PENDAHULUAN
Advertising melalui media televisi dapat menjadi alat yang sangat efektif
untuk meningkatkan popularitas kandidat maupun parpol walaupun diragukan
apakah dapat efektif pula mendongkrak tingkat elektabilitas seorang kandidat atau
parpol tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat harus diperhatikan, karena
masyarakat berpendidikan tinggi mungkin cenderung merasa muak jika
dibombardir dengan pesanpesan yang sifatnya menonjolkan kandidat atau parpol.
Black campaign juga dinilai kurang efektif untuk Indonesia.
Salah satu cara yang sering dipakai adalah soft campaign melalui aksiaksi
sosial seperti perbaikan sekolah, layanan kesehatan, pembangunan tempat ibadah
maupun infrastruktur masyarakat. Menurut pengalaman selama ini, cara soft
campaign tersebut terbukti paling ampuh dan efektif. Memang diakui banyak
parpol yang sifatnya jor-joran untuk meraih suara dalam waktu singkat, namun
untuk keberlangsungan sebuah parpol dalam jangka panjang, kontinuitas dalam
pemasaran menjadi sebuah keharusan.
Memang semua aktivitas ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk
itu bagi parpol yang keuangannya tidak terlalu kuat akan memilih jalan pemasaran
secara gradual dengan cara mempertahankan basis pemilih yang sudah diperoleh
melalui aksi-aksi nyata mewujudkan program-program yang diangkat saat
kampanye sebelumnya dengan harapan pemilih atau simpatisan baru akan dapat
direkrut seiring semakin kuatnya track record parpol dalam mewujudkan
program-programnya.
Pemilu Legislatif 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting
bagi segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif dan presiden. Partai-partai
politik (parpol) saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg) Pemilu
Legislatif Tahun 2009 ini akan diwarnai dengan momen yang penting bagi
segenap bangsa Indonesia, yaitu pemilu legislatif. Partai-partai politik (parpol)
saling bersaing mengusung calon anggota legislatif (caleg)
masing-masing agar
bisa menembus kursi DPR . Tak ayal, fungsi pemasaran sangat mereka butuhkan,
dalam hal ini pemasaran politik (political marketing).
Saat ini pemasaran politik bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk parpol.
Parpol menjanjikan pengharapan kepada para konstituennya, dengan pamrih
untuk meraup apresiasi dan dukungan dari mereka. Tiga hal utama yang mereka
tawarkan adalah organisasi parpol itu sendiri, sosok tokoh partainya, dan acaraacara (events) yang mereka selenggarakan. Tujuan aktivitas pemasaran mereka
ada dua, yaitu untuk meraih pendukung baru dan mempertahankan pendukung,
baik yang lama maupun baru, setidak-tidaknya sampai pemilu berikutnya.
(USP)
dari produk.
adalah
Kalau dipikir-pikir, yang lebih parah lagi adalah parpol dengan pemimpin
partai yang citranya sama-sama rendah. Sepertinya tiada harapan bagi mereka
nanti. Oleh karena itu, parpol harus terus bekerja keras dalam melakukan
pemasaran politik demi meraih dukungan calon pemilih. Para calon pemilih butuh
diyakinkan bahwa janji-janji parpol yang serba manis itu bisa benar-benar
terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena para calon pemilih masa
kini cenderung kian rasional
Partai-partai besar sangat diuntungkan oleh publikasi yang luas dan gratis
sehingga dikenal para calon pemilih. Bahkan sebagian pemilih sudah
mengidentifikasikan dan menyimpatikan diri mereka kepada partai tertentu.
Ini antara lain disebabkan oleh kebijakan suatu partai mencatelkan diri dengan
organisasi massa di tingkat akar rumput. Dan juga citra besar tokoh-tokoh partai
yang terbentuk oleh perilaku masa silam, semisal perjuangan mencetuskan
reformasi atau tindakan-tindakan lainnya yang diakui oleh masyarakat.
2. Perumusan Masalah
3. Tujuan masalah
tujuan dalam
dalam
4. Mamfaat Penelitian
Mamfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini sebagai salah satu kajian ilmu politik dan
sangat erat dengan partai politik dan diharapkan mampu memberikan
kontribusi pemikiran konsep-konsep dalam pengembangan marketing
politik.
5. Kerangka Teori
5. 1. Marketing Politik
Sejak Konsep marketing diutarakan Kotler ditahun 1972 mengemukakan
bahwa marketing berlaku baik pada sektor publik dan non-komersial. Cakupan
dari marketing ini sangatlah luas. Diungkapakan oleh Firmanzah (2004) bahwa
pertukaran yang terjadi tidak saja pertukaran ekonomi, pertukaran ini juga dapat
terjadi dalam konteks sosial secara luas, tidak hanya terbatas pada perusahaan
swasta, tetapi juga pada organisasi sosial non frofit, museum, rumah sakit
pemerintah, dalam bentuk pertukaran ide, norma dan symbol. Dalam hal ini,
konteks politik pun dalam mengaplikasikan konsep dan teori marketing.
Firmanzah meyakini bahwa marketing politik merupakan metode dan
konsep aplikasimarketing dalam konteks politik, marketing dilihat sebagai
seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai
politik) dalam memasarkan insiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi
partai, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai kepada masyarakat
atau kontestan.
Paid marketing adalah penggunaan media yang lazim digunakan untuk memasang
iklan adalah televisi, radio, media cetak, website dan media luar ruang.
Dalam tujuannya untuk mempengaaruhi kosnstituen agar dapat berpihak
kepaa seseorang kontestan diperlukanlah seperangkat instrument fasilitas yang
dapat mendekatkan seseorang kontestan kepada konstituen tersebit dipilih oleh
konstituen, pemahaman markrting politik oleh Firmanzah maupun Adnan Nursal
adalah merupakan dua konsep yang sama, yang berbicara tentang perjuangan
untuk menjadikan seseorang kontestang dapat dipilih melalui pemilihan umum
kepada konstituen. Tapi ini bukanlah sebuah garansi yang menghasilkan sebuah
kemenangan akan tetapi apabila konsep marketing politik yang dibentuk serta
diaplikasikan secara trampil akan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan.
Pemaksimalan kemenangan pada pemilihan umum bergantung pada
efektifitas dan efisiensi pengaplikasian marketing politik tersebut sehingga sampai
pada tujuannya. Pada konteksnya pemilihan umum legislatif bapak Oloan
Simbolon, ST mengaplikasikan marketing politik tersebut menjadi sebuah bentuk
kelompok-kelompok tim yang nota benenya berfungsi sebagai tim pemenangan di
daerah pemilihan VIII Sumatera Utara, penggunaan seperti posko pendukung,
posko simpatisan Oloan Simbolon, ST mulai bertebaran disaan pra pemilihan
calon legislatif, kelompok
menjembatani dan
bersedia untuk maju pada pemilihan umum legislative daerah pemilihan VIII
Sumatera Utara 2009.
Wring (1996) menunjukkan bahwa aktifitas marketing politik telah lama
dilakukan oleh partai politik di Inggris, dinyatakan bahwa semasa periode pemilu
di Inggris tahun 1929, partai konservatif menjadi partai pertama menggunakan
biro iklan (Halford-Bottomley Advertising Service) dalam membantu mendesain
dan mendistribusikan poster dan pamphlet. Sementara Partai Buruh memulai
penggunaan marketing dalam dunia politik ketika diresmikannya publiksai di
tahun 1917, dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan
aktif dalam kampanye buruh.
5. 2. Komunikasi Politik
Istilah komunikasi politik merupakn perpaduan antar setidaknya dan
disiplin ilmu yang saling terkait diantara keduanya yaitu komunikasi da politik.
Dale S. Beach mengartikan komunikasi sebagai sebuah penyampaian informasi
dan pengertian dari orang yang lain. (Dale S. Beach, 1975:581).1 Sementara Carl
Hovland
Penjelasan Dale S. Beach dikutip dari buku Drs. Moekijat, 1993, berjudul Teori Komunikasi ,
Mandar Maju : Hal. 4
2
Dikutip dari buku Prof. Drs. Onong Uchjana Efendy. MA. 1990. berjudul Ilmu Komunikasi teori
dan Praktek, Remaja Rosdakarya : Bandung, Hal. 10
Penjelasan tentang ilmu politik ini dikutip dari buku Prof. Miriam Budiarjo, 1977, Dasar-dasar
Ilmu Politik , Gramedia : Jakarta, Hal, 10
4
Dikutip dari buku Dan Nimo, 2005 berjudul Komunikasi Politik : Komunikator , Pesan, dan
Media, Remaja Rosdakarya, Hal. 9
Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.
1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan
pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.
2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah
pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat
revolusi komunikasi:
munculnya media
masyarakat.
Misalnya tokoh
informal
masyarakat
5. 3. Konsep Positioning
5
Dikutip dari buku Onong Uchjana Efendy, 2003 berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat Komuniasi ,
Citra Aditya,
Kasali, 1997, Strategi dan Kampanye Pemasaran Partai Politik,, Makalah Seminar dan
Pemasaran Politik
dengan cara memberi warna merah jambu kepada seluruh atribut partai
seperti bendera, seragam pengurus, posko, dan sebaginya.
2. Istimewa (Distinctive)
Sebagai pembeda, faktor tersebut tidak dimiliki oleh pihak lain seperti Bill
Clinton berusia muda dan tidak dimiliki oleh Bob Dole. Akan tetapi, satu
atau beberapa faktor yang juga dimiliki oleh pihak pesaing, masih bisa
dijadikan sumber pembeda asalkan faktor tersebut diwujudkan dengan
cara yang berbeda dibandingkan dengan pihak pesaing.
3. Superior
Perbedaan yang dimunculkan harus memberikan suatu manfaat yang lebih
baik ketimbang cara-cara lain untuk menghasilkan manfaat yang sama.
4. Dapat dikomunikasikan (Communicable)
Positioning itu mudah dipahami pemilih dan dikomunikasikan dengan
berbagai media komunikasi.
5. Preemptive
Perbedaan tersebut tidak mudah ditiru oleh pihak lain.
6. Jumlah Pemilih signifikan
Yang terpenting adalah bahwa positioning tersebut pada akhirnya dapat
meraih suara sesuai dengan sasaran obyektif kontestan.
Jadi, positioning harus memiliki peran sentral dalam political marketing.
Produk-produk politik seperti partai, kandidat, platform program dan sebagainya
haruslah sebangun dengan positioning. Pengatur strategi harus berusaha melalui
strategi branding bahwa kebijakan, ide-ide, isu-isu, gaya, dan nuansa yang
diluncurkan merupakan hal otentik milik sendiri.
Mengacu pada Butler dan Collins 7, positioning dimulai dengan
mendefenisikan nilai-nilai inti (core value defining). Nilai-nilai inti dapat
dikembangkan dari identitas kelas, agama, etnis, atau kelompok-kelompok sosial
lainnya. Nilai-nilai inti juga bisa bersumber dari perpecahan fundamental sosial
yang menimbulkan diskontinuitas historis seperti perang, formasi negara baru,
krisis ekonomi, dan berbagai bentuk krisis lainnya.
Butler & Colins, 1996, A Conceptual Framework of Political Marketing, dalam I.B.Newman
(ed), Handbook of Political Marketing, California: Sage Publication
berdasarkan
kategori
pemilih.
Sebuah
partai
dapat
menciptakan
positioning
yang
efektif,
politisi
dapat
selama
mengemban
jabatan
publik
tertentu.
Komunikasi
kontestan
tertentu
karena
kontestan
tersebut
berhasil
Newman &Shet. 1985. A model of primary voter behavior, dalam Jurnal of Consumer
Research, 12, 178-187
5. 5. Political Branding
Kebijakan dan isu politik adalah produk yang tidak bertujuan meskipun
dipelopori oleh pihak tertentu. Pihak lain bias saja meniru atau mengambil alih
kebijakan dan isu tersebut seolah-olah temuannya sendiri. Akan tetapi, sebuah
kontestan politik dapat membangun halangan bagi pihak-pihak lain yang ingin
mengusung policy atau isu tertentu yang dipelopori oleh partai tertentu. Caranya,
kata Butler dan Collins, pengatur strategi harus mem-brand-kan kebijakan dan
gagasan untuk membangun hambatan masuk. Dengan demikian, policy atau isu
tertentu seolah-olah milik sendiri.
Dalam branding produk politik yang ditawarkan harus sama dan sebangun
dengan positioning. Bagian-bagian yang terdapat dalam bauran produk politik
merupakan pilar-pilar yang mendukung positioning. Akan tetapi tidak semua
bagian harus disampaikan dalam kampanye. Analisi kekuatan dan kelemahan
dapat menjadi acuan untuk menetapkan focus kampanye. Sebuah kontestan dapat
memilih beberapa bagian dari satu atau dua atau ketiga substansi produk poltik
sebagai fokus yang akan ditawarkan dalam kampanye.
5. 6. Segmentasi Pemilih
Segmentasi pada dasarnya bertujuan untuk mengenal lebih jauh kelompokkelompok pasar. Hal ini berguna untuk mencari peluang., menggerogoti segmen
pemimpin pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi, melayani lebih baik,
menganalisis perilaku konsumen, mendesain produk, dan lain sebagainya.
Bainess
juga
mencatat,
ada
empat
factor
yang
mempengaruhi
4. Proses political marketing bisa bersifat intangible (tidak dapat diraba) dan
pilihan politik para pemilih sangat bersifat emosional. Hal ini
menyebabkan besarnya masalah yang harus diatasi untuk menciptakan
citra baru dari seorang kandidat atau partai politik.
Segmentasi pada pemasaran politik mempunyai lima tujuan yang identik
dengan pemasaran produk komersial sebagaimana yang dikemukakan Rhenald
Kasali 10:
1. Mendesain substansi tawaran partai terhadap partai atau kandidat secara
lebih responsive terhadap segmen yang berbeda. Ini tak lain karena
melakukan segmentasi berarti juga mendalami kepentingan, apresiasi, dan
persoalan-persoalan politik yang menjadi perhatian setiap segmen.
2. Menganalisis preferensi pemilih karena dengan pemahaman karakter
setiap
segmen
pemilih
memungkinkan
pemasar
mengetahui
a. Segmentasi Demografis
Segementasi demiografis ialah pemilahan para pemilih berdasarkan
karakteristik demografis seperti usia, gender, agama, pendidikan,
pekerjaan, kelas social-ekonomi, dan sebagainya. Untuk pemasaran partai
politik, pemahaman memdalam tentang segmentasi demografis dapat
memberi kontribusi berharga untuk kesuksesan pemasaran, walaupun tetap
dianjurkan untuk menggunakan pendekatan lainnya.
b. Segmentasi Agama
Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama meruapakan salah satau
pendekatan segmentasi yang penting untuk memahami karakter pemilih
Indonesia. Beberapa studi menunjukkan, umumnya para pemilih nonIslam
tidak
memilih
partaipartai
Islam
atau
partai-partai
yang
tidak
memilih
partaipartai
Islam
atau
partai-partai
yang
5. 7.
Masyarakat
1. Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan
dan jumlah keluarga.
2. Faktor Politik
Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk
menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi :
a. Komunikasi Politik.
perhatian
terhadap
masalah
kenegaraan
dan
atau
pembangunan
c. Pengetahuan Masyarakat terhadap
Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap
proses pengambilan keputusan menentukan corak dan arah suatu
keputusan yang akan diambil
d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik.
Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat
menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk
mengelola suatu obyek kebijakan. Kontrol untuk mencegah
11
Nimmo, Dan. Polical Communication and Public Opinion in America , Goodyear Publishing
Co, 1993
6. Metode Penelitian
6. 1. Jenis Penelitian
6. 2. Lokasi penelitian
Penelitian bertempat di kantor Tim Pemenangan Oloan Simbolon, ST
berada di Jln. Pekan Inpres Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi
Sumateara Utara.
Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hal. 63
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
b. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber data dan
informasi dan melalui buku-buku, jurnal, internet, majalah, surat kabar
dan lain sebagainya yang relevan denga topik penelitian.
tersusun teratur dan sistematis, akan melakukan analisis data yang selanjutnya
menghasilkan suatu kesimpulan terhadap data yang diteliti sesuai dengan apa
yang dihasilkan oleh peneliti.
BAB II
PROFIL DAN DESKRIPSI PENENLITIAN