Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH TEKNOLOGI ENERGI BERSIH

ENERGI PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Arista Ladja Gaa/114090000
David Arthur Lawang/114110060
Starpha Voreta/114120000

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak manusia zaman purbakala sampai dengan zaman sekarang, manusia selalu
mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilaluinya. Peradaban manusia
sekarang telah mengalami banyak kemajuan. Selama perkembangan itu, manusia menjalani
kehidupan dengan bergantung pada pertanian dan agrikultur. Melalui orientasi kehidupan
tersebut, manusia selalu berusaha menjaga dan melestarikan lingkungannya dengan sebaikbaiknya yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Manusia sekarang telah
mengalami banyak revolusi industri yang menggantungkan kehidupan pada bidang
perindustrian. Dengan menggunakan orientasi hidup tersebut, dunia agrikultur pun
mengalami kemunduran secara perlahan-lahan. Nilai-nilai kehidupan manusia pun
mengalami perubahan, terutama dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Perubahan-perubahan yang terjadi ini menghasilkan dampak positif maupun negatif.
Salah satu dampak revolusi industri yang telah terjadi dan masih terus berlanjut pada masa
sekarang dalam kehidupan dan peradaban manusia adalah dampaknya bagi lingkungan yang
ada di sekitar manusia itu sendiri. Ekspansi usaha yang dilakukan oleh para pelaku industri
seperti pembangunan pabrik-pabrik dan pembuatan produksi dengan kapasitas besar dengan
mengesampingkan perhatian dampaknya bagi lingkungan secara perlahan namun pasti telah
mengakibatkan kelalaian yang pada akhirnya akan merugikan lingkungan tempat tinggal
manusia dan kehidupannya. Para ahli lingkungan telah menemukan indikasi adanya dampak
terbesar bagi lingkungan dan dunia secara global akibat usaha perindustrian yang telah
dilakukan dan telah berkembang pesat saat ini, dampak negatif ini adalah terjadinya
pemanasan suhu bumi yang sering disebut dengan Global Warming.
Namun masalah Global Warming sebagai masalah lingkungan ini masih diperdebatkan
kebenarannya oleh beberapa pihak yang menganggap global warmng adalah alasan yang
diciptakan untuk membatasi laju perkembangan perindustrian. Walaupun masih terdapat
perdebatan mengenai keberadaan Global Warming diantara para ahli lingkungan, namun
masalah ini patut menjadi perhatian kita sebagai umat manusia.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah


1.2.1

Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dan untuk menghindari salah pengertian dan
perbedaan presepsi serta untuk mengarahkan makalah ini, maka kami akan membatasi
permasalahan pada:
A. Makalah ini dibuat oleh mahasiswa Teknik Lingkungan tahun ajaran 20152016 semester ganjil.
B. Definisi Panas Bumi, Proses Terbentuknya Panas Bumi, dan, Pemanfaatan
Panas Bumi sebagai Energi Baru dan Terbarukan.

1.2.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan makalah yang kami diskusikan dan pembatasan masalah, maka dapat
dirumuskan sebagai masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan energi panas bumi?


2. Mengapa energi panas bumi dapat dikategorikan sebagai energi baru dan terbarukan?
3. Seberapa besar potensi pemanfaatan energi panas bumi?.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1

Tujuan
Untuk mengetahui manfaat dari penggunaan Energi Panas Bumi sebagai Energi
Baru dan Terbarukan..

1.3.2

Manfaat
A. Untuk memperoleh data, fakta dan informasi tentang Definisi Panas Bumi, Proses
Terbentuknya Panas Bumi, dan, Pemanfaatan Panas Bumi sebagai Energi Baru dan
Terbarukan.
B. Untuk menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan
dengan Energi Panas Bumi serta pemanfaatannya sebagai energi baru dan terbarukan.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode;
deskriptif, kualitatif, melalui studi pustaka yakni dengan menggunakan buku-buku literatur,
jurnal ilmiah dan media internet sebagai sumber kajian yang dibahas
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematika penulisan yakni:
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
Bab II. Pembahasan
2.1 Pengertian Panas Bumi
2.2 Proses Terbentuknya Panas Bumi
2.3 Pemanfaatan Panas Bumi sebagai Energi Baru dan Terbarukan
2.4 Energi Panas Bumi sebagai Pembangkit Listrik.
2.6 Studi Kasus
Bab III. Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Panas Bumi
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Global Warming merupakan fenomena peningkatan
temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house
effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida, metana,
dinitrooksida dan CFC sehingga energi matahri terperangkap dalam atmosfer bumi (Muhi,
2011 dalam Pentiana 2013). Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat
0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata
global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat
beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC
tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan
global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan
2100.Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda
mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim
yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100,
pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari
seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.Ini mencerminkan besarnya
kapasitas panas dari lautan.
2.2 Sejarah Global Warming
Pemanasan global bermula dari revolusi industri pada akhir abad ke-18. Revolusi industri
adalah perubahan pola produksi yang dulu menggunakan tenaga manusia (pekerja) menjadi
menggunakan mesin dan teknologi (industri). Tujuan dari revolusi industri ini adalah untuk

mencapai keuntungan yang lebih besar, karena penggunaan mesin dianggap lebih effisien
dari pada menggunakan tenaga manusia. Sejak saat itu juga bahan bakar fosil mulai
digunakan secara intensif. Misalnya, untuk membajak sawah sebelum revolusi industri
menggunakan sapi atau kerbau, namun setelah revolusi industri menggunakan traktor.
Dibalik kemajuan yang diimpikan melalui revolusi industri, terdapat masalah baru berupa
pemanasan global akibat dari gas buangan yang dihasilkan dari pembakaran yang
menimbulkan polusi (emisi gas rumah kaca).
2.3 Penyebab Global Warming
Penyebab pemanasan global adalah :
1. Efek Rumah Kaca
2. Ledakan Supernova
3. Aktivitas Internal Bumi
4. Pengaruh aktivitas manusia
2.3.1

Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca adalah peristiwa alamiah yang kejadiannya mirip dengan

pantulan panas didalam rumah kaca yang digunakan petani menanam sayuran pada
musim dingin di Negara yang mengenal 4 musim. Sinar matahari masuk ke rumah kaca
untuk membantu proses asimilasi. Sisa panas dari matahari seharusnya dikeluarkan ke
atmosfer. Akan tetapi, ada bilik kaca yang memantulkan kembali panas tersebut sehingga
suhu udara dalam bilik kaca atau ruangan tersebut manjadi naikdan mejadi hangat,
pantulan kemabali panas kembalike ruangan, yang menjadikan suhu dalam ruangan
hangat yaitu disebut efek rumah kaca.
Contoh gas rumah kaca, CO2, metana, N2O, CFC, HFC, PFC, SF6. Jika GRK
terlepas ke atmosfer sampai pada ketinggian troposfer, akan terbentuk lapisan selimut
yang menyelubungi bumi. Gas ini yang akan memantulkan sebagian panas dari bumi
kembali lagi ke bumi sehingga bumi dan atmosfer menjadi hangat. Jika proses ini terus
berlanjut dunia terancam mengalami pemanasan global.

2.3.2

Ledakan Supernova
Ledakan Supernova adalah ledakan sangat hebat yang terjadi pada bintang yang

letaknya sangat jauh dari bumi berjarak sekitar puluhan tahun cahaya (9,331 x 10 12 km).
Dampak ledakan tersebut menghasilkan panas yang amat sangat tinggi dan menghasilkan
partikel radiasi kosmogenis atau radiasi sinar kosmis yang dapa menembus atmosfer
bumi. Radiasi sinar kosmis adalah radiasi dari angkasa luar yang berasal dari energi yang
dipancarkan oleh bintang-bintang dialam lain. Menurut David Schrarr dari Universitas
Chicago, ledakan supernova yang memancarkan reaksi gama dan radiasi partikel subatomik yang sangat kuat tersebut dapat sampai ke atmosfer bumi dan merusak lapisan
ozon sehingga membentuk lubang ozon.
2.3.3

Pengaruh Aktivitas Internal Bumi.


Aktivitas internal bumi berpengaruh pada pemanasan global dibagi menjadi 2

golongan yakni aktivitas vulkanik dan proses pembusukan sampah organik. Proses
vulkanik gunungapi pada letusan yang sangat kuat material berupa batu, pasir dan debu,
dan natural aerosol akan terlempar ke atas. Batu dan pasir akan segera jatuh kembali ke
bumi, tetapi natural aerosol dan debu vulkanik masih melayang ke atmosfer-atmosfer
sebelum jatuh ke bumi. Berapa lama natural aerosol vulkanik dan debu yang berada
diatmosfer tergantung dari kuat dan tinggi ledakan gunung berapi tersebut.
Jatuhan natural aerosol dan debu terbagi menjadi dua yakni jatuhan awal dan
jatuhan tertunda. Jatuhan awal merupakan jatuhan yang tidak lama setelah gunungapi
meletus. Jatuhan tertunda merupakan jatuhan yang jatuh beberapa minggu atau beberapa
bulan setelah gunungapi meletus. Jatuhan tertunda terbagi menjadi dua yakni jatuhan
troposfer terjadi pada letusan gunungberapi yang mencapai ketinggian lapisan troposfer.
Jatuhan stratosfer terjadi pada letusan gunungberapi yang sangat kuat dan letusannya
dapat mencapai ketinggian stratosfer. Jatuhan tertunda dapat menyebabkan pemanasan
global karena debu vulkanik masih berada di atmosfer bumi ( pada lapisan troposfer atau
lapisan stratosfer akan berlaku sebagai lapisan selimut.

2.3.4

Proses Pembusukan Sampah Organik


Dalam proses pembusukan sampah organik akan menghasilkan gas metan. Oleh

karena itu, pengumpulan dan penampungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA)
hanya merupakan penyelesaian sementara karena akan menghasilkan sumber pencemaran
gas metan yang terjadi secara alamiah. Gas metan ternyata 21 kali lebih kuat dari gas CO 2
dan ini sangat berpengaruh terhadap pantulan panas dari bumi kembali ke bumi.
2.3.5

Pengaruh Aktivitas Manusia


Aktivitas manusia menghasilkan gas-gas rumah kaca sebagai berikut :
1. Transportasi
2. Industri
3. Pembuangan Sampah
4. Pembakaran Stasioner
Pada kota-kota besar terutama kota dalam lalu lintas padat akan menghasilkan

pencemaran udara dari kegiatan tersebut berupa Karbon Monoksida (CO), Nitrogen
Monoksida (NOx), Belerang Oksida (SOx). Hidro Karbon dan partikel-partikel lain
sehingga menghasilkan gas rumah kaca yang menimbulkan Global Warming.
Aktivitas industri yang melibatkan penggunaan bahan bakar fosil batubara,
minyak bumi dan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik dapat
dipastikan menambah emisi gas rumah kaca dan aktivitas industri yang banyak
melibatkan penggunaan senyawa CFC juga berpotensi menimbulkan efek rumah kaca.
Gas CFC tidak mudah terurai bila terlepas ke atmosfer sehingga bias sampai ke lapisan
stratosfer. Gas CFC selain bersifat sebagai gas rumah kaca juga bersifat merusak lapisan
ozon sehingga menimbulkan lubang ozon atau ozon hole. Jika lapisan ozon termakan
oleh gas CFC maka pelindung bumi pun hilang sehingga sinar ultraviolet akan
menerobos atmosfer bumi dan terus sampai ke bumi mengakibatkan bumi menjadi panas.
Pembakaran stasioner sebagai bagian aktivitas manusia adalah pembakaran bahan
bakar fosil yang pada umumnya pembangkit sumber daya listrik. Mekanisme gas rumah
kaca yang ditimbulkan dari pembakaran stasioner mirip dengan mekanisme timbulnya
gas rumah kaca pada aktivitas transportasi dan industri yang menggunakan bahan bakar
fosil.

Perladangan berpindah diakibatkan karena cara pembukaan lahan pertanian baru dengan
cara membakar hutan. Pada umumnya ini dilakukan oleh para peladang yang berpindahpindah yang kebanyakan merupakan masyarakat pedalaman. Kasus ini terjadi setiap
tahun di Indonesia sehingga pemerintah belum dapat mencari solusi untuk mencegah
pembakaran hutan. Selain dari dampak Global Warming, dampak dari pembakaran
ladang berdampak pada masyarakat sekitar contohnya ISPA.
2.4 Dampak Global Warming
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan
sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para
ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap
cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan
manusia. Dampak-dampaknya diantaranya :
2.4.1

Iklim Mulai Tidak Stabil


Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian

Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerahdaerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan
mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah
yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta
akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur
pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap
dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan
efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk
awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke
angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air).
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1

persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih
sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah
akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan
mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan
pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola
cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2.4.2

Peningkatan permukaan laut


Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,

sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan
juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih
memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10
25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah
pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit
pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air
pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit kenaikan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi)
akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa
baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun.
Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga
pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan
dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak
1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari

perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat,
terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih
akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benarbenar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat
selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi
setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat
0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan
tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca
ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat
1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer
tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode
tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap
berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya
kembali.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi
karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22
bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim
secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi
beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan
risiko populasi yang sangat besar.
2.4.3

Suhu global cenderung meningkat


Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih

banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan
dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh

dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai
reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan
dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
2.4.4

Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek

pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan
global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi
oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang
tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
2.4.5

Dampak sosial dan politik


Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit

yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga
dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es
di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana
alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam
biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana
sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma
psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui
air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang
(ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim
ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang

secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang
ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa
berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang /
kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan
polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi,
coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
2.4.6

Hilangnya Lautan Es
Menurut WWF, bahkan pemanasan global kurang dari 2C dapat memicu

hilangnya lautan es kutub utara dan pencairan lapisan es di Greenland . Efek timbal balik
kekuatan yang tak terduga ini adalah penyebab terlampauinya titik-titik kritis tersebut.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan permukaan laut beberapa meter secara global
yang akan mengancam puluhan juta manusia di dunia.
Kapasitas penyimpanan CO2 di lautan dan daratan penyerapan alami bumi
telah turun sekitar 5% selama lebih dari 50 tahun belakangan ini. Pada saat yang
bersamaan, emisi CO2 manusia yang berasal dari bahan bakar fosil terus meningkat
empat kali lipat lebih cepat di dekade ini daripada dekade sebelumnya. WWF mendesak
para pemerintah tersebut memanfaatkan konferensi Poznan sebagai titik balik untuk
menghindari arah kehancuran yang sedang dituju oleh dunia saat ini.
2.5 Pencegahan dan mitigasi Global Warming
2.5.1

Pencegahan
A. Konservasi

lingkungan,

dengan

melakukan

penanaman

pohon

dan

penghijauan di lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam


proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida
dan menghasilkan oksigen. Akumulasi gas-gas karbon di atmosfer dapat
dikurangi.

B. Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi


penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara). Emisi gas
karbon yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran
bahan bakar fosil. Kita mengenal bahwa paling banyak mesin-mesin
kendaraan dan industri digerakkan oleh mesin yang menggunakan bahan
bakar ini. Karena itu diupayakan sumber energi lain yang aman dari emisi gasgas ini, misalnya; menggunakan energi matahari, air, angin, dan bioenergi. Di
daerah tropis yang kaya akan energi matahari diharapkan muncul teknologi
yang mampu menggunakan energi ini, misalnya dengan mobil tenaga surya,
listrik tenaga surya. Sekarang ini sedang dikembangkan bioenergi, antara lain
biji tanaman jarak (Jathropa. sp) yang menghasilkan minyak.
C. Daur ulang dan menggunakan barang bekas yang masih bisa terpakai untuk
menghindari proses-proses yang dapat meningkatkan global warming..
Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan kompor di rumah, menghasilkan
asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena itu sebaiknya diganti
dengan biogas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu dikembangkan,
misalnya dari sampah organik.
D. Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman
dan penerapan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Dimensi manusia Manusia berperan sebagai pengguna-perusak-pelestari
alam. Manusia harus diberi kesadaran akan pentingnya alam bagi
kehidupannya. Alam memiliki keterbatasan dibanding kemampuan
manusia dalam mengeksploatasi alam. Manusia memanfaatkan alam guna
memperoleh sumber makanan dan kebutuhan sosial lainnya, tetapi
disadari atau tidak tindakannya dapat berakibat kerusakan faktor-faktor
ekologis. Karena itu manusia harus menyadari bahwa ia dan perilakunya
adalah bagian dari alam dan lingkungan yang saling mempengaruhi.
b) Penegakan hukum dan keteladanan Pelanggaran atas tindakan manusia
yang merusak lingkungan harus mendapat ganjaran. Penegakan hukum
lingkungan menjadi bagian yang penting guna menjaga kelestarian
lingkungan, dan memberi efek jera bagi yang melanggar. Penegakan

hukum tidak memandang strata sosial masyarakat. Selain itu adalah


panutan dan ketokohan seseorang memegang peranan penting. Mereka
yang memiliki pemahaman yang lebih baik (berpendidikan) terhadap
lingkungan hidup hendaknya berperan memberi contoh dan sikap
lingkungan yang baik pula kepada masyarakat. Misalnya, kita masih
menemukan kasus peran beberapa aparat pemerintah dibalik kerusakan
hutan, baik dengan memberikan modal maupun perlindungan bagi
perambah hutan.
c) Keterpaduan Seluruh elemen masyarakat harus mendukung upaya
pelestarian lingkungan dan sumberdaya alam serta penegakan hukumnya.
Upaya ini harus dilakukan secara komprehensif dan lintas sektor.
Misalnya, untuk mengatasi emisi gas-gas rumah kaca akibat peningkatan
jumlah kendaraan di Kota Jakarta, harus di atas secara bersama dengan
daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Karena
pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor setiap hari masuk ke kota
Jakarta bermukim di empat kota tersebut. Demikian halnya mengatasi
banjir di Kota Gorontalo, misalnya, tidak dapat diatasi dengan perbaikan
fasilitas lingkungan dan membina kesadaran penduduk kota, tetapi secara
menyeluruh dengan masyarakat di wilayah lain (hulu dan DAS) yang
memberi kontribusi terhadap bencana banjir. Masyarakat dan pemerintah
daerah terdekat seperti Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten
Gorontalo turut bertanggungjawab dalam upaya penanggulangan banjir di
Kota Gorontalo. Secara geografis, terdapat daerah aliran sungai dimana
dua sungai besar yang melewati dan bermuara di kota ini. Karena itu
bencana alam dan kerusakan lingkungan tidak dapat dipilah menurut
wilayah administratif semata, tetapi bersifat area geografis-ekologis.
d) Mengubah pola pikir dan sikap. Faktor-faktor lingkungan fisik, mahluk
hidup lain dan manusia memiliki peran masing-masing dalam lingkungan
hidup. Manusia sebagai mahluk yang diberi kemampuan logika harus
mampu memandang kepentingan hidupnya terkait dengan kehidupan
mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses alam. Sikap dan perilaku

manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi berdampak pada


lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya
merupakan sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya
ketidak pedulian manusia adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda
ketika manusia berhadapan dengan masalah lingkungan. Manusia harus
memandang bahwa dirinya adalah bagian dari unsur ekosistem dan
lingkungannya. Naluri untuk mempertahankan hidup akan memberi
motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem dan lingkungannya.
e) Etika lingkungan Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan
menjadi filosofi kita tentang lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita
tentang lingkungan hidup dan sumber daya, kita harus bersikap dan
berperilaku arif dalam kehidupan. Dalam wujud budaya tradisional,
kearifan lokal melahirkan etika dan norma kehidupan masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Selama masyarakat
masih menghormati budaya tradisional yang memiliki etika dan nilai
moral terhadap lingkungan alamnya, maka konservasi sumber daya alam
dan lingkungan menjadi hal yang mutlak. Dalam kehidupan masyarakat
demikian, etika lingkungan tidak tampak secara teoretik tetapi menjadi
pola hidup dan budaya yang dipelihara oleh setiap generasi. Etika
lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
2.5.2

Mitigasi
Mitigasi, adalah usaha menekan penyebab perubahan iklim, seperti gas rumah

kaca dan lainnya resiko terjadinya perubahan iklim dapat diminimalisir atau dicegah.
Upaya mitigasi dalam bidang energi di Indonesia, misalnya dapat dilakukan dengan cara
melakukan effisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi
terbarukan , seperti biofuels, energi matahari, energi angina, dan energi panas bumi,
effisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan
mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi nuklir.

Contoh upaya mitigasi yang lain dalam upaya mengurangi dampak perubahan
iklim terhadap sumber daya air anatar lain ; Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan
penaburan material semai (seeding agent) berupa powder atau flare, usaha tehabilitasi
waduk atau embung, alokasi air melalui operasi waduk pola kering, pembangunan
jaringan irigasi, penghijauan lahan krisis dan sosialisasi gerakan hemat air, peningkatan
kehandalan sumber air baku, peningkatan Instalasi Pengolahan Air (IPA), pengembangan
teknologi pengolahan air tepat guna,pembangunan dan rehabilitasi waduk dan embung
serta pembangunan jaringan irigasi.
2.6 Studi Kasus
Global Warming memiliki dampak besar terhadap bumi, salah satunya adalah dampak
terhadap perbuhan iklim. Dalam perjalannya, dampak perubahan iklim memiliki dampak
turunan yang menyinggung berbagai bidang.
2.6.1

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Konsumsi Energi


Pembangunan di masa depan sangat bergantung pada ketersediaan jangka panjang

energi, dalam jumlah yang meningkat, dari sumber-sumber yang dapat diandalkan, aman
dan sehat ditinjau dari segi lingkungan (WCED, 1987). Tingkat kemajuan yang dicapai
suatu negara umumnya sebanding dengan tingkat konsumsi energinya. Sebagai contoh,
tingkat konsumsi energi rata-rata orang Indonesia sekitar 14 Giga Joule, sedangkan
tingkat konsumsi energi rata-rata Amerika Serikat, Belanda, Inggris, dan Jepang berturutturut adalah 317, 216, 164, dan 141 Giga Joule. Saat ini, sekitar 86% konsumsi energi
dunia berasal dari sumber daya tak terbarukan, yaitu bahan bakar fosil (BBF) berupa
minyak bumi, gas alam, dan batu bara, dan hanya 6% saja yang berasal dari sumber
energi terbarukan.
Penggunaan energi merupakan sumber penyebab utama terjadinya pemanasan
global, karena menghasilkan karbon dioksida, CO2 yang merupakan gas rumah kaca.
Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan berdampak pada
perubahan

penggunaan/konsumsi

energi.

penggunaan/konsumsi energi dapat berupa:

Dampak

perubahan

iklim

terhadap

A. Penurunan tingkat konsumsi energi untuk pemanasan ruangan dan kenaikan


penggunaan energi untuk pendinginan ruangan;
B. Penurunan kebutuhan energi untuk pemanasan air (seperti untuk mandi), dan
kenaikkan konsumsi energi untuk pendinginan/pembuatan es;
C. Konsumsi energi yang lebih besar untuk proses-proses yang sensitif terhadap
perubahan cuaca, seperti pemompaan untuk pengairansawah, dan lain-lain;
D. Kenaikkan konsumsi energi listrik untuk Air Conditioner (AC);
E. Perubahan konsumsi energi pada beberapa sektor ekonomi, seperti sektor
transportasi, konstruksi, pertanian dan lain-lain.
2.6.2

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Keanekaragaman Hayati


Tingkat perubahan iklim sekarang melebihi semua variasi alami dalam 1000

tahun terakhir. Debat tentang iklim perubahan telah sekarang mencapai suatu langkah di
mana kebanyakan ilmuwan menerima bahwa, emisi gas rumah kaca mengakibatkan
perubahan iklim yang berdampak berbagai sendi-sendi kehidupan. Salah satu sendi
kehidupan yang vital dan terancam oleh adanya perubahan iklim ini adalah
keanekaragaman hayati (biodiversitas) dan ekosistem. Biodiversitas sangat berkaitan erat
dengan

perubahan

iklim.

Perubahan

iklim

berpengaruh

terhadap

perubahan

keanekaragaman hayati dan ekosistem baik langsung maupun tidak langsung.


2.6.2.1 Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati
Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati :
a) Spesies ranges (cakupan jenis)
Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan curah hujan. Hal
ini mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama
spesies yang mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap fluktuasi
suhu.
b) Perubahan fenologi
Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran dalam siklus yang
reproduksi dan pertumbuhan dari jenis-jenis organisme, sebagai contoh
migrasi burung terjadi lebih awal dan menyebabkan proses reproduksi

terganggu karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim juga dapat
mengubah siklus hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan terjadi
wabah penyakit.
c) Perubahan interaksi antar spesies
Dampak perubahan iklim akan berakibat pada interaksi antar spesies
semakin kompleks (predation, kompetisi, penyerbukan dan penyakit). Hal itu
membuat ekosistem tidak berfungsi secara ideal.
d) Laju kepunahan
Kepunahan telah menjadi kenyataan sejak hidup itu sendiri muncul.
Beberapa juta spesies yang ada sekarang ini merupakan spesies yang berhasil
bertahan dari kurang lebih setengah milyar spesies yang diduga pernah ada.
Kepunahan merupakan proses alami yang terjadi secara alami. Spesies telah
berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Kita dapat memahami ini
melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang spesies menjadi punah dengan laju yang
lebih tinggi daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir
keseluruhannya disebabkan oleh kegiatan manusia. Di masa yang lalu spesies
yang punah akan digantikan oleh spesies baru yang berkembang dan mengisi
celah atau ruang yang ditinggalkan. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan
mungkin terjadi karena banyak habitat telah rusak dan hilang. Beberapa
kelompok spesies yang lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain.
Kelompok spesies tersebut adalah :
1) Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar, misalnya
harimau (Panthera tigris). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial
luas untuk mendapatkan mangsa. Oleh karena populasi manusia terus
merambah areal hutan dan penyusutan habitat, maka jumlah karnivora
juga menurun.
2) Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area
geografis) dengan distribusi yang sangat terbatas, misalnya badak Jawa
(Rhinoceros javanicus). Sangat rentan terhadap gangguan habitat lokal dan
manusia.

3) Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi


terlalu kecil, maka menemukan pasangan atau perkawinan (untuk
bereproduksi) menjadi masalah yang serius, misalnya Panda.
4) Spesies migratori adalah spesies yang memerlukan habitat yang cocok
untuk mencari makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas
sangat rentan terhadap kehilangan stasiun habitat peristirahatannya.
5) Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup
memerlukan beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang sangat
spesifik, maka spesies ini rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen
hidupnya.
6) Spesies spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber
makanan yang spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu.
e) Penyusutan Keragaman Sumber Daya Genetik
Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya genetik juga dapat ditimbulkan
oleh adanya pengaruh pemanasan global. Beberapa varian dari tanaman dan
hewan menjadi punah karena perubahan iklim. Kepunahan spesies tersebut
menyebabkan sumberdaya genetik juga akan hilang. Ironisnya banyak
sumberdaya genetik (plasma nutfah) belum diketahui apalagi dimanfaatkan, kita
menghadapi kenyataan mereka telah hilang.
2.6.2.2 Dampak tidak langsung perubahan iklim terhadap biodiversitas
Berbagai penyebab penurunan keanekaragaman hayati di berbagai ekosistem
antara lain konversi lahan, pencemaran, eksploitasiyang berlebihan, praktik teknologi
yang merusak, masuknya spesies asing dan perubahan iklim.
a) Dampak terhadap Ekosistem Hutan
Ekosistem hutan mengalami ancaman kebakaran hutan yang terjadi akibat
panjangnya kemarau. Jika kebakaran terjadi secara terus menerus, spesies
flora dan fauna terancam dan merusak sumber penghidupan masyarakat.
Indonesia mempunyai lahan basah (termasuk hutan rawa gambut) terluas di
Asia, yaitu 38 juta ha yang tersebar mulai dari bagian timur Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Jawa, sampai Papua. Tetapi luas lahan basah telah
menyusut menjadi kurang lebih 25,8 juta ha (Suryadiputra, 1994). Penyusutan
lahan basah dikarenakan berubahnya fungsi rawa sebesar 37,2 persen dan
mangrove 32,4 persen. Luas hutan mangrove berkurang dari 5,2 juta ha tahun
1982 menjadi 3,2 juta ha tahun 1987 dan menciut lagi menjadi 2,4 juta ha
tahun 1993 akibat maraknya konversi mangrove menjadi kawasan budidaya
(Suryadiputra, 1994, Dahuri et al, 2001).
b) Dampak pada daerah kutub
Sejumlah keanekaragaman hayati terancam punah akibat peningkatan
suhu bumi rata-rata sebesar 1oC. Setiap individu harus beradaptasi pada
perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang
tidak dapat beradaptasi akan punah. Spesies-spesies yang tinggal di kutub,
seperti penguin, anjing laut, dan beruang, juga akan mengalami kepunahan,
akibat mencairnya sejumlah es di kutub.
c) Dampak pada daerah arid dan gurun
Dengan adanya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim
mengakibatkan luas gurun menjadi semakin bertambah (desertifikasi).
2.6.3

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumber Daya Air


Akibat tidak langsung adalah intrusi air laut yang kemudian dapat menyebabkan

penurunan kualitas air tanah. Peningkatan temperatur air akibat perubahan iklim juga
dapat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air pendingin karena polusi termal
pada air. Hal ini juga mempengaruhi pola oksigen, potensial redoks, stratifikasi danau,
laju pencampuran dan pertumbuhan biota air. Peningkatan temperatur air akan
menurunkan kemampuan pemurnian sendiri dari sungai. Lebih jauh lagi, intensitas hujan
yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan nutrien, pathogen dan racun ke dalam badan
air. Berbagai penyakit juga dapat ditularkan melalui air, baik melalui air minum atau
dengan mengkonsumsi tanaman yang diirigasi dengan air tercemar.
Berdasarkan penjelasan di atas, IPCC (2007), menyatakan bahwa akan terjadi
fenomena dan dampak akibat perubahan iklim dalam jangka panjang, sebagai berikut:

1. Kenaikan kelembaban permukaan tanah, fluktuasi suhu siang dan malam yang
tinggi berpengaruh terhadap kenaikan massa air (volume) dan beberapa sumber
air.
2. Peningkatan frekuensi gelombang panas berakibat meningkatnya kebutuhan air
dan menurunnya kualitas air, sebagai contoh ledakan ganggang (booming algae).
3. Tingginya intensitas curah hujan di daerah berkelembaban tinggi berdampak
pada menurunnya kualitas air permukaan dan air tanah sebagai contoh terjadinya
kontaminasi sumber air.
4. Semakin luasnya daerah yang mengalami kekeringan sehingga semakin banyak
daerah yang kekurangan air.
5. Peningkatan intensitas badai tropis yang kekuatannya dapat mengganggu
penyediaan air bagi kepentingan masyarakat.
6. Peningkatan kejadian gelombang pasang yang berakibat pada menurunnya
ketersediaan air bersih karena intrusi air laut.
2.6.4

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sistem Transportasi


Ada 4 faktor utama perubahan iklim yang mempengaruhi sistem transportasi

yaitu: meningkatnya temperatur (Increasing temperatures), meningkatnya curah hujan


(Increasing precipitation), dan naiknya permukaan laut (Rising sea levels ) (Andrey, J. et
al, 2003).
2.6.4.1 Peningkatan Temperatur
Peningkatan

temperatur

berpotensi

mempengaruhi

berbagai

moda

transportasi, terutama mempengaruhi permukaan jalanan. Pengaruh yang


disebutkan adalah kerusakan perkerasan jalan, melengkungnya rel (rail buckling),
efisiensi bahan bakar berkurang, permukaan air dalam tanah makin rendah dan
menurunn ya penutup es (Hyman R., 2007).
Kerusakan Perkerasan; Kualitas perkerasan jalan raya diidentifikasi akan
menurun sebagai

suatu isu potensi karena perubahan temperatur iklim .

Perkerasan jalan apakah itu aspal fleksibel atau aspal beton, akan mengalami
kerusakan apabila

terjadi peningkatan temperatur. Temperatur

akan

menyebabkan bahan perkerasan jalan memuai pada suhu yang sangat panas dan
menyusut pada saat temperatur dingin. Perubahan ini mengakibatkan bahan jalan
cepat lelah (fatigue) yang pada akhirnya membuat perkerasan sering lepas, terk
elupas, menipis, pecah, retak, menggembung dan berlubang dan lain-lain. Pada
tempe ratur dingin permukaan jalan licin dan pada musim panas aspal fleksibel
mencair atau melel eh sehingga aspal fleksibel sering melekat

pada roda

kendaraan. Lambat laun lapisan perkerasan ini semakin menipis, sehingga untuk
penyesuaian, jalan itu harus lebih sering mendapat pemeliharaan, membongkar
jalan retak dan menggantinya serta dilakukan pelapisan ulang jalan dengan bahan
aspal dengan kekakuan tinggi yang tahan panas.
Membengkoknya Bantalan Rel; Jalan kereta terbuat dari bentangan baja
yang dapat

memuai ketika temperatur sangat panas. Pemuaian ini dapat

melelahkan baja rel yang menurut hukum hook apabila bahan melewati batas
elastisnya dapat menyebabkan baja mudah membengkok. Pembengkokan ini
lebih sering terjadi apabila temperatur iklim sering berubah-ubah antara panas dan
dingin. Pada temperatur sangat panas jalan rel kereta memuai dan pada saat
dingin menyusut. Menurut Peterson (2006) bahwa jarak kereta api untuk dapat
melakukan pengereman makin pendek dan kecepatan kereta api akan menurun
apabila terjadi pembengkokan rel. Untuk mengatasi pembengkokan rel ini maka
pengawasan temperatur rel makin sering dilakukan dan pada akhirnya akan
meningkatkan biaya pemeliharaan jalur kereta. Selain itu karena rel sering
mengalami pemuaian rel itu menjadi lelah dan mudah rusak sehingga rel harus
diganti.
Penurunan daya angkat dan efisiensi pesawat udara; Perubahan iklim
terutama temperatur dan tingkat curah hujan dapat mempengaruhi pesawat udara
ketika meakukan take offataupun

landing. Pada saat pesawat udara take

offdiperlukan daya angkat pesawat udara ke udara. Apabila tekanan angin


kencang maka diperlukan tambahan tenaga untuk bisa mengangkat pesawat.
Akibatnya diperlukan runway yang lebih panjang. Selain itu diperlukan bahan
bakar yang banyak untuk meningkatkan kemampuan angkat pesawat.

Perubahan Tinggi Muka Air; Perubahan tinggi muka air pada transportasi
laut, danau dan sungai akan terjadi bila temperatur sangat panas karena besarnya
penguapan yang terjadi. Apabila permukaan air menurun, kapal atau perahu
sebagai alat angkutan air akan sulit membawa beban yang lebih berat dan akan
sering mengalami kandas. Makin tinggi permukaan air maka makin tinggi
kemamupuan kapal atau perahu mengangkut beban karena penambahan tinggi
muka air tentunya akan meningkatkan daya pikul beban yang berada di atas
permukaan.
2.6.4.2 Meningkatnya Curah Hujan
Peningkatan durasi dan intensitas curah hujan yang terjadi tentu saja akan
dapat mempengaruhi stabilitas konstruksi jalan raya, jalan kereta, trotoar dan lainlain. Dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa curah hujan dapat
mempengaruhi kerusakan infrastruktur jalan. Menurut laporan Natural Resources
Canada pada tahun 2004,kerusakan infrastruktur jalan akan lebih cepat terjadi
apabila siklus antara hujan dan salju lebih sering terjadi terutama di daerah yang
merupakan hujan asam. Curah hujan dapat menyebabkan terbawanya sedimen ke
dalam sungai sehingga mempercepat pendangkalan sungai. Untuk jembatan,
pondasi jembatan dapat bergerak dan merusak jembatan. Selain itu meningkatnya
curah hujan sering menyebabkan banjir yang merusak prasarana transportasi
jalan. Pada saat hujan sering sekali terjadi longsor. Bahan-bahan longsoran masuk
kebadan jalan sehingga jalan terputus. Kejadiaan ini sering terjadi di jalan-jalan
utama, akibatnya perjalanan terganggu
2.6.4.3 Naiknya Permukaan Laut
Naiknya permukaan laut dapat merapengaruhi wilayah pantai, yang
selanjutnya mempengaruhi moda transportasi laut. Apabila permukaan air naik maka
terjadi pasang. Pasang ini dapat merusak jalan yang dekat dengan pantai dan merusak
prasarana jalan yang ada.. Beberapa fasilitas angkutan utama di Kota besar New York
rawan terhadap efek peningkatan permukaan laut dan angin topan surges, mencakup
Galangan kapal Greenville, Galangan kapal Harlem, Galangan kapal Oak Island, dan
Terminal Kereta Express. Secara keseluruhan, New York City yang berada pada 600

miles tepi laut, hampir semua dapat mengalami kerusakan akibat banjir dan angin
topan.

Fasilitas transportasi pada Teluk Pantai kemungkinan akan mengalami

terjadinya angin topan dan banjir. Pada laporan tahunan disebutkan bahwa negara
bagian Louisiana, Florida, dan Texas merupakan tigabesar negara di yang
akanmengalami kerusakan akibat angin topan dan banjir karena adanya perubahan
iklim (Caldwell at al, 2004).

2.6.5

Dampak Perubahan Iklim terhadap Wilayah Pesisir


Pemanasan global, salah satu perubahan iklim global, telah diyakini berdampak

buruk bagi kelangsungan hidup manusia di berbagai wilayah dunia. Wilayah pesisir
adalah wilayah yang paling rentan terkena dampak buruk pemanasan global sebagai
akumulasi pengaruh daratan dan lautan. Dalam ringkasan teknisnya tahun ini,
Intergovernmental Panel on Climate Change, suatu panel ahli untuk isu perubahan iklim,
menyebutkan tiga faktor penyebab kerentanan wilayah ini (TS WG I IPCC, 2007:40).
Pertama pemanasan global ditenggarai meningkatkan frekuensi badai di wilayah pesisir.
Setiap tahun, sekitar 120 juta penduduk dunia di wilayah pesisir menghadapi bencana
alam tersebut, dan 250ribu jiwamenjadi korban hanya dalam kurun 20 tahun terakhir
(tahun 1980-2000). Peneliti bidang Meteorologi di AS mencatat adanya peningkatan
frekuensi badai tropis di Laut Atlantik dalam seratus tahun terakhir (KCM, 31 Juli 2007).
Pada periode 1905-1930 di wilayah pantai Teluk Atlantik terjadi rata-rata enam badai
tropis per tahun. Rata-rata tahunan itu melonjak hampir dua kali lipat (10 kali badai tropis
per tahun) pada periodetahun 1931-1994 dan hampir tiga kali lipat (15 kali badai tropis)
mulai tahun 1995 hingga 2005. Pada tahun 2006 yang dikenal sebagai tahun tenang
saja masih terjadi 10 badai tropis di wilayah pesisir ini. Juga dilaporkan pola peningkatan
kejadian badai tropis ini tetap akan berlangsung sepanjang pemanasan global masih
terjadi. Kedua; pemanasan global diperkirakan akan meningkatkan suhu air laut berkisar
antara 1-3C. Dari sisi biologis, kenaikan suhu air laut ini berakibat pada meningkatnya
potensi kematian dan pemutihan terumbukarang di perairan tropis. Dampak ini
diperkirakan mengulang dampak peristiwa El Nino Southern Oscillation(ENSO) di tahun
1997-1998. World Resource Institutetahun 2002 menyatakan suhu air laut yang

meningkat 1-3C pada saat itu telah memicu peristiwa pemutihan terumbu karang yang
terbesar sepanjang sejarah. Hampirnsekitar 18% terumbu karang di Asia Tenggara rusak
dan hancur. Di Indonesia sendiri cakupannya mulai dari perairan Sumatera, Jawa, Bali
hingga Lombok. Terjadi kematian sebanyak 90-95% terumbu karang di wilayah perairan
KepulauanSeribu dan 2 tahun setelah kejadian baru pulih 30%. El nino tahun itu juga
telah menyebabkan sekitar 90% terumbu karang di Kepulauan Mentawai mengalami
kematian. Ekosistem terumbu karang di perairan Indonesia seluas 51.875km, yang setara
dengan sepertiga luas pulau Jawa, terancam rusak dan hancur secara permanen jika
pemanasan global terus berlangsung. Ini juga berarti terancamnya kelangsungan berbagai
macam kehidupan biota laut yang tergantunghidupnya pada ekosistem alam ini.
Kerusakan terumbu karang juga berarti hilangnya pelindung alam wilayah pesisir yang
akan memicu peningkatan laju abrasi pantai. Luas terumbu karang Indonesia diduga
berkisar antara 50.020 Km2 (Moosa dkk, 1996 dalam KLH, 2002) hingga 85.000 Km2
(Dahuri 2002). Hanya sekitar 6 persen terumbu karang dalam kondisi sangat baik,
diperkirakan sebagian terumbu karang Indonesia akan hilang dalam 10-20 tahun dan
sebagian lainnya akan hilang dalam 20-40 tahun. Rusaknya terumbu karang mempunyai
dampak pada masyarakat pesisir, misalnya berkurangnya mata pencaharian nelayan kecil.
Dampak lainnya yaitu meningkatnya suhu permukaan air laut, yang akan berpengaruh
terhadap produktivitas perikanan. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan
udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai.Indonesia sebagai negara
kepulauan merupakan negarayang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Untuk itu pemerintah dan seluruh penduduk Indonesia harus segera mewaspadai hal ini
dan menentukan langkah-langkah strategis untuk menanggulanginya. Secara umum dapat
dibedakan4 (empat) macam kemungkinan dampak kenaikan permukaan air laut
(Noronha, 1991 : Soegiarto, 1991):
1. Dampak fisik; peningkatan kerusakan karena banjir dan gelombang pasang,
erosi pantai dan peningkatan sedimentasi, perubahan kecepatan aliran sungai,
meningkatnya gelombang laut, dan meningkatnya keamblesan (subsidence)
tanah.
2. Dampak ekologis; hilang/mengurangnya wilayah genangan (wetland) di
wilayah pesisir, intrusi air laut, evaporasi kolam garam, hilang/mengurangnya

tanaman pesisir, hilangnya habitat pesisir, berkurangnya lahan yang dapat


ditanami, dan hilangnya biomassa non-perdagangan.
3. Dampak

sosio-ekonomis;

terpengaruhnya

lingkungan

permukiman,

kerusakan/ hilangnya sarana dan prasarana, kerusakan masyarakat/desa pantai,


korban manusia dan harta benda bila terjadi gelombang pasang, perubahan
kegiatan

ekonomi

di

wilayah

pesisir,

peningkatan

biaya

asuransi

banjir,hilang/berkurangnya daerah rekreasi pesisir, meningkatnya biaya


penanggulangan banjir.
4. Dampak kelembagaan/hukum; perubahan batas maritim, penyesuaian
peraturan perundangan, perubahan praktek pengelolaan wilayah pesisir, perlu
dibentuknya lembaga baru untuk menangani kenaikan paras laut, dan
peningkatan pajak.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
1. Global Warming adalah peristiwa naiknya temperatur/ suhu dibumi yang dapat
mempengaruhi semua komponen dibumi.
2. Global Warming disebabkan oleh gas efek rumah kaca, ledakan supernova, pengaruh
aktivitas internal bumi, pengaruh aktivitas manusia.
3. Global Warming mempunyai dampak, yaitu iklim mulai tidak stabil, peningkatan
permukaan laut, suhu global cenderung meningkat, gangguan ekologis, dampak social
dan politik.
4. Cara meminimalisir global warming adalah dengan konservasi lingkungan,
menggunakan energi alternative, daur ulang dan efisiensi energi, upaya pendidikan
kepada masyarakat luas.

3.2

Saran
Untuk mengurangi dampak dari Global Warming dapat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan sosialisasi instrument-instrumen yang berlaku kepada masyarakat luas.
2. Ikut dalam melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan yang berpengaruh terhadap
Global Warming.
3. Mengurangi kegiatan yang dapat berdampak meningkatkan Global Warming, seperti
kegiatan yang menghasil emisi gas karbon.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Ilmiah ESAI Volume 7, No.1, Januari 2013 (ISSN 1978-6034).
KAJIAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKTIVITAS KACANG
HIJAU (Phaseolus radiatus L.) DI LAHAN KERING (ISSN 1979-6870).
Global Warming Impact on the Earth (Vol.1 ISSN: 2010-0264).
Wardhana, Wisnu Aria. 2010. Dampak Pemanasan Global. C.V Andi. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai