YKarmin
YKarmin
1. Pendahuluan
Sebagai sistem pembelajaran terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu
pelajar sebagai masukan (input), proses, dan keluaran (output). Proses melibatkan
pelajar sebagai komponen yang mengalami proses itu, guru sebagai penggerak
sekaligus pengatur jalannya proses, kurikulum sebagai program yang dijalankan
dalam proses, dan prasarana serta sarana sebagai fasilitas yang memungkinkan
jalannya proses itu. Semua komponen itu berperan dalam kekompakan. Pelajar
merupakan pribadi-pribadi yang aktif, bukan objek yang pasif yang dapat diisi
dengan ilmu dan pengetahuan seperti botol kosong yang dapat dipenuhi begitu
saja dengan air, minyak tanah, bensin, atau apa saja oleh guru. Guru mempunyai
peranan yang sangat menentukan. Apakah ia mau memperlakukan pelajar sebagai
subjek yang aktif atau objek yang pasif, melaksanakan kurikulum dengan penuh
kreativitas, atau seperti mesin yang mati dan hidup tanpa variasi, dan sebagainya,
semua tergantung pada guru.
Kurikulum merupakan komponen yang sangat penting di samping guru
dan fasilitas. Dengan kurikulum jelaslah gambaran tentang tujuan yang akan
dicapai, bahan pembelajaran yang akan diolah, program pembelajaran yang akan
dilaksanakan, serta kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan. Kurikulum memberikan pedoman kepada guru untuk menyusun dan
melaksanakan program pembelajaran. Gambaran tentang tinggi mutu keluaran
juga dapat diperkirakan dari kurikulum yang dilaksanakan.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional di Indonesia tiap kali ada
penggantian kurikulum dengan pendekatannya. Pada tahun 1976 Kurikulum 1975
menggantikan kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini berorientasi pada tujuan dan
menggunakan pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
yang dikembangkan melalui satuan pelajaran. Pada tahun 1984 Kurikulum 1975
diganti dengan Kurikulum 1984 yang menggunakan pendekatan keterampilan
proses yang pelaksanaannya menggunakan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).
Khusus untuk pelajaran bahasa digunakan pendekatan komunikatif dan untuk
mendukung pendekatan ini dimasukkan pokok bahasan pragmatik. Selanjutnya
Kurikulum 1984 diganti dengan Kurikulum 1994 yang berlaku sampai sekarang.
Ada dugaan bahwa di lapangan banyak guru yang kurang paham tentang
konsep keterampilan proses sehingga pelaksanaan pendekatan itu belum seperti
yang diharapkan. Cara belajar siswa aktif pun sesungguhnya bukan barang baru
karena salah satu prinsip didaktik adalah siswa harus aktif. Demikian juga apa
yang disebut pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa sebab sejak dulu
tujuan utama orang belajar bahasa adalah agar dapat menggunakan bahasa yang
dipelajari untuk berkomunikasi..
Paradigma baru yang berkembang sejak tahun delapan puluhan adalah
bahwa mengajar adalah membuat siswa belajar. Guru dianggap sebagai fasilitator
saja dan berkaitan dengan anggapan itu di Indonesia berlaku istilah pembelajaran
pelajar dan guru ; namun, masih banyak pertanyaan tentang pelajar itu: dari mana
asal mereka, apa bahasa pertama, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya. Mengenai guru, pertanyaan selanjutnya adalah: apa bahasa asli
mereka, pengalaman dan pelatihan yang pernah dijalani, pengetahuan tentang
bahasa kedua, kepribadian, dan yang paling penting bagaimana interaksi mereka
dengan pelajar sebagai manusia diusahakan dalam komunitas bahasa.
Pertanyaan yang paling relevan untuk kurikulum BIPA adalah Siapa, Apa,
dan Mengapa. Jawaban pokoknya masing-masing adalah penutur asing dan
pengajar, bahasa Indonesia, dan pelajar ingin menggunakan bahasa itu untuk
berkomunikasi dalam berbagai keperluan. Penutur asing berasal dari berbagai
tempat dengan bahasa pertama yang berbeda-beda, latar belakang sosial ekonomi
yang mungkin berbeda, dan kapasitas intelektual yang berbeda-beda pula.
Persamaan mereka adalah mereka orang dewasa, bukan anak-anak lagi.
Brundage dan MacKercher seperti dikutip Nunan (1988: 22-23)
mengidentifikasi prinsip-prinsip belajar orang dewasa di antaranya sebagai
berikut:
- Orang dewasa yang menilai pengalamannya sendiri sebagai sumber untuk belajar
lebih lanjut atau yang pengalamannya dinilai orang lain adalah pelajar yang lebih baik.
- Orang dewasa belajar paling baik kalau mereka terlibat dalam pengembangan tujuan
belajar bagi mereka sendiri yang serupa dengan konsep diri saat ini dan yang diidamkan.
- Orang dewasa telah mengembangkan cara-cara yang teratur untuk memusatkan
pada pengolahan informasi
- Pelajar bereaksi terhadap semua pengalaman sebagai apa yang ia amati, bukan sebagai
apa yang diberikan oleh guru
- Orang dewasa masuk ke dalam kegiatan belajar dengan serangkaian gambaran dan
perasaan yang teratur tentang dirinya yang mempengaruhi proses belajar.
- Orang dewasa lebih berkepentingan dengan apakah mereka berubah ke arah konsep-diri
yang diidamkan mereka sendiri daripada apakah mereka menemukan standar dan tujuan
dari orang lain
- Orang dewasa tidak belajar apabila terlalu dirangsang atau mengalami tekanan atau
kecemasan berat.
- Orang dewasa yang dapat memproses informasi melalui berbagai saluran dan telah
belajar bagaimana belajar adalah pelajar yang paling produktif.
- Orang dewasa belajar paling baik apabila bahan pelajaran secara pribadi relevan dengan
pengalaman masa lalu atau kepentingan sekarang dan proses belajar relevan dengan
pengalaman hidup.
- Orang dewasa belajar paling baik apabila informasi baru disajikan melalui suatu jenis
cara yang berhubungan dengan pancaindera dan pengalaman dengan ulangan dan
variasi tema yang cukup.
penting komunikatif, lawan bicara tahu maksud yang disampaikan, tidak perlu
mengikuti kaidah sehingga kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar yang diharapkan belum sepenuhnya terpenuhi. Dalam TBBBI
dikatakan
... anjuran agar kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar dapat
diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan
yang di samping itu mengikuti kaidah yang betul. Ungkapan bahasa
Indonesia yang baik dan benar mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus
memenuhi persyaratan kebenaran dan kebaikan.
Itu berarti bahwa baik dan benar merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan
walaupun baik dan benar dapat dibedakan.
Anjuran atau harapan itu mestinya juga berlaku untuk penutur asing yang
belajar bahasa Indonesia. Untuk itu pendekatan komunikatif diterapkan dengan
catatan bahwa ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar perlu ditekankan.
3. Kerangka Kurikulum BIPA
Pada bagian ini akan diketengahkan kerangka Kurikulum BIPA secara
sederhana, yaitu hanya meliputi tujuan, ruang lingkup bahan dan sumbernya, serta
sistem evaluasi.
3.1 Tujuan
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran
Bahasa Indonesia Kurikulum 1994 tujuan pengajaran meliputi tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dirumuskan dalam lima butir rumusan yang pada
intinya siswa menghargai dan membanggakan, memahami serta dapat
menggunakan bahasa Indonesia; memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa;
serta mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra. Tujuan khusus meliputi
kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Kebahasaan berkenaan dengan
pemahaman dan penggunaan tata bunyi, ejaan, struktur, kosakata dan apresiasi
sastra. Pemahaman berkenaan dengan kemampuan reseptif, sedang penggunaan
berkenaan dengan kemampuan produktif.
Bagi penutur asing tujuan pengajaran bahasa Indonesia tentu tidak sama dengan
bagi siswa Indonesia karena kedudukan bahasa Indonesia bagi siswa Indonesia
dan bagi penutur asing berbeda. Sikap siswa Indonesia dan penutur asing terhadap
bahasa Indonesia juga berbeda. Oleh karena itu, rumusan tujuan pengajarannya
juga berbeda.
Tujuan Umum
1. Pelajar BIPA mengenal bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional
Indonesia
2. Pelajar BIPA memahami bahasa Indonesia secara linguistis (ejaan,
fonologi, morfologi, sintaksis dan kosakata)
3. Pelajar BIPA mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai ragamnya baik secara reseptif maupun produktif
4. Pelajar BIPA mampu mengapresiasi sastra Indonesia dalam berbagai bentuknya
(prosa, puisi, drama, syair lagu}
Tujuan Khusus
Pelajar BIPA mampu :
1. mengucapkan kata dan kalimat dengan ucapan yang tepat dan intonasi yang
sesuai dengan maksudnya
2. menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang baku dengan tepat
3. menggunakan berbagai bentuk imbuhan dengan maknanya
4. menggunakan kata dengan maknanya
5. mendapatkan dan menggunakan sinonim, antonim, dan homonim
6. memahami bahwa pesan yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk
dan dapat menggunakannya
7. memahami bahwa bentuk yang sama dapat mengungkapkan berbagai makna
8. mengenal dan menikmati puisi, prosa, dan drama Indonesia
9. menerima pesan dan ungkapan perasaan orang lain dan menanggapinya secara
lisan dan tertulis
10. mengungkapkan perasaan, pendapat, angan-angan dan pengalaman secara
lisan dan tertulis sesuai dengan medianya
11. berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan menurut
keadaan
12. menikmati keindahan dan menangkap pesan yang disampaikan dalam puisi,
prosa, drama, dan syair lagu.
3. 2 Ruang Lingkup Bahan dan Sumbernya
Ruang lingkup BIPA meliputi kebahasaan, kecakapan berbahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis), apresiasi sastra.
Sumber bahan meliputi sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis
mencakup: berbagai buku, majalah, surat kabar, dokumen, surat resmi, Su
rat perorangan, iklan, pengumuman, novel, cerpen, syair lagu, dan sebagainya.
Adapun sumber tertulis meliputi: pidato, sambutan, diskusi, percakapan resmi dan
tak resmi, siaran radio, siaran televisi, dan lain-lainnya.
Catatan:
Tidak semua tujuan harus dicapai dan tidak semua bahan harus dipelajari.
karena kurikulum ini berpusat pada pelajar. Mereka dipersilakan menentukan
sendiri tujuan yang akan dicapai dan bahan yang akan dipelajari; demikian juga
lama belajar dan tingkat kemampuan/kecakapan. Kurikulum menyediakan segala
sesuatunya berdasarkan analisis kebutuhan atau istilah Yalden (1983) survei
kebutuhan.
3. 3 Sistem Evaluasi
Evaluasi merupakan masalah yang kompleks dalam pengajaran bahasa.
Mulai dari membuat alat, kerumitan sudah terasa, belum lagi pelaksanaan dan
pengolahan hasilnya. sebagai contoh, dalam kenyataan sering dijumpai pelajar
yang berbakat berbicara dan yang pendiam. Pelajar yang pertama kata-kata dan
kalimatnya banyak tetapi tidak karuan, sedang yang kedua kata-kata dan
kalimatnya sedikit tetapi baik dan benar. Mana yang dinilai lebih baik? Itu hanya
contoh kecil yang mungkin mudah dipecahkan. Banyak contoh lain yang
menunjukkan kompleksitas hal evaluasi.
Evaluasi dapat dilakukan dalam berbagai tingkat, dari tingkat nasional atau
bahkan internasional seperti TOEFL sampai tingkat kelas yang dilakukan oleh
guru. Di sini hanya akan dibicarakan evaluasi tingkat kelas yang biasanya
dilakukan oleh guru.
Evaluasi tidak hanya dapat dilakukan secara sumatif, yaitu pada akhir suatu
program. Evaluasi justru perlu dilakukan dalam proses pembelajaran untuk
mengetahui perubahan (kemajuan) pelajar dan keefektifan proses pembelajaran itu
sendiri. Dalam evaluasi itu paling baik apabila pelajar diikutsertakan agar mereka
dapat melihat kemajuan diri sendiri.
Evaluasi untuk kemampuan komunikatif dapat menggunakan tes diskrit
dan tes terpadu. tes diskrit sesuai untuk komponen kebahasaan dalam fonologi,
morfologi, sintaksis, dan leksikon. Untuk kecakapan berbahasa tes terpadu lebih
sesuai. Termasuk tes terpadu adalah prosedur cloze. dikte, dan wawancara lisan
(Savignon, 1983: 249-265)
4. Penutup
Sebagai penutup perlu dikemukakan di sini bahwa untuk menyusun
kurikulum BIPA yang berpusat pada pelajar atau yang ramah terhadap pelajar
diperlukan analisis kebutuhan mereka. Kata ramah diartikan siap melayani pelajar
dalam arti bahwa tujuan dan bahan yang disediakan tidak dipaksakan untuk
mereka, tetapi mereka dapat mengambil sebagian atau seluruhnya sesuai dengan
keinginan mereka. Selain itu mereka juga diikutsertakan dalam evaluasi.
Tulisan ini jauh dari sempurna dan kurang sesuai dengan rencana semula.
Untuk memperbaikinya diperlukan banyak masukan. Oleh karena itu, masukan
dari siapa pun baik berupa kritik, komentar, maupun saran akan diterima dengan
rendah hati.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Brown, H, Douglas. 1980. Principles of Language Learning and Teaching.
Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Penddidikan Dasar: Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP). Jakarta
Halim, Amran, ed. 1976. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Dalam
Politik Bahasa Nasional. Dihimpun oleh Pusat Bahasa. Jakarta: Balai
Pustaka
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Mackey, W. F. 1971. Language Teaching Analysis. London: Longman Group Ltd.
Munby, John. 1978. Communicative Syllabus Design. Cambridge: CUP
Nunan, David. 1994. The Learner-Centred Curriculum. Cambridge: CUP
Richards, Jack C. 1990. The Language Teaching Matrix. Cambridge: CUP
Savignon, Sandra J. 1983. Communicative Competence: Theory and Classroom