Anda di halaman 1dari 6

2.

9 Diagnosis Banding
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah,
kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama
bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar.
Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal bentuk
hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah dan nyeri bila ditekan. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan
menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.
2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase
kantong

air

mata

ke

arah

pangkal

hidung.

Dapat

juga

diberikan

antibiotik

amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat
pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin
1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres
hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik
sistemik yang baik untuk orang dewasa . Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan
analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit
dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses
dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi
dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat
diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka
rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung

antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada
kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan
melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.

Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal


Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of Ophtalmology
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan
dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan
tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang,
(2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air
mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan
cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan
kontraindikasi relatif . Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim
(bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa
keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal


Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of Ophtalmology
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis
orbita.
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di
antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla,
hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.

2.12 Prognosis

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi


kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat
jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.

BAB 3. KESIMPULAN
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus
lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan
embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena
dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada
usia 60-70 tahun.
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus
nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari
bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena
dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan
orang dewasa dengan dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan
membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu,
penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama
maka
sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang
menetap.

Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai,


dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan
menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun
begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.

DAFTAR PUSTAKA
1

Bahar,

Ardiansyah.

2009.

Dakriosistitis.

[serial

online].

http://arbaa-

fivone.blogspot.com/2009/03/dakrisistitis.html. [11 Desember 2015].


2

Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Mamoun,

Tarek.

2009.

Chronic

Dacryocystitis.

[serial

online].

http://

eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [10 Desember 2015]


4

O'Brien,

Terrence

P.

2009.

Dacryocystitis.

[serial

online].

http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [11 Desember 2015]


5

Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].
http://www.revoptom.com/. [11 Desember 2015]

Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk Merekanalisasi


Obstruksi

Duktus

Nasolakrimalis.

[serial

online].

http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-ObstruksiSistem-Lakrimalis#. [11 Desember 2015]

Anda mungkin juga menyukai