DI INDONESIA
Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi
permasalahan sosial yang membuat semua warga yang tinggal atau menetap
menjadi resah, karena tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya
yang juga dapat terkena pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Sebagai
contoh kejahatan yang terjadi di ibukota Jakarta, kejahatan yang banyak terjadi
adalah kasus pencurian motor dan kasus pencurian yang bersifat kekerasan.
Berdasarkan operasi Sikat Jaya yang dilaksanakan oleh Polda Metro Jaya pada
bulan November 2009 di 14 wilayah, telah diungkap 199 kasus yang terdiri dari
35 kasus pemerasan, 17 kasus penjambretan, 24 kasus perjudian, 99 kasus
pencurian, dan 24 kasus kejahatan lain. Dengan data di atas ini dapat
diperkirakan bahwa kriminalitas di kota Jakarta tinggi, maka kepolisian harus
lebih waspada dan meningkatkan penjagaan agar semua warga yang menetap
atau tinggal di Jakarta dapat hidup nyaman dan tentram dengan rasa yang aman
di lingkungannya.
A. Pengertian Kekerasan
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kekerasan
(Violence berasal dari bahasa Latin violentus yang berasal dari kata v atau vs
berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum
publik dan privat Romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan
secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan
penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan
oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan
kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa
semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan
kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.
Sementara menurut Sosiolog, Dr Imam B. Prasodjo dalam, Melihat
maraknya kekerasan akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya orang yang
mengalami ketertindasan akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga dipicu oleh
lemahnya kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah penegakkan hukum.
Ini, kata Imam, ditanggapi secara keliru oleh para pelaku tindak kejahatan. Kesan
tersebut seolah message (tanda) yang diterjemahkan bahwa hal yang terjadi
akhir-akhir ini, lebih membolehkan untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Sementara itu pada saat kontrol sosial melemah, juga terjadi demoralisasi pihak
petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat yang harusnya menjaga
keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran. Masyarakat pun kemudian
melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada saat yang sama masyarakat belum atau
tidak melihat adanya upaya yang berarti dari aparat keamanan sendiri untuk
mengembalikan citra yang telah jatuh tersebut.
Sosiolog lain, Sardjono Djatiman dalam, memperkirakan masyarakat
sudah tidak percaya lagi kepada hukum, sistem, dan aparatnya.
Ketidakpercayaan itu sudah terakumulasi sedemikian lama, karena ketidakadilan
telah menjadi tontonan masyarakat sehari-hari. Mereka yang selama ini diam,
tiba-tiba memberontak. Ketika negara yang mewakili masyarakat sudah tidak
dipercaya lagi, maka masyarakatlah yang akan mengambil alih kendali hukum.
Tentunya dengan cara mereka sendiri
4.
Setiap orang harus menjaga diri dari pergaulan yang tidak baik, sehingga
orang tersebut dapat hidup teratur. Dengan pergaulan yang tidak baik kadang
membuat perilaku orang berubah, dan membuat mereka akan dianggap orangorang yang suka bertindak kriminal. Maka dalam bergaul, setiap orang harus
dapat menentukan mana pergaulan yang baik dan mana pergaulan yang akan
membawa keburukan.
5.
Besarnya angka kemiskinan kadang berpengaruh dengan tingkat
kriminalitas yang tinggi pula, maka pemerintah harus dapat mengendalikan
angka kemiskinan agar dapat mengatasi angka kriminalitas. Dengan hidup
dibawah taraf kecukupan, maka setiap orang kadang berfikir untuk mengambil
jalan pintas yang cepat untuk dapat mencukupi kehidupannya. Jadi pemerintah
harus tanggap terhadap permasalahan kemiskinan yang terjadi, supaya tingkat
kriminalitas dapat teratasi dengan baik.