Anda di halaman 1dari 16

JUMAT, 17 JUNI 2011

ASKEP Penyakit JAntung Reumatik


BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Penyakit Jantung Reumatik
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang berulang atau kronis. (Heni Rokhaeni, SMIP, CCRN)
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah
suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau
kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam
Rematik (DR). (www.madupropolis.com)
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses
perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan
demam reumatik. (dr. Indiradewi Hestiningsih)
B. Etiologi Penyakit Jantung Reumatik
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh)
yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus hemolitikus grup A pada tenggorok
selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam
reumatik serangan ulang.
C. Patogenesis
Streptokokus hemolitikus grup A adalah kokus gram positif yang sering berkoloni di kulit dan
orofaring. Organisme ini memiliki toksin hemolitik yaitu streptolysin S dan O. Hanya streptolysin O
yang dapat menimbulkan respon antibodi yang persisten sebagai salah satu marker dari adanya infeksi
streptokokus hemolitikus grup A. Organisme ini juga dilindungi oleh surface protein pada dinding
selnya yaitu M protein. Protein ini merupakan faktor virulen yang utama bagi streptokokus jenis ini.
Penyakit jantung reumatik terjadi pada anak dan dewasa muda biasanya setelah menderita faringitis
akibat streptokokus hemolitikus grup A. Organisme ini melekat dengan dinding sel epitel mukosa
traktus respiratorius bagian atas dengan memproduksi enzim yang menyebabkan kerusakan dinding sel
epitel sehingga ia dapat mengadakan invasi. Setelah fase inkubasi selama 2-4 hari, organisme yang
telah menginvasi tersebut menyebabkan timbulnya respon inflamasi akut selama 3-5 hari yang ditandai
dengan sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala dan peningkatan jumlah leukosit.
Pada penderita penyakit jantung reumatik terjadi kegagalan dalam mengisolasi organisme ini dari organ
yang terinfeksi dalam bentuk apapun. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan sel pada pnyakit jantung
reumatik bukan disebabkan secara langsung oleh mikroorganismenya melainkan oleh reaksi
autoimunitas. Para ahli mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap
streptokokus dengan otot jantung, dimana susunan antigen pada streptokokus hemolitikus grup A
mirip dengan susunan antigen otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun dan pada
akhirnya menimbulkan kerusakan pada organ jantung secara keseluruhan.
D. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), penyakit jantung reumatik terjadi karena
terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen
somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka

terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini
sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma
myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat
demam reumatik dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam
kejadian penyakit jantung reumatik ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus
betahemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain
lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah
mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada penyakit jantung reumatik bisa berupa manifestasi kardiak (jantung) dan non
kardiak. Gejalanya antara lain:
A.
Manifestasi kardiak pada penyakit jantung reumatik
1.
(infeksi dan peradangan jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling umum dari
demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien dapat mengeluh sesak
nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak), batuk atau ortopneu (sesak saat
berbaring)
2.
Pada pemeriksaan fisik, karditis (peradangan pada jantung) umumnya dideteksi dengan
ditemukannya bising jantung (gangguan bunyi jantung) atau takikardia (jantung berdetak >
100x/menit) diluar terjadinya demam
3.
Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis (radang selaput jantung)
4.
Pasien dengan diagnosis demam reumatik akut harus dikontrol sesering mungkin karena
progresifitas penyakitnya
5.
Murmur (bising jantung) baru atau perubahan bunyi murmur. Murmur yang didengar pada
demam reumatik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup (gangguan katup).
6.
Gagal jantung kongestif (Gagal jantung dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup yang
berat atau miokarditis (radang pada sel otot jantung) ).
7.
Perikarditis
B.
Manifestasi non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut antara lain:
1.
Poliartritis (peradangan pada banyak sendi) adalah gejala umum dan merupakan manifestasi awal
dari demam reumatik (70 75 %). Umumnya artritis (radang sendi) dimulai pada sendi-sendi besar di
ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau
bawah (siku dan pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat,
eritem dan pergerakan terbatas. Gejala artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 24 jam dan
bertahan dalam waktu 2 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan
pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan
pada anak-anak.
2.
Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita demam
reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses radang.
Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak
bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam keadaan stres.
Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya tertahan-tahan dan meledakledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang
tidak mantap dengan garis yang ragu-ragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca
sama sekali.
3.
Erithema marginatum merupakan ruam yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan
pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Kelainan ini
berupa ruam tidak gatal, makuler dengan tepi erithema (kemerahan) yang menjalar dari bagian satu ke
bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5% penderita. Gangguan ini

berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai bagian atas, tidak
melibatkan muka. Erithema ini timbul sewaktu-waktu selama sakit, meskipun yang tersering adalah
pada stadium awal, dan biasanya terjadi hanya pada penderita demam reumatik dengan karditis.
4.
Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa dekade terakhir, dan kini
hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Frekuensinya kurang dari 5%,
namun pada penjangkitan di Utah nodulus subkutan ditemukan pada sampai 10% penderita. Nodulus
(benjolan) ini biasanya terletak pada permukaan sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
Kadang-kadangg nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas tulang belakang. Ukurannya
bervariasi dari 0,5 sampai dengan 2 cm serta tidak nyeri dan dapat digerakkan secara bebas; biasanya
kecil dan menghilang lebih cepat. Kulit yang menutupi tidak pucat atau meradang. Nodulus ini muncul
hanya sesudah beberapa minggu sakit dan kebanyakan hanya ditemukan pada penderita dengan
karditis.
5.
Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut, epistaksis (mimisan), demam
dengan suhu di atas 39 C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia reumatik yang gejalanya
mirip dengan pneumonia karena infeksi.
C. Tromboemboli (sumbatan di pembuluh darah) bisa terjadi sebagai komplikasi dari stenosis mitral
(gangguan katup).
D. Anemia hemolitik kardiak bisa terjadi akibat pecahnya sel darah merah karena bergesekan
dengan katup yang terinfeksi. Peningkatan penghancuran trombosit bisa juga terjadi.
E.
Aritmia atrium (gangguan irama jantung) biasanya terjadi karena pembesaran atrium kiri karena
gangguan pada katup mitral.
F. Komplikasi Klien dengan Penyakit Jantung Reumatik
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal
jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi
paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung).

BAB II
MANAJEMEN KLIEN
A. Penatalaksanaan Medis
Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus betahemolyticus grup
A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a.
Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b.
Obat anti rematik

Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c.
Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d.
Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus
kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus
carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada
serta kemajuan perjalanan penyakit.
e.
Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis,
diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
B. Manajemen Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung reumatik adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat
diet pada penyakit jantung reumatik antara lain:
1.
energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
2.
protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
3.
lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari
lemak tidak jenuh).
4.
vitamin dan mineral yang cukup.
5.
diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6.
makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
7.
serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
8.
cairan cukup 2 liter/hari
bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan enteral,
parenteral atau suplemen gizi.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK


A. Pengkajian Keperawatan
a.
Pengkajian Fisik
Pada pemeriksaan fisik, regurgitasi mitral akan memberikan manifestasi seperti: fasies mitral walaupun
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan stenosis mitral. Pada palpasi jantung, apeks biasanya
terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda
terdapatnya regurgitasi mitral berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving yang menandakan
pembesaran ventrikel kanan.
Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifat meniup (blowing) di apeks, menjalar ke
aksila dan area infraskapular kiri. Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur.
Umumnya normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena penyakit jantung rematik.
Terdengar bunyi jantung ketiga akibat pengisian cepat ke ventrikel kiri pada awal diastolik dan diikuti
diastolic flow murmur karena volume atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri.
b.
Pemerikasaan Penunjang atau Diagnostik
1.
Pemeriksaan darah
LED (Laju Endap Darah) tinggi sekali
Lekositosis
Nilai hemoglobin dapat rendah
2.
Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
3.
Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.

B. Diagnosa Keperawatan
Untuk menegakkan diagnosa pnyakit jantung reumatik digunakan kriteria Jones yang terdiri dari
kriteria mayor dan minor.
a.
Kriteria Mayor
1.
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium,
miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis
meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama
makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
2. Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak
disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
3.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal,
macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada
batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
4.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 2 cm,
tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama
siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b.
Kriteria Minor
1.
Mempunyai riwayat menderita penyakit jantung reumatik atau demam reumatik.
2. Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;pasien sering suit
menggerakkan tungkainya.
3.
Demam tidak lebih dari 39 derajat celcius.
4.
Leukositosis.

5.
Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
6.
C-Reaksi Protein (CRP) positif.
7.
Gelombang P-R pada EKG memanjang.
8.
Peningkatan pulse/denyut jantung aat tidur.
9.
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dan 1 kriteria
mayor harus ada pada saat yang bersamaan.
C. Rencana Keperawatan
1.
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium.
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi
1.
Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk
mencegah toksisitas.
2.
Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
3.
Seringkali diambil strip irama EKG
4.
Jamin masukan kalium yang adekuat
5.
Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
6.
Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi Dapat meningkatkan curah jantung
Rasional
1.
Untuk mencegah terjadinya toksisitas
2.
Mengkaji status jantung
3.
Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2.
Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 37 C)
Intervensi
1.
Kaji saat timbulnya demam
2.
Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
3.
Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
4.
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
5.
Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
6. Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
7.
Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
8.
Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi
Rasional
1.
Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
3.
Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan
keluarga
4.
Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
5.
Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
6.
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
7.
Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu
meningkatkan penguapan panas tubuh
8. Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga
suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal

3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : ebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi
1.
Kaji faktor-faktor penyebab
2.
Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
3. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
4.
Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
5.
Ukur BB setiap hari
6.
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Rasional
1.
Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
2.
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi
makanan
3.
Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
4.
Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
5.
BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
6.
Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
http://blogedwinoviyanto.blogspot.com/2011/06/askep-penyakit-jantung-reumatik.html?m=1
1. DEFINISI
Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat
serangan karditis reumatik akut yang berkali-kali.
2. ETIOLOGI
Patogenesis pasti demam rematik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan yang telah diajukan
adalah (1) respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi, dan (2) efek langsung organisme
streptokokus atau toksinnya. Penjelasan dari sudut imunologi dianggap sebagai penjelasan yang paling
dapat diterima, meskipun demikian mekanisme yang terakhir tidak dapat dikesampingkan seluruhnya.
3. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronik. Pada stadium akut, katup
membengkak dan kemerahan akibat adanya reaksi peradangan. Dapat terbentuk lesi-lesi di daun katup.
Setelah peradangan akut mereda, terbentuk jaringan parut. Hal ini dapat menyebabkan deformitas katup
dan pada sebagian kasus, menyebabkan daun-daun katup berfusi sehingga orifisium menyempit. Dapat
muncul stadium kronik yang ditandai oleh peradangan berulang dan pembentukan jaringan parut yang
terus berlanjut.
4. MANIFESTASI KLINIK
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah yang
sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing pada
paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan
murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi
endokarditis.
5. KOMPLIKASI

Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung,
pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru, infark, dan kelainan katup
jantung.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan
dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
7. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1) Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2) Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM bila
berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000
unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari.
Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin,
diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa
menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35%
sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung
dan rekurensi.
3) Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika ada
kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus
dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg
BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75
mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison
dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat,
diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75
mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk
menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
8. PENCEGAHAN
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi streptokokus pada semua
orang.
Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi streptokokus untuk
penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam komunitas. Setiap perawat harus
mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis streptokokus; panas tinggi (38,9o sampai 40oC, atau
101o sampai 104oF), menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat,
nyeri abdomen, dan infeksi hidung akut.
Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat.
Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu menelan antibiotika
profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan invasi oleh mikroorganisme ini.

Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus
diingatkan untuk menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan
seperti sitoskopi
http://duniailmukeperawatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-penyakit-jantung.html?m=1
Rabu, 18 April 2012
MAKALAH PENYAKIT JANTUNG REUMATIK SERTA PATOFISIOLOGINYA
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)
Anamnesis
Anamnesis pada penderita demam jantung reumatik harus dilakukan dengan seksama mulai dari
menyanyakan identitas pasien antara lain : nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, ras, pekerjaan,
pendidikan terakhir, dan sebagainya. Kepentingan dari mengetahui identitas pasein adalah bagaimana
keadaan sosial dan kebiasaan yang sering dilakukan hal ini terpaut dengan kerentanan adanya infeksi
dari Streptococcus beta hemolitikus grup A. Umur juga menjadi faktor yang cukup penting untuk
mendiagnosis dari demam jantung reumatik karena keseringan kejadian ini terjadi pada usia 5 hingga
15 tahun. Sedangkan untuk usia diatas 21 tahun kejadiannya sangat jarang ditemukan.
Riwayat penyakit yang pernah diderita merupakan salah satu cara mendiagnosis dengan
mengunakan kriteria Jones. Adanya riwayat infeksi saluran nafas yang sering atau adanya kejelasan
bahwa infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitikus grup A. Riwayat
penyakit terdahulu seperti sakit sendi demam dan cepat lelah juga merupakan salah satu tanda bahwa
pernah adanya infeksi yang patut diduga bahwa hal terserbut sisebabkan oleh streptococcus beta
hemolitikus grup A. Selain itu yang patut diperhatikan adalah adanya kemungkinan pengobatan
eradikasi yang tidak sempurna pada saat infeksi kuman terserbut.
Keluhan utama yang sering dikeluhkan pasien adalah adanya sakit pada sendi yang berpindah
dan adanya sesak nafas. Keluhan-keluhan lain yang juga harus diteliti adalah adanya 5 gejala major
antara lain adanya arthritis ditandai dengan adanya sakit pada sendi yg disertai sakit pada sendi.
Karditis yang paling sering ditandai dengan adanya sesak nafas dan cepat lelah. Chorea yang ditandai
dengan adanya kelemahan pada otot. Nodul subkutan dan adanya eritema marginatum dimana nodul
subkutan yaitu adanya benjolan pada kulit tanpa nyeri dan eritema marginatum yaitu adanya bercak
merah muda pada kulit dengan sisi yang berbatas tegas.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi pernapasan, denyut nadi, berat badan,
tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi umum dari
pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti insufisiensi
mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneu dan mungkin juga terjadi denyut nadi
yang cepat untuk mengkompenasasi kekuranagan aliran darah yang masuk ke aorta. Beberapa kelainan
dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik dengan komplikasi yang lain.
Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu
penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan menunjukkan
keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut. Pada skenario yang didapat anak terserbut
termasuk tidak mengalami keterlambatan pertumbuhan, oleh karena itu anak tersebut menderita
penyakit jantung didapat.
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas, pernapasan cuping
hidung, sianosis, pembengkakan pada sendi, melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan kulit

atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung, sianosis merupakan pertanada adanya gejala dari gagal
jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah satu kriteria major
jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penakit jantung rematik. Denyut
jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin terjadi karena terjadi
kardiomegali yang cukup besar atau anak terserbut sangat kurus. Yang tidak kalah penting adalah
mencari adanya eritema nodusum. Eritema naodusum termasuk dalam salah satu kriteria major
berdasarkan kriteria jones. Bentuk dari eritema ini adalah adanyua lesi yang berbatas tegas dengan tepi
yang lebih aktif dibandingkan dengan bagian tengahnya. Distensi vena jugularis juga mungkin dapat
dilihat pada penderita lanjut yang mengalami gagal jantung kanan.
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh demam
rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul subkutan pada
demam jantung rematuk dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi yang tidak kalah penting
adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar apabila terjadi gagal jantung
kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit jantung rematik.
Perkusi berguna untuk memeriksa apakan adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi yang akan dijelaskan pada bagian
patogenesis.
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh insufisiensi
katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara jantung ketiga yang
disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-katup jantung. Yang paling
sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan oleh insufisiensi dari katup mitral.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium pada penyakit jantung reumatik termasuk dalam kriteria minor dari
Jones. Pemeriksaan yang cukup sering dilakukan adalah menetapkan ada atau pernah adanya infeksi
kuman Streptococcus grup A. Pemeriksaan pertama dilakukan dengan hapusan tenggorok pada saat
akut. Biasanya kultur streptococcus negatif pada fase akut itu. Bila positif inipun belum pasti
membantu diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan dari kuman streptococcus itu atau infeksi
streptococcus dengan strain lain. Kesulitan untuk mendeteksi adanya kuman streptococcus yang lain
karena kuman ini dapat juga berperan sebagai flora normal d berbagai bagian tubuh manusia.
Pemeriksaan lain yang juga sering digunakan yaitu mendeteksi antibodi streptokosus. Adanya infeksi
streptokosus dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se.
Terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO
positif bila besarnya 320 Todd pada anak-anak, sedangkan titer pada DNA-se untuk anak-anak adalah
240 Todd. Dan antibodi ini dapat terdeteksi pada minggu kedua sampai minggu ketiga setelah fase akut
demam reumatik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman streptococcus di tengorokan. Untun inilah
pencegahan sekunder dilakukan tiap 3-5 minggu.
Pada fase akut ditemukan lekositosis, laju endap darah yang meningkat, protein C-reaktif,
mukoprotein serum. Laju endap darah dan protein C-reactive yang tersering diperiksa dan selalu
meningkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat anti reumatik. Pemeriksaan
LED pada penyakit jantung reumatik bersifat sensitif namun tidak spesifik. Peningkatan LED
merupakan pertanda adanya proses inflamasi yang sedang aktif. Tidak berbeda jauh dengan LED,
pemeriksaan C reaktif protein juga berguna untuk mendeteksi fase akut dari demam reumatik.
Perbedaan dari Creaktif protein hanya lebih cepatna dideteksi fase aktif itu terjadi. Sama halnya dengan
pemeriksaan LED, pemeriksaan lab yang menunjukan adanya leukositosis juga menjadi suatu pertanda
adanya infeksi dari bakteri. Hanya saja ini mejadi kurang bermakna pada penyakit jantung reumatik

karena ini hanya terjaid pada saat proses infeksi dari streptokokus, sedangkan pada saat fase akut dari
penyakit jantung reumatik peningkatan leukosit tidak terlalu bermakna. Dimana jumlah leukosit yang
meningkat biasanya yang berhubungan dengan adanya reaksi hipersensitivitas tipe III yaitu sel limfosit.
Radiologi
Rontgen
Cardiomegaly, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat dilihat
pada radiografi dada. Ketika pasien mengalami demam dan gangguan pernapasan, radiografi dada
membantu membedakan gagal jantung dari radang paru-paru rematik.
Doppler-echocardiogram
Dalam penyakit jantung akut rematik, Doppler-ekokardiografi mengidentifikasi dan quantitates
insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan Mozambique menunjukkan
peningkatan 10 kali lipat dalam prevalensi penyakit jantung rematik bila echocardiography digunakan
untuk skrining klinis dibandingkan dengan ketat temuan klinis.
Dengan carditis ringan, bukti Doppler regurgitasi mitral dapat saja muncul selama fase akut
penyakit tetapi menyelesaikan dalam minggu ke bulan.Sebaliknya, pasien dengan carditis moderat
sampai berat memiliki regurgitasi mitral dan / atau aorta persisten.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis reumatik akut
dilatasi annulus, perpanjangan dari korda ke anterior leaflet, dan jet regurgitasi mitral posterolateral
diarahkan. Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering berdilatasi berkaitan dengan pemendekan
fraksional normal atau meningkat.Dengan demikian, beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi
katup (dari endokarditis), daripada disfungsi miokard (dari miokarditis), merupakan penyebab dominan
gagal jantung pada demam rematik akut.
Dalam penyakit jantung kronis rematik, ekokardiografi dapat digunakan untuk melacak
perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk intervensi bedah.
Selebaran katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi dari komisura dan tendinea
korda.echodensity Peningkatan katup mitral dapat menandakan kalsifikasi

Gambar ini menggambarkan jet insufisiensi mitral khas sistolik diamati dengan penyakit jantng
reumatik
Parasternal lama-sumbu melihat mendemonstrasikan jet mitral insufisiensi sistolik khas diamati dengan
penyakit jantung rematik (jet biru memanjang dari ventrikel kiri ke atrium kiri).Jet tersebut biasanya
diarahkan ke dinding lateral dan posterior.(LV = ventrikel kiri; LA atrium kiri =; Ao = aorta; RV =
ventrikel kanan).
Gambar ini menggambarkan jet kekurangan khas diastolik aorta diamati dengan penyakit jantung
rematik
Parasternal lama-sumbu melihat mendemonstrasikan jet diastolik aorta insufisiensi khas diamati
dengan penyakit jantung rematik (jet merah memanjang dari aorta ke dalam ventrikel kiri).(LV =
ventrikel kiri; LA atrium kiri =; Ao = aorta; RV = ventrikel kanan)
Elektrokardiogram

Pada EKG, sinus takikardi paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut. Atau,
beberapa anak-anak mengembangkan bradikardi sinus dari nada vagal meningkat.Tidak ada korelasi
antara bradikardi dan tingkat keparahan carditis yang dicatat.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) yang diamati pada
beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin berhubungan dengan
inflamasi miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis melibatkan arteri AV nodal. Tingkat
pertama blok AV adalah sebuah penemuan yang spesifik, dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria
untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan
penyakit jantung rematik kronis.
Kedua-derajat (intermittent) dan ketiga-derajat (lengkap) AV blok dengan kemajuan ke berhenti
ventrikel telah diuraikan.blok Hati dalam pengaturan demam rematik, bagaimanapun, biasanya
menyelesaikan dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat hadir dan
ditandai paling di sadapan II, III, aVF, dan V4-V 6.
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat mengembangkan flutter atrium, takikardia
atrium multifokal, atau atrial fibrilasi kronis dari penyakit katup mitral dan pelebaran atrium.
Epidemiologi
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di negara berkembang dan
sering mengenai anak usia antara 5 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat
12 juta penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dan sekitar 3 juta mengalami gagal
jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang
berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil.
Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 1990
didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 35 persen
dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik. Data yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas
karena demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan problem dan kematian karena
demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa muda. Di negara maju insiden demam reumatik
dan prevalensi penyakit jantung reumatik sudah jauh berkurang dan bahkan sudah tidak dijumpai lagi,
tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan dibeberapa negara maju 13. Dilaporkan
dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi
peningkatan insidens demam reumatik, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New
Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini.
Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus hemolitik
grup A menderita demam reumatik. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap
Streptokokus hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang menderita demam reumatik
dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus
hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, 29
October1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk penyakit jantung
reumatik 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara
berkembang dan didaerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per Demam Rematik dan Penyakit Jantung
Rematik Permasalahan Indonesia 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 332.000 yang meninggal
diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years
(DALYs)1 lost) akibat penyakit jantung reumatik diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju
hingga 173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.
Diagnosis Kerja

Diagnosis dari Penyakit Jantung Reumatik ditegakkan apabila diketemukan 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Arthritis
Arthritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada demam reumatik. Sendi yang dikenai
berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha,
lengan, panggul, siku dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat dan diikuti
oleh reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara perlahan. Radang dari sendi ini jarang yang
menetap dan lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi arthritis ini
membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai tetapi
insidensinya sangat jarang. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis teraoetuj oada
artgritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik dalam 24-72 jam, maka diagnosis akan
diragukan.
Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dan dapat berlanjut menjadi gejala gagal
jantung. Kadang0kadang karditis asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini bisa
hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitrallah
yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri jarang dikenai.
Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke aksila, dan kadangkadang disertai bising mid diastolik. Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan
anatomi jantung sedangkan dengan doppler dapat menentukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat
bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tak
akan berdisi sendiri dan lebih sering berbentuk pankarditis. Ditemukanya gejala reumatik pada
penderita demam reumatik merupakan salah satu pertanda adanya demam jantung reumatik.
Chorea
Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering
dikenai pada perempuan pada umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Dapat juga
ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana anak ini suka menyendiri dan kurang perhatian
terhadap lingkungannya sendiri. Gejala yang sering timbul pada penderita chorea adalah gerakangerakan cepat bilateral tanpa tujuan, sukar dikendalikan dan sering terdapat kelemahan otot. Tetapi
pada saat tidur gerakan-gerakan ini akan berkurang. Gejala yang lainnya adalah society smile atau
gerakan- gerakan pada otot muka yang terlihat seperti sedang senyum pada setiap saat. Tremor lidah
juga dapat terlihat pada penderita chorea. Manifestasi dari kelemahan otot yaitu terlihatnya tangan
lurus-pergelangan tangan fleksi sedikit, sendi metakarpal hiperekstensi. Dan pada hipotonia hebat anak
tidak dapat berdiri.
Nodul Subkutan
Nodul subkutan merupakan suatu gejala mayor dari demam jantung reumatik. Gejala dari nodul
subkutan adalah ditemukannya tumor pada bawah kulit yang keras, tidak berasa sakit dan dapat
digerakkan. Nodul subkutan sendiri biasannya ditemukan pada ekstensor sendi lutut, pergelangan kaki
dan tangan, oksipital, dan di atas prosesus spinosus vertebra torakal dan lumbal. Nodul subkutan
sendiri dapat hilang dengen pemberian kortkosteroid.

Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi sistem autoimun pada kulit. Manifestasi ini
ditandai dengan bercak-bercak merah muda pada bagian tengah, tepi tegas dan tdak tanpak indurasi,
dan tepi dari lesi ini dapat reguler maupun ireguler. Pada eritema marginatum ini terdapat fase aktif dan
fase inaktid dan ketikan ditekan akan berwarna pucat. Lesi ini biasanya ditemukan berpindah-pindah
antara dada, lengan dalam, dan paha.
Pada skenario yang didapat terdapat kesamaan seperti yang telah ditunjukan pada tabel diatas.
Dua gejala mayor yang terlihat adalah adanya arthritis dan adanya karditis. Arthritis ditandai dengan
adanya sakit pada daerah sendi dan terjadi pembengkakan pada daerah sendi. Untuk karditis ditemukan
anak terserbut cepat lelah dan yang cukup penting adalah adanya bising holosistolik yaitu terdengarnya
suara murmur sepanjang sistolik. Gejala-gejala minor lain yang terlihat dalam skenario adalah adanya
demam, artralgia, dan adanya riwayat sakit tengorokan. Dengan gejala-gejala klinis yang timbul dapat
sisimpulkan dengan mengungakan kriteria Jones yang telah dimodifikasi pada tahun 1992 bahwa anak
terserbut menderita penyakit jantung reumatik.
Diagnosis Banding
Miocarditis
Miokarditis adalah penyakit inflamasi pada miokard yang penyebabnya dapat primer maupun
sekunder. Miokarditis primer diduga karena infeksi viral akut ataupun respons autoimun pasca infeksi
viral. Miokarditis sekunder adalah inflamasi miokard yg disebabkan oleh pathogen spesifik, misal:
jamur, bakteri, protozoa, dll. Etiologi miokarditis yang tersering akibat infeksi virus enterovirus
coksakie B. Patofisologi dari miokarditis disebabkan oleh 2 fase berbeda dari kerusakan sel miokard:
pertama akibat infeksi virus langsung; kedua akibat respons imun pejamu (autoimun). Manifestasi
kliniknya bervariasi ada yg asimptom dan simptomatik. Gejala yg khas pada miokarditis adl adanya
sindrom infeksi viral dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi, malaise. Sebagian besar pasien tidak
memilki keluhan karvas yg spesifik tapi mungkin memiliki kelainan segmen ST dan gelombang T pada
EKG.
Beberapa perbedaan yang membedakan miocarditis dengan penyakit jantung rematik adalah
letak lokasi gejalanya. Pada miokarditis gejalanya hanya terdapat pada otot jantung saja dan tidak ada
gejala sistemik. Gejala-gejala yang terdapat pada miocarditis hanya lah berupa jantung berdebar, cepat
lelah, dan adanya murmur holosistolik saja. Sedangkan pada demam rematik yang lbh disebabkan
karena reaksi autoimun sehingga gejalanya lebih merupakan gejala sistemik. Gejala sistemik yang
timbul pada demam jantung rematik yang meliputi poliarthritis, eritema marginatum, nodul subkutan
dan adanya cholera tidak diketemukan pada penderita miocarditis. Gejala demam juga jarang
diketemukan pad penderita miocarditis yang sangat berbeda dengan penderita penyakit jantung rematik
dimana kelainan itu hampir selalu ditemukan. Riwayat adanya infeksi tengorokan oleh sreptococcus
beta hemolitikus grub A juga tdk menjadi suatu indikator untuk mendiagnosis miocarditis..
Etiologi
Telah lama diketahui demam reumatik mempunyai hubungan dengan infeksi kuman
Streptokokus hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit mempunyai
hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus hemolitik dapat dibagi atas
sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi pada
manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan etiopatogenesis demam reumatik dan
penyakit jantung reumatik. Hubungan kuman Streptokokus hemolitik grup A sebagai penyebab
demam reumatik terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh dari

lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan bahwa penyakit
ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptokokus hemolitik grup A, terutama serotipe
M1,3,5,6,14,18,19 dan 24 2,4,6,7,. Sekurang-kurangnya sepertiga penderita menolak adanya riwayat
infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada kultur apus tenggorokan
terhadap Streptokokus hemolitik grup A sering negatif pada saat serangan demam reumatik. Tetapi
respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat ditunjukkan pada hampir semua
kasus demam reumatik dan serangan akut demam reumatik sangat berhubungan dengan besarnya
respons antibody. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringits setiap tahunnya dan 1520 persen disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80 persen lainnya disebabkan infeksi virus.
Insidens infeksi Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan bervariasi diantara berbagai
negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -15 tahun. Oleh
karena hasil peneliatian itulah dapat disimpulakan beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada
penyakit ini adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu,
faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan
perubahan suhu yang mendadak.
http://sikkahoder.blogspot.com/2012/04/makalah-penyakit-jantung-reumatik-serta.html?m=1
pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis
katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau
fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran
pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar
keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun,
penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka sangat
mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta
Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya
yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan
sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan
terjadi kebocoran.
# Tanda dan Gejala Penyakit Jantung Rematik
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan,
nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak
beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga
turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu saja demam.
# Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung Rematik
Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin, ASTO, CRP, dan
kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan dilakukannya
echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.
# Pengobatan Penyakit Jantung Rematik
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi oleh kuman
Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika
dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin
G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian

erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah
Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir tentang
penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau
trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan
gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita
yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan
intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan
follow up jangka panjang.
# Pencegahan Penyakit Jantung Rematik
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian awal
yaitu demam rematik (DR), Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan
sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor
lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan
yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga
mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik,
harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.
Sumber : Penyakit dan Pengobatan.
http://www.jantunghipertensi.com/artikel/22-jantung-rematik.html

Anda mungkin juga menyukai