Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PBL S.

P
MODUL I BENGKAK PADA WAJAH & PERUT
SISTEM UROGENITAL

DISUSUN OLEH:
Kelompok 3
Ketua

: Banurusman

2012730017

Sekretaris : Wara Rasyiati


Anggota

2012730107

: Cyntia Andinia P 2012730024


Grisel Nandecya 2012730129
Hasepta Murfa Y 2012730131
Ilhami Muttaqin 2012730133
Karel Respati
Lidia Dwi Putri

2011730144

2011730054

M. Rizki Pahlevi 2012730060


Rini Astin Triana 2012730150
Tria Listiani

2012730106

Tutor : dr. Sugiarto, Sp.PA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Modul 1 Bengkak pada wajah dan perutKelompok 3 SP Urogenital |2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya maka Laporan Tutorial Modul Bengkak pada Wajah dan Perut pada Sistem Urogenital
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis sampaikan salam dan shalawat
kepada Rasul junjungan kita, Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga, sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan setelah diskusi
Tutorial. Pembuatan laporan ini bertujuan untuk meringkas semua materi yang ada di Modul
Bengkak pada Wajah dan Perut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Sugiarto, yang telah membantu kami dalam
kelancaran diskusi Tutorial serta dalam pembuatan laporan ini, serta terima kasih pula kepada
seluruh pihak yang sudah membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data,
dan menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat kepada yang lain,
terutama pada para Mahasiswa Kedokteran.
Laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka dimohonkan kritik dan saran yang
membangun agar kelak dapat lebih baik dari pada sebelumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 19 Agustus 2015

Penyusun

Modul 1 Bengkak pada wajah dan perutKelompok 3 SP Urogenital |1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

I.1

Skenario....................................................................................................... 1

I.2

Kata Kunci................................................................................................... 1

I.3

Tujuan Instruksiona......................................................................................... 1

I.4

Pertanyaan.................................................................................................... 3

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................................ 3

II.1

Definis dan Klasifikasi Konstipasi.......................................................................4

II.2

Mekanisme Defekasi Normal dan Konstipasi.........................................................5

II.3

Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna....................................................................................6

II.4

Etiologi dan Pencegahan Konstipasi....................................................................................10

II.5

Langkah Diagnostik dan Penatalaksanaan Konstipasi.............................................12

II.6

Mengapa Terjadi Demam, Pucat, dan Lemas Pada Skenario.....................................13

II.7

Cacing yang Dapat Menyebabkan Konstipasi.......................................................16

II.8

Diagnosis Banding........................................................................................ 16

II.9

Penyakit Anak dengan Konstipasi.....................................................................32

BAB III

PENUTUP.............................................................................................. 34

III.1

Kesimpulan................................................................................................. 34

III.2

Saran....................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 35

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada semester pendek sistem Urogenitalia, kami menganalisa sebuah kasus
yang bertujuan untuk mempelajari konsep dari penyakit-penyakit yang ada pada
Sistem Urogenitalia yang memberikan gambaran klinis berupa bengkak pada wajah
dan perut.
Pada umumnya seseorang dengan penyakit ginjal datang berobat ke dokter
apabila telah menimbulkan gejala yang sudah berarti bagi pasien. Gejala seperti rasa
nyeri dipinggang, gangguan saat buang air kecil (BAK), seperti urin yang sedikit, atau
urin berwarna kecoklatan, dapat menjadi pemicu pasien berobat ke dokter.
Pada pembahasan PBL modul Bengkak pada Wajah dan Perut, penulis
mengharapkan agar pembaca dan penulis sendiri dapat lebih sama-sama memahami
mengenai konsep dari penyakit penyakit sistem Urogenital,

penyebab serta

mekanisme terjadinya penyakit, gambaran klinis, cara mendiagnosisnya, working


diagnosis, diagnosis banding, dan penatalaksanaanya.
Tujuan Instruksional
Tujuan Instruksional Umum

Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat menyebutkan


penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengakakan pada muka dan perut, menjelaskan
gejala-gejala klinik, penyebab, patomekanisme, cara-cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi,
komplikasi dan aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan
pada muka dan perut.
Tujuan Instruksional Khusus

Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa dapat diharapkan dapat :


1. Menyebut penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut bengkak
2. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang menyebabkan
pembengkakan pada muka dan perut :
Menguraikan struktur anatomi, histology dan histofisiologi dari system uropetika.
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam

rennin angiotensin system.


Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi GFR, prinsip hokum starling pada

filtrasi ginjal, dan dapat menghitung GFR.


Menjelaskan mekanisme dan proses reabsorbsi dan sekresi di tubulus, mengapa
ada zat yang mempunyai Tmax, peranan hormone aldosteron dan ADH pada
reabsorbsi, pengaturan reabsorbsi dan sekresi tubulus, counter xurrent mechanism,
proses reabsorbsi dan sekresi pada keadaan tertentu seperti dehidrasi dan

overhidrasi.
Menjelaskan biokomia urine dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam

basa.
Menjelaskan

pembengkakan muka dan perut


Menjelaskan hubungan antara penyebab, respond an perubahan jaringan pada

tentang

penyebab

penyakit-penyakit

yang

menyebabkan

pathogenesis terjadinya penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan

perut
Menyebut penyebab dari penyebab yang menyebabkan pembengkakan muka dan

perut
3. Menjelaskan tentang gejala-gejala klinik dari penyakit-penyakit yang menyebabkan
pembengkakan muka dan perut
4. Menjelaskan tentang cara mendiagnosis

penyakit-penyakit

yang

menyebabkan

pembengkakan muka dan perut


Menjelaskan tentang cara anamnesis terarah pada penderita penyakit-penyakit

yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut


Menjelaskan tentang cara pemeriksaan fisik penderita penyakit-penyakit yang

menyebabkan pembengkakan muka dan perut


Menggambarkan peubahan histopatologi penyakit-penyakit di atas
Menjelaskan fase pre-analitik, analitik, dan post analitik dari prosedur tes/lab pada

penyakit-penyakit di atas
Menganalisa hasil laboratorium pada penderita penyakit-penyakit di atas
Menjelaskan gambaran rontgen dari saluran kemih yang normal, kelainan

kongenital dan kelainan karena infeksi


5. Mamenjelaskan tentang penatalaksanaan dari penyakit-penyakityang menyebabkan
pembengkakan muka dan perut
Menyebutkan obat-obatan yang dipakai
Menjelaskan farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat yang digunakan
Menjelaskan protocol/macam-macam cara yang dipakai pada SN yang sensitive
terhadap kortikosteroid (sesuai ISKDC, 1976)
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Menjelaskan paling kurang 8 istilah yang berhubungan dengan pengobatan pada

SN
Menjelaskan asuhan nutrisi penderita dengan gejala pembengkakan wajah dan

perut
6. Menjelaskan tentang prognosis dari penyakit-penyakit tersebut
7. Menjelaskan tentang aspek epidemiologi penyakit-penyakit tersebut

1.3. Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya


Pada saat melakukan PBL, kelompok kami menganalisa dan berdiskusi untuk
mempelajari kasus-kasus yang ada di skenario. Kami menyelesaikan masalah dari kasus
yang didapatkan dengan mengikuti tujuh langkah (seven jumps).

1.4.

Laporan Seven Jumps


Kelompok kami telah melakukan diskusi pada pertemuan pertama dan kami telah

menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah kami
dapatkan :
LANGKAH 1 (Clarify Unfamiliar)
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang diantar ibunya berobat ke dokter jaga
poli umum RSUD sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan utama : kedua kelopak mata bawah
terlihat bengkak saat bangun tidur pagi hari selama 2 hari berturut-turut. Sejak tadi pagi,
pasien anak ini mendadak demam, mual, BAK kurang dari normal (oliguria) dan urine warna
kecoklatan. Pada hasil pemeriksaan fisik, tanda vital diperoleh Tekanan darah hipertensi
ringan-sedang. Pada riwayat penyakit sebelumnya, kira-kira 3 minggu yang lalu pasien
menderita demam tinggi, disertai nyeri tenggorokan, dan nyeri telan selama 6 hari. Saat itu
pasien hanya minum obat FG Troches isap-isap, obat parasetmol 250 mg bila demam disertai
vitamin C lalu pulih.
Kalimat sulit
-

Tidak ada

Kata / kalimat kunci


1. Anak laki-laki, 8 tahun
a. Keluhan utama :

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

2. Kedua kelopak mata bawah terlihat berngkak saat bangun tidur pagi hari selama 2
hari berturut-turut
. b.Keluhan tambahan:
3. Demam, mual, BAK kurang dari normal (oliguria) dan urine warna kecoklatan
sejak tadi pagi
c. Riwayat penyakit dahulu:
4. Demam dengan nyeri tenggorokan dan menelan selama 6 hari.
c.Pemeriksaan fisik :
5. Hipertensi ringan-sedang
6. Demam

LANGKAH 2 ( Define Problem )


Pertanyaan:
1. Jelaskan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan edema!
2. Jelaskan patomekanisme udem sesuai skenario!
3. Jelaskan hubungan hipertensi dengan penyakit yang dialami sesuai dengan skenario ?
4. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit dahulu dengan gejala yang pasien
rasakan sekarang?
5. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang menyebabkan bengkak pada wajah?
6. Jelaskan kritera urin normal pada anak!
7. Jelaskan working diagnosis dari skenario diatas!
8. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai dengan skenario!
9. Jelaskan komplikasi berdasarkan skenario di atas!
10. Jelaskan prognosis bedasarkan skeario di atas!
11. Jelaskan diagnosis banding dari skenaro di atas!

LANGKAH 3 ( Brainstorme Possible)


Pada saat diskusi kami telah melakukan brain storming dengan cara menjawab pertanyan-

pertanyaan yang diajukanProteinuria


sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa pertanyaan yang
telah didapat dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.
Hipoalbuminemia

LANGKAH 4 (Mind Mapping)


Tekanan onkotik plasma

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

LANGKAH 5 ( Sasaran pembelajaran / Learning Objectif)


a. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
b. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )

LANGKAH 6 ( Belajar Mandiri )


Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar
ilmiah, mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan
pemahaman dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya

akan dipersentasikan dan disajikan untuk dibahas bersama.


LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada pertemuan kedua dan
kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.
Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada
saat belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan edema!


a. Edema akibat Malnutrisi
Kekurangan diet dalam waktu lama dapat menimbulkan hipoproteinemia dan edema.
Gejala ini dapat diperberat lagi dengan terjadinya penyakit jantung beriberi yang juga berasal
dari keadaan malnutrisi dengan terbentuknya lebih dari satu fistula arteriovenosa perifer yang
mengakibatkan berkurangnya perfusi sistemik yang efektif dan volume darah arterial yang
efektif sehingga meningkatkan pembentukan edema. Edema sebenarnya dapat menjadi lebih
intensif ketika penderita kurang makan ini diberi makan yang memadai untuk pertama
kalinya. Lebih banyak makanan yang dimakan dapat meningkatkan jumlah garam yang
ditelan, yang kemudian tertahan bersama air. Edema karena diberi makan kembali juga dapat
dihubungkan dengan peningkatan pelepasan insulin, yang secara langsung meningkatkan
reabsorpsi natrium dari tubulus ginjal.
b. Edema Lokalisata
Edema yang berasal dari proses inflamasi atau hipersensitivitas biasanya mudah
dikenali. Edema lokalisata yang terjadi akibat obstruksi vena atau limfatik dapat disebabkan
oleh tromboflebitis, limfangitis kronik, reseksi kelenjar limfe regional, filariasis. Limfaedema
begitu keras karena restriksi aliran limfatik menyebabkan peningkatan konsentrasi protein
dalam cairan interstisial, keadaan yang meningkatkan retensi cairan.
c. Edema pada Gagal Jantung
Bukti adanya penyakit jantung dengan manifestasi yang berupa pembesaran jantung
dan irama gallo, bersama-sama bukti adanya gagal jantung, seperti dispnea, ronki di bagian
basal paru, distensi vena serta hepatomegali, biasanya memberikan indikasi pada
pemeriksaan jasmani yang menunjukan kalau edema tersebut terjadi akibat gagal jantung. Tes
noninvasif seperti ekokardiografi dan angiografi radionuklida mungkin membantu dalam
menegakkan diagnosis gagal jantung.
d. Edema pada Glomerulonefritis Akut dan bentuk-bentuk gagal ginjal lain
Edema yang terjadi pada fase-fase akut glomerulonefritis secara khas disertai dengan
hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Meskipun beberapa tanda mendukung pandangan
bahwa retensi cairan disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler, pada kebanyakan
keadaan , edema pada penyakit ini disebabkan oleh retensi primer dari natrium dan air oleh
ginjal karena insufisiensi ginjal. Keadaan yang berbeda dengan gagal jantung kongestif yang
ditandai khas oleh curah jantung yang normal atau meningkat dan perbedaan oksigen vena
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

campuran-arteri. Pasien dengan edema yang disebabkan oleh gagal ginjal sering mempunyai
tanda kongesti paru pada rontgenogram dada sebelum pembesaran jantung nyata, tetapi
biasanya tidak menjadi ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik juga dapat
menjadi edema karena retensi natrium dan air ginjal primer.
e. Edema pada Sindroma Nefrotik
Ditemukan proteinuria yang mencolok (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia yang berat
(<2g/dL), dan pada beberapa kasus, hiperkolestrolemia. Sindroma ini dapat terjadi selama
perjalanan beberapa jenis penyakit ginjal, yang mencakup penyakit glomerulonefritis,
glomerulosklerosis diabetik dan reaksi hipersesitivitas. Riwayat penyakit ginjal sebelumnya
dapat diperoleh atau tidak.
f. Gagal Jantung Kongestif
Pada kelainan ini, pengosongan rongga jantung yang terganggu saat sistolik dan atau
gangguan pada relaksasi ventrikel meningkatkan penumpukan darah dalam jantung serta
sirkulasi vena yang menjadi beban bagi volume arterial. Pada gagal jantung ringan,
penambahan sedikit volume darah total dapat memperbaiki defisit volume arteri dan
menimbulkan keadaan yang baru. Sesuai dengan hukum Starling jantung, peningkatan
volume darah dalam ruang jantung menyebabkan kontraksi yang lebih kuat dan karenanya
meningkatkan curah jantung. Bagaimanapun, jika gangguan jantung lebih parah, retensi
cairan tidak dapat memperbaiki defisit volume darah arteri efektif. Penambahan ini
menumpuk dalam sirkulasi vena, dan peningkatan tekanan hidrostatik limfatik, dan kapiler
menyebabkan pembentukan edema.
2. Jelaskan patomekanisme udem sesuai skenario!
Terjadinya edema pada skenario dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisial dan terjadilah edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi
terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut.
Dan bagaimana bengkak dapat terjadi dikelopak mata bawah?

Karena ada jaringan ikat longgar pada wajah terutama pada daerah orbita. Sehingga
dimana cairan itu lebih mudah menumpuk dijaringan yang longgar. Dan biasanya
bengkak pada wajah akan semakin nyata bila anak habis tidur.

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi
natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat
sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan
menambah retensi natrium dan edema.
3. Jelaskan hubungan hipertensi dengan penyakit yang dialami sesuai dengan
skenario!
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan sebaliknya hipertensi
dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal. Di klinik sukar untuk membedakan
kedua keadaan ini terutama pada penyakit ginjal.
Apakah hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal atau penyakit ginjal yang
menyebabkan naiknya tekanan darah . Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal
tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi.
Hipertensi terjadi karena oleh karena adanya retensi natrium yang menyebabkan
hipervolemi. Retensi natrium terjadi akibat adanya peningkatan reabsorbsi Na di duktus
koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan oleh karena adanya resistensi relatif terhadap
hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase di duktus
koligentes.
4. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit dahulu dengan gejala yang
pasien rasakan sekarang?
Terdapat hubungan antara riwayat penyakit dahulu dengan gejala yang dialami pasien.
Pasien kemungkinan mengalami Glomerulonefritis pascastreptokokal akut yang terjadi
karena kompleks antigen-antibodi terperangkap dan menumpuk di dalam membran kapiler
glomerulus sesudah infeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus group A. Antigen tersebut
bisa menstimulasi pembentukan antibodi. Kompleks antigen-antibodi yang beredar di dalam
darah akan tersangkut di dalam kapiler glomerulus. Cedera glomerulus terjadi ketika
kompleks tersebut memulai pengaktifan komplemen dan pelepasan substansi imunologi yang
menimbulkan lisis sel serta meningkatkan permeabilitas membran.
Antibodi dan atau kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler glomerulus
mengaktifkan mediator biokimiawi inflamasi, yaitu komplemen, leukosit dan fibrin.
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Komplemen yang sudah diaktifkan akan menarik sel-sel neutrofil serta monosit yang
melepaskan enzim lisosom. Enzim lisosom ini merusak dinding sel glomerulus dan
menyebabkan proliferasi

matriks ekstrasel yang akan mempengaruhi aliran darah

glomerulus. Kerusakan membran menyebabkan agregasi trombosit dan degranulasi trombosit


melepaskan substansi yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. Molekul protein dan sel
darah merah kini dapat melintas masuk ke dalam urine sehingga terjadi proteinuria dan
hematuria. Pengaktifan sistem koagulasi menimbulkan endapan fibrin dalam ruang Bowman
akibatnya adalah pembentukan struktur bulan sabit dan penurunan aliran darah renal serta
laju filtrasi glomerulus. Perdarahan glomerulus menyebabkan urine menjadi asam. Keadaan
ini akan mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin dan mengakibatkan urine berwarna
cokelat tanpa ada bekuan darah.
Respon inflamasi akan menurunkan laju filtrasi glomerulus, dan keadaan ini
menyebabkan retensi cairan serta penurunan pengeluaran urine. Penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG/GFR) akan mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
5. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit yang menyebabkan bengkak pada
wajah?
Cara mendiagnosis Edema :
A. Anamnesis
Pada pasien dengan edema, perlu ditanyakan:
1. Mulai kapan edema terjadi? apakah akut (<72 jam) atau kronis (>72 jam)
2. Apakah ada riwayat penyakit sistemik? (jantung, hepar, ginjal)
3. Apakah edema terasa nyeri, panas, perubahan warna? (DVT, Selulitis, obstruksi
saluran limfatik)
4. Bila di tekan apakah edema meninggalkan bekas? (kadar protein menurun)
5. Apakah asupan makanan kurang? (malnutrisi)
B.Pemeriksaan Fisik
1. Pada gagal jantung bisa ditemukan: Sianosis, JVP meningkat, stem fremitus menurun,
ronki, gallop, akral dingin, nadi teraba lemah,
edema tungkai, pitting edema.
2. Pada sirosis hepatis bisa ditemukan: Jaundice, JVP normal, spider angiomata,
ginekomasti, stem fremitus menurun, ronki,
splenomegali, ascites, eritemapalmaris, edema
tungkai, pitting edema.
3. Pada sindroma nefrotik bisa ditemukan: Edema preorbita, edema tungkai, ascites,
pitting edema.
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

4. Pada glomerulonefritis akut pasca streptokokus : Edema paling sering terjadi di


daerah periorbital (edema palpebra), disusul
daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut
(asites), dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindro nefrotik.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada penyakit gagal jantung : asamurat , sodium , BUN to kreatinin ratio ,
EKG dan foto thorax : hipertrofi ventrikel atau
atrium.
2. Pada penyakit sirosis hepatis : hipoalbumin, SGOT , SGPT , hypokalemia,
alkalosis respiratorik, kolesterol .
6. Jelaskan kriteria urin normal anak!
Jawab:
Urinalisis (UA)
Nilai Normal :
Parameter
Berat Jenis Spesifik
Deskripsi
pH
Protein
Glukosa
Keton
Darah
Sedimen urin*

Nilai Normal
1,001-1,035
Kekuning-kuningan, kuning
0-terlacak(Tr);<50 mg/dL atau <0,5 mg/L
Negatif
Negatif
Negatif
*RBC, WBC, sel epitel, bakteri, kristal
Negatif

Deskripsi UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan


fungsi hati, gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.
a) Berat jenis spesifik (Specific gravity)
Urinalisis dapat dilakukan sewaktu atau pada pagi hari. Pemeriksaan berat jenis urin
dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit ginjal pasien. Berat jenis normal adalah
1,001-1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan yang baik, hal ini dipengaruhi oleh
status hidrasi pasien dan konsentrasi urin. Berat jenis meningkat pada diabetes
(glukosuria), proteinuria > 2g/24 jam), radio kontras, manitol, dekstran, diuretik.
Nilai berat jenis menurun dengan meningkatnya umur (seiring dengan menurunnya
kemampuan ginjal memekatkan urin) dan preginjal azotemia.
b) Warna urin
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Deskripsi Warna urin dipengaruhi oleh konsentrasi, adanya obat, senyawa eksogen
dan endogen, dan pH.
Warna merah coklat menunjukkan urin mengandung hemoglobin, myoglobin, pigmen
empedu, darah atau pewarna. Dapat juga karena pemakaian klorpromazin, haloperidol,
rifampisin, doksorubisin, fenitoin, ibuprofen. Warna merah coklat dapat berarti urin
bersifat asam (karena metronidazol) atau alkali (karena laksatif, metildopa).
Warna kuning merah (pink) menunjukkan adanya sayuran, bit, fenazopiridin atau katartik
fenolftalein, ibuprofen, fenitoin, klorokuin.
Warna biru-hijau menunjukkan pasien mengkonsumsi bit, bakteri Pseudomonas, pigmen
empedu, amitriptilin.
Warna hitam menunjukkan adanya, alkaptouria.
Warna gelap menunjukkan porfiria, malignant melanoma (sangat jarang).
Urin yang keruh merupakan tanda adanya urat, fosfat atau sel darah putih (pyuria),
polymorphonuclear (PMNs), bakteriuria, obat kontras radiografi
Urin yang berbusa mengandung protein atau asam empedu.
Kuning kecoklatan menunjukkan primakuin, sulfametoksazol, bilirubin, urobilin.

c) pH urin (normal 5,0-7,5)


Deskripsi
Dipengaruhi oleh diet dan vegetarian dimana asupan asam sangat rendah sehingga
membuat urin menjadi alkali. pH urin mempengaruhi terbentuknya Kristal. Misalnya pada
pH urin asam dan peningkatan specifi c gravity akan mempermudah terbentuknya kristal
asam urat .
a). pH alkalin disebabkan:
adanya organisme pengurai yang memproduksi protease seperti proteus, Klebsiella
atau E. coli.
ginjal tubular asidosis akibat terapi amfoterisin
Penyakit ginjal kronik
Intoksikasi salisilat.
b). pH asam disebabkan karena :
emfisema pulmonal.
diare, dehidrasi.
kelaparan (starvation).
asidosis diabetik.
d) Protein
Jumlah protein dapat dilacak pada pasien yang berdiri dalam periode waktu yang panjang.
Protein urin dihitung dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Proteinuria (dengan
metode dipstick) : +1 = 100 mg/dL, +2 = 300 mg/dL, +4 = 1000 mg/dL. Dikatakan

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

proteinuria bila lebih dari 300 mg/hari. Hasil positif palsu dapat terjadi pada pemakaian
obat berikut:
penisilin dosis tinggi,
klorpromazin,
tolbutamid
golongan sulfa
Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein dalam urin
dapat: (i) normal, menunjukkan peningkatan permeabilitas glomerular atau gangguan
tubular ginjal, atau (ii) abnormal, disebabkan multiple mieloma dan protein Bence-Jones.

e) Glukosa
Korelasi antara urin glukosa dengan glukosa serum berguna dalam memonitor dan
penyesuaian terapi antidiabetik.
f) Keton
Dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak terkontrol, dan pecandu
alkohol. Terjadi pada :
gangguan kondisi metabolik seperti: diabetes mellitus, ginjal.
glikosuria.
peningkatan kondisi metabolik seperti: hipertiroidism, demam.
malnutrisi, diet kaya lemak.

g) Sedimen
Deskripsi :
Tes ini memberikan gambaran adanya infeksi saluran kemih, batu ginjal atau
saluran kemih, nefritis, keganasan atau penyakit hati. Tidak ada tipe urin cast
tertentu yang patognomonik bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus,
walaupun terdapat cast sel darah cast sel darah putih. Sedimen urin dapat
normal pada kondisi preginjal atau postginjal dengan minimal atau tanpa
proteinuria.

Sedimen Urin

Nilai Normal

Cell Cast

Negatif

White Cell Cast

0-5/hpf

RBC

0-3/hpf

Epitel

0-2/hpf

Bakteri

<2/hpf atau 1000/mL

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Kristal

Negatif

Implikasi klinik :
Cell cast : Menunjukkan acute tubular necrosis.
White cell cast biasanya terjadi pada acute pyelonephritis atau interstitial nephritis
Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut
RBC : Peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi ginjal atau
penyakit mikroemboli, atau proteinuria
WBC : peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan infl amasi
Bakteri : jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.
Kristal : meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat. Adanya kristal
menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino.
7. Jelaskan working diagnosis dari skenario diatas!
a. Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya
inflamasi pada glomerulus , ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses
immunologik. Istilah akut, misal glomerulus nefritis akut (GNA), glomerulus nefritis akut
pasca Streptokokus(GNAPS) secara klinik berarti sifat temporer atau suatu onset yang
bersifat

tiba-tiba,

sedangkan

secara

histopatologik

didapatkan

dari

leukosit

polimorfonuklear dalam glomerulus.


Glomerulus Nefritis Akut Pasca Streptokokus(GNAPS) ditandai oleh onset yang tibatiba dari kombinasi gejala-gejala hematuria gros, sembab periorbita, dan hipertensi dengan
torak sel darah merah, serta adanya infeksi Streptokokus sebelumnya. GNAPS merupakan
penyebab terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang, sedangkan di negara
maju terjadi laju prevalensi yang rendah dengan sekali-kali timbul epidemi.
b. Etiologi
GNA dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit yang heterogen, seperti
misalnya Nefropati IgA, Nefritis Henoch-Schonlein, Nefritis lupus, Vaskulitis
ANCA(antineutrophil cytoplasmic antibody), Glomerulonefritis karena virus (Hepatitis
B, Hepatitis C, HIV), Nefritis Pirau, Glomerulonefritis mesangiokapiler dan GNAPS.
Pembahasan pada laporan ini hanya difokuskan pada GNAPS. Istilah GNAPS berarti
penyebabnya adalah Streptokokus -Hemolitikus grup A. Untuk penyebab selain
Streptokokus -Hemolitikus grup A, biasanya disebut sebagai glomerulonefritis akut
pasca infeksi.
c. Patogenesis

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Mekanisme bagaimana terjadinya jejas renal pada GNAPS sampai sekarang belum jelas
benar, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman yang
berperan.

a) Faktor Host
Fakta yang menunjukan mengapa hanya 10-15% pasien yang terinfeksi kuman
Streptokokus grup A strain nefritogenik menderita GNAPS masih sulit dijelaskan;
mungkin oleh karena adanya faktor-faktor host tertentu yang berperan.GNAPS
menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia
antara umur 2.5-15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur
tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering
dibandingkan dengan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak wanita adalah
76.4% :58.2% atau 1.3:1.6 , GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya
menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah.
b) Faktor kuman
GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup A strain
nefritogenik bereaksi membentuk antibodi terhadap antigen yang menyerang. Tetapi apa
saja komponen antigen Streptokokus yang mampu memicu proses patologik terjadinya
GNAPS sampai sekarang belum dapat diidentifikasi dengan pasti, namun paling tidak
telah diketahui 7 komponen antigen streptokokus yang mungkin berperan, yaitu protein
M, endostreptosin, cation icprotein, streptococcal pyrogenic exotoxin B, streptokinase,
neuramidase, dan nephritis-associated plasmin receptor. Kemungkinan besar lebih dari
satu antigen yang terlibat, yang bekerja pada stadium yang berbeda.
Mekanisme imunopatogenik terjadinya GNAPS
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi
dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang mengakibatkan
terjadinya jejas renal dipicu oleh :
1.Aktivaasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti oleh
aktivasi kaskade komplemen.

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

2. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam glomerulus .


3. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan
dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus(jaringan glomerulus yang normal
yang bersifat autoantigen bereaksi dengan circulating Ab yang terbentuk sebelumnya
untuk melawan Ag Streptokokus).
d. Gejala Klinik
Onset GNAPS biasanya berlangsung secara tiba-tiba , terjadi 7-14 hari setelah anak
menderita faringitis atau infeksi saluran nafas atas, atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit.
Gejala klinik biasanya berupa sindrom nefritik akut, yang terdiri atas sekumpulan
gejala berupa hematuria gros, sembab periorbita, dan hipertensi dengan torak sel darah
merah , proteinuria, dan oliguria.
Gejala overload cairan berupa sembab(85%), sedangkan di Indonesia 76,3% kasus
menunjukan gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab
paru(14%), atau gagal jantung kongestif(2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada
hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%). Hematuria gross( di Indonesia 53.6%).
Terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola, tanpa
disertai rasa sakit. Kebanyakan pasien tampak pucat, akibat dilusi dan pembengkakan
jaringan subkutan.
Penurunan fungsi ginjal biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar
kreatinin(45%). Takhipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi
pleura sering ditemukan pada pasien glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar
dan irama gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti.
Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik.
Hipoalbuminemia tidak hebat, disebabkan karena efek dilusi ekspansi volume cairan
intravaskular. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada <5% pasien. Hipertensi ringansedang terlihat pada 60-80 % pasien( di Indonesia 61,8 %) yang biasanya sudah muncul
sejak awal penyakit.
e. Pemeriksaan
a). Urinalisis
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Urin biasanya menjadi sangat berkurang, pekat dengan warna mulai dari kelabu
berkabut sampai merah coklat. Warna tersebut sebagai akibat degradasi hemoglobin
menjadi asam hematin. Proteinuria biasanya sesuai dengan tingkat hematuria dan berkisar
antara seangin(proteinuria negatif) sampai 2+(sampai 100 mg/dL). Eksresi protein jarang
melebihi 2g/m2 luas permukaan tubuh per hari. Hampir 2-5 % pasien glomerulonefritis
akut pasca streptokokus menunjukan proteinuria masif dengan gambaran gambaran
sindrom nefrotik.
Hematuria merupakan kelainan urin yang selalu ada. Torak eritrosit sebagai tanda adanya
perdarahan glomerulus kadang-kadang terlihat pada pemeriksaan urinalisis.
b). Darah
Anemia biasanya tampak sebagai anemia normokromik normositer, yang terjadi sebagai
akibat dilusi, dan retensi cairan. Komponen darah lainnya biasanya normal meskipun
kadang-kadang terlihat kenaikan jumlah sel darah putih. Beberapa pasien menunjukan
hipoproteinemia dan hiperlipidemia.
c). Uji Fungsi Ginjal
Sebagian besar pasien GNAPS yang rawat inap menunjukan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin serum. Sebagian pasien menunjukan gejala uremia( di Indonesia 10.5%),
dengan asidosis metabolik dan hiperkalemia. Penurunan fungsi ginjal berkorelasi dengan
parahnya jejas glomerulus. Profil elektrolit biasanya normal. Hiperkalemia dan asidosis
metabolik hanya terjadi pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berat.
d). Infeksi streptokokus
Bila tanda -tanda adanya infeksi Streptokokus secara langsung tidak didapatkan, uji
serologik dapat dipakai untuk membuktikan adanya respon imun terhadap antigen
Streptokokus. Kenaikan titer antibodi terhadap streptolisin-O(ASO) terlihat dalam 10-14
hari setelah terjadinya infeksi Streptokokus.
e). Uji imunologi
Yang pentig dan paling konsisten pada glomerulonefritis akut pasca infeksi Streptokokus
adalah menurunya kadar komplemen ketiga(C3). Kadar C3 menurun pada saat onset
pada 80-90% pasien dan akan kembali normal dalam wakti 8-10 minggu setelah onset.
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

f). Pencitraan
Pada USG ginjal terlihat lebih besar dan ukuran ginjal biasanya normal. Bila terlihat
ginjal yang kecil, mengkerut, atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal
kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukan
peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkim hepar. Gambaran
tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya/
g). Pemeriksaan histologik
Biopsi ginjal dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala-gejala klinik, uji
laboratorium, atau perjalanan penyakit yang tidak sesuai dengan lazimnya gambaran
glomerulonefritis akut pasca Streptokokus. Pada pasien tersebut, pemeriksaan histologik
dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, immunofloresent dan elektron mungkin akan
dapat membantu. Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian besar pasien GNAPS.
8. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai dengan skenario!
Penatalaksanaan Glomerulonefritis akut pasca infeksi Streptokokus:
a). Antibiotik
Antibiotik(Penisilin atau eritromisin) selama 10 hari diperlukan untuk eradikasi
streptokokus. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang
masih aktif.
b). Simtomatik
Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan
diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat
antihipertensi yang sesuai.
Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan
pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium,
serta restriksi kalium dan fosfat.kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti
ginjal.
Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

c) Edukasi
Pasien dan keluarganya perlu dijelaskan sifat penyakit, perjalanannya, dan prognosisnya.
Mereka perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan,
masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk.
9. Jelaskan komplikasi berdasarkan skenario di atas!
Komplikasi akut yang paling sering terjadi adalah hipertensi dengan atau tanpa gejala
sistem saraf pusat. Sembap paru diderita oleh beberapa pasien akibat meningkatnya
volume intravaskular yang berlangsung pada awal penyakit. Gagal jantung kongestif dan
miokarditis jarang dijumpai. Azotemia yang menetap atau memburuk selalu merupakan
masalah dan merupakan gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat memberikan petunjuk
adanya diagnosis yang lain, seperti misalnya Glomerulonefritis Proliferasi Membranosa,
purpura Henoch Schonlein, lupus eritematosus sistemik, atau GNAPS yang memburuk,
seperti pada glomerulonefritis progresif cepat.
10. Jelaskan prognosis bedasarkan skeario di atas!
Biasanya sembuh sempurna meskipun proteinuria memerlukan waktu 3-6 bulan untuk
menghilang dan sampai 1 tahun untuk hematuria. Hanya kurang dari 1% menjadi
RPGN(rapidly progressive glomerulonephritis, glomerulonefritis progresif cepat).
11. Jelaskan diagnosis banding yang sesuai dengan skenario !
Diagnosis banding dari skenario ada Sindroma Nefrotik:
a). Definisi
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit kronik

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

BAB II

PENUTUP

Kesimpulan
Setelah melakukan diskusi mengenai modul konstipasi ini, dapat kami ketahui bahwa
working diagnose pada skenario tersebut adalah Askariasis juga dengan Demam Tifoid
dan Trikuriasisdifferential diagnose.

Saran
Harus dilakukannya pemeriksaan penunjang laboratorium agar lebih memastikan
penyakit apa yang sedang diderita pasien di dalam skenario tersebut.

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

DAFTAR PUSTAKA
S.poorwo Soedarmo, Sumarno,dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.ed 2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ed 11. Jakarta: EGC
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Natadisastra Djaenudin, Ridad Agoes. 2009. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ
tubuh yang diserang. Jakarta: EGC
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung: Alumni.
Sherwood L. Fisiologi manusia: Sistem pencernaan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001, hlm. 583584.
Corwin, Elizabeth J. 2009. PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC
Arvin, Behrman Klirgman. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Austin, J.M. and Wood
K.J. EGC.Jakarta
Buku ajar gastroentrologi ,hlm.15-16
Biokimia Harper

Modul konstipasiKelompok 5 Cempaka Putih |

Anda mungkin juga menyukai