terhadap

sekuens RNA yang ditemukan pada ujung 5 pada kelas U1 partikel ribonukleoprotein
nuklear kecil (small nuclear ribonucleoprotein particles) yang dikenal sebagai
snRNPs. Selain partikel U1, dijumpai U2, U4, U6, dan lain-lain, setiap partikel
memiliki 90-150 nukleotida dan sekitar 10 protein berbeda. Komplementeritas antara
RNA U1 dan lokasi penyambungan RNA pre-mRNA menunjukkan bahwa pasangan
basa diproduksi antara dua siklus penyambungan (splicing) RNA. Bukti yang lebih
kuat untuk pengajuan adalah penemuan oleh

Steitz dan Flint bahwa proses

penyambungan (splicing) RNA dapat diblok oleh antibodi terhadap partikel U1.
Penelitian menunjukkan inaktivasi penyambungan (splicing) RNA oleh
antibodi anti-U1 tidak definitif karena spesifisitas antibodi anti-U1 tidak tinggi dan
antibodi lain juga dapat muncul. Salah satu metode rasional untuk menginaktivasi
partikel U1 secara spesifik adalah menghilangkan nukleotida dari ujung 5mRNA
dengan RNAse H. Enzim ini mendigesti RNA dari dupleks RNA-DNA.

Gambar 5.16 Cara mutasi kompensasi pada dua struktur interaktif dapat merestorasi
aktivitas

Gambar 5.17 Konsensus sekuens pada ujung 5 sambungan ekson-intron. Sekuens ini
komplementer terhadap ujung 5 U1 RNA. Perubahan pada sekuens penyambungan
RNA menurunkan tingkat penyambungan (splicing) RNA. Oligonukleotida DNA
yang komplementer terhadap ujung 5 U1 RNA dihibridisasi di bawah kondisi lunak
terhadap partikel U dalam ekstrak sel, lalu RNAse H ditambahkan. Perlakuan ini
menyebabkan ekstrak tidak dapat mengkatalisasi penghilangan intron, sedangkan
ekstrak yang mendapatkan oligonukleotia dengan sekuens berbeda tidak dihambat.

Salah satu demonstrasi terbaik interaksi biologis signifikan antara dua


molekul adalah mutasi kompensasi dapat digunakan. Pertama, mutasi terisolasi yang
menganggu interaksi khusus antara A dan B (Gambar 5.16). A tidak berinteraksi
dengan B dalam jangka waktu yang cukup lama secara in vivo. Mutasi kompensasi
terisolasi pada B yang mempotensiasi interaksi in vivo antara A dan B. Isolasi
mutasi dan mutasi kompensasi aparatus splicing tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan alat genetic sederhana karena reaksi penyambungan terjadi pada hewan
dengan genetik elementer. Metode rekayasa genetik harus dilakukan.
Dua langkah dibutuhkan untuk melakukan percobaan. Langkah pertama
adalah induksi sel untuk mensintesis messenger dengan lokasi penyambungan yang
diubah seperti halnya mensintesis U1 RNA dengan sekuens yang berubah. Langkah
kedua adalah pengujian penyambungan messenger khusus dalam kadar RNA
messenger dan pre-messenger seluler normal. Weiner memperkenalkan segmen
koding sekuens adenovirus protein E1a wild-type atau varian 5lokasi penyambungan
dalam sel seperti halnya gen U1 yang berubah. Hanya ketika DNA yang mengkode
2

gen varian U1 yang mengkompensasi mutasi pada lokasi penyambungan dan


mengembalikan pasangan basa Watson-Crick melewari regio merupakan varian
lokasi penyambungan yang digunakan (Gambar 5.17).
Penggunaan sekuens adenovirus untuk penelitian memungkinkan perubahan
messenger penyambungan yang tidak penting bagi sel. Pengenalan gen baru U1 RNA
menghindari kekacauan proses penyambungan seluler yang sedang berlangsung.
Pengujian penyambungan pada gen E1a virus meningkatkan sensitivitas karena gen
ini mengandung tiga lokasi penyambungan RNA 5 yang berbeda, setiap lokasi
menggunakan lokasi penyambungan RNA 3 yang sama. Kerusakan aktivitas pada
satu

lokasi

penyambungan

RNA

mengalihkan

penyambungan

lokasi

penyambungan RNA lain, sedangkan hanya terdapat satu lokasi penyambungan RNA
5 mempelambat kinetik proses penyambungan tanpa mengubah jumlah aktual RNA
yang disambung.
Uji proteksi RNAse digunakan untuk memantau proses penyambungan. RNA
diisolasi dari sel dan dihibridisasi dengan RNA radioaktif komplementer terhadap
mRNA adenovirus. Regio RNA yang tidak berpasangan basa sensitive terhadap
RNAse pankreatik dan T1 dicerna (Gambar 5.18). Proses ini meninggalkan molekul
RNA radioaktif dengan ukuran yang menunjukkan lokasi penyambungan RNA yang
digunakan. Varians sekuens pada lokasi penyambungan RNA E1a bagian tengah
mengeliminasi penyambung dari lokasi ini, tetapi pengenalan varian gen U1 terhadap
sel yang memiliki mutasi kompensasi mengembalikan penggunaan lokasi
penyambungan RNA ini.

Gambar 5.18 Pola penyambungan RNA pada adenovirus. Lokasi penyambungan


RNA 5 yang memisahkan regio A, B, dan C digabungkan ke lokasi penyambungan
RNA 3 yang memisahkan regio D dan E. Lalu, tiga RNA yang ditunjukkan di atas
dapat diproduksi. Jumlah spesies ABE dapat ditentukan melalui hibridisasi RNA
radioaktif yang komplementer terhadap ABC dan digesti dengan RNAase T1 dan
pankreatik. Jumlah produk dengan panjang AB ditentukan dengan elektroforesis.
Reaksi dan Kompleks Penyambungan RNA
Selain memerlukan partikel U1 snRNP, penyambungan pre-mRNA membutuhkan
sesikitnya tiga snRNP lain, U2, U5, dan U4/U6 dan sejumlah protein larut.
Komponen-komponen ini secara bersamaan membentuk kompleks luas yang dapat
diamati melalui mikroskop elektron dan dapat dipurifikasi secara biokimiawi.
Kompleks terbentuk dalam nukleus, bahkan ketika RNA sedang dielongasi dan ekson
di dekat ujung 5 RNA dihilangkan, bahkan sebelum sintesis RNA lengkap.
Pembentukan kompleks ini membutuhkan regio yang memiliki ikatan U1 dan U2.
Pemindaian dengan aparatus penyambungan dari ujung 5 ke ujung 3 membantu

menjelaskan derajat tinggi spesifisitas penyambungan RNA secara paradoksal. Lokasi


penyambungan RNA donor dan akseptor hanya mengandung dua nukleotida esensial,
terlalu sedikit untuk menjamin spesifisitas RNA sekuens acak. Pengaturan jarak
antara intron dan ekson juga membantu aparatus penyambungan DNA memiliki
lokasi dengan tepat. Salah satu metode purifikasi penyambungan RNAosome adalah
sintesis substrat RNA in vitro. RNA ini disintesis dengan nukleotida biasa dan biotinsubstituted uridine. Setelah RNA ditambahkan pada ekstrak penyambungan, biotin
dapat digunakan untuk menangkap RNA secara selektif dengan streptavidin yang
terikat dengan kolum kromatografi. Sejalan dengan RNA, ditemukan snRNA U1, U2,
U4/U6, dan U5. Reaksi komponen penyambungan RNA pada mamalia partly
ordered. U1 mengikat pasangan basa dengan lokasi penyambungan RNA 5 dan U2
mengikat pasangan basa dengan sekuens dalam sekuens intervensi yang mengandung
nukleotida yang dikenal sebagai titik cabang yang berpartisipasi dalam reaksi
penyambungan RNA. RNA U4 dan U6 berpasangan basa secara ekstensif, sedangkan
regio pasangan basa yang lebih pendek terbentuk antara RNA U6 dan U2 (Gambar
5.19). Dalam perjalanan reaksi penyambungan RNA, partikel U4 pertama kali
dilepasakan. Proses penyambungan RNA pada ragi serupa dengan proses
penyambungan RNA yang dijumpai pada mamalia, hanya sedikit berbeda secara
keseluruhan. snRNP yang terlibat sama, tetapi kebanyakan U RNA berukuran lebih
besar daripada mamalia. Hanya U4 dan U6 hampir homolog pada dua organisme ini.
Kadang-kadang proses penyambungan RNA ekstensif diperlukan untuk menghasilkan
gen tunggal mamalia yang utuh. Contohnya, terdapat gen yang mengandung 1 juta
basa dan 60 tempat penyambungan RNA. Hanya sedikit gen pada ragi yang
merupakan RNAd penyambungan dan hanya mengandung sedikit intron. Spesifisitas
tinggi diperlukan agar seluruh reaksi penyambungan RNA berjalan cukup memadai di
mana kebanyakan molekul RNA pre-messenger menghasilkan penyambungan
messenger RNA. Kami masih belum mengetahui alasan kesesuaian ini. Walaupun
sekuens konsensus pada lokasi penyambungan dapat diperoleh dengan mensejajarkan
banyak lokasi penyambungan RNA, hanya terdapat 2 nukleotida penting dan invarian

pada setiap lokasi ini. Hal ini nampaknya memberikan cukup informasi untuk
menspesifikasi proses penyambungan RNA yang tepat.
Ketika reaksi penyambungan RNA in vitro dapat dilakukan dengan substrat khusus,
dilakukan pengujian produk reaksi. Ukuran produk yang ditentukan melalui
pemisahan elektroforesis tidak menambah ukuran substrat pre-mRNA. Struktur lalu
ditentukan melalui metode kimiawi dan mikroskop elektron molekul RNA resultan.
RNA yang dipotong ditemukan dalam bentuk lariat (tali).

Gambar 5.19 Pasangan basa pada U1, U2, U4, U6 dan pre-mRNA menunjukkan titik
cabang dan lokasi pemotongan 5

Hasil ini berasal dari reaksi nukleotida pada titik cabang dalam intron yang
memecahkan fosfodiester pada lokasi penyambungan RNA 5. Selanjutnya, terjadi
pemecahan 3-OH pada lokasi penyambungan RNA 5 ikatan fosfodiester pada
lokasi penyambungan RNA 5 melepaskan intron dalam bentuk lariat dan
menyempurnakan proses penyambungan RNA. Intron bebas dalam bentuk lariat
terdegradasi cepat dalam nukleus.
Penemuan Self-splicing RNA
6

Cech menemukan RNA ribosomal nukleus dari Tetrahymena mengandung sekuens


intervensi. Dalam upaya membangun sistem in vitro di mana proses penyambungan
RNA berlangsung, Cech menyertakan rRNA yang tidak disambung dalam reaksi yang
memiliki dan kekurangan ekstrak yang disediakan dari sel. Reaksi kontrol dari reaksi
penyambungan

RNA

yang

kekurangan

ekstrak

yang

ditambahkan,

juga

disambungkan ke sekuens intervensi. Secara alamiah, dicurigai adanya kontaminasi


dan dilakukan upaya ketat untuk menghilangkan kemungkinan adanya protein
Tetrahymena dari substrat RNA, tetapi proses penyambungan RNA tetap berlangsung
walaupun tidak dijumpai ekstrak Tetrahymena extract persisted. Cech menyertakan
gen rNA pada plasmid yang dapat mereplikasi E. coli, mempersiapkan DNA dari sel
E. coli, keadaan tanpa adanya protein Tetrahymena
menjumpai proses penyambungan

hipotetik, dan Cech masih

RNA. Hal membuktikan bahwa rRNA

Tetrahymena melakukan penyambungan RNA sendiri tanpa ada aksi protein


Tetrahymena.

Gambar 5.20 Rangkaian reaksi self-splicing rNA Tetrahymena

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.20, guanosin berperan penting dalam proses
self-splicing, tertapi tidak memberikan energi kimiawi pada produk penyambungan
RNA. Penelitian lebih lanjut terkait reaksi self-splicing Tetrahymena menunjukkan
bahwa tidak hanya 480 potongan nukleotida dari RNA dihilangkan dari bagian tengah
RNA ribosom, tetapi bagian yang dihilangkan menuju ke dekat RNA membentuk
lingkaran dan melepaskan fragmen pendek linier. Tidak ada ATP atau sumber energi
lainnya yang diperlukan dalam reaksi pemotongan dan penyambungan RNA karena
energi eksternal tidak diperlukan dalam proses ini. Secara kimiawi, seluruh reaksi
merupakan transesterifikasi dan jumlah ikatan fosfodiester dikonservasi. Lalu, timbul
pertanyaan mengapa rekasi berlangsung demikian. Jawabannya adalah dalam
beberapa kasus, produk reaksi berupa tiga polinukleotida di mana awalnya hanya ada
satu nukleotida dan guanosin. Bersamaan, dengan reaksi ini memiliki aliran entropi
yang lebih tinggi daripada molekul awal, lalu terbentuknya polinukleotida
mengarahkan reaksi selanjutnya.
Reaksi transesterifikasi melibatkan proses self-splicing dalam berbagai tingkatan
yang lebih cepat daripada transesterifikasi biasa. Hanya dua alasan dapat menjelaskan
tingkat stimulasi reaksi ini. Pertama, struktur sekuner molekul dapat berikatan dengan
gugus reaktif secara langsung menempel satu sama lain. Ikatan ini meningkatkan
frekuensi tabrakan efektif jauh di atas nilai solusio normal. Alasan kedua adalah
probabilitas reaksi terjadi seiring dengan peningkatan tabrakan efeksi jika ikatan yang
terlibat tegang. Penelitian dengan self-cutting RNA yang berukuran sangat kecil dan
juga perhitungan dinamika molekuler menunjukkan bahwa ketegangan penting dalam
reaksi ini, Tidak diragukan bahwa self-splicing menerapkan kedua prinsip ini, Selfsplicing ditemukan dalam dua RNA messenger bakteriofage T4, dan penyambungan
mRNA dalam mitokondria ragi. Intron self-splicing mitokondria terdiri atas gugus
kedua intron self-splicing. Struktur sekunder intron ini berbeda dengan gugus I intron
slef-splicing, seperti hal yang dijumpai pada intron rRNA Tetrahymena. Intron gugus
II tidak menggunakan guanosis bebas untuk mengawali proses splicing. Intron ini
menggunakan nukleotida internal dan mekanisme reaksi serupa dengan yang

digunakan dalam prosesing pre-mRNA. Keberadaan proses penyambungan RNA


pada bakteria dan eukariot menunjukkan secara umum proses penyambungan RNA
terjadi pada precursor umum kedua organisme. Kelangkaan proses penyambungan
RNA pada prokariotik terjadi akibat jumlah generasi yang dimiliki untuk pemilihan
kehilangan intron. Eukariotik masih bertarung dengan infeksi.
Mekanisme Umum Reaksi Penyambungan RNA
Salah satu kesulitan dalam mempelajari proses penyambungan mRNA adalah
memperoleh RNA. Sel mengandung banyak rRNA, tetapi kebanyakan mRNA
diproses melalui proses penyambungan RNA. Hanya fraksi kecil dari unsliced premRNA berasal dari satu gen.
Salah satu sumber utama pre-mRNA yang digunakan dalam reaksi penyambungan
RNA berasal dari rekayasa genetika. DNA segmen gen yang mengandung sekuens
intervensi dapat ditempatkan pada mokuler DNA plasmid sirkuler kecil yang dapat
ditumbuhkan pada bakteri Escherichia coli dan dipurifikasi dengan muda. Lingkaran
ini dipoting pada lokasi tertentu, lalu ditranskripsi secara in vitro dari promoter fage
khusus yang ditempatkan di atas DNA eukariotik (Gambar 5.21). Melalui rute ini,
banyak unsliced substrat RNA dapat diperoleh.

Gambar 5.21 Penggunaan promoter fage SP6 atau T7 pada molekul kecil DNA
untuk menghasilkan jumlah RNA invitro dengan ukuran yang sesuai untuk penelitian
reaksi penyambungan RNA

Reaksi self-splicing dan snRNP yang mengkatalisasi reaksi penyambungan RNA


ditunjukkan pada gambar 5.22. Pada kasus self-splicing, hidoksil dari nukleotida
guanosin atau adenine pada rantai memecah fosfodiester dan transesterifikasi terjadi
pada ujung 5RNA dibebaskan. Untuk reaksi self-splicing gugus pertama, ekor
terbentuk, dan pada reaksi penyambungan mRNA gugus II, terbentuk cincin dengan
ekor. Lalu, hidroksil dari ujung 5 molekul memecah ujung sekuens intervensi dan
reaksi transesterifikasi lain menghubungkan ekson kepala dan ekor dan melepaskan
intron.

Gambar 5.22 Dua kelas RNA self-splicing dan jalur penyambungan mRNA nuklear,
gambar di atas menekankan kemiripan kedua proses tersebut.
Pada kasus penyambungan pre-mRNA, reaksi yang sama terjadi, tetapi harus dibantu
oleh partikel snRNP. Pada beberapa sekuens intervensi ragi, regio internal terlibat
dalam eksisi dan menghasilkan beberapa sekuens yang mirip dengan bagian sekuens
U1.

10

Kemiripan antara reaksi penyambungan RNA ini menunjukkan bahwa RNA


merupakan molekul original kehidupan karena dapat menjalankan fungsi yang
diperlukan dirinya sendiri dan berkembang menjadi DNA dan protein. Reaksi
penyambungan RNA yang memerlukan snRNP harus terjadi sendiri.
Reaksi Pengolahan RNA Lainnya
Prekursor tRNA pada ragi memiliki sekuens intervensi. Sekuens ini dihilangkan
melalui serangkaian pemecahan enzimatik dan reaksi ligasi (Gambar 5.23).

Gambar 5.23 Alur pemotongan dan penyambungan tRN pada ragi Saccharomyces.

11

Virus tanaman sering memiliki genom RNA. Virus ini dapat memiliki virus yang
dikenal sebagai virusoid. Virusoid hanya dapat tumbuh pada sel yang memiliki virus
parental. Virusoid tidak mengkode protein, tetapi dapat bereplikasi. Bagian siklus
replikasi memerlukan pemecahan spesifik molekul RNA melalui reaksi self-cutting.
Symons dan Uhlenbeck menginvestigasi kebutuhan minimal nukleotida untuk
pemecahan molekul ini. Sekitar 25 nukleotida yang dapat membentuk stuktur
fungsional menyerupai palu pada bagian kepala. Struktur umum lain molekul selfcutting RNA adalah pita rambut sederhana.
Reaksi pengeditan telah disebutkan pada bagian awal bab ini. Pengeditan sederhana
satu atau dua nukleotida diamati pada RNA mamalia, tetapi pada mitokondria
beberapa protozoa, dijumpai proses pengeditan yang lebih kompleks. Hal ini
menimbulkan pertanyaan di mana informasi pengeditan disimpang. Perubahan basa
tunggal merupakan hasil serangkaian reaksi yang dikatalisasi dengan enzim yang
dirancang hanya untuk sekuens di mana perubahan terjadi, tetapi pada contoh
pengeditan yang lebih dramatis, lebih dari 50 U dimasukkan untuk menghasilkan
sekuens akhir yang diedit sehingga diperlukan lebih banyak enzim yang berbeda.
Pengujian awal DNA organisme, baik dengan pencarian komputer sekuens tertentu
dan penelitian hibridisasi gagal memperoleh sekuens yang dapat mengkode sekuens
yang diedit. Informasi pada sekuens yang diedit dibawa oleh RNA pendek yang
komplementer terhadap segmen akhir sekuens yang diedit yang dikenal sebagai
sekuens pemandu. Walaupun pemotongan dan religasi merupakan alur pengeditan,
perantara pengeditan menemukan sekuens pemandu memindahkan U dari ujung 3
ke posisi yang diperlukan pada mRNA melalui reaksi transesterifikasi yang analog
dengan reaksi transesterifikasi penyambungan RNA (Gambar 5.24).

12

Gambar 5.24 Persiapan pre-mRNA oleh RNA pemandu

melalui

reaksi

transesterifikasi

Masalah
5.1. RNA diekstraksi dari sel, dihibridisasi dengan sekuens genomik DNA yang
berlebihan dari gen tertentu, didigesti dengan DNAse S1, dan melalui gel
denaturasi. Apa yang terjadi bila transfer Soutern dan probing dengan fragmen
radioaktif dari bagian gen menghasilkan dua ikatan radioaktif?
5.2. Apa yang mungkin dilakukan struktur sekunder pada mRNA (pita rambut dan
pseudoknot) dengan fakta bahwa eukariot menggunakan mekanisme ikatan dan
slide untuk menemukan AUG pertama mRNA dan digunakan untuk memulai
translasi, sedangkan translasi mRNA pada prokariot mulai pada kodon AUG
yang sering tidak muncul pertama kali kodon mRNA?
5.3 Andaikan uridin dan rifamisin radioaktif secara simultan ditambahkan pada sel
yang berkembang. Anggap saja bahwa uridin dan rifamisin segera masuk ke sel
dan radioaktif uridin segera masuk ke rantai RNA dalam proses elongasi. mRNA
akan dilengkapi, kemudian dihancurkan, sedangkan rRNA disintesis dan akan
tetap stabil. Sketsa kinetika penggabungan radioaktivitas ke dalam RNA dalam

13

penelitian ini menunjukkan bagaimana radioaktivitas ini dapat digunakan untuk


menentukan fraksi sintesis RNA diarahkan ke mRNA dan rRNA.
5.4 Bagaimana Anda dapat menentukan apakah protein rho beraksi dengan membaca
sekuens DNA, membaca sekuens RNA yang berasal dari polimerase DNA atau
berinteraksi langsung dengan polimerasi DNA?
5.5 Pertanyaan penting tentang capped mRNA eukariotik adalah apakah loaksi cap
adalah tempat pengolahan yang diproduksi dari pemecahan RNA yang lebih
panjang atau apakah lokasi cap merupakan tempat aktual awal transkripsi.
Bagaimana -labeled ATP dapat digunakan secara in vitro untuk menjawab
pertanyaan bahwa RNA yang dimulai dengan GpppApXp?
5.6 Bagaimana Anda dapat menentukan rata-rata waktu paruh fisik mRNA sel dari
data yang diperoleh oleh penambahan uridin radioaktif dan inhibitor inisiasi
sintesis RNA secara simultan?
5.7 Tanpa melihat mRNA individual, apa cara umum yang dilakukan untuk menguji
ekstrak sel terkait keberadaan intron self-splicing gugus I?
5.8 Mengapa self-cutting dan splicing penting terhadap viabilitas virusoid?
5.9. Mengapa seharusnya satu nukleotida lariat memiliki tiga ikatan fosfodiester, dan
bagaimana Anda mengamati nukleotida tersebut?
5.10. Mengapa peneliti ingin melibatkan nukleotida G(5)ppp(5)G dalam campuran
transkripsi in vitro di mana produk RNA digunakan dalam reaksi penyambungan
RNA?
5.11. RNA self-cutting dengan bagian kepala menyerupai palu yang ditemukan pada
virusoid bukan hanya cRNA. RNA ini dapat meligasi setelah langkah
pemotongkan. Perkirakan di mana energi untuk ligasi berasal dari subjek
terhadap konstrain dengan molekul dengan bagian kepala menyerpai paru tidak
menggunakan nukleotida bebas, seperti intron Tetrahymena intron, mereka tidak
menggunakan molekul eksternal sebagai sumber energi untuk ligasi dan
menghasilkan molekul cabang yang ditemukan pada reaksi penyambungan premRNA.

14

STRUKTUR PROTEIN
Protein menjalankan hampir seluruh proses seluler yang menarik. Enzim, komponen
struktural sel, dan bahkan adhesif seluler yang disekresikan hampir selalu berupa
protein. Salah satu karakteristik penting kebanyakan protein adalah kemampuan
untuk mengikat molekul secara selektif. Bagaimana protein memperoleh sruktur dan
bagaimana struktur ini memberikan tingkat selektivitas yang tinggi pada protein?
Banyak prinsip telah diketahui dan didiskusikan dalam bab ini.
Kita perlu mengetahui protein dengan baik sehingga kita dapat merancang protein
dengan baik pula. Oleh karena itu, tujuan kita adalah dapat menspesifikasi sekuens
asam amino, ketika disintesis, dapat diperkirakan struktur tiga dimensi yang
diinginkan, mengikat substrat yang diindinkan, dan menjalankan reaksi enzimatik
yang rasional. Selain itu, jika protein yang kita rancang disintesis di sel, kita harus
tahu apakah perlu sekuens DNA tambahan disediakan sehingga protein disintesis
dalam jumlah yang layak dan waktu yang tepat.
Kemajuan biologi molekuler yang paling pesat tercatat pada tahun 1980-an
melibatkan asam nukleat, bukanlah protein. Meskipun demikian, karena DNA
menspesifikasi sekuens asam amino protein, kemampuan kita untuk mensintesis
sekuens DNA yang berbeda-beda dan mengembalikannya ke dalam sel menunjukkan
bahwa sekuens asam amino protein dapat juga diubah secara spesifik. Oleh karena
itu, langkah penelitian yang menginvestigasi struktur protein meningkat secara
dramatis pada sekitar tahun 1990. Penelitian sistematik tentang struktur dan aktivitas
protein dari substitusi asam amino spesifik meningkat seiring dengan pemahaman
struktur dan fungsi protein.
Pada bab ini, kami menilai kerangka dasar struktur protein. Kebanyakan informasi ini
didiskusikan secara lengkap dalam buku biokimiawi atau biokimiawi fisika. Kami
meninjau materi di sini untuk mengembangkan intuisi tentang struktur dan

15

karakteristik protein sehingga memiliki pemahaman yang lebih jelas bagaimana


fungsi sel. Pertama, kita mendiskusikan komponen protein, asam amino. Lalu, kita
membahas efek ikatan asam amino melalui ikatan peptide.
Berbagai gaya dapat terjadi antara asam amino. Asal gaya tersebut didiskusikan dan
dijelaskan lebih lanjut dalam bab ini. Gaya ini meliputi gaya elektrostatik, gaya
disperse, ikatan hydrogen, dan gaya hidrofobik. Gaya ini dan konstrain sterik
menstimulasi asam amino di sepanjang bagian kerangka polipeptida untuk diadopsi,
untuk perkiraan pertama, orientasi spesifik yang relatif sederhana yang dikenal
sebagai heliks alfa, lembaran beta, dan lengkung beta (alpha-helices, beta-sheets and
beta bends).
Motif dalam protein merupakan elemen struktrual yang dikenali. Struktur sejumlah
motif ikatan DNA akan didiskusikan lebih lanjut. Unit lipatan independen protein
dikenal sebagai domain dan juga akan dibahas lebih lanjut. Metode fisik yang
digunakan untuk menentukan identitas dan kekuatan interaksi basa-residu asam
amino spesifik protein ikatan DNA dibahas lebih lanjut.
Asam Amino
Protein terdiri atas amino-L- yang terikat pada ikatan peptide untuk membentuk
rantai polipeptida (Gambar 6.1). Pada pH netral, gugus hidroksil asam amino
memiliki muatan listrik negatif dan gugus amino memiliki muatan listrik positif.
Walaupun pada protein, muatan listrik ini cukup luas, tetapi tidak sepenuhnya absen
dari interior asam amino pada pembentukan ikatan peptida antara gugus amino dan
gugus karboksil. Gugus amino N-terminal protein memiliki muatan listrik positif dan
gugus karboksi C-terminal memiliki muatan listrik negatif.

Gambar 6.1 Asam amino -L memiliki muatan listrik negatif pada gugus karboksil
dan muatan listrik positif pada gugus amino dan tiga asam amino terhubung melalui
ikatan peptida

16

Dua puluh tipe berbeda asam amino--L umumnya dijumpai pada protein (Gambar
6.2). Kecuali proline, yang secara teknis merupakan asam imino, yang berbeda
dengan asam amino hanya pada struktur gugus samping yang melekat pada karbon
alfa. Sedikit tipe asam amino lainnya kadang-kadang dijumpai pada protein, dengan
kebanyakan merupakan hasil modifikasi satu dari 20 asam amino setelah protein
disintesis. Asam amino termodifikasi ini secara langsung terlibat pada reaksi
kimiawai yang dikatalisasi oleh protein. Setiap dua puluh asam amino dasar memiliki
karakteristik unik dan penting karena kebanyakan protein mengandung seluruh dua
puluh asam amino yang berbeda (Tabel 6.1)

17

Gambar 6.2 Gugus samping asam amino dan singkatan huruf tunggal. Strukrur
lengkap proline ditunjukkan pada gambar. Asam amino yang paling hidrofobik berada
di atas dan asam amino yang paling hidrofilik berada di bawah.
Tabel 6.1 Karakteristik Asam Amino
Karakteristik
Asam amino
Hidrofonik
Ala, Ile, Leu, Val, Phe, Met, Pro
Muatan listrik positif
Arg, Lys
Muatan listrik negatif
Asp, Glu
Polar
Ser, Thr, Tyr, Cys, Asn, Gln, His
Berukuran kecil
Gyl, Ala
pK hampir netral
His
Aromatik
Phe Tyr, Trp
Rantai samping hidroksil
Ser, Thr, Tyr
Lengkung atau patahan heliks
Pro
Meskipun kita harus memahami karakteristik individual setiap asam amino, lebih
mudah untuk mengklasifikasikan 20 asam amino ke dalam sejumlah kelompok kecil
dan memahami karakteristik umum kelompok ini. Salah satu kelompok asam amino
yang paling penting adalah hidrofobik. Gugus samping asam amino alifatik bersifat
hidrofobik dan lebih sering dijumpai pada lingkungan nonpolar, non-aqueous seperti
yang ditemukan pada regio kontak antardua subunit, pada bagian protein yang
berikatan dengan membrane atau pada interior protein globuler. Area yang
berdampingan dengan asam amino ini pada bagian permukaan dapat membentuk
ikatan protein yang sama dengan patch hidrofobik pada permukaan protein lain,
seperti halnya pada oligomerasi subunit protein, atau dapat membentuk protein yang
lebih suka berikatan atau bahkan masuk ke membran. Asam amino hidrofobik pada
interior protein lebih suka berdamping satu sama lain daripada berikatan dengan air.
Gaya ini merupakan gaya utama yang mempertahankan struktur lipatan protein.

Gugus samping asam amino dasar dari asam amino, seperti lisin dan arginin memiliki
muatan listrik positif pada pH netral. Bila terletak pada permukaan protein, muatan
18

listrik positif ini dapat membantu ikatan dengan ligan yang bermuatan negatif, seperti
DNA. Gugus samping asam amino asam glutamate dan asam aspartat yang bersifat
asam memiliki muatan negatif pada pH netral. Gugus samping asam amino netral
tidak memiliki mauatan, dan gugus samping asam amino polar memiliki muatan
listrik yang terpisah, seperti yang dijumpai pada glutamin. Muatan listrik yang
terpisah menyebabkan interaksi dua kutub (dipole) dengan asam amino lain atau
ligand yang berikatan dengan protein. Sistein merupakan asam amino unik karena
pada lingkungan ekstraseluler teroksidasi bukan linglungan intraseluler, dua residu
sistein pada protein dapat teroksidasi secara spontan untuk membnrtuk ikatan
disulfida yang lebih stabil (Gambar 6.3). Pada protein terisolasi, ikatan ini dapat
direduksi dengan adanya reagen reduksi yang berlebihan untuk memproduksi kembali
sistein.

Gambar 6.3 Dua residu sistein yang direduksi dan keadaan sistein teroksidasi
membentuk ikatan disulfida.

Ikatan Peptida
Ikatan peptide terhubung dengan asam amino berturut-turut pada rantai polipeptida.
Walaupun hanya kaitan asam amino untuk membentuk rantai polipeptida, tidak cukup
untuk menjamin bahwa gabungan asam amino akan membentuk struktur tiga dimensi.
Ikatan peptide memiliki dua karakteristik yang luar biasa penting yang memfasilitasi
lipatan polipeptida dalam struktur tertentu.
Pertama, sebagai efek parsial karakter ikatan ganda dari ikatan peptide antara karbon
karbonil dan nitrogen, unit berikatan dengan atom karbon alfa dari dua asam amino
berurutan terletak sejajar. Oleh karena itu, energi yang diperlukan tidak dikonsumsi
19

dari interaksi lain untuk menghasilkan orientasi yang layak terkait ikatan C-N pada
setiap asam amino. Rotasi dimungkinkan pada setiap dua kerangka ikatan peptide
dari atom C pada setiap asam amino (Gambar 6.4). Sudut rotasi dari dua ikatan
dikenal sebagai dan , dan spesifikasi setiap asam amino pada polipeptida secara
lengkap mendeskripsikan alur ikatan polipeptida. Tentunya, gugus samping asam
amino bebas untuk berotasi dan mengadopsi beberapa konformasi sehingga sudut
dan tidak menspesifikasi struktur protein secara lengkap.

Gambar 6.4 Dua unit asam amino pada rantai polipeptida mengilustrasikan struktur
bidang ikatan peptide, dua derajat kebebasan rotasi pada setiap unit asam amino pada
polipeptida, dan sudut dan .
Efek kedua ikatan peptide adalah hidrogen amid dari satu asam amino dapat berbagi
dengan oksigen karbonil dari asam amino lain dalam ikatan hydrogen. Karena setiap
asam amino pada rantai polipeptida memiliki donor dan akseptor ikatan hydrogen,
banyak ikatan hidrogen yang terbentuk dalam polipeptida. Karena posisi asam amino,
ikatan ini terletak antara asam amino berbeda dalam protein. Oleh karena itu, mereka
memyediakan ikatan pembentukan struktur dan stabilisasi. Walaupun ikatan hidrogen

20

individual lemah, banyak ikatan hidrogen yang dapat membentuk protein berperan
secara substansial untuk mempertahankan struktur tiga dimensi struktur protein.

Gaya Elektrostatik yang Menentukan Struktur Protein


Protein memiliki waktu harapan hidup yang sulit. Jika kita memanaskan protein
sedikit di atas temperatur normal yang dijumpai pada sel di mana protein tersebut
terisolasi, kebanyakan protein akan mengalami denaturasi. Mengapa hal tersebut
terjadi? Pada pertimbangan pertama, protein umumnya stabil dan dapat bertahan
dengan lingkungan tertentu, seperti penghangatan ringan. Salah satu penjelasan dari
instabilitas ini adalah protein tidak dapat dibuat lebih stabil. Kemungkina kedua
adalah instabilitas merupakan bagian yang melekat dari aktivitas protein.
Kemungkinan lebih lanjut tampak karena enzim yang diekstraksi dari bakteri yang
bertahan hidup pada temperatur yang mendekati titik didih air sering kali tidak aktif
pada temperatur di bawah 400C. Agar enzim dapat berperan sebagai katalisator dalam
reaksi kimiawi atau berpartisipasi pada aktivitas seluler lain, protein harus fleksibel
dan fleksibilitas berarti protein harus tetap ada di ambang batas denaturasi.
Kemungkinan terakhir adalah fluktuasi cepat pada struktur intermediet lipatan
diperlukan oleh protein untuk menemukan konformasi lipatan yang tepat. Keberadaan
keadaan metastabil ini akan menghalangi keberadaan keadaan lipatan yang sangat
stabil. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menjelaskan pertanyaan ini. Saat ini,
kami akan menguhi asal energi lemah yang mengatur bentuk spesifik protein.
Sering sangat membantu untuk memikirkan interaksi antara asam amino yang dikenal
sebagai gaya. Pada beberapa kasus, fisikawan dan ahli kimia fisika juga menemukan
bahwa lebih mudah untuk mempertimbangkan interaksi objek yang disebut potensial
(Gambar 6.5). Beberapa diskusi kami akan lebih ringkas bila kami juga menggunakan
istilah potensial. Gaya dan potensial dapat dipertukarkan dengan mudah karena gaya

21

berkaitan dengan potensial. Kecuraman potensi objek pada titik tertentu proporsional
terhadap gaya pada objek pada poin tersebut.

Gambar 6.5 Potensial sebagai fungsi jarak x dan gaya yang ditimbulkan
proporsional terhadap derivate potensial fungsi

Sebagai kemungkinan lain, perbedaan potensial antardua titik proporsional terhadap


kerja diperlukan untuk memindahkan objek di antara dua titik. Elektrostatik
merupakan dasar dari beberapa gaya yang menentukan struktur protein. Muatan listik
dari tanda yang berbeda saling tarik menarik satu sama lain dengan gaya yang
proporsional dari setiap muatan listrik dan berbanding terbalik dengan kuadrat
pemisahan muatan listrik (Gambar 6.6). Gaya ini jug berbanding terblik dengan
konstanta dielektrik medium, tetapi dalam tujuan diskusi kami, faktor ini tidak
dianggap. Lalu, potensial yang dihasilkan pada satu titik oleh muatan listrik
berbanding lurus dengan derajat muatan listrik dan berbanding terbalik dengan jarak
titik dari muatan listrik.

22

Gambar 6.6 Gaya elektrostatik antara dua nilai muatan listrik Q1 dan Q2 dipisahkan
oleh jarak r dan potensial yang diproduksi oleh muatan listrik tunggal Q1.
Medan elektrik pada titik ini didefinisikan sebagai gaya unit muatan listrik yang ada
pada titik tersebut. Oleh karena itu, rentang medan elektrik pada titik ini r diperolah
dari muatan listrik Q yang berasal dari

Karena asam amino yang memiliki muatan listrik positif dan negatif, gaya tarik
elektrostatik langsung mungkin terjadi pada protein. Hal ini menghasilkan apa yang
dikenal sebagai jembatan garam (salt bridges). Sejumlah protein memiliki jembatan
garam tersebut. Ketika dua muatan listrik yang sama dan berbeda atau parsial terletak
berdekatan satu sama lain, seperti yang ditemukan pada asam amino polar dan setiap
ikatan peptide, lebih mudah untuk menggambarkan efek kombinasi pada atom dan
molekul lainnya secara keseluruhan daripada mempertimbangkan setiap muatan
secara individual. Dipole dengan muatan listrik +Q dan Q dipisahkan oleh jarak l
(Gambar 6.7) menghasilkan potensial dan medan elektrik berbanding lurus dengan

23

Interaksi antara sepasang dipole juga umum dijumpai pada protein. Dengan alasan
yang sama dengan yang di atas, potensial antara dua dipoles ql dan Ql ditunjukkan
berbanding lurus dengan

Gambar 6.7 Dua kutub elektrik dan potensial diperolah dari jarak r dari dipole.
Dependensi anguler diabaikan

Bahkan lebih penting struktur dan fungsi protein daripada interkasi antara dua kutub
permanen dalam protein merupakan interaksi sementara antara dua kutub temporer
yang diciptakan oleh fluktuasi singkat posisi muatan lsitrik. Gaya yang diperoleh dari
interaksi antardua kutub ini dikenal sebagai gaya disperse London. Gaya ini lemah,
berjarak pendek, memiliki nilai satu atau dua Angstrom, gaya tarik menarik antara
seluruh molekul. Gaya ini membentuk dasar selektivitas tertinggi dalam ikatan
molekul lain dengan protein. Jika bentuk protein dan molekul lain komplementer, lalu
banyak gaya tarik menarik yang beraksi dan mengikat dua molekul secara ketat
bersamaan. Jika bentuk tidak komplementer, lalu karena gaya berjarak pendek, hanya
24

area kecil kontak merupakan subjek gaya tarik menarik dispersi dan dua molekul
tidak berikatan erat satu sama lain.

Gaya dispersi umumnya berjarak pendek karena potensial gaya tarik menarik dispersi
hilang dengan kekuatan keenam jarak yang memisahkan molekul. Walaupun gaya ini
dipahami dengan baik dalam kerangka mekanika kuantom, kita dapat memahami asal
dependensi kekuatan keenam. Anggap saja molekuler nonpolar netral elektrik.
Fluktuasi termal dapat menghasilkan pemisahan sementara muatan positif dan
negatif. Kekuatan D1 dua kutub disingkat ql.

Medan elektrik yang diproduksi oleh dipole ini dapat menginduksi dipole pada
molekul rentan yang berdekatan. Kekuatan dipole induksi secara langsung
berbanding lurus dengan kekuatan medan elektrik lokal. Dipola induksi memiliki
kekuatan D2 yang berbanding lurus dengan

Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, potensial antar dua dipole ini berbanding
lurus dengan produk kekuatan dan berbanding terbalik dengan jarak pangkat tiga.

Penggantian nilai D2 potensial menghasilkan hasil bahwa potensial antara dua dipole
berbanding terbalik dengan kekuatan pangkat enam pemisahan.

25

Karena dependensi terbalik pangkat enam, gaya disperse lebih kuat dan jarak yang
memisahkan dua molekul menjadi lebih kecil. Gaya tidak dapat menjadi kuat, bila
saat awan elektronik satu molekul mulai berpenetrai awan molekul, interaksi repulsif
yang sangat kuat terjadi. Nampak lebih musah untuk memperkirakan potensi
repulsive sebagai kebalikan pemisahan pusat atom pangkat dua belas. Kombinasi
potensial ini dikenal sebagai potensial Van der Waals. Radius dengan repulsi kuat
mulai signfikan merupakan radius Van der Waals (Gambar. 6.8).

Gambar 6.8 Potensial Van der Waal

26

Anda mungkin juga menyukai