Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum
ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang
lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak
penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita
batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
BAB II
ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI VESIKA FELLEA
A. ANATOMI
1. VESIKA FELLEA
Vesica Fellea / Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah
pear,panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu
dapat terdistensi dan isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa
pada permukaaan inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan
lobus kiri. 7
sekresinya berjalan terus menerus dan produksi meningkat sewaktu mencerna lemak
Infundibulum : yang juga dikenal sebagai kantong Hartmann, adalah bulbus
divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung
empedu, yang secara klinis bermakna karena proksimitasnya terhadap
duodenum dan karena batu dapat terimpaksi ke dalamnya
Leher : Merupakan saluran pertama masuknya getah empedu ke badan kantung empedu
lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung empedu.
Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri
hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di segitiga
hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan
batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung empedu,
akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan
langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta.
Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.
hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat
kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.
2. DUKTUS BILIARIS
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepatikus kanan dan kiri, Ductus
hepatikus komunis, Ductus sisticus dan Ductus koledokus. Ductus koledokus memasuki bagian
kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.
Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 cm, berjalan dari leher kandung empedu
dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
Bagian dari duktus sistikus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri
dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister. Valvula ini tidak memiliki
fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan kanul ke duktus sistikus menjadi sulit
Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan
diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica.
duktus hepatikus komunis dihubungkan dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus
Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10
mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen
hepatoduodenal, disebelah kanan arteri hepatica dan di anterior vena porta. Ductus
koledokus bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding duodenum (Ampulla
Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.
Suplai arteri untuk Duktus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri
hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus koledokus
(kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di
dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus koledokus dan Sphinchter Oddi sama dengan
persarafan pada kandung empedu.
B. HISTOLOGI
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan tetesan
lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang
ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan
corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan
ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang
sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf, pembuluh darah,
limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung
empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara histologis dari organorgan gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.
C. FISIOLOGI
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya
dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 30-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan
ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kirakira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke
duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu
sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam
keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin
(CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan
stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding
kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya
disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya
sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian
sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya,
empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan
dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan
kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan,
garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya,
bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah
merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya
dibuang dari tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan
kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam
empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi,
sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
6
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang
disekresikan dalam feses.
BAB III
CHOLELITHIASIS
3.1
DEFINISI
Kolelitiasis berasal dari kata chole yang artinya awalan mengenai empedu dan lithos
7
yaitu batu. Secara istilah, kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Kolelitiasis
dapat disebut juga batu empedu, gallstone, atau billiary calculus. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk
di dalam kandung empedu.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika
mencapai
tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40 70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu
diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi olehbatu kolesterol dan 30%
sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (menurut Healthy Lifestyle
Desember 2008).
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3 -15%, tetapi di Afrika prevalensi
rendah yaitu< 5%. Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu ini diduga tidak
berbeda jauh dengan angka negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya saja baru mendapatkan
perhatian secara klinis, sementara penelitian batu empedu masih terbatas (Laurentius,2006).
Dari hasil penelitian mengatakan bahwa di negara Barat 80 % batu empedu adalah batu
kolesterol. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta ari 51 pasien di bagian Hepatologi
ditemukan 73% pasien yang menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada
27% pasien (menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Dan
8
ini sesuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand,dan
Filiphina.Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negative E.Coli
ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen.Di wilayah ini insiden batu primer saluran
empedu adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di negara Barat sekitar 5%
(Sjamsuhidajat, 2002)
3.3
FAKTOR RESIKO
Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung empedu tidak secara jelas
dibedakan. Ada yang menyebutkan faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain
menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al mendapatkan penyebab batu kandung empedu
adalah idiopatik, penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Schweizer et al anak
yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama, setelah menjalani operasi by pass
kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi
hormonal mempunyai risiko untuk menderita kolelitiasis.
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang
disebut 4 F : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan
forty (empat puluh tahun).
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
a.
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
b.
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
9
c.
d.
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e.
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn
dengan tanpa riwayat keluarga.
f.
Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g.
h.
3.4
KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas:
a)
Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol,
sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol bisa berupa batu kolesterol
murni, batu kombinasi, batu campuran
(mixed
tone).
Batu
kolesterol
sering
mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni
biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi
10
lebih keras. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid)
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari
getah empedu ,mengendap dan membentuk batu
oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan
sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu.
11
Batu empedu
b)
Batu pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat
dalam batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 1030% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu
pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari
bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin
glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam
kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam
umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti
talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan
kejadian infeksi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Presipitasi / pengendapan
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
Tabel 3.1 Klasifikasi Batu Kandung Empedu
12
3.5
PATOGENESIS
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan
empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi
pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari
empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak
sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
13
3.6
MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier
yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subskapula
disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy
positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini
berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik
bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul sesaat setelah makan, berlangsung lama antara 30 60 menit
kurang dari 12 jam, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat
menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang
merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik
dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit
penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien
dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan
kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung
empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan
kolongitis.
14
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit
diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan
gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut
dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap
berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.
3.7
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu
empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks (menyebabkan kolesistitis,
koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
15
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.
2. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut
yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan
trias Charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus.
Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangiolitis piognik intrahepatik, akan
timbul lima gejala pentade reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah shock dan
kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.
16
Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar riwayat penyakit saja.
Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan berlemak, demam dan kedinginan serta
riwayat
ikterus,
urin
berwarna
gelap
dan
feses
berwarna
terang.
Semuanya
menggambarkan penyakit saluran empedu. Di samping itu, gambaran fisis ikterus, nyeri
tekan kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan atas sangat bermanfaat dalam
memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Tetapi gambaran ini tidak
patognomonik bagi penyakit saluran empedu dan kadang-kadang bisa timbul sekunder
terhadap penyakit dalam sistem organ lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka
batang saluran empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar
(kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak sistem tubuh lain,
sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran empedu selalu memerlukan
bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau teknik pembuatan gambar radiografi, sonografi
atau radionuklir. Tes diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk mendeteksi adanya
batu empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran empedu
dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau dengan visualisasi
langsung anatomi batang saluran empedu.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
17
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.
b. Ultrasonografi (USG)
Perkembangan teknik canggih ultrasonografi saluran empedu telah
mengganti kolesistografi oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis. Karena USG
tidak cukup akurat seperti kolesistografi, maka kolesistogram oral tetap merupakan
standar terbaik dalam diagnosis batu empedu. Tetapi USG cepat, tidak invasif dan
tanpa radilologic exposure; lebih lanjut, USG dapat digunakan pada pasien ikterus
dan mencegah ketidakpatuhan pasien dan absorpsi zat kontras oral. Sehingga USG
merupakan tes penyaring yang lebih baik.
Kriteria untuk diagnosis kolelitiasi mencakup terdapatnya gambaran
hiperechoid yang merupakan batunya dan gambaran accoustic shadow yang berada di
bawah batu tersebut, dapat juga terlihat adanya gambaran penebalan dari dinding
kandung empedu yang bila lebih dari 5mm merupakan indikasi adanya cholecystitis
(penebalan dari dinding kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari kandung
empedu tapi pada kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut berkurang). USG
dapat juga mendeteksi batu yang berada pada duktus dengan terlihat adanya
gambaran dilatasi ductus
18
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai teknik penyaring, tidak
hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa diketahui secara meyakinkan,
tetapi kelainan dalam parenkim hati atau pankreas (seperti mass atau kista) juga bisa
terbukti. Pada tahun belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring
awal untuk memulai diagnostk bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik
berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis ekstrahepatik. Jika tidak
didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan kolestasis intrahepatik.
Ketepatan USG dalam membedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatik
tergantung pada derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi jelas melebihi 90
persen.
c. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
19
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi
ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke
dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP
berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat
digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/
infeksi.
3.8
DIAGNOSIS BANDING
20
Diagnosis
banding
nyeri
karena
kolelitiasis
adalah
ulkus
peptikum,
refluks
gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik
ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis
makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya
lebih jarang.
Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa
terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi
supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus
sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya
sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula.
Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut,
hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya.
Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih
terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat
posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama
pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan
pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun
pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan
untuk segera membedakan keadaan tersebut.
Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi
dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada
perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan
bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara
bebas pada foto polos abdomen.
3.9
TATALAKSANA
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
21
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obatobatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal shock-wave
lithotripsy dengan pemberian kontinyu obat-obatan, penanaman obat secara langsung di kandung
empedu.
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan
oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena
efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat
menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka
kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak
terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui
hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl
eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya
mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.
23
Penatalaksanaan Bedah
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.
24
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparaskopi.
Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan
batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut
dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi
prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang
diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri
pasca bedah minimal.
3.10
KOMPLIKASI
Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,
25
PROGNOSIS
Sekitar 2% pasien dengan gejala batu empedu asimptomatik dapat menjadi simptomatik
tiap tahunnya. Gejala yang paling sering berkembang adalah kolik bilier dibandingkan dengan
komplikasinya. Setelah gejala bilier muncul, itu akan terus berulang, sekitar 20-40% pasien akan
mengalami nyeri berulang sementara sekitar 1-2% pasien akan mengalami komplikasi seperti
cholecyctitis, choledocholithiasis, cholangitis, batu empedu pancreas.
26
BAB IV
PENUTUP
Di negara-negara Asia, prevalensi kolelithiasis berkisar antara 3-10%. Angka kejadian
penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu lainnya di Indonesia tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara. Sementara ini didapat kesan bahwa meskipun batu
kolesterol di Indonesia lebih umum, tetapi angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibanding
yang terdapat di negara barat, tetapi sesuai dengan angka di negara tetangga (AsiaTenggara).
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletakpada
permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm.
Fungsi primer kandung empedu sendiri adalah memekatkan empedu dengan absorbs air dan
natrium. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin,
yang terdiri dari kalsium bilirubinat dan batu campuran.
27
29