Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KALAM

STUDY KRITIS ILMU KALAM

DISUSUN OLEH :
FFTRIA INDRANI LUBIS
NIM. 1516130034
DOSEN PEMBIMBING : SUBHAN Mh. I

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI
BENGKULU
2015KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu Kalam ini dengan baik. Dalam
penulisan makalah ini penulis banyak belajar dan mencari tahu apa yang ada
didalam materi ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih pada
Allah SWT yang telah memberikan saya kelancaran dalam penulisan makalah
ini .saya

sadar bahwa didalam makalah ini tentu saja masih jauh dari kata

kesempurnaan, Hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan


saya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca.Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.Akhir kata, saya mohon maaf apabila dalam penulisan makalah
ini terdapat banyak kesalahan.

Bengkulu, Desember 2015

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................

KATA PENGANTAR.......................................................

ii

DAFTAR ISI................................................................. iii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................
B. Rumusan Masalah............................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................

1
2
2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ilmu kalam.....................................................
B. Mengkaji ilmu kalam dari berbagai aspek........................
BAB III PENUTUP
2

3
3

A. Kesimpulan....................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa
makna di antaranya berbicara, hukum, din islam. Sebagai
produk pemikiran manusia, wacana-wacana yang dihasilkan
oleh aliran kalam seperti halnya aliran pemikiran keislaman
lainnya memiliki titik kelemeahan dan perlu mendapat kritikan
yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang
tidak menyentuh persoalan-persoalan ril manusia yang kurang
mendapat

perhatian

dari

ilmu

kalam

merupakan

titik

kelemahan yang banyak disorot.


Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang
menjadi sorotan para pengkritiknya berputar pada tiga aspek,
yaitu aspek epistimologi ilmu kalam, aspek ontologi ilmu
kalam dan aspek akseologi ilmu kalam.
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada
barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran besar yang
kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa
agama

Islam

telah

hadir

sebagai

pelopor

munculnya

pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu


dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat
dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam
sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya,
karena Islam dengan bersumber pada al-Quran dan AsSunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat
luas. Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah
aqidah, namun dalam kenyataanya masalah pertama yang
muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi,
melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan
fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya
1

persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompokkelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang
kesemuanya itu di awAli dengan persoalan politik yang
kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai
Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbedabeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ilmu Kalam
2. Aspek-aspek ilmu kalam dari berbagai sudut pandang
3. Memahami letak kekurangan ilmu kalam dari berbagai
sudut
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui tentang Ilmu tauhid
2. Mampu mengetahui ilmu Tauhid dari sudut pandang
epistimologi, ontologi dan akseologi

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ILMU KALAM
Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa
makna di antaranya berbicara, hukum, din islam.

Sebagai

produk pemikiran manusia, wacana-wacana yang dihasilkan


oleh aliran kalam seperti halnya aliran pemikiran keislaman
lainnya memiliki titik kelemeahan dan perlu mendapat kritikan
yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang
tidak menyentuh persoalan-persoalan ril manusia yang kurang
mendapat

perhatian

dari

ilmu

kelemahan yang banyak disorot.

kalam

merupakan

titik

B. MENGKAJI ILMU KALAM DARI BERBAGAI ASPEK


1. Aspek Epistimologi Ilmu Kalam
Yang dimaksud epistimologi pada pembahasan ini
adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran
kalam dalam menyelsaikan persoalan kalam, terutama
ketika mereka menafsirkan al-quran. Kritikan terhadap
aspek ini umpamanya dikemukakan oleh Taufiq adnan
adnan

amal

dan

syamsul

rizal

panggabean.

Mereka

menyangkut sisi kelemahan aliran kalam dam aspek


metodologi.
Demi membela sudut pandang tertentu, penafsiranpenafsiran teologis umumnya tekah mendekati al-quran
secara atomistik dan parsial serta terlepas dari konteks
kesejarahan dan kesusastraannya. Pemaksaan gagasan
asing kedalam al-quran juga merupakan gejala yang
mewabah. Contoh penafsiran semacam ini, terlihat jelas
dalam

pandangan

keabsahan

golongan

Al-Quran.

Asyariyah

Sebagaimana

telah

mengenai
diketahui,

pandangan mereka tentang ini merupakan tanggapan atas


pandangan golongan mutazilah. Penekanan mutazilah
pad akeesaan tuhan yang membuat mereka di gelari al-ahladl al-tauhid telah menyababkan mereka menolak doktrin
keabadian al-quran sebagai mana yang diyakini golongan
ahli sunah. Menurut mutazilah, al-quran adalah makhluk
(ciptaan). Jika tidak demikian, tentulah ada yang abadi
selain allah dan ini bertentangan dengan keesaan allah.
Golongan asyariyah percaya bahwa al-quran atau
kalam

Allah

itu

abadi

(qadim).

Al-quran

merupakan

perintah tuhan. kata kreatif kun(ada!) merupakan seluruh


bentuk sifat kata yang abadi. Untuk menjelaskan hal ini,
mereka merujuk firman allah berikut ini:
Artinya:
3

Sesungguhnya perintah-Nya apabila dia menghendaki


sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah! maka
terjadilah ia. (Q.S Yasin [36]: 82)
Menurut golongan Asyariyah, ayat diatas menunjukan
bahwa adanya perintah kreatif dan perkataan kreatif kun
mendahului segala yang eksis (ada) di alam. Disamping
itu,dengan berpijak pada firman Allah berikut ini:
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya
langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia
memanggil kamu sekali panggil dari bum, seketika itu
(juga) kamu keluar (dari kubur) (Q.S. Arrum [30]: 25)
Dengan ayat ini, mereka berdalih bahwa perintah
Tuhan bukan hanya merupakan alat pencipta, tetapi juga
pokok penegak ciptaan-Nya. Menegaskan ke maha kuasaan
Tuhan sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Namun, ayat-ayat ini telah dibelokan maknanya oleh
golongan Asyariyah untuk mendukung gagasan keabadian
Al-Quran,

sebagai

tanggapan

terhadap

pandangan

kalangan Mutazilah. Teori golongan Asyariyah tentang


keabadian Al-Quran dalam kenyataannya, senada dan
berada dibawah pengaruh teori-teori teolog Kristen dan
pengikut aliran Stoa

tentang

logos. Perintah Tuhan dan

tata kreatif (logos) dijelmakan serta diberi kekuasaan untuk


menciptakan dan memelihara apa yang telah diciptakan.
Selanjutnya logos dalam satu hal identik dengan Tuhan,
dan dalam hal lainnya berbeda dengan Tuhan. Namun,
keduanya sama-sama dengan Tuhan. Kata kreatif Tuhan ini
disebut memra dalam teologi yahudi, dan oknum kedua
dalam ajaran Tri nitas Kristen.

Adnan dan Rizal melihat bahwa penafsiran kalangan


Asyariyah

tersebut

pada

kenyataannya

tanggapan

terhadap

kebutuhan

sejarah,

merupakan
yakni

untuk

membela sudut pandang golongan ahlussunnah. Penafsiran


tersebut tidaklah dicuatkan dari Al-Quran, tetapi lebih
merupakan

pemaksaan

gagasan-gagasan

asing

ke

dalamnya. Itulah sebabnya, ayat-ayat yang dirujuk untuk


membela
sastranya

pandangan mereka
dan

konteks

dlepaskan dari

kesejarahan

yang

konteks
bertalian

dengannya. Contoh mengenai gagasan asing yang telah


dipaksakan ke dalam Al-Quran dapat dilihat dalam paparan
mengenai kebangkitan manusia di akhirat. Di kalangan
ahlussunnah, terdapat keyakinan yang kuat mengenai
kebangkitan fisik di akhirat. Keyakinan semacam ini yang
diperoleh

lewat

pemahaman

harfiah

akan

ayat-ayat

ukhrawi Al-Quran tentu saja sulit diterima kaum filosof.


Oleh karena itu, mereka menafsirkan secara alegoris
pernyataan-pernyataan

Al-Quran

tentangnya

sebagai

kebangkitan spiritual, yakni hanya roh manusia saja yang


akan dibangkitkan oleh tuhan di hari kemudian.
Aliran kalam yang banyak mendapat sorotan AdzDzahabi adalah khawarij, mutazilah, dan syiah yang
dipandang banyak menakwilkan ayat-ayat Al-Quran secara
tidak proporsional dan menyimpangkan makna teks-teks
Al-Quran dari makna sebenarnya dengan tujuan untuk
mendukung prinsip-prinsip yang diyakininya. Contohnya
adalah penafsiran tokoh-tokoh khawarij terhadap firman
Allah:
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir (Q.S. Al-Maidah 5 : 44)
5

Tanpa

menyebutkan

menjelaskan

bahwa

menafsirkan

ayat

alasannya,

Adz-Dzahabi

para

pemuka

khawarij

berusaha

diatas

sesuai

dengan

pendapat

madzhabnya, yakni bahwa setiap orang yang melakukan


dosa besar berarti telah mengambil keputusan hukum
dengan hukuman selain yang diturunkan Allah.
Contoh lainnya adalah penafsiran tokoh-tokoh
Mutazilah terhadap Firman Allah, sesuai dengan QS. Alqiyamah 22-23.
Wajah-wajah (orang-orang mukmin)npada hari itu berseriseri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. AlQiyamah : 22-23 )
Mereka

menakwilkan

ayat

ini

sesuai

dengan

pendapatnya, yakni ketidakmungkinan Allah dapat dilihat


di akhirat kelak. Dengan penakwilan itu, Adz-dzahabi
melihat mereka berusaha menyimpangkan arti melihat
dengan makna sesungguhnya.
Adapun contoh penyimpangan yang dilakukan syiah
adalah

apa

yang

dilakukan

Hasan

Al

askari

ketika

menafsirkan Firman Allah :


Dan Tuhanmu adalah tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
tuhan Yang berhak disembah melainkan Dia, yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-baqarah : 168)
Al askari mengatakan bahwa arti maha pemurah
kepada hamba-hamba nya yang beriman dari kalangan
(syiah ) keluarga Muhammad SAW.
Menanggapi
penafsiran
diatas

Adz-dzahabi

menjelaskan bahwa penyimpangan yang dilakukan al


askari karena adanya prinsip ajaran taqiyah yang dianut
kelompok

syiah

imamiyah,

bernuansa politik.

penafsiran

diatas

lebih

Tiap-tiap Aliran kalam memang mengklaim memiliki


misi suci ketika menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.
Misalnya dengan faham menafikan sifat-sifat Allah dari
keserupaan

dengan

Makhluk-Nya

dan

dalam

rangka

mempertahankan prinsip tauhid.


Menurut Amin Abdullah dimensi pemikiran teolog atau
kalam sebenarnya lebih subtil, tidak clear-cut, lebih kaya
nuansa, daripada hanya semata-mata diwarnai konspirasi
politik.

Keberagaman

manusia

tidak

semata-mata

terkurung oleh faktor sosiologis, politis, atau psikologis,


tetapi

juga

termuat

transedental filosofis.
Berkaitan dengan

didalamnya

nuansa

kritik

ditunjukan

yang

pemikiran
kepada

epistimologi ilmu kalam, M. Iqbal melihat adanya anomali


(penyimpangan) lain yang melekat dalam literatur ilmu
kalam

klasik.

menggunakan

Teologi

cara

dan

mempertahankandan

Asyariyah,umpamanya,
pola

fikir

mendefinisikan

yunani

untuk

pemahaman

ortodoksi islam. Adapun mutazilah justru sebaliknya.


Dengan meninjau anomali-anomali yang melekat pada
rancang

bangun

epistimologi

ilmu

kalam

dapatlah

disimpulkan secara tentatif bahwa ilmu kalam perlu


dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman yang dilalui sejarah kehidupan
manusia.
2. Aspek Ontologi Ilmu Kalam
Harus diakui bahwa diskursus aliran-aliran kalam yang
ada hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan
dan

yang

berkaitan

dengannya

yang

terkesan

mengawang-awang dam jauh dari persoalan kehidupan


umat manusia. Kalaupun dipertahankan diskursus aliran

kalam

juga

menyentuh

persoalan

kehidupan

manusia,persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada


masa lampau, yang nota bene berbeda dengan persoalanpersoalan kehidupan manusia saat ini, ilmu kalam tidak
dapat diandalkan untuk memecahkan persoalan-persoalan
kehidupan manusia masa kini. Secara pasti teologi islam
merupakan usaha intelektual yang peraturan koheren dan
setia dengan isi yang ada dalam Al-Quran. Teologi harus
memiliki kegunaan dalam agama apabila teologi itu
fungsional dalam kehidupan agama. Disebut fungsional
sejauh teologi tersebut dapat memberikan kedamaian
intelektual dan spiritual bagi umat manusia serta dapat
diajarkan pada umat.
Islam harus mampu meletakan landasan pemecahan
terhadap problem kemanusiaan (kemiskinan, ketidakadilan,
hak asasi manusia, ketidaberdayaan, dan sebagainya).
teologi yang fungsional adalah teologi yang mampu
memenuhi panggilan tersebut, bersentuhan dan berdialog,
sekaligus menunjukan jalan keluar terhadap berbagai
persoalan empirik kemanusiaan. Dalam wilayah tersebut,
persoalan wanita, yang merupakan bagian integral dari
yurisprudensi

wanita

tertumpu

pula

pada

teologi

yurisprudensi
Tantangan kalam atau teologi Islam kontemporer
adalah

isu-isu

keberagamaan,

kemanusiaan
kemiskinan

universal,
struktural,

pluralisme
kerusakan

lingkungan, dan sebagainya. Teologi, dalam agama apapun


yang hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) dan tidak
mengaitkan

diskursusnya

dengan

persoalan-persoalan

kemanusiaan universal (antroposentris) , memiliki rumusan


teologis yang lambat laun akan menjadi out of date. Al-

Quran sendiri hampir dalam setiap diskursusnya selalu


menyentuh dimensi kemanuisiaan universal.
Teologi Islam dan kalam yang hidup untuk era
sekarang ini berdialog dengan realitas dan perkembangan
pemikiran yang berjalan saat ini. Bukan Teologi yang
berdialaog dengan masa lalu, apalagi masa silam yang
terlalu jauh. Teologi Islam kontemporer tidak dapat dan
tidak harus memahami perkembangan pemikiran manusia
kontemporer yang diakibatkan oleh perubahan sosial yang
dibawa oleh arus ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika ilmu
kalam klasik berdialog dengan pemikiran dan bergaul
dengan

format

pemikiran

serta

epistimologi

yunani

(Hellenisme), teologi Islam atau kalam modern harus


bersentuhan

dengan

pemikiran

dan

falsafah

Barat

lantaran falsafah barat kontemporer itulah yang dibentuk


dan diilhami oleh arus perubahan yang diakibatkan oleh
perkembangan iptek.
Diantara diskursus ilmu kalam yang menjadi bahan
sorotan tajam para pemikir kontemporer adalah konstruksi
ilmu kalam ala Asyariyah, yaitu konsepsi mereka tentang
hukum

kausalitas.

Sebagaimana

diketahui

peminat studi ilmu kalam Asyariyah,

oleh

para

yang kemudian

dikokohkan oleh Al-Ghazali bahwa kausalitas tidak cocok


dengan realita keilmuan yang berkembang dewasa ini.
Pemikiran kausalitas ilmu kalam Asyariyah tidak kondusif
untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan, baik dalam
wilayah ilmu-ilmu keagaman maupun humaniora.
3. Aspek Aksiologi Ilmu Kalam
Kritikan yang dialamatkan pada aspek akseologi ilmu
kalam menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam
menyingkap hakikat kebenaran. Al-Ghazali tidak serta
merta menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi
9

keterbatasan-

keterbatasan

ilmu

ini

sehingga

menyimpulkan ilmu initidak dapat mengantarkan manusia


untuk mendekati Tuhan. Hanya kehidupan sufilah yang
dapat mengantarkan seseorang dekat dengan Tuhan.
Alasan itulah yang menjadikan Ibn Taimiyah dengan penuh
semangat menganjurkan kaum muslimin untuk menjauhi
ilmu kalam seperti halnya orang menjauhi singa.
Bertolak dari kelemahan-kelemahan ilmu kalam di
atas, tampaknya dekonstruksi terhadap ilmu kalam ini
merupakan sebuah keniscayaan. Dekonstruksi tidak hanya
berarti membongkar konstruksi yang sudah ada. Tujuan
dekonstruksi adalah melakukan demitologisasi konsep
atau pandangan-pandangan yang ada, yang telah menjadi
teks sakral dan mitos keilmuan dalam dunia Islam.
Ahmad Hanafi melihat perlunya pergeseran paradigma
dari yang bercorak tradisional, yang bersandar pada
paradigma logico-metafisika (dialektika kata-kata), ke arah
teologi yang mendasarkan pada paradigma empiris
(dialektika

sosial

politik).

teologi

bukan

mempelajari

tentang Tuhan semata, tetapi menjadi ilmu kalam (ilmu


tentang analisis kalam atau ucapan semata dan juga
sebagai

konteks

ucapan,

yang

berkaitan

dengan

pengertian yang mengacu pada iman). Jadi, teologi juga


bisa diartikan dengan antropologi

dan hermeneutika,

teologi berarti suatu teori pemahaman tentang proses


wahyu dari huruf sampai ke tingkat kenyataan, dari logos
ke praktis, dan juga transformatika wahyu dari pikiran
Tuhan

kedalam

kehidupan

manusia.

Untuk

itu

perlu

keasadaran historis yang menetukan keaslian teks dan


tingkat

kepastiannya;

kesadaran

eidetik,

yang

menjelaskan makna teks menjadi rasional; dan kesadaran


paktis yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar

10

teoritik bagi tindakan dan mengantarkan wahyu pada


tujuan akhir dalam kehidupan manusia di dunia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa
makna di antaranya berbicara, hukum, din islam. Ada tiga
aspek

studi

dalam

ilmu

kalam,

diantaranya

Aspek

epsitimologi, Aspek ontologi, dan aspek aksiologi.


Aspek epistimologi ilmu kalam yaitu cara yang digunakan
oleh

para

pemuka

aliran

kalam

dalam

menyelesaikan

persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan alquran.

Secara

pasti

teologi

islam

merupakan

usaha

intelektual yang peraturan koheren dan setia dengan isi yang


ada dalam Al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
http://henker17.blogspot.com/2012/09/makalah-perkembanganpemikiran-ilmu.html
http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/26/antara-falsafah-dankalam-literatur-klasik-pemikiran-islam-430279.html
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/17/kalam-zamanklasik/.html
Rozak Abdul.dkk,Ilmu Kalam:Bandung,Pustaka Setia

11

Anda mungkin juga menyukai