Kuliah semester 3..... aku kenal mata kuliah ini, Dosenpun njelasin materi ini dengan
gamblangnya..... tapi karena aku ngga sempet buat nyatet semua yg diterangin dosen ke
lembaran kertas binder, apalagi materi yg diterangin dosen itu pake bahasa inggris -____- jadi
aku cuma nulis point-point pentingnya aja.... dan, abis lihat catatan kecil yg ngga lengkap itu,
jadi aku harus rajin cari sendiri kelengkapan dari point-pont yg diterangin dosen itu di internet
maupun buku .... dosenku bilang, ngga mau ngecopy-in slide pptnya di awal perkuliahan trus
katanya ppt punya senior beda sama punya beliau, karena dosen ini baru pertama kalinya
mengampu mata kuliah ini.
Apa itu Sedimentologi?????
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan (Wadell, 1932).
Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses
pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi
oleh air, angin, dll, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan.
Sulit rasanya menelusuri sejarah perkembangan ilmu sedimentologi, terutama pada awal
perkembangannya. Dengan dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19
berdampak besar sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat jelas pada
tulisan beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell (1865) yang mengemukakan interpretasi
modern tentang struktur dan tekstur dari batuan sedimen.
Sampai pertengahaan abad ke 20, sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah
mikroskop, terutama untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan secara
petrografis (point counting) berkembang dengan pesat. Secara serentak, para ahli stratigrafi
menemukan fosil-fosil kunci penunjuk umur batuan.
Para ahli geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu
sedimentologi. Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan bagian bawah
suatu lapisan yang sudah terlipat kuat sampai terjadi pembalikan lapisan. Beberapa struktur
sedimen seperti retakan (desiccation crack), silang siur dan perlapisan bersusun, sangat edial
untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948). Pada 1950an sampai awal 1960an berkembang
konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli petrografi masih sibuk menghitung zirkon dan ahli
stratigrafi sibuk pula mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya, ahli struktur geologi sudah
mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di geosinklin. Pertanyaan ini
menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan turbit pada setiap jenis.
Pendorong lain terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak, dimana
mereka mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah American Petroleum Institute
dengan Project 51-nya, yang mempelajari secara multi disiplin dari sedimen moderen di Teluk
Meksiko. Kemudian kegiatan seperti ini diikuti oleh perusahaan lain, universitas dan institusi
oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an sedimentologi sudah kokoh menjadi suatu cabang ilmu
pengetahuan sendiri.
Pada 1970an penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke arah
mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan penggunaan katadoluminisen
dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli sedimentologi mengetahui lebih baik tentang
geokimia. Perkembangan yang pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan antara
diagenesa, pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas dengan kelulusan batupasir dan
batugamping.
Saat ini berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi.
Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur sedimen. Di lain fihak,
mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen di bawah mikroskop atau lebih dikenal
dengan petrografi.
PELAPUKAN???
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau
dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari
pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting
untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan
sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai
batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk
mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang
dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada
batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration)
pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja
bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan
lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran yang terpenting dalam pelapukan,
tidak berarti pelapukan jenis lain tidakpenting. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah
maka pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis.
A. PELAPUKAN FISIK
Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih kecil,
tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti. Pelapukan fisik ini
dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint block) yang berukuran besar.
Jenis pelapukan fisik
1. Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress menghasilkan kekar
atau retakan yang sejajar permukaan topografi. Retakan-retakan itu membagi batuan menjadi
lapisan-lapisan atau lembaran (sheet) yang sejajar dengan permukaan topografi. Proses ini sering
disebut sheeting. Ketebalan dari lapisan hasil proses sheeting ini semakin tebal menjauhi dari
permukaan. Proses pelapukan jenis ini sering terjadi pada batuan beku terobosan yang dekat
permukaan bumi.
2. Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Air atau larutan lainnya yang
tersimpan di dalam pori dan/atau retakan batuan akan meningkat volumenya sekitar 9% apabila
membeku, sehingga ini akan menimbulkan tekanan yang cukup kuat memecahkan batuan yang
ditempatinya. Proses ini tergantung :
keberadaan pori dan retakan dalam batuan
keberadaan air/cairan dalam pori
temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.
3. Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan. Pertumbuhan kristal pada pori batuan
sehingga menimbulkan tekanan tinggi yang dapat merusak/memecahkan batuan itu sendiri.
4. Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena pengaruh
matahari. Tentu saja pelapukan jenis ini akan besar pengaruhnya di daerah yang mengalami
perbedaan suhu cukup besar, misalnya siang (panas) dan malam (dingin).
5. Alternate wetting and drying: pengaruh penyerapan dan pengeringan dengan cepat.
B. PELAPUKAN KIMIA
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat berubah.
Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan udara (O2 atau CO2),
menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang
lain dapat bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral baru.
Pada pelapukan kimia air dan gas terlarut memegang peran yang sangat penting. Sedangkan
pelapukan kimia sendiri mempunyai peran terpenting dalam semua jenis pelapukan. Hal ini
disebabkan karena air ada pada hampir semua batuan walaupun di daerah kering sekalipun. Akan
tetapi pada suhu udara kurang dari 30o C, pelapukan kimia berjalan lebih lambat. Proses
pelapukan kimia umumnya dimulai dari dan sepanjang retakan atau tempat lain yang lemah.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari
batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab
(humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin. Curah hujan rata-rata dapat
mencerminkan kecepatan pelapukan, tetapi temperatur sulit dapat diukur. Namun secara umum,
kecepatan pelapukan kimia akan meningkat dua kali dengan meningkat temperatur setiap 10oC.
Mineral basa pada umumnya akan lebih cepat lapuk dari pada mineral asam. Itulah sebabnya
basal akan lebih cepat lapuk dari pada granit dalam ukuran yang sama besar. Sedangkan pada
batuan sedimen, kecepatan pelapukan tergantung dari komposisi mineral dan bahan semennya.
Jenis pelapukan kimia
1. Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion H+) dimana
memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral
lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia
jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
2. Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk mineral baru.
Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk
anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan, karena pada proses
pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah penambahan air pada mineral
hematit sehingga membentuk gutit.
3. Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada mineral
silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan
adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
4. Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada
oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi
Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem
pelapukan dalam pelarutan.
5. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air hujan selama
pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
6. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti pergantian Na
oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.
C. TANAH DAN PELAPUKAN BIOLOGI
Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana komposisinya terdiri
atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari tetumbuhan. Bagi geologiawan
studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih dipusatkan pada tanah purba
(paleosoil),dimana akan membantu untuk mengetahui perkembangan sejarah geologi pada
daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah
hasil pelapukan sangat erat hubungannya dengan batuan induk (bedrock), iklim (curah hujan dan
temperatur), kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri.
Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona (Gambar II.1):
1. Zona A atau lapisan eluvial, merupakan bagian paling atas pada umumnya berwarna gelap
karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama oksidasi) dan biologi
berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung) dicuci dan terbawa ke bawah lewat di
antara butiran.
2. Zona B atau lapisan iluvial, material halus (lempung) yang tercuci dari zona A akan
terperangkap pada lapisan ini. Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit sedikit jasad hidup.
3. Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat dibandingkan
pelapukan jenis yang lain. Ke bawah zona C ini berubah secara berangsur menjadi batuan induk
yang belum lapuk.
Ketebalan setiap zona sangat bervareasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan setiap
zona tidak selalu dijumpai. Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan pelapukan, iklim,
komosisi dan topografi batuan induk.
Fosil tanah atau tanah purba atau paleosoil adalah suatu istilah untuk tanah yang berada di bawah
bidang ketidakselarasan. Tanah purba ini merupakan bukti bahwa lapisan itu pernah tersingkap
pada permukaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa tanah purba di bawah ketidakselarasan ini
tentu bagian atasnya pernah tererosi sebelum terendapkan lapisan penutupnya. Lapisan tanah
purba dalam runtunan batuan sedimen pada umumnya ditemukan pada endapan sungai dan delta.
Tanah purba ini juga umum ditemukan di bawah lapisan batubara dimana kaya akan akar dan
sering berwarna putih karena proses pencucian yang intensif (Selley, 1988).
Peranan tanah purba ini semakin besar dimasa kini; sehingga timbul pertanyaan bagaimana
mengenali tanah purba ini dengan mudah. Fenwick (1985) memberikan kreteria sebagai berikut:
1. hadirnya suatu lapisan yang kaya akan sisa jasad hidup,
2. lapisan merah yang semakin jelas ke arah atas,
3. penurunan tanda mineral lapuk ke arah atas,
4. terganggunya struktur organik oleh aktifitas jasad hidup (seperti cacing) atau proses fisik
(contohnya pengkristalan es).
D. HASIL PELAPUKAN
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelapukan menyebabkan suatu batuan
mengalami proses pengahancuran menjadi serpihan dan larutan kimia. Serpihan batuan yang
masih mempunyai sifat aslinya sebagian besar berupa butir-butir kuarsa dan lempung dimana
dikemudian mereka akan diendapkan membentuk batuan sedimen klastika. Sedangkan yang
berupa larutan kimia akan membentuk batuan sedimen kimia seperti batugamping, dolomit dan
batuan evavorasi lainnya. Selain itu larutan kimia ini juga dapat bereaksi dengan bahan
setempat membentuk kristal baru dengan komposisi yang lain.
Beberapa endapan bijih dihasilkan dari proses pelapukan ini diataranya adalah nikel, besi dan
krom. Laterit adalah tanah merah hasil dari pelapukan yang intensif dari batuan yang kaya akan
besi dan nikel. Di Sulawesi Selatan (Soroako) dan Sulawesi Tenggara (Pomalaa) dikenal
penghasil nikel dari laterit hasil pelapukan ultrabasa dari kompleks ofiolit.
Hasil pelapukan batuan dibawa oleh suatu media ke tempat lain dimana kemudian diendapkan.
Pada umumnya pembawa hasil pelapukan ini dilakukan oleh suatu media yang berupa cairan,
angin dan es. Akan tetapi beberapa transportasi hasil pelapukan dapat juga berlangsung tanpa
bantuan suatu media, tapi hanya dengan tenaga gravitasi saja.
TRANSPORTASI SEDIMEN
Sifat-sifat transportasi sedimen berpengaruh terhadap sedimen itu sendiri yaitu mempengaruhi
pembentukan struktur sedimen yang terbentuk. Hal ini penting untuk diketahui karena
sebenarnya struktur sedimen merupakan suatu catatan (record) tentang proses yang terjadi
sewaktu sedimen tersebut diendapkan. Umumnya proses itu merupakan hasil langsung dari
gerakan media pengangkut. Namun demikian sifat fisik (ragam ukuran, bentuk dan berat jenis)
butiran sedimen itu sendiri mempunyai pengaruh pada proses mulai dari erosi, transportasi
sampai ke pengendapan.
Dua sifat yang mempengaruhi media untuk mengangkut partikel sedimen adalah berat jenis
(density) dan kekentalan (viscosity) media. Berat jenis media akan mempengaruhi gerakan
media, terutama cairan. Sebagai contoh air sungai yang bergerak turun karena berat jenis yang
langsung berhubungan dengan gravitasi. Sedangkan kekentalan akan berpengaruh pada
kemampuan media untuk mengalir.
A. CAIRAN
Ada 2 persamaan penting yang mempengaruhi aliran suatu cairan, yakni: bilangan Reynold dan
bilangan Froud.
Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:
dengan:
vs - kecepatan fluida,
L - panjang karakteristik,
Apabila angka Reynold ini kecil akan terjadi aliran yang laminer, dimana garis aliran sejajar
dengan batas permukaan. Sebaliknya bila angka Reynold besar aliran akan berubah menjadi
turbulen. Angka Reynold, pada aliran dalam tabung batas antara aliran laminer dan turbulen ini
adalah 2000. Sedangkan angka itu untuk suatu partikel dalam cairan adalah satu.
Angka Froud: pada hakekatnya perbandingan antara kekuatan untuk menghentikan gerakan
partikel dan gaya gravitasi
dimana:
V=kecepatan partikel
g=percepatan gravitasi
L=kedalaman channel
Flow regim
Lower flow regim (F<1):
Menghasilkan struktur sedimen
cross-lamination
cross-bed
endapan suspensi.
Arus traksi adalah arus suatu media yang membawa sedimen didasarnya. Pada umumnya
gravitasi lebih berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau pasang-surut air laut.
Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya berupa pasir yang berstruktur silang siur,
dengan sifat-sifat:
pemilahan baik
ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah (coarsening
upward) tetapi bukan perlapisan bersusun (graded bedding).
Di lain fihak, sistem arus pekat dihasilkan dari kombinasi antara arus traksi dan suspensi. Sistem
arus ini biasanya menghasilkan suatu endapan campuran antara pasir, lanau, dan lempung dengan
jarang-jarang berstruktur silang-siur dan perlapisan bersusun. Arus pekat (density) disebabkan
karena perbedaan kepekatan (density) media. Ini bisa disebabkan karena perlapisan panas,
turbiditi dan perbedaan kadar garam. Karena gravitasi, media yang lebih pekat akan bergerak
mengalir di bawah media yang lebih encer. Dalam geologi, aliran arus pekat di dalam cairan
dikenal dengan nama turbiditi. Sedangkan arus yang sama di dalam udara dikenal dengan nuees
ardentes atau wedus gembel, suatu endapan gas yang keluar dari gunungapi. Endapan dari
suspensi pada umumnya berbutir halus seperti lanau dan lempung yang dihembuskan angin atau
endapan lempung pelagik pada laut dalam. Selley (1988) membuat hubungan antara proses
sedimentasi dan jenis endapan yang dihasilkan, sebagai berikut (Tabel IV.1).
Kenyataan di alam, transport dan pengendapan sedimen tidak hanya dikuasai oleh mekanisme
tertentu saja, misalnya arus traksi saja atau arus pekat saja, tetapi lebih sering merupakan
gabungan berbagai mekanisme. Malahan dalam berbagai hal, merupakan gabungan antara
mekanik dan kimiawi. Beberapa sistem seperti itu dalah:
D. GRAVITY
Sedimen yang bergerak karena hanya pengaruh gaya gravitasi ini, ada 3 macam sedimen :
Grain flows
Fluidized flows
sortasi jelek
Fluidized flows
Ciri sedimennya:
Turbulen, molekul dalam fluida bergerak ke segala arah tetapi tetap memiliki arah aliran yang
relatif sama.
Untuk mengindikasikan aliran laminar dan turbulen, digunakanlah bilangan Reynold (Reynolds
Number). bilangan ini diperoleh dengan menghubungkan 1) kelajuan fluida (u), 2) rasio antara
kerapatan dan viskositas fluida (v), dan panjang khas (l, diameter pipa atau kedalaman fluida
dalam channel terbuka).
Re = ul/v
Ketika bilangan Reynold menunjukan angka yang rendah (kurang dari 500), maka aliran fluida
dalam pipa dan channel akan laminar. Jika bilangan Reynold menunjukkan angka tinggi (lebih
dari 2000) maka aliran yang terjadi akan berupa aliran turbulen. Dengan meningkatnya kelajuan,
aliran fluida akan semakin trubulen dan akan terjadi transisi dari aliran laminar menuju ke aliran
turbulen.
Fluida dengan viskositas rendah, seperti angin, akan turbulen pada kelajuan aliran yang rendah.
Aliran air hanya laminar jika dalam kelajuan yang sangat rendah atau kedalaman yang sangat
rendah. Aliran laminar muncul pada es yang bergerak (gletser), aliran lava, aliran debris karena
ketiganya memiliki viskositas yang cukup besar dibanding air.
Perpindahan Partikel dalam Fluida
Partikel dalam berbagai bentuk dapat tertransportasikan dalam tiga cara.
Rolling
Pertama, partikel bergerak dengan cara menggelinding sepanjang dasar dari fluida. Partikel ini
terus-menerus mengalami kontak dengan permukaan dasar. Mekanisme seperti ini disebut
sebagai mekanisme menggelinding (rolling).
Saltation
Kedua, partikel bergerak dengan cara melompat-lompat, secara periodik partikel meninggalkan
dasar dan kemudian kembali jatuh ke dasar. Mekanisme ini disebu saltation.Yang menyebabkan
partikel terangkat ke atas adalah efek Bernaulli.
Suspension
Kemudian yang ketiga, partikel bergerak dengan cara terus mengambang dalam fluida. Hal ini
disebabkan oleh aliran turbulen yang mendorong partikel ke arah atas. Mekanisme ini disebut
sebagai mekanisme suspension.
Mekanisme Rolling dan Saltation termasuk ke dalam mekanisme bedload. Sedangkan
mekanisme Suspension sering disebut mekanisme Suspended Load.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi pergerakan dari partikel dalam aliran trubulen.
1. Dengan bertambahnya kelajuan, energei kinetik yang lebih besar akan menyebabkan
partikel-partikel meninggalkan dasar dan bergerak secara saltation.
2. Peningkatan turbulensi juga menyebabkan energi ke atas yang menyebabkan partikel
dalam keadaan suspension.
3. Partikel dengan massa yang lebih besar membutuhkan energi lebih besar pula untuk
mengangkatnya ke kondisi saltation dan suspension.
4. Partikel dengan permukaan lebih besar dibandingkan dengan massanya akan
membutuhkan waktu lebih lama untuk tenggelam. Partikel ini akan lebih mudah
tersuspensi.
Ukuran Butir dan Kelajuan Aliran
Energi yang dibutuhkan untuk membawa partikel akan meningkat dengan meningkatnya massa
partikel tersebut. Ini juga berlaku untuk energi yang mengangkat mereka ke atas. Pada kelajuan
aliran sedang, butiran pasir akan tersaltasi, granule bergulir, dan pebbels tak bergerak. Dengan
bertambahnya kelajuan, gaya yang bekerja pada partikel juga bertambah. Sehingga butiran pasir
akan tersuspensi, granule akan tersaltasi, dan pebble akan bergulir. Hubungan sederhana seperti
ini berlaku pada butiran kasar. Untuk butiran halus, mekanismenya akan lebih kompleks.
Oiya untuk minggu ini ada PR yaitu disuruh mempelajari HJULSTROM DIAGRAM
Diagram Hjulstrom, menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan transportasi butirbutirlepas. Ketika butir telah terendapkan, diperlukan energi yang lebih tinggi untuk mulai
menggerakkannya daripada menjaganya tetap bergerak ketika telah bergerak. Sifat kohesif
partikel lempung mengartikan bahwa sedimen berbutir halus memerlukan kecepatan yang lebih
tinggi untuk mengerosi kembali sedimen ini ketika sedimen ini terendapkan, khususnya ketika
terkompaksi. (dari Earth, edisi kedua oleh Frank Press dan Raymond Siever. 1974, 1978, dan
1986 oleh W.H. Freeman and Company).
Partikel halus dalam aliran, sebagaimana yang ditunjukkan oleh diagram Hjulstrm,
memiliki konsekuensi penting untuk pengendapan dalam lingkungan pengendapan alami.
Lempung dapat tererosi dalam semua kondisi kecuali air yang menggenang, tapi lumpur dapat
terakumulasi dalam semua kondisi dimana aliran berhenti mengalir dengan waktu yang cukup
untuk partikel lempung terendapkan: aliran yang kembali mengalir tidak akan menaikkan
kembali endapan lempung kecuali kecepatannya relatif tinggi.
Diagram Hjulstrm adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran air dan
ukuran butir (Hjulstrm 1939). Ada dua garis utama pada grafik. Garis yang lebih rendah
menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan partikel yang siap akan bergerak. Ini
menunjukkan bahwa kerakal akan berhenti di sekitar 20-30 cm/s, butirpasir sedang pada 2-3
cm/s, dan partikel lempung ketika kecepatan aliran adalah secara efektif nol. Oleh karena itu
ukuran butir partikel di dalam aliran dapat digunakan sebagai petunjuk kecepatan pada waktu
pengendapan sedimen jika terendapkan sebagai partikel-partikel terisolasi. Garis kurva bagian
atas menunjukkan kecepatan aliran yang diperlukan untuk mengerakkan partikel dari kondisi
diam. Pada setengah bagian kanan grafik, garis ini sejajar dengan garis yang pertama tapi untuk
ukuran butir tertentu diperlukan kecepatan yang lebih besar untuk memulai pergerakan daripada
untuk menjaga partikel tetap bergerak. Pada sisi kiri diagram terdapat garis divergen yang tajam:
secara intuisi, partikel lanau yang lebih kecil dan lempung memerlukan kecepatan yang lebih
besar untuk menggerakkannya daripada pasir. Hal ini dapat dijelaskan melalui sifat mineral
lempung yang akan mendominasi fraksi halus dalam sedimen. Mineral lempung bersifat kohesif
(2.5.5) dan sekali terendapkan akan cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk
naik ke dalam aliran daripada butir-butir pasir. Catat bahwa ada dua macam untuk material
kohesif. Lumpur tak terkonsolidasi (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi tetap merekat,
material plastis. Lumpur terkonsolidasi (consolidated mud) telah lebih banyak mengeluarkan
air darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid). Dalam prakteknya, banyak endapan material
lumpuran berada antara dua macam ini. Diagram Hjulstrm, menunjukkan hubungan antara
kecepatan aliran dan transportasi butir-butir lepas. Ketika butir telah terendapkan, diperlukan
energi yang lebih tinggi untuk mulai menggerakkannya daripada menjaganya tetap bergerak
ketika telah bergerak. Sifat kohesif partikel lempung mengartikan bahwa sedimen berbutir halus
memerlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk mengerosi kembali sedimen ini ketika sedimen
ini terendapkan, khususnya ketika terkompaksi. (dari Earth, edisi kedua oleh Frank Press dan
Raymond Siever. 1974, 1978, dan 1986 oleh W.H. Freeman and Company).
Partikel halus dalam aliran, sebagaimana yang ditunjukkan oleh diagram Hjulstrm,
memiliki konsekuensi penting untuk pengendapan dalam lingkungan pengendapan alami.
Lempung dapat tererosi dalam semua kondisi kecuali air yang menggenang, tapi lumpur dapat
terakumulasi dalam semua kondisi dimana aliran berhenti mengalir dengan waktu yang cukup
untuk partikel lempung terendapkan: aliran yang kembali mengalir tidak akan menaikkan
kembali endapan lempung kecuali kecepatannya relatif tinggi.
Diagram Hjulstrm adalah diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran air dan
ukuran butir (Hjulstrm 1939). Ada dua garis utama pada grafik. Garis yang lebih rendah
menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan partikel yang siap akan bergerak. Ini
menunjukkan bahwa kerakal akan berhenti di sekitar 20-30 cm/s, butirpasir sedang pada 2-3
cm/s, dan partikel lempung ketika kecepatan aliran adalah secara efektif nol. Oleh karena itu
ukuran butir partikel di dalam aliran dapat digunakan sebagai petunjuk kecepatan pada waktu
pengendapan sedimen jika terendapkan sebagai partikel-partikel terisolasi. Garis kurva bagian
atas menunjukkan kecepatan aliran yang diperlukan untuk mengerakkan partikel dari kondisi
diam. Pada setengah bagian kanan grafik, garis ini sejajar dengan garis yang pertama tapi untuk
ukuran butir tertentu diperlukan kecepatan yang lebih besar untuk memulai pergerakan daripada
untuk menjaga partikel tetap bergerak. Pada sisi kiri diagram terdapat garis divergen yang tajam:
secara intuisi, partikel lanau yang lebih kecil dan lempung memerlukan kecepatan yang lebih
besar untuk menggerakkannya daripada pasir. Hal ini dapat dijelaskan melalui sifat mineral
lempung yang akan mendominasi fraksi halus dalam sedimen. Mineral lempung bersifat kohesif
(2.5.5) dan sekali terendapkan akan cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk
naik ke dalam aliran daripada butir-butir pasir. Catat bahwa ada dua macam untuk material
kohesif. Lumpur tak terkonsolidasi (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi tetap merekat,
material plastis. Lumpur terkonsolidasi (consolidated mud) telah lebih banyak mengeluarkan
air darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid). Dalam prakteknya, banyak endapan material
lumpuran berada antara dua macam ini.
STRUKTUR SEDIMEN
Struktur sedimen merupakan pengertian yang sangat luas, meliputi penampakan dari
perlapisan normal termasuk kenampakan kofigurasi perlapisan dan/atau juga modifikasi dari
perlapisan yang disebabkan proses baik selama pengendapan berlangsung maupun setelah
pengendapan berhenti. Oleh sebab itu perlu kiranya dijelaskan dulu apakah sebenarnya yang
dimaksud dengan perlapisan (bedding) itu, sehingga selanjutnya akan memperjelas batasan
struktur sedimen.
Sebenarnya belum ada difinisi perlapisan yang memuaskan semua fihak, walaupun sebenarnya
istilah perlapisan sudah luas sekali digunakan dalam pemerian runtunan sedimen. Difinisi yang
paling luas digunakan adalah yang diusulkan Otto (1938), suatu perlapisan tunggal adalah satuan
sedimentasi yang diendapkan pada kondisi fisik yang tetap konstan. Sejalan dengan itu
mengartikan perlapisan sendiri sebagai bidang-bidang permukaan pengendapan yang disebabkan
oleh suatu perubahan rezim sedimentasi dari waktu ke waktu. Perubahan ini meliputi:
A. Perubahan fisik:
Granulometri atau sering diterjemahkan dengan analisa besar butir adalah salah satu
dari sekian banyak metoda yang sering dipakai untuk menganalisa batuan sedimen klastik.
Dalam granulometri ini lebih mengutamakan bagaimana sebaran butiran batuan sedimen
klastik tersebut. Metoda metoda perhitungan secara statistik sering pula banyak dipakai, hal ini
sebernarnya hanya untuk mengetahui apakah dengan metoda statistik tersebut kita dapat melihat
adanya bentuk kurva yang sangat khas atau proses tertentu.
Friedman ( 1979 ), mengatakan analisa besar butir dapat dipakai untuk mengetahui proses
proses selama sedimentasi dan dapat dipakai untuk menginterpretasikan lingkungan
pengendapan dan bahkan analisa besar butir sama pentingnya dengan metode metode yang
lain.
2.2 Ukuran Butir Partikel
Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir mencerminkan :
Resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi dan abrasi. Partikel-partikel yang lunak seperti
batugamping dan fragmen-fragmen batuan makin lama makin mengecil, bahkan partikel kuarsa
yang besar dan resistensi akan terabrasi dan berubah ukurannya.
Proses transportasi dan deposisi seperti kemampuan air angina untuk menggerakakn dan
mengendapkan partikel.
Partikel-partikel yang lunak seperti batugamping dan fragmen-fragmen batuan, makin lama
makin mengecil bahkan partikel kuarsa yang besar dan resisten akan terabrasi dan berubah
ukurannya. Ukuran butir partikel sedimen juga mencerminkan proses transportasi dan deposisi
partikel sedimen, seperti : kemampuan air/angin dalam menggerakkan dan mengendapkan
partikel.
Material-material yang diangkut oleh media pengangkut (air, angina) akan terdistribusi
menjadi berbagai macam ukuran butir seperti gravel (boulder, coble, dan pebble), pasir dan mud.
Distribusi ukuran butir ini menunjukkan :
Terdapatnya bermacam-macam ukuran butir dari batuan induknya.
Proses yang terjadi selama sedimentasi terutama kompetensi (kemampuan arus untuk membawa
suatu beban sesuia ukurannya. Jika ada beban yang lebih berat maka beban tersebut akan
diendapkan).
Dengan banyaknya variasi ukuran butir tersebut maka perlu diadakna klasifikasi ukuran
butir. Dikenal beberapa klasifikasi ukuran butir yang dibuat oleh bebrapa ahli. Tetapi skala
penentuan ukuran butir yang diajukan oleh J.A Udden dan C.K Wentworth yang sering digunaka,
selanjutnya disebut skala Udden-Wentworth sebagai skala geometri (1,2,4,8, ...). pada
perkembangan selanjutnya ditambah skala aritmetik (1,2,3,4,) sebagai unit phi (2) oleh W.C
Krumbein, dimana phi merupakan transformasi logaritma dari skala Udden-Wentworth, yaitu : 2
= -log2 d, dengan d adalah ukuran butir dalam millimeter.
Dalam acara ini akan dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir lepas.
Seperti diketahui analisis ini untuk mengetahui koefisien sortasi, skewness dan kurtosis. Untuk
mengetahiu harga-harga tersebut dapat dilakukan dengan cara grafis dan matematis.
1. Cara grafis
Cara grafis ini prinsipnya adalah menggunakan data hasil pengayakan dan penimbangan
yang diplot sebagai kurva kumulatif untuk mengetahui parameter-parameter statistiknya. Kurva
kumulatif dibedakan menjadi dua, yaitu kurva kumulatif aritmetik (arithmetic ordinate) dan
kurva kumulatif probabilitas (probability ordinate).Kurva kumulatif aritmetik digambarkan
secara smooth melewati semua data (kurva berbentuk S), sehingga semua parameter statistic
dapat terbaca. Sedang kurva probabilitas digambarkan dengan garis lurus untuk mengetahui
probabilitas normalnya. Pada kurva ini memungkinkan untuk membaca parameter statistic lebih
akurat karena mengurangi interpolasi dan ekstrapolasi dalam penggambaran. Tetapi yang sering
digunakan adalah kurva kumulatif aritmetik karena lebih mencerminkan distribusi ukuran
butirnya. Kurva kumulatif dibuat dengan absis ukuran butir dalam millimeter ( untuk kertas
semilog) atau unit phi dan ordinat prosentase berat (skala 1 100%).
Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan hasilnya dapat disajikan dalam bentuk
table. Dan untuk mengetahui distribusi tiap frekuensi dapat dibuat histogram. Harga-harga
median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis diturunkan dari kurva kumulatif dan
dihitung dengan rumus-rumus berikut :
Koefisien Sortasi (So)
Menurut Trask So = Q3/Q1, dengan ukuran dalam mm, sehingga jika :
So < 2,5
: Sortasi baik
: Sortasi jelek
Rumus yang lain; So Q1/Q3 atau jika dinyatakan dalam kuartil adalah :
Kedua pengukuran tersebut selanjutnya jarang digunakan karena kurang teliti. Folk
menetukan koefisien sortasi sebagai defiasi standar grafis:
G = 84 25
2
Kemudian disempurnakan sebagai deviasi standar grafis inklusif sdengan rumus :
1 = 84 16 + 95 5
4
6,6
Harga So menurut Folk dan Ward (1957) :
< 0.35
0.35 0.50
0.50 0.71
0.71 1.00
1.00 2.00
2.00 4.00
> 4.00
Skewness (Sk)
Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk berharga positif maka
sediment yang bersangkutan mempunyai jumlah butir halus lebih banyak dari jumlah butir yang
kasar dan sebaliknya jika berharga negative maka sediment tersebut mempunyai jumlah butir
kasar lebih banyak dari jumlah butir yangh halus.
Dan bila dinyatakan secara grafis maka :
Skq = (Q1+Q3-2(Md)) (dalam phi)
2
Harga Sk menurut Folk dan Ward (1957) :
>+0.3
+0.3 - +0.1
+0.1 - -0.1
near symmetrical
-0.1 - -0.3
coarse skewed
K = __ 95 - 5___
2, 44(75-25
Harga K menurut Folk dan Ward (1957) adalah :
< 0.67
very platy kurtic
0.67 - 0.90
platy kurtic
0.90 1.11
meso kurtic
1.11 1.50
lepto kurtic
1.50 3.00
very lepto kurtic
> 3.00
extremly lepto kurtic
2. Cara matematis
Cara matematis dalam analisis ukuran butir akan memberikan gambaran yang lebih baik
daripada cara grafis, karena dalam cara matematis semua harga ukuran butir dalam klas interval
diikutsertakan dalam perhitungan. Kelemahan cara matematis ini adalah ruwetnya perhitungan
dalam pengolahan data. Untuk memahami cara matematis ini adalah dengan memahami
distribusi normal dari suatu kurva distribusi frekuensi yaitu kurva hasil pengeplotan ukuran butir
(dalam skala phi) dengan frekuensi yang disajikan dalam beberapa klas interval. Perhitungan
tersebut adalah perhitungan statistic. Ukuran butir diplot pada absis dan frekuensinya pada
ordinat. Kurva normal akan berbentuk simeetri.
Dalam statistic distribusi normal ini disebut moment. Istilah moment dalam mekanika yaitu
jarak dikalikan massanya. Jadi mome suatu benda terhadap suatu titik adalah besar massa
tersebut dikalikan jarak terhadap titik tersebut. Dalam statistikmassa digantikan dengan frekuensi
suatu klas interval ukuran butir dan jarak yang dipakai adalah jarak terhadap titik tertentu
(arbitrary point) yaitu suatu titik awal dari suatu kurva atau dapat juga titik rata-rata ukuran butir
tersebut.
Tiap klas interval dicari momenya, kemudian setelah momen masing-masing klas sudah
dicari dijumlahkan dan dibagi total jumlah sample ( jika frekuensi dalam % maka jumlahnya
100, hal ini memberikan harga momen per unit 1% frekuensi ).
P2 = f . m2
100
Momen pertama ini identik dengan harga rata-rata ukuran butir (mean). Frekuensi (f) dalam
prosen dan m adalah mid point tiap interval kelas dalam unit phi setelah diketahui harga x maka
dapat dijadikan titik tumpu dimana jarak disebelah titik kanannya positif dan sebelah kirinya
negatif. Distribusi dikatakan normal jika selisih jumlah kedua kelompok tersebut nol.
Harga momen yang lebih besar dicari dengan titik tumpu menggunakan X atau jarak m, jadi
jaraknya (m-x).
P2 = f .(m2 - X)2
100
Momen pertama = nilai mean, frekuensi (f) dalam persen dan m adalah nilai mid poin tiap
kelas interval dalam unit phi.
Momen kedua ini merupakan kuadrat dari standart deviasi (). Standart deviasi ini
menunjukkan besar kecilnya selisih dari harga x dan ini merupakan konsep sortasi, sehingga
sortasi adalah :
P2 = f .(m2 - X)3
100
Karena harga (m-x) positif disebelah kanan x dan negatif disebelah kirinya harga momen
ketiga yang normal adalah nol. Harga skewness dihitung dengan membagi momen ketiga dengan
pangkat tiga dari standar deviasi ().
P2 = f .(m2 - X)4
100
Skewness ini mencerminkan deviasi dari keestriman dari suatu kurva dan peka terhadap yang
kasar atau halus dalam suatu populasi ukuran butir sedimen. Sehingga dapat digunakan untuk
interpretasi pengendapan dari sedimen tersebut.
Momen keempat digunakan untuk menghitung tinggi rendahnya puncak suatu kurva distribusi
(peakkedness) atau kurtosis. Kurtosis dicari dengan membagi momen keempat dengan pangkat
empat dari standar deviasi.
http://samuelmodeon.blogspot.com/2013/03/granulometri_3668.html
Struktur sedimen adalah kenampakan pada batuan sedimen sebagai akibat dari adanya
proses pengendapan. Struktur ini merupakan sifat yang sangat penting pada batuan sedimen baik
yang berada pada bagian atas, bagian bawah maupun bagian dalam lapisan. Struktur sedimen ini
dapat digunakan untuk menentukan proses dan keadaan serta lingkungan pengendapan, arah arus
pengendapan, kedalaman, energi, kecepatan dan hidrolika arah arus yang mengalir serta pada
daerah batuan yang terlipat dapat dipakai untuk mengetahui bagian bawah dan bagian atas
perlapisan. Struktur sedimen ini sebaiknya dilihat dan dipelajari pada suatu singkapan, bukan
pada suatu contoh setangan atau sayatan tipis.
Struktur sedimen berkembang melewati proses fisika dan atau kimia, sebelum, selama,
dan sesudah pengendapan atau juga melalui proses jasad renik (biogenic). Krumbein dan Sloss
(1963) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok, yaitu Struktur sedimen primer dan
struktur sedimen sekunder. Pettijohn (1975) membagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu Struktur
Anorganik dan Struktur Organik. Selley (1980) mengelompokkan struktur sedimen berdasarkan
asal usulnya menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Struktur sedimen sebelum pengendapan (Pre-depositional sedimentary structures)
2. Struktur sedimen saat pengendapan (Syn-depositional sedimentary structures)
3. Struktur sedimen setelah pengandapan (Post-depositional sedimentary structures)
Sedangakan struktur sedimen yang diakibatkan oleh kegiatan organisme dimasukkan dalam
kelompok fosil sebagai trace fossil.
Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu :
1. Struktur pengikisan (Erosional structures)
2. Struktur pengendapan (Depositional structures)
3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)
Untuk pembahasan tentang struktur sedimen dalam bab ini dipakai klasifikasi menurut Tucker,
1982.
1. Struktur Pengikisan (Erosional structures)
Struktur pengikisan adalah struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang mengikis
batuan yang lebih tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Yang termasuk kelompok ini
antara lain :
a. Tikas garut (flute cast)
Tikas garut ini terbentuk akibat pengikisan dan merupakan ciri dari endapan turbidit.
Struktur ini berada dibawah permukaan dan memanjang sampai berbentuk segitiga dengan
bagian yang membulat kearah hulu dan mempunyai panjang mulai dari beberapa millimeter
hingga mencapai puluhan centimeter. Struktur ini merupakan petunjuk yang dapat digunakan
untuk penentuan arah arus purba (paleo current)
b. Tikas gores (groove cast)
Tikas gores berbentuk punggungan memanjang pada permukaan lapisan, berkisar dari
beberapa millimeter hingga beberapa centimeter. Struktur ini pada permukaan lapisan mungkin
seluruhnya sejajar atau pula mungkin memperlihatkan beberapa arah. Struktur ini terbentuk
melalui pengikisan alur yang dipotong terutama oleh objek yang terseret sepanjang arus dan
merupakan pula ciri dari arus turbidit. Arah tikas gores ini menunjukkan arah arus yang
mengendapkannya.
c. Tool mark
Struktur ini terbentuk ketika objek dibawa oleh arus sungai dan berhubungan dengan
permukaan sedimen dibawahnya. Tanda ini terjadi sebagai akibat objek menggelinding, menusuk
dan menyikat permukaan sedimen dibawahnya. Objek yang membuat tanda ini biasanya
berupa mud clast, fragmen binatang dan rombakan tumbuhan.
d. Merkah gerus (scour mark)
Merkah gerus merupakan struktur dalam skala kecil dan terdapat pada bagian bawah
perlapisan. Pada pandangan bidang biasanya memanjang dalam arah arus. Dengan bertambahnya
ukuran, merkah gerus ini berangsur menjadi alur (channel). Ciri khas permukaan merkah gerus
adalah pemotongan endapan yang terletak di bawah dan hadirnya sedimen kasar di atas
permukaan gerusan.
e. Channel
Alur adalah struktur sedimen berskala besar, beberapa meter hingga kilometer
panjangnya. Alur pula sering terisi oleh sedimen yang kasar daripada sedimen dibawahnya atau
dengan sedimen yang berbatasan, dan sering berupa konglomerat alas (basalt conglometare).
Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan lebih dari 1 cm. Perlapisan ini
terbentuk akibat adanya perubahan dalam butiran sedimen, warna maupun susunan
mineraloginya.
g. Rainspot
Rainspot adalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air hujan pada permukaan
batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak. Struktur ini berguna untuk menentukan lapisan
atas dan lapisan bawah dari suatu perlapisan terutama pada lapisan yang miring maupun terbalik.
3. Struktur sedimen pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary structures)
Struktur sedimen setelah pengenapan ini terbentuk melalui gerakan sedimen (nendatan)
dan lainnya melalui reorganisasi bagian dalam seperti pengeringan dan pembebanan. Prosesproses kimia-fisika setelah pengendapan menghasilkan stylolite, solution dan nodule.
a.
Deformed bedding
Deformed bedding dan istilah seperti disrupted, convolute dan conturted bedding dapat
diterapkan pada perlapisan sejajar, perlapisan silang-siur dan laminasi silang-siur yang dihasilkan
selama pengendapan telah terganggu, tetapi tidak ada pergerakan sedimen secara mendatar dalam
skala besar. Convolute bedding terdapat dalam laminasi silang-siur, dengan laminasi diubah
dalam bentuk antiklin dan sinklin. Convolute seperti ini sering tidak asimetri atau menungging
kearah arus purba, sedangkan conturted dan disrupted tidak menunjukkan orientasi.
f.
Nodule
Nodule juga disebut konkresi, biasanya terbentuk dalam sedimen setelah pengendapan. Mineralmineral yang sering terdapat pada nodul adalah kalsit, dolomit, siderit, pirit, colophane dan
kuarsa. Nodul kalsit, pirit dan siderit diameternya bisa beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter, biasanya terdapat dalam batuan lumpur. Nodul chert biasanya terdapat dalam
batugamping, nodul kalsit dan dolomit kadang-kadang terdapat dalam batupasir. Bentuk nodule
bervariasi, bisa bulat, pipih, memanjang dan bisa juga tidak teratur.