Oleh Sripatmi
Pembelajaran merupakan proses di mana lingkungan seseorang yang secara sengaja
dikelola sehingga memungkinkan pebelajar ikut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi
kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu (AECT,1986). UU RI
Nomor 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1, menyebutkan pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
tidak dapat berlangsung seketika, melainkan melalui tahap perencanaan. Menurut Knirk dan
Gustafson (1986), pembelajaran meliputi 3 tahap, yaitu perancangan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Perencanaan pembelajaran dilakukan untuk mendapatkan strategi pembelajaran yang
tepat agar diperoleh hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan belajar. Pelaksanaan
pembelajaran merupakan implementasi dari perencanaan pembelajaran dan harus dapat diukur
atau dievaluasi keberhasilannya. Keberhasilan belajar antara lain ditentukan oleh pemahaman
karakteristik isi materi pelajaran, karakteristik pebelajar, dan proses pembelajaran. Bloom
(1976) mengemukakan kaitan antara karakteristik pebelajar, kualitas pembelajaran, dan hasil
belajar. Bloom (1979) juga mengelompokkan hasil belajar menjadi 3, yaitu: (1) kognitif; (2)
afektif; dan (3) psikomotorik.
Salah satu syarat keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh karakteristik pebelajar
sebagai salah satu komponen dalam mendesain pengajaran. Dick, et al., (2001) menyatakan
bahwa: information about the groups general characteristics can be very helpful in planning
instruction tailored to group needs. Karakteristik pebelajar adalah seluruh latar belakang yang
dibawa ketika hadir di kelas sebelum pembelajaran dimulai.
Soedijarto (1993) menyatakan bahwa kualitas pembelajaran di kelaslah yang menentukan
kualitas pendidikan. Tingkat kualitas pembelajaran dapat diperlihatkan oleh tingginya
keterlibatan pebelajar dalam pembelajaran antara guru dan pebelajar. Salah satu cara yang
dapat membantu guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan
penerapan model atau strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran tidak semata mata hanya
kegiatan guru mengajar, tetapi menitikberatkan pada aktivitas pebelajar, dan bukan hanya guru
yang selalu aktif memberikan pembelajaran, guru membantu pebelajar jika memperoleh
kesulitan, membimbing diskusi agar mampu membuat kesimpulan yang benar.
Sama-sama telah disadari, perjuangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia belum sepenuhnya memberikan hasil seperti yang diharapkan. Berbagai upaya telah,
sedang, dan akan terus dilakukan oleh pemrintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.
Semua pihak yang terkait dengan pendidikan (stake holders) terus berupaya meningkatkan
peran, tugas, dan fungsinya. Unsur-unsur Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan
di daerah Tingkat I dan II, Perguruan Tinggi, Pusat-Pusat Pelatihan dan Penjaminan Mutu Guru
(P4TK dan LPMP), serta masyarakat sekolah lainnya juga tiada henti berupaya meningkatkan
mutu layanan pendidikan yang baik dan berkualitas agar diperoleh hasil pendidikan (output dan
outcome) yang berkualitas demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah suatu
upaya yang tiada pernah berakhir seiring dengan perkembangan kemajuan bangsa dan
peramasalahnnya.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam membangun mutu
pendidikan adalah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti salah satunya bekerja
sama dengan JICA (Japan Internasional Cooperation Agency). JICA adalah lembaga bantuan
luar negeri Pemerintah Jepang. Dalam hal peningkatan mutu pendidikan MIPA melalui
peningkatan mutu pre-service training dan in-service training telah dimulai sejak Tahun 1998
melalui beberapa Program, seperti IMSTEP (Indonesian Mathematics and Science Teaching
Education Project; 1998-2005), REDIP (Regional Education Development and Improvement
Program; 1999-2008), SISTTEMS (Strengthening In-Service Teacher Training of Mathematics
and Science Education at Junior Secondary Level; 2006 -2008), dan saat ini PELITA (Program
for Enhancing Quality of Junior Secondary Enducation; 2009-2012).
Dalam program kerjasama tersebut salah satu kegiatan utama yang dijalankan untuk
meningkatkan mutu pendidikan adalah Lesson Study, baik yang berbasis MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran) maupun berbasis sekolah (LSBS; Lesson Study Berbasis Sekolah). Sejak
diperkenalkan di Indonesia pertama kali oleh para tenaga ahli Jepang, yakni pada akhir Tahun
2004 di Indonesia, khususnya di kalangan dosen MIPA UPI, UNY, UM, dan kepada para guruguru Bandung, Yogyakarta, dan Malang, hingga saat ini Lesson Study telah menyebar ke
berbagai daerah dan jenjang pendidikan melalui berbagai program kegiatan. Hasil-hasil secara
kuantitatif maupun kualitatif telah dirasakan. Makalah ini akan menguraikan apa, bagaimana
pelaksanaan Lesson Study serta tahap perkembangan dan implementasi Lesson study.
Semoga uraian ini dapat menyemangati bapak/ibu untuk berupaya meningkatkan kualitas
pendidikan.
Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang
awal mulanya dilaksanakan di Jepang. Lesson study berkembang di Jepang sejak awal tahun
1900an. Lesson study merupakan terjemahan langsung dari bahasa Jepang jugyokenkyu, yang
berasal dari dua kata jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti
study atau research atau pengkajian. Dengan demikian lesson study merupakan study atau
penelitian atau pengkajian terhadap pembelajaran (Suryadi, 2007). Lesson study dapat
diselenggarakan oleh kelompok guru guru di suatu distrik atau diselenggarakan oleh
sekelompok atau sebidang, semacam MGMP di Indonesia. Kelompok guru dari beberapa
sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study. Lesson study yang sangat popular di
Jepang adalah lesson study yang diselenggarakan oleh suatu sekolah dan dikenal sebagai
konaikenshu yang berkembang sejak awal tahun 1960an. Konaikenshu juga dibentuk oleh dua
kata yaitu konai yang berarti di sekolah dan kata kenshu yang berarti training. Jadi istilah
konaikenshu berarti school-basesd in-service training atau in-service education within the
school atau in-house workshop (Fernadez, 2004).
Menurut Styler dan Hiebert (dalam Herawati, 2009) lesson study adalah suatu proses
kolaboratif pada sekelompok guru ketika mengidentifikasi masalah pembelajaran, merancang
suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenahi topik
yang akan dibelajarkan), membelajarkan peserta didik sesuai skenario (salah seorang guru
melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi
skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi,
mengevaluasi
lagi
pembelajaran
dan
membagikan
hasilnya
dengan
guru-guru
lain
(mendiseminasikannya).
Lebih lanjut Herawati (2009) menggungkapkan, lesson study adalah suatu bentuk utama
peningkatan kualitas pembelajaran dan pengembangan keprofesionalan guru yang dipilih oleh
guru-guru Jepang. Dalam melaksanakan lesson study guru secara kolaboratif 1) mempelajari
kurikulum dan merumuskan tujuan pembelajaran dan tujuan pengembangan peserta didiknya
(pengembangan kecakapan hidupnya), 2) merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, 3)
melaksanakan dan mengamati suatu research lesson (pembelajaran yang dikaji) dan, 4)
melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji, menyempurnakan dan
merencanakan pembelajaran berikutnya.
Lewis (2002) dalam Herawati (2009) menjelaskan eman tahapan, bagaimana memulai
kegiatan lesson study di suatu wilayah atau sekolah sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok leson study.
Ada empat kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, meliputi: merekrut anggota kelompok,
membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus, menyusun jadwal pertemuan,
menyetujui aturan main kelompok.
2) Memfokuskan lesson study.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: menyepakati tema penelitian/research
theme (fokus penelitian atau tujuan utama penelitian), memilih mata pelajaran, dan memilih
topik/unit mata pelajaran
3) Merencanakan research lesson.
Dalam merencanakan research lessons terdapat tiga tahapan kegiatan, yaitu: mengkaji
pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada, mengembangkan suatu rencana
untuk memandu peserta didik belajar (plan to guide learning), dan kalau mungkin
mengundang pakar.
4) Membelajarkan dan mengamati research lesson.
Research lesson yang sudah direncanakan dapat diimplementasikan dan diamati. Guru
anggota kelompok yang sudah ditunjuk dan disepakati dapat melaksanakan tugas untuk
membelajarkan lesson yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota lain mengamati lesson
tersebut.
Pengamat
mengumpulkan
data
yang
diperlukan
selama
pembelajaran
berlangsung.
5) Mendiskusikan dan menganalisis research lesson.
Research lesson yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Hal ini
perlu dilakukan karena hasil diskusi dan analisis dapat dijadikan sebagai bahan masukan
untuk perbaikan atau revisi research lesson. Dengan demikian, research lesson diharapkan
menjadi lebih sempurna, efektif dan efisien.
6) Merefleksi lesson study dan merencanakan tahap-tahap berikutnya.
Hal yang perlu dilakukan dalam merefleksi lesson study yaitu memikirkan tentang apa yang
sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu
diperbaiki. Pada tahap ini, tiba saatnya berpikir tentang apa yang harus dikerjakan
selanjutnya oleh kelompok lesson study.
(RPP),
media,
handout,
guru
yang
melakukan
pembelajaran
Dengan demikian, seorang pembaca RPP akan memahami dan dapat melaksanakan
pembelajaran dikelasnya seperti yang dilakukan oleh penyusun RPP, baik dari segi
materi ajarnya dan urutan penyajiannya.
5. Lembar obervasi pembelajaran digunakan oleh guru pengamat untuk melakukan
observasi. Pengamatan ditekankan pada kegiatan belajar siswa sebagai akibat dari
focus Lesson Study yang diberikan. Dengan demikian, lembar observasi berisi hal-hal
penting dari focus Lesson Study yang harus diamati. Salah satu kegagalan Lesson
Study adalah kurang cermatnya dalam observasi kegiatan belajar siswa.
6. Perangkat pembelajaran yang telah disusun oleh seseorang atau beberapa guru
didiskusikan bersama dalam kelompok untuk memperoleh kesepakatan dalam
penerapannya pada praktek pembelajaran.
7. Jika diperlukan skenario/langkah-langkah pembelajaran, dipresentasikan di depan
kelompok. Ada juga sekolah tertentu yang melakukan peer teaching
B. Melaksanakan Pembelajaran dan Observasi (DO)
Tahap do merupakan tahap yang sangat penting, karena pada tahap inilah rancangan
pembelajaran akan dipraktikkan dan diobservasi untuk dilihat keefektifannya. Berikut
diuraikan beberapa kegiatanyang dilakukan dalam tahap ini.
1. Guru yang ditunjuk (sesuai rencana yang telah disusun) melaksanakan pembelajaran
dalam kelas sesuai dengan scenario pembelajaran yang telah disepakati bersama,
sedangkan guru lainnya dalam kelompok mengamati jalannya pembelajaran. Jika ada
pengamat tambahan dapat berasal dari kelompok mata pelajaran yang lain, atau bahkan
dari pimpinan atau masyarakat yang berminat.
2. Pengamat dengan membawa lembar pedoman observasi, catatan, dan RPP mengambil
tempat disisi kiri, kanan, depan atau belakang tempat duduk siswa, yang penting dapat
melihat wajah dan gerak-gerik tubuh siswa. Sekali lagi bahwa pengamatan ditekankan
pada kegiatan belajar siswa apakah dengan penerapan RPP yang telah disusun
bersama tersebut, siswa tampak belajar dengan motivasi dan semangat tinggi, kelas
menjadi hidup, atau ada siswa yang memerlukan perhatian khusus, atau hal-hal lainnya
yang penting yang terkait dengan proses pembelajaran.
3. Pada dasarnya pengamat tidak boleh melakukan intervensi selama melakukan
pengamatan, baik terhadap guru maupun siswa.
Secara lebih detail rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh seorang pengamat akan
diuraikan sebagai berikut.
1) Pengamat dan pengamat tambahan lainnya hendaknya datang paling lambat 5 menit
sebelum pembelajaran dimulai, dan menyiapkan lembar observasi atau buku catatan
dan pena. Jika memungkinkan setiap peserta memperoleh RPP dan LKM/S atau
perangkat pembelajaran lainnya yang telah diperbanyak untuk para pengamat.
2) Semua peserta segera memasuki kelas dengan tertib pada waktu yang ditentukan.
Begitu memasuki ruangan semua peserta dan undangan hendaknya tidak lagi
berkeinginan keluar masuk kelas. Tetaplah berada di dalam kelas dan bersiap
mengamati siswa belajar.
3) Pengamat segera menempati posisi sedemikian sehingga dapat memperhatikan
perubahan wajah dan gerak-gerik siswa serta mendengarkan apa yang mereka
diskusikan ketika belajar. Posisi yang ideal adalah dihadapan siswa. Namun jika siswa
berdiskusi saling berhadapan, posisi yang ideal adalah disamping kelompok.
4) Pada awalnya, setiap pengamat berlatih mengamati satu kelompok. Kelak jika sudah
lebih dari 5 kali pengamatan, pengamat dapat mengamati beberapa kelompok lain
sehingga dapt mengetahui atmosfer kelas secara keseluruhan.
5) Tidak membantu guru dalam proses pembelajaran dalam bentuk apapun. Misalnya ikut
membagikan LKS, menenangkan siswa, dan lain-lain. Biarlah guru melakukan tugasnya
secara mandiri dan terbebas dari intervensi siapapun.
6) Tidak membantu siswa dalam proses pembelajaran, misalnya mengarahkan pekerjaan
siswa. Jika siswa bertanya kepada anda (sebagai pengamat), katakan agar siswa
bertanya langsung kepada guru.
7) Tidak mengganggu pandangan guru/siswa selama pembelajaran. Jika Anda sedang
mendekati kelompok atau berada di tengah-tengah kelas kemudian tiba-tiba guru ingin
memberikan arahan secara klasikal maka segeralah menepi agar tidak mengganggu
pandangan siswa.
8) Tidak mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar, misalnya berbicara dengan
pengamat lain,keluar masuk ruangan.
9) Jika menggunakan kamera untuk mengambil gambar kegiatan belajar (guru/siswa)
lampu kilat (flash) hendaknya dimatikan. Kilatan lampu kamera dapat mengganggu atau
menghentikan konsentrasi belajar siswa.
10) Tidak makan, minum dan merokok di dalam ruangan pembelajaran.
11) Ingat, fokuskan pengamatan pada siswa belajar, bukan hanya pada guru yang
mengajar. Gunakan lembar pengamatan yang tersedia. Jika fenomena yang diamati
tidak tercantum dalam lembar observasi, pengamat dapat menambahkannya.
12) Pengamat melakukan pengamatan secara penuh sejak awal sampai
pembelajaran.
13) Selain mengamati siswa belajar, pengamat juga perlu memperhatikan:
a. Teknik pengelolaan kelas yang dibuat oleh guru.
b. Bagaimana guru mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran?
akhir
C.
pandangan sendiri.
Jika menyampaikan data tentang siswa belajar kemukakan mengapa hal itu
terjadi (ini merupakan interpretasi) dan bagaimana jalan keluarnya (ini merupakan
Penyusunan rencana pembelajaran (plan) tahap berikutnya tetap menekankan pada focus
Lesson Study yang telah ditetapkan dan mempertimbangkan hasil refleksi pada siklus
sebelumnya. Selanjutnya melaksanakan langkah do dan see begitu seterusnya sampai
siklus terakhir yang direncanakan.
Lesson
Study ini dituliskan pula artikelnya untuk dimasukkan ke jurnal. Selain itu, setiap kelompok
guru membuat ringkasan laporan untuk didiseminasikan dalam forum seminar yang
dilaksanakan yang relevan.
Aktivitas Instruksional
(LP2AI)
atau Lembaga
pada umumnya mereka menolak. Dalam pengertian, tidak mungkin tahapan Lesson Study
seperti yang dilakukan di Jepang (kasus SMP Gakuyo - Tokyo) dapat dilakukan di sekolahsekolah di Malang atau Indonesia pada umumnya. Ada tiga alasan yang mereka kemukakan,
yakni: 1) guru di Indonesia tidak memiliki waktu untuk saling mengobservasi pembelajaran guru
lain secara kolaboratif, karena mereka setiap hari sibuk mengajar dari satu ke kelas yang lain;
2) jika harus melakukan diskusi refleksi bersama setelah pembelajaran maka dibutuhkan waktu
khusus, dan ini artinya sekolah harus menyediakan konsumsi dan bila perlu tambahan transpor
atau insentif karena mereka harus pulang lebih akhir; dan 3) umumnya guru-guru tidak biasa
(enggan dan malu) untuk diamati guru yang lain ketika mengajar. Namun kemudian, karena
upaya dari tenaga ahli JICA, dan karena masih ada dosen, kepala sekolah dan beberapa guru
MGMP yang memiliki semangat untuk mencoba maka Lesson Study berhasil dijadikan pilot
project di MGMP MIPA dan di beberapa sekolah di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Dari
pengembangan dan implementasi awal sangat menggembirakan.
Tahap Kedua
Tahap kedua, yakni ketika Lesson Study dijadikan kegiatan utama dalam Program
SISTTEMS (Strengthening In-Servise Teacher Training of Mathematics and Science Education
at Junior Secondary Level) di tiga daerah rintisan, yakni Kabupaten Sumedang Jawa Barat,
Kabupaten Bantul Yogyakarta dan Kabupaten Pasuruan Jawa Timur pada Tahun 2006-2008.
Pada awal sampai pertengahan implementasi Program SISTTEMS (khususnya di Kabupaten
Pasuruan) kegiatan masih terfokus pada peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan
guru dalam melaksanakan Lesson Study. Bagaimana menyusun perencanaan pembelajaran
yang baik?; bagaimana melaksanakan pembelajaran yang diobservasi (open class)?;
bagaimana melakukan observasi pembelajaran?; bagaiaman melakukan diskusi refleksi?;
bagaimana menyampaikan komentar berdasarkan temuan yang mendalam tanpa menyinggung
perasaan guru dan mengutamakan kekolegaan?.
Pada tahap-tahap awal implementasi Program SISTTEMS tersebut pihak JICA dan
universitas juga berusaha memahamkan para kepala sekolah, pengawas sekolah, termasuk
jajaran pimpinan di dinas pendidikan tentang sistem yang harus dijalankan agar Lesson Study
dapat dilaksanakan secara terus-menerus dan konsisten. Hasilnya sebagian besar guru, kepala
sekolah, dan pengawas sekolah telah paham, dan diantara mereka juga telah terampil
melakukan tahapan Lesson Study. Hal ini harus lah disikapi sebagai tahap perkembangan awal
yang diharapkan, dan bukan sebagai hasil akhir. Karena harapan yang utama sesungguhnya
Lesson Study agar menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan kompetensi (pedagogis
dan profesional) masih perlu diteruskan. Jangan sampai tujuan Lesson Study, yakni
meningkatkan kemampuan guru dan kualitas pembelajaran, belum dicapai Lesson Study di
MGMP atau LSBS sudah berakhir.
Sampai dengan tahap kedua pengembangan dan implementasi Lesson Study di
Indonesia ini dapat diperoleh pengalaman baik antara lain bahwa jika di MGMP atau di sekolah
diajak terus-menerus melakukan Lesson Study (secara berkala dan berkelanjutan) makan para
guru anggota MGMP MIPA dan para guru di sekolah LSBS di Pasuruan menjadi terampil
melaksanakan tahapan Lesson Study (plan, do, see), tentu saja dengan veariasi tingkat
keterampilannya. Tahap selanjutnya yang perlu diperjuangkan lagi adalah agar para guru/dosen
mengaplikasikan pengaman/praktik-praktik baik dari kegiatan Lesson Study ke dalam kelas
sehari-hari. Dengan demikian dapat diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran
secara bertahap dan berarti.
Tahap Ketiga
Tahap ketiga, Lesson Study didiseminasikan ke tiga daerah rintisan baru, yakni Kota
Padang (Sumatra Barat), Kabupaten Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten
Minahasa Utara (Sulawesi Utara) melalui Program (PELITA; 2009-2012), dan juga disebarluaskan melalui pelatihan calon pelatih tingkat nasional (TOT Lesson Study). Selain itu
beberapa program peningkatan mutu pendidikan yang lainnya juga telah mengitroduksikan
atau mengadopsi Lesson Study. Misalnya program BERMUTU (Better Education through
Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) kerjasama Kementerian Pendidikan
Nasional, Bank Dunia, dan Pemerintah Belanda (2007-2012), Program Pengembangan
Profesionalitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan di tiga Kabupaten/Kota (Kerawang,
Pasuruan, dan Surabaya) atau kerjasama UPI, UM, UNESA dengan Sampoerna Foundation
Teacher Institute (SFTI) Tahun 2008-2011, Program TEQIP (Teacher Quality Improvement
Program) kerjsama PERTAMINA UM (2010), Program LEDISTI (Lesson Study Dissemination
Program for Strengthening Teacher Education in Indonesia) di DIKTI (2008-2014).
Fenomena ini merupakan hal menarik dan tantangan baru bagi dunia pendidikan.
Pertanyaan mendasar yang perlu kita renungkan adalah, apakah kita cukup memiliki banyak
tenaga atau energi untuk membantu menyebarluaskan Lesson Study secara tepat, dalam arti
tidak dangkal dan menyebabkan distorsi? Kita perlu hati-hati dan menyeimbangkan antara
menyebarluaskan dan menperdalam implementasi Lesson Study di daerah rintisan yang
terbatas untuk mencapai hasil maksimal. Tentang hal ini, disadari sepenuhnya akan
menimbulkan
perbedaan
pendapat
antara
pihak
universitas
(akademisi)
dan
hakikat Lesson Study sebagai sebuah metode atau strategi pengembangan keprofesionalan
guru (in-service training) berbasis sekolah atau MGMP. Untuk dapat mencapai hasil yang
diharapkan Lesson Study harus dipahami dengan baik (filosofi, konsep, prinsip, dan ramburambu pelaksanaannya) serta diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan.
Daftar Rujukan
AECT. 1986. Instructional Technology: The definition and Domains of The Fieid. Terjemahan
Yusufhadi, dkk. Jakarta: IPTPI dan LPTK.
Bloom, B.S. 1976. Human Characteristics and School Learning. New York: Mc. Graw-Hill Book
Company.
Bloom. B.S. (ed). 1979. Taxonomy of Educational Objectives. London: Longman Group Ltd.
Dick, W., Carey, L., & Carey, J.O. 2001. The Systematic Design of Instruction. Fifth Edition. New
York: Longman.
Fernandez, C., and Yoshida, M. (2004). Lesson Study: A Japanese Approach to Improving
Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers.
Herawati, dkk. 2009. Lesson Study berbasis Sekolah. Malang: Banyumedia Publishing.
Ibrohim. 2012. Kemajuan, Hasil dan Pengalaman baik implementasi Lesson Study. Makalah
disajikan dalam Sosialisasi Best Practice Lesson Study di Universitas Mataram
Knirk, F.G. & Gustafson. 1986. Instructional Technology, A Systematic Approach to Education.
New York: Hlt Rinehart and Winston.
Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.